Anda di halaman 1dari 21

Resep 1

SALBRON
Farmakologi:
Salbutamol menstimulasi reseptor beta-2-adrenergi sehingga melebarkan bronkus.
Indikasi:
SALBRON merupakan obat bronkodilator untuk menghilangkan gejala sesak napas
pada penderita asma bronkial, bronkitis asmatis dan emfisema pulmonum.
Dosis:
· Tablet:
- Dewasa: sehari 3-4 kali 2-4 mg
- Anak di atas 6 tahun: Sehari 3-4 kali 2 mg
- Anak 2-6 tahun: Sehari 3-4 kali 1-2 mg
· Sirup: Dewasa: sehari 3-4 kali 5-10 mL
- Anak > 6 tahun: Sehari 3-4 kali 5 mL
- Anak 2-6 tahun: Sehari 3-4 kali 2,5 – 5 mL
· Dosis anak: 0,3 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis terbagi
Kontraindikasi:
Hipersensitif terhadap salah satu komponen Salbron
Peringatan dan Perhatian:
- Diberikan secara hati-hati pada pasien tirotoksikosis.
- Data penggunaan pada triwulan pertama dari kehamilan masih terbatas,.
- Hindari penggunaan pada penderita dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan
pasien yang sudah
Lanjut usia.
Efek Samping:
Nausea, sakit kepala, palpitasi, tremor, vasodilatasi periferal, takikardi dan
hipokalemi yang kadang-kadang timbul sesudah pemberian dosis tinggi.
MUCOS
Mucos adalah obat yang digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit pada saluran
pernafasan dimana terjadi banyak lendir atau dahak. Mucos mengandung Ambroxol
HCl, obat yang termasuk agen mukolitik, yaitu obat yang berfungsi mengencerkan
dahak.
Berikut ini adalah informasi lengkap obat Mucos yang disertai tautan merk-merk obat
lain dengan nama generik yang sama.

KANDUNGAN

Tiap kemasan obat mucos mengandung zat aktif (nama generik) sebagai berikut :
 Ambroxol HCl setara ambroxol 30 mg / tablet
 Ambroxol HCl setara ambroxol 15 mg / 5 ml syrup
 Ambroxol HCl setara ambroxol 15 mg / ml drops
INDIKASI
Kegunaan mucos (ambroxol) adalah untuk kondisi-kondisi berikut :
 Sebagai obat penyakit-penyakit pada saluran pernafasan dimana terjadi banyak
lendir atau dahak, seperti : emfisema, radang paru kronis, bronkiektasis,
eksaserbasi bronkitis kronis dan akut, bronkitis asmatik, asma bronkial yang
disertai kesukaran pengeluaran dahak, serta penyakit radang rinofaringeal.
 Obat ini juga digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada tenggorokan.
 Berguna juga sebagai anti inflamasi, dengan cara mengurangi kemerahan saat
sakit tenggorokan.
KONTRA INDIKASI
 jangan menggunakan obat ini untuk pasien yang memiliki riwayat alergi obat
ambroxol.
 pasien yang menderita ulkus pada lambung penggunaan obat ini harus dilakukan
secara hati-hati.
EFEK SAMPING
Berikut adalah beberapa efek samping mucos (ambroxol) yang umum terjadi :
 efek samping yang relatif ringan yaitu gangguan pada saluran pencernaan
misalnya mual, muntah, dan nyeri pada ulu hati.
 Efek samping yang lebih serius tetapi kejadiannya jarang misalnya reaksi alergi
seperti kulit kemerahan, bengkak pada wajah, sesak nafas dan kadang-kadang
demam.
PERHATIAN
Hal-hal yang perlu diperhatikan pasien saat menggunakan obat yang mengandung
ambroxol adalah sebagai berikut :
 Keamanan pemakaian obat ambroxol untuk ibu menyusui belum diketahui
dengan jelas. Oleh karena itu, pemakaian obat ini selama menyusui sebaiknya
dikonsultasikan dengan dokter.
 penggunaan obat sebaiknya dilakukan setelah makan atau bersama makanan.
INTERAKSI OBAT
Obat-obat dengan kandungan zat aktif ambroxol berinteraksi dengan obat-obat lain
sebagai berikut :
 Jika diberikan bersamaan dengan antibiotik seperti amoxicillin,
cefuroxim, erythromycin, dan doxycycline, konsentrasi antiobiotik-antibiotik
tersebut di dalam jaringan paru meningkat.
 Obat ini juga sering dikombinasikan dengan obat-obat standar untuk pengobatan
bronkitis seperti glikosida jantung, kortikosteroid dan bronkospasmolitik.
DOSIS MUCOS
Mucos (ambroxol) diberikan dengan dosis :
 Dewasa dan anak > 12 tahun : 2-3 x sehari 1 tablet atau 2 sendok takar sirup.
 Anak 5-12 tahun : 2-3 x sehari ½ tablet atau 1 sendok takar sirup.
 Anak usia 2-5 tahun : 3 x sehari ½ sendok takar atau 1 ½ ml drops.
 Anak atau bayi usia 1-2 tahun : 2 x sehari 1 ml drops.
 Bayi < 1 tahun : 2 x sehari ½ ml drops.
 Dosis lazim anak : 1.2-1.5 mg / kg BB / hari dalam dosis bagi.
 Penggunaan jangka panjang, dosis dapat dikurangi.
 Diminum sesudah makan

