Anda di halaman 1dari 6

Identifikasi Jenis Kelamin Menggunakan Sinus Maksilaris Berdasarkan

Radiografi Sefalometri
Rafidah Aqilah Harahap (160600086)
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara

Pendahuluan
Identifikasi personal merupakan suatu prioritas yang signifikan dalam proses investigasi kasus
kriminal, bencana alam, dan dalam ilmu forensik. Identifikasi korban dilakukan berdasarkan
dari kriteria Interpol dan terbagi menjadi identifikasi primer dan identifikasi sekunder. Alat
identifikasi primer dan paling dapat diandalkan adalah analisis sidik jari, gigi, dan analisis
DNA.1 Sedangkan, identifikasi sekunder meliputi deskripsi individu (tato, bekas luka, jenis
kelamin, dan perhiasan), temuan medis, serta pakaian dan bukti-bukti lain yang ditemukan di
tubuh. Penentuan jenis kelamin adalah salah satu dari parameter yang penting dalam
identifikasi forensik yang termasuk identifikasi sekunder.2
Identifikasi korban pada kasus-kasus seperti ini diperlukan karena status kematian korban
memiliki dampak yang cukup besar pada berbagai aspek yang ditinggalkan. Tidak jarang
terjadi kesulitan dalam melakukan identifikasi korban karena kerusakan yang membuat korban
sulit untuk dikenali. Proses identifikasi menjadi penting bukan hanya untuk menganalisis
penyebab suatu kematian, namun juga upaya untuk memberikan ketenangan psikologis pada
keluarga dengan adanya kepastian identitas korban.3
Identifikasi individu dapat dilakukan melalui beberapa parameter, yaitu identifikasi usia, ras,
dan jenis kelamin. Identifikasi jenis kelamin merupakan langkah pertama yang penting
dilakukan dalam proses identifikasi forensik karena dapat menemukan 50% probabilitas
kecocokan dalam identifikasi individu serta dapat mempengaruhi beberapa metode
pemeriksaan lainnya, seperti estimasi usia dan tinggi tubuh individu.4 Dengan demikian, harus
ada metode yang sesuai untuk mengidentifikasi dengan tepat sehingga sesegera mungkin
korban dapat teridentifikasi. Dalam mengidentifikasi profil biologi dari korban yang tidak
dapat dikenali, hasil yang paling akurat akan diperoleh bila keseluruhan rangka (100%)
tersedia. Namun rangka yang ada biasanya tidak lengkap dan rusak. Oleh karena itu, penting
untuk menetapkan metode untuk menentukan jenis kelamin dari elemen rangka yang masih
utuh.2
Dalam suatu kasus bencana alam dan kasus pidana, di mana terjadi kehancuran tulang yang
lain di tengkorak tetapi tulang rongga sinus maksilaris baik maka kondisi ini dapat dijadikan
untuk menganalisa jenis kelamin.5 Identifikasi jenis kelamin bisa dilakukan berdasarkan indeks
sinus maksilaris. Indeks sinus maksilaris adalah nilai dari lebar sinus maksilaris dibagi tinggi
sinus maksilaris. Tulang lain harus dilihat untuk identifikasi jenis kelamin apabila metode
konvensional tidak dapat dilakukan.
Penelitian Tanya Khaitan dkk (2017) di India dengan menggunakan radiografi sefalometri
menyimpulkan bahwa analisis morfologi sinus maksilaris cocok untuk menentukan jenis
kelamin. Peneliti mendapatkan bahwa rata-rata tinggi sinus maksilaris pada pria adalah 30,4
mm dan untuk wanita 28,5 mm dimana terdapat perbedaan yang signifikan antara tinggi sinus
maksilaris pria dan wanita. Rata-rata lebar sinus maksilaris pada pria adalah 38,0 mm dan pada
wanita adalah 37,3 mm, lebar sinus maksilaris antara pria dan wanita tidak terdapat perbedaan
yangsignifikan. Indeks sinus maksilaris pada pria adalah 1,26 dan pada wanita adalah 1,34.
Indeks sinus maksilaris dihitung seperti berikut: ISM = lebar sinus maksilaris/ tinggi sinus
maksilaris dan peneliti menggunakan rumus diskriminan yaitu G = 11,509 - 8,871 × MSI
(indeks sinus maksilaris), lalu apabila G kurang dari 0 menunjukan jenis kelamin pria dan
apabila G lebih dari 0 menunjukan jenis kelamin wanita. Peneliti juga menyatakan bahwa
indeks sinus maksilaris adalah indikator yang baik untuk mengidentifikasi jenis kelamin.6

