Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Biosains Pascasarjana Vol.

18 (2016) pp
© (2016) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

Estimasi Usia Anak Etnis Tionghoa di Indonesia dengan


Menggunakan Metode Willems

Shintya Rizki Ayu Agitha*1, Mieke Sylvia M.A.R2, Haryono Utomo3


1,2
Sekolah Pascasarjana; Kampus B Jl.Airlangga no 4-6 Surabaya,031-5041566
3
Departemen Odontologi Forensik, FKG UNAIR, Surabaya
e-mail: * agithaayu@gmail.com, 2miekesud@ymail.com, 3danielutomo60@gmail.com
1

Abstrak
Estimasi usia merupakan bagian dari ilmu forensic dan merupakan bagian penting dalam setiap
proses identifikasi. Maturasi gigi penting dalam estimasi usia kronologis seseorang. beberapa
metode dapat digunakan untuk estimasi usia pada anak. Metode Willems merupakan modifikasi
dari metode Demirjian yang menggunakan kalsifikasi mahkota dan akar gigi untuk estimasi usia
pada anak. Tujua penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa metode Willems dapat
digunakan estimasi usia anak Tionghoa di Surabaya. Sebanyak 76 orthopantomogram yang
terdiri dari 32 sampel anak laki-laki dan 44 sampel anak perempuan etni Tionghoa usia antara 6
– 13 tahun telah dianalisa. Metode Willems mengestimasi usia dental melalui penilaiaan
terhadap tujuh gigi rahang bawah kiri. Usia kronologis diperoleh dari tanggal lahir anak
tersebut.Perbedaan antara usia kronologis dan usia dental dianalisa menggunakan Uji Paired T
Test. . Hasil penelitian ini menunjukkan pada laki – laki nilai p= 0,126 (p>0.05), pada
perempuan nilai p = 0,053 (p>0.05) dan pada keseluruhan sampel laki-laki dan perempuan nilai
p=0.843(p>0.05), hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara usia dental dan
usia kronologis. Kesimpulan dari penelitian ini metode Willems dapat digunakan untuk estimasi
usia anak etnis Tionghoa di Surabaya.

Kata kunci: estimasi usia, metode Willems, etnis Tionghoa,Surabaya

Abstract
Age estimation is a sub-disiplicine of the forensic science and should be an important
part of every identification process. Dental maturity has played an important role in estimating
the chronological age of individuals. Several approaches have proven be valuable in estimating
dental age in children. The Willems is modification of the Demirjian method which based on
crown and root calcification. This study aim to aplly Willems method in a Chinnese population in
Surabaya for age estimation. A total of 76 panoramics radiographs from 32 boys and 44 girls
Chinnese aged between 6 until 13 years were analyzed. The seven left mandibular teeth were
scored and calculated in order to obtain the Willems estimated dental ages. Chronological age
was obtained from the date of birth of children children. Difference between dental age and
chronological age was analysed using paired t test. Based on comparison test, the result of this
study showed on boys discrepancy of chronological age with dental age p= 0,126 (p>0.05) and
girls p = 0,053 (p>0.05), in population boys and girls p=0.843(p>0.05), it means no significant
difference between dental age and chonological age. The conclusion of this research was Willems
methode can be applied to Chinese children population in Surabaya for age estimation.

Keywords— age estimation, Wilems methode, chinese children population, Surabaya

35
JBP Vol. 18, No. 1, April 2016— Shintya Rizki Ayu Agitha
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 18 (2016) pp
© (2016) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