ANCEFA
Ini adalah review terhadap obat dengan merk ancefa. Di bagian akhir review ini juga
disertakan tautan merk – merk obat lain dengan nama generik yang sama dengan
ancefa.

KANDUNGAN
 cefadroxil 500 mg / tablet
 cefadroxil 125 mg / 5 ml syrup
 cefadroxil 250 mg / 5 ml syrup forte
INDIKASI ANCEFA
Kegunaan ancefa (cefadroxil) adalah untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh
bakteri yang peka terhadap ancefa (cefadroxil) seperti :
 Infeksi saluran pernafasan : infeksi oleh bakteri Streptococcus pyogenes,
penyebab penyakit radang tenggorokan atau tonsilitis streptokokus, faringitis,
pneumonia, otitis media.
 Infeksi kulit dan jaringan lunak : Infeksi kulit yang umum termasuk impetigo
 Infeksi saluran kemih dan kelamin : Pyelonephritis (infeksi bakteri pada ginjal)
 ancefa (cefadroxil) digunakan juga sebagai
pencegahan (profilaksis antibiotic) endocarditis sebelum operasi gigi, terutama
untuk pasien yang alergi terhadap antibiotik golongan penisilin
 Infeksi lain: osteomielitis dan septisemia
KONTRA INDIKASI
Penggunaan antibiotik ancefa (cefadroxil) harus dihindari pada pasien dengan riwayat
mengalami reaksi hipersensitivitas pada ancefa (cefadroxil) dan antibiotik golongan
cephalosporin lainnya.
EFEK SAMPING ANCEFA
 kebanyakan efek samping ancefa (cefadroxil) yang tidak begitu serius adalah
mual, muntah, sakit perut, diare ringan, otot kaku, nyeri sendi, perasaan gelisah,
perasaan tidak menyenangkan pada mulut, gatal ringan atau ruam kulit dan gatal
pada vagina
 efek samping yang lebih parah dari ancefa (cefadroxil) seperti diare yang berair
atau berdarah, demam, menggigil, nyeri tubuh, gejala flu, perdarahan yang tidak
biasa atau memar, kejang – kejang, pucat atau kulit menguning, urine berwarna
gelap, kebingungan, jaundice (menguningnya kulit atau mata), pembengkakan
kelenjar, ruam atau gatal-gatal, nyeri sendi, sakit tenggorokan dan sakit kepala
yang parah, peningkatan rasa haus, kehilangan nafsu makan, merasa sesak napas,
kencing lebih sedikit dari biasanya atau tidak sama sekali.
 Kebanyakan obat antibiotik termasuk ancefa (cefadroxil) dapat menyebabkan
diare, yang bisa saja merupakan tanda dari infeksi baru. Jika diare terjadi sangat
berat misalnya berair atau memiliki darah di dalamnya, segera hubungi dokter
Anda. Jangan menggunakan obat untuk menghentikan diare kecuali atas
petunjuk dokter
INTERAKSI OBAT
 Obat – obat yang bersifat nefrotoksik dapat meningkatkan toksisitas ancefa
(cefadroxil) terhadap ginjal.
 Probenesid menghambat sekresi ancefa (cefadroxil) sehingga meningkatkan
konsentrasi obat dalam tubuh dan meningkatkan potensi terjadinya efek samping
 Alkohol dapat mengakibatkan Disulfiram-like reactions, jika diberikan 48 – 72
jam setelah pemberian ancefa (cefadroxil)
 ancefa (cefadroxil) juga diketahui berinteraksi dengan antibiotik golongan
aminoglikosida dan obat diuretika poten, sehingga pemberian obat – obat ini
secara bersamaan dengan ancefa (cefadroxil) sebaiknya dihindari
DOSIS ANCEFA
ancefa (cefadroxil) diberikan dengan dosis :
 Dosis lazim untuk dewasa untuk pencegahan
(Profilaksis) bacterial Endocarditis : 2 g secara oral sebagai dosis tunggal satu
jam sebelum dilakukan operasi gigi
 Dosis lazim dewasa untuk Pielonefritis : tidak terjadi komplikasi : 1 g secara
oral setiap 12 jam selama 14 hari
 Dosis lazim dewasa untuk infeksi kulit atau jaringan lunak : 1 g / hari secara
oral dalam 1 – 2 dosis bagi
 Dosis lazim dewasa untuk Tonsilitis / Faringitis : 1 g / hari secara oral dalam
1 – 2 dosis bagi selama 10 hari
 Dosis lazim dewasa Infeksi Saluran Pernapasan bagian atas : 500 mg secara
oral setiap 12 jam atau 1 g secara oral setiap 24 jam selama 7 sampai 10 hari
 Dosis lazim dewasa untuk Infeksi Saluran Kemih :
tidak terjadi komplikasi : 1 sampai 2 g / hari secara oral dalam 1 – 2 dosis bagi
terkomplikasi : 1 g secara oral 2 x sehari
 Dosis lazim untuk pediatric pada pencegahan
(Profilaksis) bacterial Endocarditis :
1 – 18 tahun dan berat badan 39 kg atau kurang : 50 mg / kg secara oral, tidak
melebihi 2 g, diberikan sekali 1 jam sebelum operasi gigi
1 – 18 tahun dan berat badan 40 kg atau lebih : 2 g secara oral, diberikan sekali 1
jam sebelum operasi gigi
 Dosis lazim pediatric untuk Infeksi Saluran Kemih : 1 bulan atau lebih : 15
mg / kg secara oral setiap 12 jam, tidak lebih dari 2 g / hari
 Dosis lazim pediatric untuk infeksi kulit atau jaringan lunak : 1 bulan atau
lebih: 15 mg / kg secara oral setiap 12 jam, tidak lebih dari 2 g / hari
 Dosis lazim pediatric untuk Tonsilitis / Faringitis : 1 bulan atau lebih : 30 mg
/ kg / hari secara oral dalam 1 sampai 2 dosis terbagi, tidak melebihi 2 g / hari
 Dosis lazim pediatric untuk Impetigo : 1 bulan atau lebih : 30 mg / kg / hari
secara oral dalam 1 – 2 dosis terbagi, tidak melebihi 2 g / hari
Resep 2

