Anda di halaman 1dari 6

POLA RUGAE PALATINA SEBAGAI ALAT UNTUK IDENTIFIKASI PERSONAL : SEBUAH PENELTIAN

FORENSIK

Kamala R, Neha Gupta, Amol Bansal, Abhishek Sinha

ABSTRAK

Pendahuluan : Rugoskopi atau palatoskopi adalah penelitian tentang rugae palatum dalam rangka
menegakan identitas personal. Rugae terlindungi dari trauma karena mereka terisolasi dari panas oleh
lidah dan lemak bukal, tidak seperti sidik jari atau sidik bibir yang bisa dihancurkan.

Tujuan dan Objektif : Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pola rugae pada laki laki dan
perempuan pada kelompok umur yang berbeda dari kota Lucknow, termasuk kembar, saudara dan
orang tua mereka.efek dari berbagai modalitas perawatan dental/gigi pada pola rugae juga dinilai.
Keunikan dari rugae palatal sebagai peralatan untuk identifikasi personal adalah objektif tunggal dari
penelitian ini.

Material dan metode : Sejumlah 1000 subjek dimasukan dalam penelitian ini dan dibagi dalam lima
kelompok bergantung pada umur mereka. Jumlah, ukuran dan bentuk dari rugae dicatat dan
dibandingkan berdasarkan Kapali et al.

Kesimpulan : Tidak ada dua palatum yang mirip pada konigurasi mereka dan sekali terbentuk, mereka
tidak akan berubah kecuali pada panjang berdasarkan pertumbuhan normal, akan tetap pada posisi
yang sama pada seumur hidup seseorang. Karenanya, rugae palatum tampaknya memiliki fitur dari
parameter identifikasi forensik yang ideal, misal keunikan, resistensi postmortem dan stabilitas,
adanya catatan antemortem.

PENDAHULUAN

Setelah kita memasuki milenium baru, masyrakat dihdaplan dengan tantangan terbaru di
setiap area yang memunginkan,aktifitas kekerasan dan kekejaman yang menghancurkan kehidupan
dari korban, teman dan keluarga mereka, terjadi setiap hari. Melalui spesialistik dari odontologi
forensik, dokter gigi berperan kecil tapi signifikan dalam identifikasi dari korban kriminal dan bencana
melalui catatan dental/gigi. Berbagai merode identifikasi dilakukan pada odontology forensik
termasuk bekas gigitan, radiografi, fotografi, metode molekular, cheiloskopi dan rugoskopi. Rugoskopi
atau palatoskopi adalah nama yang diberikan pada ilmu yang mempelajari rugae palatal dalam rangka
menegakan identitas seseorang. Rugae palatalm juga disebut plika palatina transversa dan rugae
palatina, adalah punggung bukit/lekukan yang ada di palatum anterior, tepat dibelakang papila
incisiva.

Pada ranah odontologi forensik, rugoskopi masih pada masa awal/perkembangan. Walaupun
rugae palatal adalah yang pertama dideskripsikan oleh Winslow pada 1753. Brinon (1983) mengikuti
penelirian dari Carrea, membagi rugae palatal dalam 2 kelompok (fundamental/dasar dan spesifik)
sama seperti di sidik jari. Dalam urusan ini, dactiloskopi dan palatoskopi disatukan sebagai metode
yang mirip berdasarkan prinsip sains yang sama dan terkadang saling melengkapi. Contohnya,
palatoskopii bisa menjadi hal khusus pada kasus dimana tidak ada jari yang bisa diteliti (badan yang
terbakar atau badan dalam dekomposisi berat)

TUJUAN DAN OBJEKTIF

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mengidentifikasi pola dari rugae palatal (dalam hal jumlah, ukuran dan ukuran daru rugae
palatal) pada individu di populasi Lucknow.
b. Untuk membandingkan pola rugae pada laki laki dan perempuan pada kelompok umur yang
berbeda
c. Kemiripan pola rugar juga dinilai di kembar, saudara dan orang tua mereka
d. Efek dari berbagai modalitas perawatan gigi juga dinilai pada pola rugae palatal.