Isi
Sinus maksilaris disebut juga antrum Highmore dimana terletak di posterior gigi kaninus dan
premolar maksila. Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal yang terbesar dan pertama
terbentuk dari empat sinus paranasal yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus maksilaris
dan sinus sphenoidalis. Diperkirakan pembentukan sinus maksilaris terjadi pada hari ke 70
masa kehamilan. Saat lahir sinus maksilaris bervolume 6-8 ml, yang kemudian berkembang
dengan cepat. Ukuran rata-rata sinus maksilaris pada usia dewasa ±25 mm dari sisi ke sisi, 30
mm dari depan ke belakang, 30 mm tingginya dengan kapasitas rata-rata 15 ml atau kira-kira
satu sendok makan.7,8,9
Sinus maksilaris yang berbentuk piramid empat sisi, dan terletak di dalam korpus maksila.
Sinus maksilaris penting bagi dokter gigi karena dekatnya hubungannya dengan gigi. Lantai
dasar sinus meluas ke inferior sampai pada bagian superior dari prosessus alveolaris maksila
dimana terdapat penonjolan dari apeks akar gigi molar atas dan kadang premolar. Hubungan
yang dekat antara gigi dan sinus maksilaris hanya setipis tulang yang terletak di antara lantai
dasar sinus dan apeks akar molar atas. Dinding anterior sinus merupakan permukaan fasial os
maksila, dinding posteriornya merupakan permukaan infra-temporal maksila, dinding
medialnya merupakan dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita
dan dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksilaris
berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus seminularis
infundibulum etmoid.7,8,9,10
Radiografi sefalometri merupakan suatu radiografi ekstraoral yang paling popular dan paling
banyak digunakan di kedokteran gigi khususnya di bidang ortodonti.11 Radiografi sefalometri
dibentuk dengan sefalostat yang menjaga hubungan antara tengkorak tetap konstan.14
Petunjuk anatomi skeletal, dental dan jaringan lunak digunakan garis, bidang, sudut dan jarak
yang berguna untuk menghasilkan pengukuran dan klasifikasi morfologi kraniofasial pasien.
Di awal perawatan, ukuran yang dihasilkan biasanya dibandingkan dengan standar yang telah
ditetapkan yaitu selama perawatan hasil pengukuran biasanya dibandingkan dengan ukuran
sebelumnya untuk melihat perkembangan yang baik dari perawatan.10,12,13
Indikasi untuk melakukan radiografi sefalometri lateral:13
1. Mempelajari pertumbuhan kepala menggunakan serial sefalogram yang dibuat dalam
interval waktu tertentu dan diperbandingkan, maka dapat diketahui kecepatan dan arah
pertumbuhan tulang muka serta pertumbuhan tulang rahang dan gigi.
2. Analisa diagnosa kelainan muka. Dengan menggunakan sefalogram dapat diketahui dengan
jelas faktor-faktor apa yang menyebabkan maloklusi. Misalnya anomali, ketidakseimbangan
pertumbuhan tulang muka serta pertumbuhan rahang dan gigi.
3. Untuk melakukan diagnosa inisial dengan konfirmasi kelainan tulang dan jaringan lunak.
4. Untuk mempelajari tipe fasial. Analisa sefalogram dapat menentukan tipe muka apakah
konkaf atau lurus.
5. Untuk rencana perawatan ortodonti dengan melakukan penampakan sefalogram.
6. Untuk melihat hasil perawatan yang telah dilakukan denganmempertimbangkan sefalogram
sebelum dan sesudah.
7. Untuk memantau perkembangan perawatan ortodonti dengan melihat inklinasi insisivus dan
relasi rahang.
Pengukuran sinus maksilaris pada radiografi sefalometri adalah dengan mengukur tinggi dan
lebar sinus maksilaris. Pengukuran tinggi sinus maksilaris adalah dari inferior (lantai dasar
sinus maksilaris) ke superior (atap). Lalu lebar sinus maksilaris adalah dari dinding anterior ke
dinding posterior.

