Anda di halaman 1dari 14

TOPIK 4 : IDENTIFIKASI DEDUKTIF (ESTIMASI USIA)

ESTIMASI USIA DIBIDANG ODONTOLOGI FORENSIK


Estimasi usia adalah faktor primer yang diperlukan untuk menyusun identitas seseorang(Rai
et al. 2007). Pada kasus korban tidak teridentifikasi, estimasi usia menjadi penting jika tidak ada
informasi antemortem dan profil personal harus segera dibuat. Dalam forensic odontology,
estimasi usia tidak hanya digunakan dalam proses identifikasi korban meninggal tapi juga untuk
kepentingan kasus kriminal dan kecelakaan.
 Estimasi usia pada orang yang masih hidup menggunakan Teknik non ivansif yaitu dengan
menilai timing dan urutan pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi dan jaringan
sekitar.
 Estimasi usia pada orang yang masih hidup direkomendasikan menggunakan dental status
dan radiograf panoramic, pemeriksaan fisik dan foto xray tangan.
Usia kronologis (ADAMS,2014) :
• Usia kronologis ditentukan dari tanggal lahir.
• Usia kronologis didokumentasikan dalam akte kelahiran, rekam medik rumah sakit,
database pemetintah, dsb.
• Usia kronologis dapat diestimasi melalui usia fisiologis yang merupakan usia saat suatu
system atau organ telah mencapai tahap perkembangan tertentu.
• Ada banyak system dan organ yang dapat digunakan untuk mengestimasi usia kronologis
mulai dari yang paling jelas dan paling tidak kompleks yaitu tinggi badan, berat badan, ciri
sekunder seksual, hingga yang paling kompleks yaitu melalui perkembangan tulang dan
gigi.
Usia dental (ADAMS, 2014) :
• Gigi geligi manusia berkembang pada hampir sepertiga periode hidup manusia dan
mudah dideteksi serta mudah diprediksi tahapannya.
• Selain itu gigi geligi cenderung stabil dan minimally affected by environmental factors
seperti status sosioekonomi, nutrisi, diet, dan bahkan faktor endokrin.
Prinsip dasar estimasi usia dental (RAI,2007) Usia dental dapat diestimasi berdasarkan tanda
perkembangan seperti mineralisasi, gingival emergence, kuantitas cementum layer atau
penurunan ukuran ruang pulpa, dan perubahan degenerative seperti atrisi, resesi periodontal,
fluorescence intensity dan densitas dentin, racemization of a aspartic acid, atau sclerosis dentin.
Age estimation tools (SEEN5TH) Alat alat yang digunakan untuk proses estimasi usia antara lain
caliper, penggaris, tooth sectioning wheel and disks, kaca pembesar, dan mikroskop.
Panduan dan standard estimasi usia dental (ABFO,2019) data identifikasi berupa nomor
kasus, referring agency, nama pemeriksa, tanggal pemeriksaan, jika diketahui, nama individu dan
tanggal lahir, dan informasi lain yang bersangkutan. Bukti yang didapatkan dan pengukurannya
berupa gigi spesifik yang digunakan dalam penilaian, jika diketahui, jenis kelamin,
keturunan/leluhur, dan population specificity, kriteria estimasi usia mencakup tahap
perkembangan morfologi, translusensi akar, aposisi dentin sekunder, atrisi atau ciri lain. other
information as indicate berupa, foto, foto radiograf, informasi dari pemeriksaan dental,
kebersihan mulut, status nutrisi, patologi, dan penyakit sistemik.
Standard untuk estimasi usia dental forensic odontologist harus sudah familiar dengan
metode estimasi usia, semua informasi yang tersedia misalnya jenis kelamin, keturunan/leluhur,
population specificity, dan faktor lingkungan lain harus dipertimbangkan, jika mungkin, gunakan
beberapa metode statistic, daftar gigi geligi, struktur anatomis yang dianalisis, teknik yang
digunakan, studi mengenai data statistic yang digunakan harus dimasukan dalam laporan akhir,
pernyataan kesimpulan harus mencakup usia estimasi dan error rate(rentang usia).