Keunikan dari rugae palatal sebagai peralatan untuk identiikasi personal menjadi objektif
tunggal dari penelitian ini

MATERIAL DAN METODE

Populasi penelitian terpilih dari pasien yang menjadi pasien rawat jalan dari department of
Oral Medicine and Radiology, SPPGIDMS dan berbagai sekolah di kota Locknoe. Pada penelitian ini,
sejumlah 1000 subjek masuk dan dibagi dalam 5 kelompok tergantung umur mereka :

 Kelompok umur I :3 sampai 5 tahun, yaitu yang bergigi susu : 100 laki laki + 100 perempuan
 Kelompok umur II : 6 sampai 12 tahun, yaitu yang bergigi campuran : 100 laki laki + 100 perempuan
 Kelompok umur III : 13 sampai 30 tahun, yaitu dewsasa muda : 100 laki laki + 100 perempuan
 Kelompok umur IV : 31 sampai 50 tahun, yaitu umur menengah : 100 laki laki + 100 perempuan
 Kelompok umur V : diatas 51 tahun, yaitu usia tua : 100 laki laki + 100 perempuan

Masing masing dari kelompok terdiri dari 200 individu dari 100 laki laki dan 100 perempuan
(n=100), karenanya kelompok juga imbang secara jenis kelamin.

Kriteria seleksi adalah subjek yang secara fisik sehat dan berorientasi baik pada waktu, ruang dan
sebagai personal.

Metodologi : Subjek penelitian dibuat duduk pada kursi dental dan secara klinis diperiksa dibawah
pencahayaan buatan mengikuti metode yang dideskripsikan oleh Kerr DA, Ash MM dan Milard HD.

Gambaran maxila dari subjek diambil menggunakan hidrokoloid ireversible (alginat) dalam sendok
cetak. Cetakannya dicuci dibawah air mengalir dan gips diperoleh menggunakan plester kekuatan
tinggi. Semua instruksi oleh pembuat/pabrik, seperti rasio aor/bubuk, diikuti.

Gipsnya disterilisasi menggunakan metode steriliasasi dingin, dirapokan pada perapi gips dan
dikeringkan. Pola rugae digambarkan menggunakan pensil rafit yang tajam dibawah pencahayaan
yang cukup dan pembesaran dan dianalisa secara makroskopik (calcorrugoscopy) (fig1)

Metode dari Identifikasi

Jumlah dari rugae palatal pada kanan dan kiri dari rape media palatian dicatat. Ukuran dari
setiap rugae (singular of rugae) diukur dan dicatat pada penelitian menggunakan sekat lancip dan
sebuah skala dengan mengukur panjang dari satu ujung ke ujung lain dari rugae. Rugae <3mm di
abaikan saat nilai rata rata dari jumlah total dari rugae dihitunng. Ukuran rugae di kanan dan kiri dari
rape median palatina dianalisis berdarkan klasifikasi yang diberikan oleh Kapali et al.

KLASIFIKASI DARI BENTUK RUGAE PALATINA (FIG. 2)

Bentuk dari rugae dikategorikan sebagai “straight/lurus”, “wavy/berombak”,


“curved/melengkung” dan “circular/sirkuler”. Sebagai tambahan, jika rugae memiliki dua lengan, ini
dikategorikan sebagai “unification/penyatuan”. Thomas dan Kotze memiliki kategori unifikasi yang
lebih jauh seperti “converging” atau “diverging”, bergantung padaa tipe aslinya.

 Tipe”straight/lurus” langsung mengarah dari asalnya ke akhir pada garis lurus


 Tipe “curved/melengkung” memiliki bentuk sabit uang sederhana yang melengkung secara halus.
Bukti dari tekukan sedikit yang seimbang pada akhir atau asal dari rugae mengarah ke klasifikasi
sebagai “curved”
 Tipe “wavy/berombak”--- bentuk dasar dari rugae yang “wavy” adalah berliku-liku/serpentine;
namun, jika ada lengkungan kecil pada asal atau akhir dari rugae “curved” diklassifikasikan sebagai
rugae “wavy”
 Tipe “circular” diklasifikasikan sebagai sirkuler, rugae perlu menampakan formasi cincin yang
menyambung berkelanjutan.
 Tipe unifikasi terjadi saat dua rugae bersatu pada asal atau akhir. Unifikasi yang dimulai pada asal
yang sama tetapi tiba tiba terpisah diklasfikasikan sebagai tipe “diverging” dan yang berkumpul
diklasifikasikan sebagai tipe “converging”

Bentuk yang tidak masuk ke salah satu dari 6 bentuk dinamakan tipe non spesifik.