Pembahasan
Penelitian Khaitan dkk (2017) di India, menunjukkan bahwa nilai rata-rata lebar sinus
maksilaris pada pria adalah 38,0 mm ± 3,17 mm, sedangkan nilai rata-rata lebar sinus
maksilaris pada wanita adalah 37,3mm ± 3,33 mm. Nilai rata-rata tinggi sinus maksilaris pada
pria adalah 30,4 mm ± 1,87 mm, sedangkan nilai rata-rata tinggi sinus maksilaris pada wanita
adalah 28,5mm ± 2,52 mm.6 Penelitian Praveen dkk (2017) di India, menunjukkan bahwa nilai
rata-rata lebar sinus maksilaris pada pria adalah 41,95 mm ± 3,89 mm, sedangkan pada nilai
rata lebar sinus maksilaris pada wanita adalah 40,96 mm ± 3,65 mm. Nilai rata-rata tinggi sinus
maksilaris pada pria adalah 40,57 mm ± 4,20 mm, sedangkan nilai rata-rata tinggi sinus
maksilaris pada wanita adalah 37,7 mm ± 9,30 mm.14 Hasil penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya diketahui bahwa lebar dan tinggi sinus maksilaris pada pria lebih besar daripada
wanita. Hal ini disebabkan, tengkorak wanita lebih ringan dan lebih kecil dan lebih halus,
sedangkan tengkorak pria lebih berat, lebih besar dan lebih kasar. Apabila meninjau tengkorak
pria dan wanita tulang supraorbital, tulang zygomatik dan tulang oksipital kurang menonjol
pada wanita dibandingkan pria. Oleh sebab itu, tengkorak pria lebih besar dan lebih berat
daripada wanita.15,16,17
Pada masa dewasa ukuran dan bentuk sinus maksilaris akan mengalami perubahan terutama
pada yang mengalami kehilangan gigi. Apabila mencapai periode pertumbuhan maksimum,
volume sinus maksilaris akan menurun pada pria dan wanita karena kehilangan mineral dalam
matriks tulang dari seluruh tubuh di sekitar sinus maksilaris. Oleh sebab itu, terjadinya
kehilangan gigi pada sampel penelitian Khaitan dkk menyebabkan perubahan indeks sinus
maksilaris.1,18,19,20
Faktor lain yang membuat indeks sinus maksilaris tidak sesuai dengan jenis kelamin sampel
adalah kebiasaan merokok, karena asap dan tembakau dari kebiasaan merokok dapat
menyebabkan iritasi pada lapisan sinus yang dapat memperburuk aliran lendir. Selain dari
kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi alkohol juga dapat menyebabkan membran hidung
dan sinus mengalami pembengkakan, iritasi dan infeksi. Pada penelitian ini, kemungkinan
sampel pria memiliki kebiasaan merokokatau sebagai perokok pasif dan mengkonsumsi
alkohol, sehingga terdapat perbedaan pada indeks sinus maksilarisnya.18,21,22
Radiografi sefalometri lateral sebagai radiografi dua dimensi yang relatif murah telah terbukti
dapat digunakan untuk identifikasi jenis kelamin berdasarkan indeks sinus maksilaris.
Identifikasi jenis kelamin merupakan langkah pertama yang penting dilakukan dalam proses
identifikasi forensik karena dapat menemukan 50% probabilitas kecocokan dalam identifikasi
individu. Identifikasi jenis kelamin dapat dilakukan dengan mudah dan dengan akurasi tinggi
menggunakan tengkorak dewasa. Tidak mudahnya untuk melakukan proses identifikasi dan
penentuan jenis kelamin, menjadi penting untuk menggunakan tulang yang lebih padat yang
sering ditemukan dalam keadaan utuh, misalnya sinus maksilaris.23 Apabila tengkorak ditemui
sepenuhnya dalam kasus pidana dan bencana alam, jenis kelamin dapat ditentukan dengan
akuransi 100%. Tingkat presisi 98% apabila tulang panggul dan kranium ditemui, 95% apabila
tulang panggul dan tulang panjang ditemui, dan 80%-90% dengan tulang panjang sahaja.3,5

Simpulan
Sinus maksilaris dapat digunakan untuk identifikasi jenis kelamin pada ilmu anthropologi
forensik.