Salbutamol

INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI


Salbutamol atau albuterol adalah obat golongan beta-adrenergik yang berfungsi
melebarkan saluran napas, sehingga diindikasikan untuk asma dan penyakit paru
obstruktif kronik (bronkitis kronik dan emfisema). Obat ini dapat meredakan gejala
asma ringan, sedang atau berat dan digunakan untuk pencegahan serangan asma.
Salbutamol tidak boleh digunakan untuk penderita gangguan jantung dengan nadi
cepat. Selain itu, salbutamol tidak boleh digunakan pada penderita abortus yang
mengancam selama kehamilan trimester 1 dan 2 serta penanganan persalinan
prematur.
EFEK SAMPING
Efek samping yang paling sering ditemui adalah tremor (getaran pada jari – jari yang
tidak dapat dikendalikan), rasa gugup, dan kesulitan tidur. Efek samping yang lebih
jarang antara lain mual, demam, muntah, sakit kepala, pusing, batuk, keram otot,
reaksi alergi, mimisan, peningkatan napsu makan, mulut kering, dan berkeringat.
DOSIS
Salbutamol tersedia dalam bentuk tablet, sirup, cairan untuk penguapan saluran
napas, dan inhaler. Efek salbutamol timbul setelah 5 – 15 menit penggunaan dan
bertahan 3 – 5 jam.
Dosis tablet
Anak di bawah 6 tahun: 0,3 mg/kg/hari dibagi menjadi 3 kali pemberian setiap 8 jam,
maksimal 6 mg/hari.
Anak 6 – 12 tahun: 2 mg sebanyak 3 – 4 kali per hari, maksimal 24 mg/hari.
Dewasa dan anak di atas 12 tahun: 2 – 4 mg sebanyak 3 – 4 kali per hari, maksimal
32 mg/hari.
Dosis sirup
Anak 2 – 6 tahun: dimulai dari dosis 0,1 mg/kg/pemberian sebanyak 3 kali; maksimal
3 x 2 mg. Jika diperlukan dapat ditingkatkan menjadi 0,2 mg/kg/pemberian sebanyak
3 kali, maksimal 3 x 4 mg.
Anak 6 – 14 tahun: 2 mg sebanyak 3 – 4 kali; dapat ditingkatkan sampai maksimal 24
mg/hari.
Dosis penguapan
Anak di bawah 2 tahun: 0,2 – 0,6 mg/kg/hari dibagi menjadi setiap 4 – 6 jam.
Anak 2 – 12 tahun: 0,63 – 2,5 mg/pemberian, diberikan 2 – 3 kali.
Dewasa: 2,5 mg diuapkan setiap 4 – 8 jam sesuai kebutuhan.
Dosis inhaler untuk anak di atas 4 tahun dan dewasa: 1 – 2 tarikan napas setiap 4 – 6
jam. Inhaler harus dikocok dengan baik dan dicoba disemprotkan di udara sebelum
penggunaan awal.