METODE ESTIMASI MELALUI TENGKORAK DAN GIGI


Rekomendasi American Board of Forensic Odontology dalam estimasi usia :

Fetal dental age estimation : Pertumbuhan gigi embrional dimulai awal pada masa fetal dan
derajat morfologi mineralisasi enamel dapat dengan mudah dilihat secara radiografis.
Mineralisasi awal gigi sulung digambarkan dengan satuan minggu dalam kandungan (weeks in
utero), sedangkan mahkota gigi dan selesainya pembentukkan akar digambarkan dalam satuan
bulan dan waktu semenjak kelahiran. Terdapat tiga tahap initial mineralization yang penting
untuk diperhatikan. Tahap paling awal mineralisasi gigi terjadi pada gigi sulung insisif maksila dan
mandibula saat sekitar janin berusai 14 minggu, seluruh gigi sulung telah mulai mineralisasi saat
usai janin 19 minggu, dan mineralisasi gigi molar permanen pertama dimulai sekitar saat
kelahiran. Perubahan histologi pada gigi juga merupakan hal yang penting dalam fetal age
assessment.

FETAL DENTAL AGE ESTIMATION

CHILD DENTAL AGE ESTIMATION


Teknik estimasi usia pada anak-anak dapat dibagi menjadi empat kategori:
 atlas technique (representasi diagram struktur gigi yang sedang berkembang dengan pola
erupsi terkait),
 scoring technique (berdasarkan tahapan pembentukan dan mineralisasi gigi namun
dilakukan skoring pada prosesnya),
 quantity parameters-based technique (berdasarkan jumlah gigi dengan apeks terbuka dan
tertutup)
 eruption of teeth method/visual methods (seluruh 20 gigi sulung erupsi saat bayi berusia
5-32 bulan). Semua teknik di atas mengandalkan radiografi berkualitas tinggi untuk
mengakses perkembangan gigi.
ATLAS TECHNIQUE

• Atlas penilaian usia gigi ini dimulai pada 5 bulan dalam kandungan dan menyediakan
perkiraan usia dan interval usia statistik terkait sampai pada usia ke 15 tahun.
• Dr. Ubelaker menyatakan dalam Human Skeletal Remains edisi ketiganya bahwa “bagan
ini mungkin merupakan bagan estimasi terbaik yag ada untuk menyimpulkan usia dari
perkembangan gigi prehistorik dan kontemporer non-white subadults” dan bahwa “gigi
kaninus menunjukkan perbedaan jenis kelamin terbesar sehingga sebaiknya dihindari jika
memungkinkan saat memperkirakan usia.”
SCORING TECHNIQUE
 Scoring technique untuk estimasi usia yang paling sering digunakan dan dianggap sebagai
gold standard adalah teknik Demirjian.
 Demirjian et al. mendeskripsikan delapan tahap perkembangan gigi dari pembentukan
mahkota sampai penutupan apeks akar dari tujuh gigi permanen mandibular sebelah kiri
(tidak termasuk gigi molar tiga).
 Tahapan dari setiap gigi kemudian dikonversi mejadi score, dan skor dari setiap gigi pada
individu dijumlahkan dan kemudian dihitung sehingga ditemukan estimasi usia dentalnya.
 Banyak peneliti telah menguji akurasi metode ini di berbagai populasi termasuk belgian,
british, western chinese, iranian, northeastern brazilian, malaysian, korean, romanian,
southern chinese, pakistani, saudi serbian, macedonian, southern indian, australian, dan
dua populasi spesifik di Thailand.
1. Setiap gigi (gigi 31-37) dengan teliti dinilai/dicocokkan terhadap 8 tahap perkembagan
(A-H) dengan mengikuti definisi kriteria setiap tahap dan membandingkannya dengan
ilustrasi dan gambaran radiografis menurut metode Demirjian et al.
2. Tahap perkembangan setiap gigi kemudian dikonversi menjadi skor (self-weighted scores
menggunakan tabel yang tersedia terpisah antara laki-laki dan perempuan.

3. Skor yang telah dibuat untuk setiap gigi (31-37) kemudian dijumlahkan semuannya. Hasil
penjumlahannya merupakan dental maturity score
4. Dental maturity score pada setiap sampel kemudian dikonversikan menjadi dental age
dengan membandingkan mereka dengan tabel yang tersedia terpisah antara laki-laki dan
perempuan.