HASIL

Perbandingan pada jumlah rugae di laki laki dan perempuan

Sejumlah 8695 rugae palatina yang dilihat dari 1000 subjek, hampir terbagi secara rata pada
sisi kiri dan kanan dari rape palatiana media. rata rata rugae yang ditemukan pada tiap individu adalah
8.7 dimana 4 sampai 5 rugae pada tiap sisi dari palatum. Pada 500 perempuan, sejumlah 4265 rugae
diidentifikasi dengan nilai rata rata 8.53 + 1.66 (rata rata + SD), sedangkan pada 500 pria, sejumlah
4430 rugae dilihat dengan rata rata 8.86 + 1.91 (rata rata + SD). Secara statistik, tidak ada perbdaan
signifikan yang dilihat pada jumlah rugae antara pria dan wanita (p=0.072). karena itu, tidak ada
perbdaan signifikan ditemukan antara sisi kiri dan kanan dari palatum atau antara pria dan wanita ang
ditemukan.

Perbandingan pada perbedaan bentuk dari rugae di pria dan wanita

Berdasarkan bentuk dari rugae paltina, dari 8695 rugae yang ditemukan di 1000 individu, 2874
masuk ke tipe “curved”, yakni 33.1% yang merupakan jumlah terbanyak diikuti dengan tipe “wavy”
dengan jumlah 2428, yakni 27.9% lalu tipe “straight” 2171, yakni 25% dari total rugae dan diikuti tipe
unifikasi”converging” 517, yakni 5.9% dan tipe “diverging” 361 yakni 4.2%. sirkuler 200 dan non
spesifik 144 (2.3% dan 1.7%)

Pada pria sama seperti wanita, proporsi utama dari tipe “curve” dilihat menjadi tipe utama
(33.1% di pria dan 31.82% di wanita) diikut tipe “wavy” (28.71% di pria dan 26.19% di wanita) diikuti
tipe “straight” (25.08% di pria dan 24.80% di wanita). Tipe unifikasi “converging” (4.94% di pria dan
7.53% di wanita) dan unifikasi “diverging” (4.64% di pria dan 4.60% di wanita) memiliki proporsi yang
rendah, sedangak sirkular (2.11% di pria dan 2.88% di wanita) dan non spesifik (1.41% di pria dan
2.17% di wanita) dapat diabaikan.

Karenanya wanita memiliki rata rata proporsi yang secara signifikan lebih tinggi dari rugae
unifikasi “converging” dibandingkan dengan pria (p=0.001), sedangkan pria memiliki proporsi rata rata
yang lebih tinggi secara signifikan pada pola “waby” dibandingkan dengan wanita (p=0.029). proporsi
rata rata dari tipe sirkuler dan nonspesifik juga ditemukan lebih tinggi pada wanita dibandingkan
dengan pria (p=0.015 dan p=0.038 masing masing) (tabel2)

Hasil yang mirip diberikan oleh Kapali et al.(1997); Fahmi et al (2001); Nayak et al (2007);
Venegas et al.(2009); dan Sharma et al. (2009). Mereka menyimpulak bahwa bentuk paling sering
ditemukan dari rugae palatal adalah bentuk “wavy” “curved”, sedangkan “straight” dan “sirkuler”
jarang.

Fahmi et al. (2001) menyimpulkan bahwa wanita menunjukan signifikansi yang lebih tinggi
pada tipe unifikasi “converging”, sedangkan pria memiliki signifikansi yang lebih tinggi dari tipe
sirkuler.