Methylprednisolone

Komposisi
Methylprednisolone 125 mg
Tiap vial mengandung:
Metilprednisolon natrium suksinat setara dengan
Metilprednisolon 125 mg

Methylprednisolone 500 mg
Tiap vial mengandung:
Metilprednisolon natrium suksinat setara dengan
Metilprednisolon 500 mg

Farmakologi:
Metilprednisolon merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate yang termasuk
kategori adrenokortikoid, antiinflamasi dan imunosupresan.
Adrenokortikoid:
Sebagai adrenokortikoid, metilprednisolon berdifusi melewati membran dan
membentuk komplek dengan reseptor sitoplasmik spesifik. Komplek tersebut
kemudian memasuki inti sel, berikatan dengan DNA, dan menstimulasi rekaman
messenger RNA (mRNA) dan selanjutnya sintesis protein dari berbagai enzim akan
bertanggung jawab pada efek sistemik adrenokortikoid. Bagaimanapun, obat ini dapat
menekan perekaman mRNA di beberapa sel (contohnya: limfosit).
Efek Glukokortikoid:
Anti-inflamasi (steroidal)
Glukokortikoid menurunkan atau mencegah respon jaringan terhadap proses
inflamasi, karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa dipengaruhi penyebabnya.
Glukokortikoid menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk makrofag dan
leukosit pada lokasi inflamasi. Metilprednisolon juga menghambat fagositosis,
pelepasan enzim lisosomal, sintesis dan atau pelepasan beberapa mediator kimia
inflamasi. Meskipun mekanisme yang pasti belum diketahui secara lengkap,
kemungkinan efeknya melalui blokade faktor penghambat makrofag (MIF),
menghambat lokalisasi makrofag: reduksi atau dilatasi permeabilitas kapiler yang
terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit pada endotelium kapiler, menghambat
pembentukan edema dan migrasi leukosit; dan meningkatkan sintesis
lipomodulin (macrocortin), suatu inhibitor fosfolipase A2-mediasi pelepasan asam
arakhidonat dari membran fosfolipid, dan hambatan selanjutnya terhadap sintesis
asam arakhidonat-mediator inflamasi derivat (prostaglandin, tromboksan dan
leukotrien). Kerja immunosupresan juga dapat mempengaruhi efek antiinflamasi.
Immunosupresan
Mekanisme kerja immunosupresan belum dimengerti secara lengkap tetapi
kemungkinan dengan pencegahan atau penekanan sel mediasi (hipersensitivitas
tertunda) reaksi imun seperti halnya tindakan yang lebih spesifik yang mempengaruhi
respon imun, Glukokortikoid mengurangi konsentrasi limfosit timus (T-limfosit),
monosit, dan eosinofil. Metilprednisolon juga menurunkan ikatan immunoglobulin ke
reseptor permukaan sel dan menghambat sintesis dan atau pelepasan interleukin,
sehingga T-limfosit blastogenesis menurun dan mengurangi perluasan respon immun
primer. Glukokortikoid juga dapat menurunkan lintasan kompleks immun melalui
dasar membran, konsentrasi komponen pelengkap dan immunoglobulin.