5. Perbedaan nilai pada setiap sampel dihitung dengan mengurangi umur kronologi dengan
umur dental (nilai positif dan negatif mengindikasikan overestamation dan
underestimation, secara berurutan). Berikut adalah contoh perhitungan estimasi usia dental
menggunakan metode Demirjian et al.
 Metode scoring lainnya ditemukan oleh Nolla pada tahun 1960. Nolla mengevaluasi tahap
mineralisasi pada gigi permanen dalam 10 tahap. Metode ini dapat digunakan untuk
menilai perkembangan setiap gigi pada rahang maksila dan mandibula. Foto radiograf
pasien dicocokkan dengan gambaran komparatif yang diberikan oleh Nolla

 Setelah seluruh gigi diberi skor, nilai tersebut kemudian dijumlahkan pada kedua rahang,
kemudian jumlahnya dibandingkan dengan tabel untuk estimasi usia dental:
QUANTITY PARAMETERS-BASED TECHNIQUE
 Didasari pada kondisi dan pengukuran apeks gigi.
 Contoh metode ini adalah metode yang dipublikasikan oleh Camerierie et al. pada tahun
2006.
 Tujuh gigi permanen rahang bawah diberikan nilai. Jumlah gigi dengan pembentukan akar
yang sudah selesai dengan apeks tertutup dihitung (N0).
 Untuk gigi dengan pembentukan akar yang belum selesai, yaitu yang memiliki apeks
terbuka, jarak antara sisi dalam apeks yang terbuka diukur (A).
 Untuk gigi dengan dua akar, jumlah jarak sisi dalam dua apeks terbuka juga dihitung.
 Untuk meniadakan pembesaran (magnification), pengukuran apeks terbuka (tunggal
maupun lebih dari satu) dibagi dengan panjang giginya (L) untuk setiap gigi dan hasil
pengukuran ini digunakan untuk estimasi usia.
 Dental maturity merupakan jumlah pengukuran tiap apeks terbuka.
 Berikut meruapakn regression formula untuk estimasi usia: Age = 8,971 + 0,375 g + 1,631x
5 + 0,674 N0 – 1,034 s – 0,176 s NO, dimana g adalah variabel yang sama dengan 1 untuk
lelaki dan 0 untuk perempuan

ADOLESENT AGE ESTIMATION


 Pada usia 14 tahun, satu-satunya gigi yang masih mengalami pertumbuhan dan
pembentukan adalah gigi molar ketiga.
 Terdapat beberapa limitasi teknik penilaian gigi molar ketiga. Molar tiga merupakan gigi
dengan variasi developmental terbanyak dan estimasi usia adalah berdasarkan rerata
perkembangan morfologi.
 Adanya patologi, obstruksi anatomis, dan distorsi gambaran radiogaf merupakan hal yang
harus diperhatikan.
 Akan tetapi, gigi molar ketiga merupakan indikator estimasi usia dental yang paling
reliabel pada masa remaja dan early adulthood, dan dapat dengan mudah dan secara non-
invasif dievalusi menggunakan radiograf dental.
 Cameriere et al. (2004) melaporkan bahwa estimasi usia dengan gigi molar ketiga
dikombinasikan dengan rasio area pulpa/gigi molar kedua memberikan akurasi

JOHANSON SECTIONING (1971)


 Teknik johanson sectioning merupakan modifikasi metode Gustafson.
 Metode ini merekomendasikan pemeriksaan oklusi gigi dan mencatat jumlah jumlah gigi
yang ada, lokasinya, dan potential habits.
 Penggunaan beberapa gigi berakar satu dari kedua rahang seharusnya dipertimbangkan.
 Giginya dipotong dalam bidang buko-lingual menjadi potongan 0,25mm sepanjang bagian
terlebar dari pulpa gigi.
 Keenam gigi tersebut kemudian diamati dan dinilai berdasarkan 6 kriteria berdasarkan
modified Gustafon 7 stage system.
 Ketika menggunakan beberapa gigi, nilai rata-rata dari setiap variabel dan dimasukkan ke
dalam formula regresi yang secara berbeda mengukur keenam kriteria, namun tidak
memungkinkan untuk perbedaan gender, ras, dan posisi gigi.
 The Johnason Regression fomula menghasilkan estimasi usia dan dua tingkat error
standard deviasi yaitu sekitar 10 tahun ketika menggunakan beberapa gigi dan 16 tahun
saat menggunakan satu gigi.