Perbandingan dari ukuran rugae (panjang dalam mm) pada pria dan wanita

Ukuran rata rata dari rugae palatina adalah 10.05 + 1.51 mm dengan tidak ada perbedaan
yang signifikan pada sisi kiri dan kanan dari palatum atau pada pria dan wanita. Panjang rata rata dari
rugae pada pria adalah 10.07 + 1.60 mm dan pada wanita 10.02 + 1.42 mm (rata rata + SD). Secara
statistik, tidak ada perbedaan yang signifikan dari ukuran rugae palatina antara dua jenis gender
(p=0.998) (tabel 3)

Penemuan ini mirip pada penelitian yang dilakukan oleh Kapali et al(1997) dan Fahmi et al
(2001) yang menyimpulaj bahwa rata rata dari jumla dan ukuran rugae tidak menunjukan perbedaan
yang signifikan pada pria dan wanita atau pada sisi kaanan dan kir dari palatum di kedua gender.

Ukuran dari rugae di sisi kanan dan kiri dari median rape palatina :pada sisi kiri dari median
rape palatina , proporsi dari unifikasi “converging” adlaaah 136 di wanita (6.3%) dan 98 (4.5%) pada
pria. Karena itu, proporsi dari unifikasi “converging” secara signifikan lebih tinggi antara wanita jika
dibandingkan pada pria (p=0.008) pada sisi kiri dari median rape palatina.

Pada sisi yang sama (sisi kiri), proporsi dari tipe “curved” secara signifikan lebih tinggi antara
pria (694, 31.9%) jika dibandingkan dengan wanita (619, 28.9%) mengarah ke perbedaan yang
signifikan secara statistik (p=0.029)

Pada sisi kanan dari median rape palatina, proporsi dari unifikasi “converging” lebih tinggi
antara wanita (167, 7.9%) jika dibandingkan dengan pria (116,5.1%) mengarah ke perbedaan signifikan
yang tinggi (p=0.001)

Pada sisi yang sama (sisi kanan), proporsi dari tipe “wavy” secara signifikan lebih tinggi antara
pria (652,28.9%) jika dibandingkan dengan wanita (526, 24.8%) mengarah ke perbedaan yang
signifikan (p<0.001)

Bentuk sisanya dari rugae misal “straight”, unifikasi “diverging”, sirkuler dan non spesifik tidak
menunjukan perbedaan secara statistik antara sisi akanan dan kiri dari median rape palatina (tabel 4)
PERBANDINGAN SESUAI UMUR PADA POLA RUGAE

Perbandingan pada jumlah rugae di kelompok umur yang berbeda

Saat jumlah dari rugae dibandingkan pada kelompok umur yang berbeda dari populasi
penelitian, ini terlihat bahwa jumlah rugae pada kelompok 2 sampai 5 tahun adalah yang paling banyak
(n=1860) dengan rata rata 9.30 + 1.57, sedangkan paling kecil pada kelompok usia diatas 51 tahun
(n=1525) dengan rata rata 7.63 + 1.74. tercatat bahwa rata rata jumlah dari rugae menurun perlahan
dengan peningkatan usia (tabel 5)

Membandingkan bentuk dari rugae palatina di berbagai kelompok usia mengarah pada
kesimpulan bahwa “curve”, “wave” dan “straight” adalah yang paling banyak di semua kelompok
umur, diikuti tipe unifikai “converging” dan lalu tipe unifikasi “diverging”. Tipe sirkuler dan nondpesifik
ditemukan sangat sedikit pada semua kelompok umur. Karenanya bentuk dari rugae palatina tidak
berubah sesuai usia (tabel 6)

Perbandingan pada Ukuran rugae di berbagai kelompok umur

Ukuran rugae sedikit meningkat sampai kelompok usia menengah, yakni 13 sampai 30 tahun
setelah itu akan tetap. Secara statistik, tidak ada perbedaan signifikan antar kelompokterlihat pada
panjang rata rata dari rugae antara berbagai kelompok usia (p=0.109). karena itu, panjang baik
meningkat atau menurun sesuai usia, sekali rugae terbentuk pada pertumbuhan maksimalnya. (tabel
7)

Hasil yang mendukung diberikan oleh Kapali et al (1997). Mereka menyimpulkan bahwa
panjang dari rugae meningkat secara signifikan sampai 10 tahun dari usia sisanya akan stabil seumur
hidup. Perubahan ini pada panjang rugar sesuai usia mengarah sebagai hasil dari pertumbuhan
palatum.