Indikasi:
 Gangguan pernafasan:
Untuk pengobatan dan profilaksis.
Profilaksis:
Diberikan sebelum atau selama pembedahan jantung jika pasien mempunyai
gangguan pre-exiting pulmonary dan diberikan sebelum, selama dan setelah
pembedahan oral, facial, atau leher untuk mencegah edema yang dapat
menghambat jalan nafas.
Pengobatan:
 Asma bronkial
 Berillosis
 Sindrom Loeffler (pneumonitis eosinofil atau sindrom hipereosinofil).
 Pneumonia aspirasi.
 Sarkoidosis simptomatik.
 Tuberkulose paru-paru yang tersebar atau fulminant (pengobatan tambahan):
diberikan bersamaan dengan kemoterapi anti tuberkulosa yang sesuai.
 Bronkitis asmatik akut dan kronik.
 Edema pulmonari nonkardiogenik (disebabkan sensitivitas protamin): pengobatan
sebaiknya diberikan dalam injeksi i.v. atau i.m.
 Hemangioma, obstruksi saluran nafas pada anak: pengobatan sebaiknya diberikan
dalam injeksi i.v. atau i.m.
 Pneumonia, pneumosistitis carinii, yang berhubungan dengan sindrom
immunodefisiensi yang diperoleh (pengobatan tambahan).
 Pada penderita AIDS atau yang mengidap infeksi HIV yang terkena pneumonia
pneumocystis.
 Penyakit paru-paru, obstruksi kronis (yang tidak dapat dikontrol dengan teofilin dan
β-adrenergik agonis).
 Status asmatikus: pemberian harus secara i.v. atau i.m.

Kontraindikasi:
 Infeksi jamur sistemik dan hipersensitivitas terhadap bahan obat.
 Bayi prematur.
 Pemberian jangka lama pada penderita ulkus duodenum dan peptikum, osteoporosis
berat, penderita dengan riwayat penyakit jiwa, herpes.
 Pasien yang sedang diimunisasi.

Dosis:
Dewasa
Secara intramuskular atau intravena, 10-40 mg (base), diulangi sesuai keperluan.
 Untuk dosis tinggi (pulse terapi): intravena, 30 mg (base) per kg berat badan
diberikan sekurang-kurangnya 30 menit. Dosis dapat diulangi setiap 4-6 jam sesuai
kebutuhan.
 Untuk eksaserbasi akut pada sklerosis ganda: intramuskular atau intravena, 160 mg
(base) perhari selama satu minggu, diikuti dengan 64 mg setiap hari selama satu
bulan.
 Untuk pengobatan luka tulang punggung akut: intravena, 30 mg (base) per kg berat
badan diberikan selama 15 menit, diikuti dengan 45 menit infus, 5,4 mg per kg berat
badan per jam, selama 23 jam.
 Untuk pengobatan tambahan pada AIDS yang berhubungan dengan pneumosistis
carinii: intravena, 30 mg (base) dua kali sehari pada hari pertama sampai kelima, 30
mg sekali sehari pada hari keenam sampai kesepuluh, 15 mg sekali sehari pada hari
ke sebelas sampai dua puluh satu.
Bayi dan anak:
 Insufisiensi adrenokortikal: intramuskular, 117 mikrogram (0,117 mg) (base) per kg
berat badan atau 3,33 mg (base) permeter persegi permukaan tubuh sehari (dalam
dosis terbagi tiga) setiap hari ke tiga; atau 39 sampai 58,5 mikrogram (0,039 sampai
0,0585 mg) (base) per kg berat badan atau 1,11 sampai 1,66 mg (base) permeter
persegi permukaan tubuh sekali sehari.
 Untuk pengobatan luka tulang punggung akut: intravena, 30 mg (base) per kg berat
badan diberikan selama 15 menit, diikuti selama 45 menit dengan infus 5,4 mg per kg
berat badan per jam, selama 23 jam.
 Indikasi lain: intramuskular, 139-835 mikrogram (0,139-0,835 mg) (base) per kg
berat badan atau 4,16-25 mg (base) permeter persegi permukaan tubuh setiap 12
sampai 24 jam.
 Untuk pengobatan tambahan pada AIDS yang berhubungan dengan pneumosistis
carinii: Anak-anak berusia 13 tahun atau kurang: dosis belum ditentukan secara pasti.
Anak-anak berusia lebih dari 13 tahun: sama dengan dosis dewasa.

Cara pemberian:
Untuk intramuskular atau intravena:
Rekonstitusi serbuk dengan larutan injeksi yang telah disediakan (mengandung
benzyl alkohol 0,9%), kocok hingga larut. Pemberian dengan intravena langsung
dapat diberikan selama sekurang-kurangnya 1 menit, atau dapat diberikan secara
infus intravena dalam 5% dekstrosa, NACl 0,9% atau dektrosa 0,5% dalam NaCl
0,9% selama sekurang-kurangnya 30 menit. Larutan stabil secara fisika dan kimia
selama 48 jam.