Daftar Pustaka
1. Uuroge A, Patil BA. Sexual dimorphism of maxillary sinus: a morphometric analysis using
cone beam computed tomography. Journal of Clinical and Diagnostic Research.
2017;11(3):67-70.
2. Tambawala SS, Karjodkar FR, Sansare K, Prakash N. Sexual dimorphism of maxillary sinus
using cone beam computed tomography. Egyptian Journal of Forensic Sciences.
2016;6(1):120-5.
3. Khaitan T, Kbiraj A, Ginjupally U, Jain R.Cephalometric analysis for gender determination
using maxillary sinus index: a novel dimension in personal identification. International Journal
of Desitry. 2017;17(1):1-4.
4. Syafitri K, Auerkari E, Suhartono W. Metode pemeriksaan jenis kelamin melalui analisis
histologis dan DNA dalam identifikasi odontologi forensiK. Jurnal PDGI. 2013;67(1):11-6.
5. Sidhu R, Chandra S, Devi P, Taneja N, Sah K, Kaur N. Forensic importance of maxillary
sinus in gender determination. European Journal of General Dentistry 2014; 3: 1-5.
6. Khaitan T, Kabiraj A, Ginjupally U, Jain R. Cephalometric analysis for gender determination
using maxillary sinus index. International Journal of Dentistry 2017; 2017: 1-4.
7. Scheid C.R, Weiss G. Anatomi gigi. 8th ed. Kota penerbit: Penerbit buku kedokteran, 2012:
412.
8. Fehrenchbach J.M, Herring W.S, Anatomy of the head and neck. 3rd ed. Canada: Pat joiner,
2006. 74.
9. Brook I. Sinusitis. Washington: Taylor & Francis Group, 2006: 127.
10. White S.C, Pharoah M.J. Oral radiologu principles and interpretation, 6th ed. China:
Elsevier, 2009: 191,506.
11. Boel T. Dental radiografi: Teknik & prinsip. Medan: USU Press, 2009: 12,50.
12. Iannucci M.J, Howerton J.L. Dental radiology principles and techniques. 3rd ed. United
States of America: Patricia Tannian, 2006: 331.
13. Whaites E. Radiography and radiology for dental care proffessionals. 2nd ed. China:
Elsevier, 2008: 141-9.
14. Praveen S.K, Gowda C, Kokila G, Jayadev S, Shubha K, Suchetha D.N.
Gender determination using maxillary sinus. International Journal of Oral
Care and Research 2017: 19-22.
15. Ismi. Perbedaan antara kerangka wanita dan pria. 9 Februari 2018.
http://www.sridianti.com/perbedaan-antara-kerangka-wanita-dan-pria.html(25.5.2018).
16. EsDifferent.com Perbedaan antara tengkorak pria dan wanita.
https://id.esdifferent.com/difference-between-male-and-female-skull (24.5.2018).
17. Aqila N. Apa perbedaan tulang wanita dan pria.
https://www.protecal.co.id/healthybone/75/apa-perbedaan-tulang-wanita-dengan-pria
(25.5.2018).
18. Teke Y.H, Duran S, Canturk.N, Canturk G. Determination of gender by measuring the size
of the maxillary sinuses in computerized tomography scans. Springer Link 2007; 29: 1-8.
19. Cho H.S, Kim H.T, Lee M.J, Kim R.K, Lee K.D dkk. Factors for maxillary sinus volume
and craniofacial anatomical features in adults with chronic fhinosinusitis. American Medical
Association 2010; 136(6): 610-5.
20. Jasim H.H, Taei A.J. Computed tomographic measurement of maxillary sinus volume and
dimension in correlation to the age and gender (comparative study among individuals with
dentate and edentulous maxilla). J Bagh College Dentistry 2013; 25(1): 87-93.
21. Sugianto R. Variasi anatomi(morfologi pada rangka). 25 Maret 2013. http://r-sugianto-
fisip10.web.unair.ac.id. (3.5.2018).
22. Djordjevic J. Zhurov I.A, Richmond S dkk. Genetic and environmental contributions to
facial morphological variation:a 3D population-based twin study. Plos One 2016: 1-20.
23. Putri R.D, Imanto M, Irianto G.M. Identifikasi jenis kelamin berdasarkan cone beam
compute tomography(CBCT). 2018; 7: 232-7.

Anda mungkin juga menyukai