Perbandingan dari pola rugae pada saudara (Fig. 3), kembar (fig.4) dan orang tua mereka
menunjukan tidak ada kemiripan dari pola rugae. Ini mengarah bahwa tidak ada bukti dari pola rugae
warisan. Hasil yang sama diberikan oleh Fahmi et al. (2001) yang melaporkan bahwa tidak ada dua
palatum yang mirip pada konfigurasi mereka. Bahkan pada kembar, polanya tidak identik.

Membandingkan pola rugae palatina pada individu tertentu sebelum dan sesudah berbagai
perawatan gigi seperti gigi palsu lepasan, perawatan ortodentik dengan atau tanpa ekstraksi dari gigi
dan penyembuhan dai berbagai lesi atau patologi dari area rugae palatina; tidak ada perubahan yang
terlihat pad pola ruga palatina dalam hal jumlah, bentuk dan ukuran dari rugae palatina. Karena itu,
berbagai perawatan gigi tidak berefek pada pola rugae palatina. Pola rugae masih sama dan bisa
diidentifikasi secara mudah pada individu walaupun setrlah berbagai penanganan gigi non surgikal.

Peavy et al. (1963). English et al. (1988), Bailey et al. (1966) dan Bansode et al (2009) meneliti
efek dari berbagai perawattan ortodontik dengan datau tanpa ekstraksi dari gigi tertentu pada rugae
palatina dan mendukung hipitesis bahwa rugae palatina sebgai tanda yang stabil, unik pada individu
dan karenanya, identifikasi bisa berdasar pada perbandingan mereka. Ohtani et al. (2008) melihat
ugae palatina pada kasus keompongan baik pengguna gigi tiruan baru atau lama. Mereka
menyimpulkan bahwa ketepatan dari identifikasi melalui rugae palatina di pengguna gigi tiruan
mendekati 100% dan karenanya cukup reliable pada kasus ompong dibandingkan kasus bergigi.
DISKUSI DAN KESIMPULAN

Odontologi forensik sudah mencapai kemajuan yang besar di waktu aktu ini dan penggunaan rugae
palatina pada identifikasi postmortem sudah memperoleh ketenaran dalam beberapa dekade.
Beberapa penelitian sudah dilakukan pada pola rugae dan menegakan fakTa bahwa tidak ada palatum
yang mirip pada konfigurasi mereka dan sekali terbentuk, mereka tidak akan berubah kecuali pada
panjang berdasarkan pertumbuhan normal, akan tetap pada posisi yang sama seumur hidup
seseorang. Walaupun penyakit, agresi kimia atau trauma sepertinya tidak bisa merubah bentuk rugae
palatina. Rugoskopi menemukan aplikasi pada ranah antropologi, anatomi perbandingan, genetik,
odontologi forenaik, prostodontik dan ortodontik. Karenanya rugae palatina tampaknya memiliki fitur
dari parameter identifikasi forensik yang ideal, yakni keunikan, resistensi postmortem dan stabilitas.
Identifikasi forensik dental termasuk identifikasi melalui rugae palatina brgantung pada ketersediaan
dari catatan antemortem. Catatan antemortem dari rugae palatina bisa diperoleh dari praktek dental
dalam berbagai bentuk ( gips gigi, fotografi intraoral dan gigi palsu). Di India, catatan antemortem
sedikit dan jika tersedia biasanya tidak lengkap atau tidak bisa digunakan karena tidak ada perawatan
dari dokter gigi yang mencatat. Jadi, ini adalah tanggung jawab dari tiap dokter gigi untuk mengolah
catatan gigi dari pasien mereka untuk kebutuhan sosial dari identifikasi jika ada bencana alam.

Anda mungkin juga menyukai