Efek samping:
 Insufisiensi adrenokortikal:
Dosis tinggi untuk periode lama dapat terjadi penurunan sekresi endogeneous
kortikosteroid dengan menekan pelepasan kortikotropin pituitary insufisiensi
adrenokortikal sekunder.
 Efek muskuloskeletal:
Nyeri atau lemah otot, penyembuhan luka yang tertunda, dan atropi matriks
protein tulang yang menyebabkan osteoporosis, retak tulang belakang karena
tekanan, nekrosis aseptik pangkal humerat atau femorat, atau retak patologi tulang
panjang.
 Gangguan cairan dan elektrolit:
Retensi sodium yang menimbulkan edema, kekurangan kalium, hipokalemik
alkalosis, hipertensi, serangan jantung kongestif.
 Efek pada mata:
Katarak subkapsular posterior, peningkatan tekanan intra okular, glaukoma,
eksoftalmus.
 Efek endokrin:
Menstruasi yang tidak teratur, timbulnya keadaan cushingoid, hambatan
pertumbuhan pada anak, toleransi glukosa menurun, hiperglikemia, bahaya
diabetes mellitus.
 Efek pada saluran cerna:
Mual, muntah, anoreksia yang berakibat turunnya berat badan, peningkatan selera
makan yang berakibat naiknya berat badan, diare atau konstipasi, distensi
abdominal, pankreatitis, iritasi lambung,ulceratif esofagitis.
 Juga menimbulkan reaktivasi, perforasi, perdarahan dan penyembuhan
peptik ulcer yang tertunda.
 Efek sistem syaraf:
Sakit kepala, vertigo, insomnia, peningkatan aktivitas motor, iskemik neuropati,
abnormalitas EEG, konvulsi.
 Efek dermatologi:
Atropi kulit, jerawat, peningkatan keringat, hirsutisme, eritema fasial, striae, alergi
dermatitis, urtikaria, angiodema.
 Efek samping lain:
Penghentian pemakaian glukokortikoid secara tiba-tiba akan menimbulkan efek
mual, muntah, kehilangan nafsu makan, letargi, sakit kepala, demam, nyeri sendi,
deskuamasi, mialgia, kehilangan berat badan, dan atau hipotensi.

Peringatan dan perhatian:


 Wanita hamil dan ibu menyusui.
Dapat menyebabkan kerusakan fetus bila diberikan pada wanita hamil.
Kortikosteroid dapat berdifusi ke air susu dan dapat menekan pertumbuhan atau
efek samping lainnya pada bayi yang disusui.
 Anak-anak
Pemberian dosis farmakologi glukokortikoid pada anak-anak bila mungkin
sebaiknya dihindari, karena obat dapat menghambat pertumbuhan tulang. Jika
terapi diperlukan harus diamati pertumbuhan bayi dan anak secara
seksama. Alternate-day therapy, yaitu pemberian dosis tunggal setiap pagi hari,
meminimalkan hambatan pertumbuhan dan sebaiknya diganti bila terjadi
hambatan pertumbuhan. Dosis tinggi glukokortikoid pada anak dapat
menyebabkan pankreatitis akut yang kemudian menyebabkan kerusakan pankreas.
 Pasien lanjut usia.
Dapat terjadi hipertensi selama terapi adrenokortikoid. Pasien lanjut usia, terutama
wanita postmenopausal, akan lebih mudah terkena osteoporosis yang diinduksi
glukokortikoid.
 Sementara pasien menerima terapi kortikosteroid, dianjurkan tidak divaksinasi
terhadap Smalpox juga imunisasi lain terutama yang mendapat dosis tinggi, untuk
mencegah kemungkinan bahaya komplikasi neurologi.
 Jika kortikosteroid digunakan pada pasien dengan TBC laten atau tuberculin
reactivity perlu dilakukan pengawasan yang teliti sebagai pengaktifan kembali
penyakit yang dapat terjadi.
 Tidak dianjurkan pada pasien dengan ocular herpes simplex karena kemungkinan
terjadi perforasi korneal.
 Pemakaian obat ini dapat menekan gejala-gejala klinik dari suatu penyakit infeksi.
 Pemakaian jangka panjang dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit
infeksi.