LAMENDIN ET AL (1992)
 Lamendin mengumpulkan data dari populasi di Perancis dan membatasi variabel estimasi
usia menjadi root transparency (T) dan periodontal recession (P) membutuhkan tiga
pengukuran fisik dari aspek labial gigi.
 Resesi periodontal ditentukan dengan mengukur, dalam mm, jarak maksimum antara CEJ
dan garis perlekatan jaringan lunak; transparansi akar meruapakan jarak dari apeks akar
ke ketinggian maksimum transparency sepanjang permukaan akar; dan tinggi akar
dihitung dari CEJ sampai apeks akar.

 Formula regresi Lamendin untuk estimasi usia adalah sbb :


 Age= (0.18× P)+(0.42× T)+ 25.53
 dimana P dan T didefinisikan sebagai:
 P= (tinggi resesi periodontal x 100)/tinggi akar
 T= (tinggi transperansi akar x 100)/tinggi akar
 Lamendin et al. mempublikasikan tingkat sample error (ME) dan menyatakan mean
errornya sekitar 10 tahun.
PRINCE AND UBELAKER (2002)
 Prince dan Ubelaker mengaplikasikan metode Lamendin et al. terhadap Terry Collection,
sisa skeletal yang dikumpulkan antara tahun 1900 dan 1965 berisi individu dengan ras,
gender, waktu kematian, akibat kematian yang diketahui, untuk menilai akurasi, presisi,
dan aplikabilitas metode tersebut terhadap populasi non-perancis.
 Hasil investigasi ini memverifikasi teknik dan menghasilkan rerata kesalahan sebesar 8.23
tahun dan standard deviasi 6.87 tahun ketika menggunakan metode Lamendin.
 Namun, Prince dan Ubelaker juga mengevaluasi effek ras dan gender dan memproduksi
4 formula regersi baru:

 Male African Ancestry  Age= 1.04(RH )+ 0.31(P)+ 0.47(T)+1.70 1 standard deviation =


4.97 years
 Male European Ancestry  Age= 0.15(RH )+ 0.29(P)+ 0.39(T)+ 23.17 1 standard
deviation = 5.92 years
 Female African Ancestry  Age= 1.63(RH )+ 0.48(P)+ 0.48(T)+(−8.41) 1 standard
deviation = 7.17 years
 Female European Ancestry  Age= 1.10(RH)+ 0.31(P)+ 0.39(T)+11.82 1 standard
deviation = 6.21 years
 Formula yang baru menggabungkan Root Height (RH) dalam perhitungannya dan
menghitung variabel “P” dan “T” sama seperti metode Lamendin.
 Gonzales-Comenares et al. (2007) menguji validitas metode Prince dan Ubelaker dan
metode Lamendin et al.
 Hasil studinya menyatakan Prince dan Ubelaker membuat metode yang lebih baik dari
Lamendin karea mengkonfirmasi gender-differentiated population specific data.

BANG DAN RAMM (1970)


 Bang dan Ramm mengurangi kriteria estimasi usia mereka menjadi satu variabel, root
translucency.
 Karena root translucency tidak menunjukkan variasi gender dan ancestral yang berarti
dan juga tidak terlalu dipengaruhi faktor eksternal lainnya, metode ini banyak digunakan
terutama dalam kasus di mana volume sisa skeletal seidkit dengan jenis kelamin dan ras
tidak diketahui.
 Metode ini memperhitungkan posisi gigi dan estimasi perkiraan usia untuk gigi intact
ataupun sectioned.
 Saat menggunakan sectioned tooth, gigi harus dipotong dalam arah labio-lingual menjaga
struktur gigi melalui pusat pulpa. Hanya diperlukan satu pengukuran fisik, panjang
transulensi akar dalam mm.
 Seringkali translusensi akar tidak merata pada seluruh struktur akar.
 Pada kasus ini, panjang translusensi akar maksimum dan minimum dihitung dan rata-
ratayang dihasilkan dari kedua pengukuran tersebut digunakan dalam estimasi umur.
 Telah dilaporkan adanya perlambatan pembentukan translusensi akar pada sekitar usia
70 tahun. Oleh sebab itu, dua formula regresi diciptakan dengan tooth-specific coefficient;
satu untuk pengukuran ≤9 mm dan satunya lagi untuk >9 mm:
 Translucency zone ≤9 mm: Age = B0 + B1X + B2X2
 Translucency zone >9 mm: Age = B0 + B1X
 B0,B1, dan B2 merupakan koefisien spesifik dan X merupakan pengukuran panjang
translusensi akar dalam mm. Berikut adalah tooth-specific regression coefficients:

KYAAL ET AL (1995)
 Metode ini dapat memakan biaya dan juga dilarang untuk alasan agama, etik, dan
kultural.
 Metode kvaal menyediakan metode radiograf non-invasif untuk evaluasi perubahan
progresif pada ukuran pulpa akibat aposisi dentin sekunder. Idealnya, pemilihan gigi
dilakukan berdasarkan dua syarat:
 (1) giginya harus berada pada fungsi normal oklusi, dan
 (2) gigi harus bebas dari segala potensi manifestasi trauma seperti restorasi, karies
aktif, erosi, abrasi, dan abnormal attrition.
 Gigi berakar tunggal tidak berotasi adalah gigi yang dipakai, gigi dengan akar banyak
dihindari karena kesulitan evaluasi dan kesalahan pengukuran.
 Lebar pulpa dipakai sebagai indikator karena beberapa studi mengindikasikan lebar pulpa
indikator lebih baik daripada panjang pulpa.
 Untuk mengantisipasi magnification dan angulation errors, rasio panjang pulpa/akar;
panjang pulpa/gigi; dan lebar pulpa/akar pada 3 level berbeda digunakan dalam evaluasi.
Ilustrasi dibawah menggambarkan pengukuran yang dibutuhkan dan lokasinya.

Formula regresi Kvaal digunakan untuk gigi mandibular lateral incisors, canines, dan first
bicuspids, dan untuk maxillary central and lateral incisors, dan second bicuspids.

CONTOH KASUS YANG MEMERLUKAN ESTIMASI USIA DIBIDANG ODONTOLOGI FORENSIK


 Estimasi usia denggan metode Demirjian dan Willems di Cina.
 941 orthopantomogram dari 410 anak laki laki dan 531 anak perempuan yang berusia
antara 7-14 tahun dipilih untuk menjadi subjek.
 Kemudian diaplikasikan metode Demirjian dan Willems untuk mengestimasi usia mereka.
 Metode Demirjian overestimasi usia kronologis sebesar 1.68 tahun untuk laki laki dan
1.28 tahun untuk perempuan.
 Metode Willems overestimasi usia kronologis sebesar 0.35 tahun untuk laki laki dan 0.02
tahun untuk perempuan.
 Kesimpulannya, metode Willems lebih tepat diaplikasikan pada anak di Cina.

REFERENSI
 Senn DR, Weems RA. Manual of Forensic Odontology. 5th ed. Boca Raton: Taylor & Francis
Group; 2013.
 Kaur J, Rai B. Evidence-Based Forensic Dentisty. Berlin: Springer; 2013.
 Kaur M, Mago J, Kaur J, Sahota MK. Age Estimation in Forensic Odontology. World J Pharm
Med Res. 2016;2(5):260–5.
 Kotecha SD. Dental Age Estimation in Children: A review. Forensic Res Criminol Int J.
2016;3(1).
 Duangto P, Janhom A, Prasitwattanaseree S, Mahakkanukrauh P, Iamaroon A. Age
Estimation Methods in Forensic Odontology. J Dent Indones. 2016;23(3):74–80.
 Ambarkova V, Galic I, Vodanovic M. Dental age estimation using Demirjian and Willems
methods: Cross sectional study on children from the Formen Yugoslav Republic of
Macedonia. Forensic Sci Int. 2014;(187).
 Panchbhai A. Dental radiograhic indicators, a key to age estimation. J Head Neck Imaging.
2011;40(4):191–212.
 Priyadarshini C, Puranik MP, Uma SR. Dental Age Estimation Methods: A Review. Int J Adv
Heal Sci. 2015;1(12).
 Burns KR. Forensic Anthropology Training Manual. New Jersey: Pearson; 2013.
 Adams, Catherine, dkk. Forensic odontology: An Essential Guide. 2014. UK:John Wiley &
Sons

Anda mungkin juga menyukai