Interaksi obat:
 Enzim penginduksi mikrosom hepatik.
Obat seperti barbiturat, fenitoin dan rifampin yang menginduksi enzim hepatik
dapat meningkatkan metabolisme glukokortikoid, sehingga mungkin diperlukan
dosis tambahan atau obat tersebut tidak diberikan bersamaan.
 Anti inflamasi nonsteroidal.
Pemberian bersamaan dengan obat ulcerogenik seperti indometasin dapat
meningkatkan resiko ulcerasi saluran pencernaan. Aspirin harus diberikan secara
hati-hati pada pasien hipotrombinernia. Meskipun pemberian bersamaan dengan
salisilat tidak tampak meningkatkan terjadinya ulcerasi saluran pencernaan,
kemungkinan efek ini harus dipertimbangkan.
 Obat yang mengurangi kalium.
Diuretik yang mengurangi kadar kalium (contoh: thiazida, furosemida, asam
etakrinat) dan obat lainnya yang mengurangi kalium oleh glukokortikoid. Serum
kalium harus dimonitor secara seksama bila pasien diberikan obat bersamaan
dengan obat yang mengurangi kalium.
 Bahan antikolinesterase.
Interaksi antara glukokortikoid dan antikolinesterase seperti ambenonium,
neostigmin, atau pyridostigmin dapat menimbulkan kelemahan pada pasien
dengan myasthenia gravis. Jika mungkin, pengobatan antikolinesterase harus
dihentikan 24 jam sebelum pemberian awal terapi glukokortikoid.
 Vaksin dan toksoid.
Karena kortikosteroid menghambat respon antibodi, obat dapat menyebabkan
pengurangan respon toksoid dan vaksin inaktivasi atau hidup.

Resep 3

EPEXOL
Epexol Tablet adalah obat yang digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit pada
saluran pernafasan dimana terjadi banyak lendir atau dahak. Epexol Tablet
mengandung ambroxol, obat yang termasuk agen mukolitik, yaitu obat yang
berfungsi mengencerkan dahak.
Berikut ini adalah informasi lengkap obat Epexol Tablet yang disertai tautan merk-
merk obat lain dengan nama generik yang sama.
KANDUNGAN
Epexol Tablet mengandung zat aktif (nama generik) sebagai berikut :
 Ambroxol HCl setara ambroxol 30 mg / tablet
INDIKASI
Kegunaan Epexol Tablet (ambroxol) adalah untuk kondisi-kondisi berikut :
 Sebagai obat penyakit-penyakit pada saluran pernafasan dimana terjadi banyak
lendir atau dahak, seperti : emfisema, radang paru kronis, bronkiektasis,
eksaserbasi bronkitis kronis dan akut, bronkitis asmatik, asma bronkial yang
disertai kesukaran pengeluaran dahak, serta penyakit radang rinofaringeal.
 Obat ini juga digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada tenggorokan.
 Berguna juga sebagai anti inflamasi, dengan cara mengurangi kemerahan saat
sakit tenggorokan.
PENYAKIT DAN KONDISI TERKAIT :
 Batuk
 Batuk kronis
 Asma
 Bronchitis
KONTRAINDIKASI
 Jangan menggunakan obat ini untuk pasien yang memiliki riwayat alergi obat
ambroxol .
 Pasien yang menderita ulkus pada lambung penggunaan obat ini harus dilakukan
secara hati-hati.
EFEK SAMPING EPEXOL TABLET
Berikut adalah beberapa efek samping Epexol Tablet (ambroxol) yang umum terjadi :
 Efek samping yang relatif ringan yaitu gangguan pada saluran pencernaan
misalnya mual, muntah, dan nyeri pada ulu hati.
 Efek samping yang lebih serius tetapi kejadiannya jarang misalnya reaksi alergi
seperti kulit kemerahan, bengkak pada wajah, sesak nafas dan kadang-kadang
demam..
INTERAKSI OBAT
Obat-obat dengan kandungan zat aktif ambroxol berinteraksi dengan obat-obat lain
sebagai berikut :
 Jika diberikan bersamaan dengan antibiotik seperti amoxicillin,
cefuroxim, erythromycin, dan doxycycline, konsentrasi antiobiotik-antibiotik
tersebut di dalam jaringan paru meningkat.
 Obat ini juga sering dikombinasikan dengan obat-obat standar untuk pengobatan
bronkitis seperti glikosida jantung, kortikosteroid dan bronkospasmolitik.
DOSIS EPEXOL TABLET
Epexol Tablet (ambroxol) diberikan dengan dosis berikut :
 Dewasa : 3 x sehari 1 tablet
 5-12 tahun : 3 x sehari ½ tablet, dosis dapat dikurangi menjadi 2 x sehari.
 Penggunaan jangka panjang, dosis dapat dikurangi.
 Diminum sesudah makan
RINGKASAN HAL-HAL PENTING TERKAIT OBAT EPEXOL TABLET

 Batuk sebenarnya adalah mekanisme alamiah tubuh untuk melindungi diri dari
infeksi virus atau bakteri termasuk respon terhadap alergi tertentu. Oleh karena
itu batuk sebenarnya berguna untuk mengeluarkan dahak. Obat seperti Epexol
Tablet akan membantu mengencerkan dahak supaya lebih mudah dikeluarkan.
 Buang semua sisa obat Epexol Tablet yang tidak terpakai saat kedaluwarsa atau
bila tidak lagi dibutuhkan. Jangan minum obat ini setelah tanggal kedaluwarsa
pada label telah berlalu. Obat yang sudah kedaluwarsa dapat menyebabkan
sindrom berbahaya yang mengakibatkan kerusakan pada ginjal.
 Obat-obat mukolitik umumnya bisa menembus sawar mukosa lambung, oleh
karena itu minum obat ini setelah makan untuk menghindari efek samping pada
saluran pencernaan.
 Gunakan obat Epexol Tablet sesuai dengan aturan. Jangan minum obat ini dalam
jumlah yang lebih besar atau lebih kecil atau lebih lama dari yang dianjurkan.
 Jangan berbagi obat dengan orang lain, meskipun mereka memiliki gejala
penyakit yang sama dengan Anda.
 Simpan obat pada suhu ruangan. Hindarkan dari kelembaban dan panas.

Cefadroxil 500 mg

Indikasi:
Cefadroxil diindikasikan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang sensitif seperti: - Infeksi saluran pernafasan : tonsillitis,
faringitis, pneumonia, otitis media. - Infeksi kulit dan jaringan lunak. - Infeksi saluran
kemih dan kelamin. - Infeksi lain: osteomielitis dan septisemia.
Kontra Indikasi:
Penderita yang hipersensitif terhadap sefalosporin.
Komposisi:
Cefadroxil 500, tiap kapsul mengandung cefadroxil monohydrate setara dengan
cefadroxil 500 mg.
Cara Kerja:
Cefadroxil adalah antibiotika semisintetik golongan sefalosforin untuk pemakaian
oral. Cefadroxil bersifat bakterisid dengan jalan menghambat sintesa dinding sel
bakteri. Cefadroxil aktif terhadap Streptococcus beta-hemolytic, Staphylococcus
aureus (termasuk penghasil enzim penisilinase), Streptococcus pneumoniae,
Escherichia coli, Proteus mirabilis, Klebsiella sp, Moraxella catarrhalis.
Dosis:
Dewasa:
Infeksi saluran kemih:
Infeksi saluran kemih bagian bawah, seperti sistitis : 1 – 2 g sehari dalam dosis
tunggal atau dua dosis terbagi, infeksi saluran kemih lainnya 2 g sehari dalam dosis
terbagi.
Infeksi kulit dan jaringan lunak: 1 g sehari dalam dosis tunggal atau dua dosis
terbagi.
Infeksi saluran pernafasan: Infeksi ringan, dosis lazim 1 gram sehari dalam dua dosis
terbagi.
Infeksi sedang sampai berat, 1 – 2 gram sehari dalam dua dosis terbagi. Untuk
faringitis dan tonsilitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolytic : 1 g
sehari dalam dosis tunggal atau dua dosis terbagi, pengobatan diberikan minimal
selama 10 hari.
Anak-anak:
Infeksi saluran kemih, infeksi kulit dan jaringan lunak : 25 – 50 mg/kg BB sehari
dalam dua dosis terbagi.
Faringitis, tonsilitis, impetigo : 25 – 50 mg/kg BB dalam dosis tunggal atau dua dosis
terbagi. Untuk infeksi yang disebabkan Streptococcus beta-hemolytic, pengobatan
diberikan minimal selama 10 hari.

Efek Samping:
Gangguan saluran pencernaan, seperti mual, muntah, diare, dan gejala kolitis
pseudomembran.
Reaksi hipersensitif, seperti ruam kulit, gatal-gatal dan reaksi anafilaksis.
Efek samping lain seperti vaginitis, neutropenia dan peningkatan transaminase.

Interaksi Obat:
Obat-obat yang bersifat nefrotoksik dapat meningkatkan toksisitas sefalosporin
terhadap ginjal.
Probenesid menghambat sekresi sefalosporin sehingga memperpanjang dan
meningkatkan konsentrasi obat dalam tubuh.
Alkohol dapat mengakibatkan Disulfiram-like reactions, jika diberikan 48 – 72 jam
setelah pemberian sefalosporin.
Cara Rekonstitusi Suspensi:
Tambahkan 45 ml air minum, kocok sampai suspensi homogen.
Setelah 7 hari suspensi yang sudah direkonstitusi tidak boleh digunakan lagi

Anda mungkin juga menyukai