1. PENDAHULUAN usia prenatal sampai usia dewasa (Putri A.S, dkk,


2013).
Gigi mengalami tahap pertumbuhan dan
Indonesia merupakan negara kepulauan perkembangan, serta perubahan degeneratif yang
yang terdiri dari 13.667 pulau dengan batas luasnya terjadi pada usia tertentu, sehingga dapat
sebesar 2.027.087 km2 mempunyai kurang lebih digunakan sebagai indikator estimasi usia individu
129 gunung merapi. Secara geologis Indonesia dari sejak usia intrauterine sampai usia dewasa.
terletak di pertemuan di antara 3 plat tektonik Tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi
utama (Eurasia, IndoAustralia dan Mediterania) sebagai indikator estimasi usia lebih dikendalikan
dan secara demografi terdiri dari bermacam-macam oleh faktor genetik dibandingkan dengan faktor
etnik, agama, latar belakang sosial dan budaya, lingkungan seperti nutrisi dan sosioekonomi
dimana keadaan tersebut memberikan petunjuk sehingga usia dental menunjukkan variasi yang
bahwa Indonesia berisiko tinggi sebagai negara lebih sedikit dibandingkan dengan tulang atau
yang rawan dari bencana alam terjadinya gempa bagian tubuh lain. Selain itu, gigi merupakan
bumi, Tsunami, longsor, banjir maupun kecelakaan struktur tubuh yang paling keras dan resisten
baik darat, laut maupun udara (Singh S, 2008). terhadap pengaruh eksternal, serta mengalami
perubahan biologis yang paling sedikit sehingga
Berbagai kejadian yang memakan banyak dapat digunakan walaupun tubuh telah mengalami
korban jiwa, terutama sejak kejadian Bom Bali I dekomposisi, mutilasi, terbakar, ataupun menjadi
membuat kegiatan identifikasi korban bencana sisa rangka. Gigi dapat menyediakan informasi
massal (Disaster Victim Identification) menjadi mengenai identitas seorang individu karena cirinya
kegiatan yang penting dan dilaksanakan hampir yang khas. Terdapat beberapa metode digunakan
pada setiap kejadian yang menimbulkan korban untuk menentukan usia dari gigi yaitu metode
jiwa dalam jumlah yang banyak. Tujuan utama klinis, radiografis, histologis, dan biokimiawi.
pemeriksaan identifikasi pada kasus musibah Pemilihan metode tersebut berdasarkan
bencana massal adalah untuk mengenali korban. pertimbangan status individu (hidup atau mati),
Dengan identifikasi yang tepat selanjutnya dapat kategori usia, jenis kasus (tunggal atau bencana
dilakukan upaya merawat, mendoakan serta massal), kondisi gigi dan jaringan pendukung,
akhirnya menyerahkan kepada keluarganya lokasi kasus, ketersediaan fasilitas dan peralatan
(Prawestiningtyas E, dkk, 2009). penunjang, serta agama dan budaya yang dianut
Dalam kasus bencana massal, estimasi individu tersebut (Putri A.S, dkk, 2013).
usia dapat menjadikan identifikasi korban lebih Metode estimasi usia kronologis pada
sederhana dengan mengelompokkan usia korban. anak berdasarkan tahap pertumbuhan dan
Kasus hukum pidana atau perdata yang perkembangan gigi dapat dilakukan dengan dua
memerlukan estimasi usia pada individu hidup, metode, antara lain berdasarkan skema
antara lain kasus pemalsuan usia ketenagakerjaan, perkembangan gigi yang telah ada dan berdasarkan
pernikahan, atlet, perwalian anak, sistem penilaian tahapan perkembangan gigi
keimigrasian,atau pemerkosaan. Pembuktian (Willems, 2001). Metode Demirjian sangat sering
hukum tentang usia penting untuk menentukan digunakan untuk menilai maturitas gigi dan
individu tersebut masih dalam kategori anak atau memperkirakan usia kronologis anak (Willems et
sudah dewasa, berkaitan dengan adanya perbedaan al, 2001). Pada tahun 2001, Willems merevisi
proses hukum atau peradilan pada anak dengan sistem penilaian metode Demirjian karena
orang dewasa. Estimasi usia juga merupakan berdasarkan dari beberapa penelitian yang
pembuktikan yang berharga ketika akta kelahiran ditemukan dari metode Demirjian hasilnya
tidak ada atau diragukan keasliannya. Bagian tubuh mengalami perbedaan usia dental yang tinggi dari
yang umumnya dipakai untuk estimasi usia adalah usia kronologis anak. Oleh karena itu, Willems
skeletal dan gigi. Kematangan skeletal sebagai merevisi sistem penilaian yang dapat langsung
media estimasi usia memiliki keterbatasan karena mengekspresikan usia kronologis anak dan
hanya dapat mengestimasi usia pada rentang usia mempunyai akurasi yang lebih tinggi daripada
tertentu dengan simpangan baku usia yang besar metode Demirjian.
sedangkan gigi sebagai media estimasi usia Metode Willems didasarkan pada tahap
memiliki beberapa keunggulan, salah satunya kalsifikasi pada mahkota gigi dan kalsifikasi pada
adalah dapat mengestimasi usia pada individu dari akar yang berkaitan dengan penutupan apeks pada
tujuh gigi permanen rahang bawah kiri. Tahap
36
JBP Vol. 18, No. 1, April 2016— Shintya Rizki Ayu Agitha
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 18 (2016) pp
© (2016) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

kalsifikasi dibagi dari A – H dan setiap tahapan tulang, karakter seksual sekunder dan maturasi gigi
memiliki skor tersendiri. Jumlah skor dari tujuh (Manisha et al, 2013). Salah satu metode yang
gigi tersebut adalah usia dental yang merupakan paling akurat untuk estimasi usia kronologis pada
estimasi usia kronologis anak (Willems, 2001). anak-anak adalah melalui parameter gigi (Nik –
Menurut Willems, mungkin metodenya tersebut Hussein et al, 2010).
belum dapat menghasilkan estimasi usia kronologis
anak yang akurat pada populasi lain, tetapi 2.1.1 Usia Dental
penelitian Ye X et al pada tahun 2014 menyatakan Usia dental merupakan usia gigi yang
bahwa metode Willem menunjukkan hasil yang ditentukan berdasarkan tahap erupsi gigi dan
akurat pada populasi anak-anak Tionghoa dengan pembentukan gigi atau maturasi gigi. Tahap erupsi
rata-rata perbedaan usia kronologis dan usia dental gigi diawali dengan penonjolan gingiva atau
pada anak laki-laki 0,36 serta pada anak perempuan migrasi benih gigi ke arah oklusal. tahapan ini
-0,02 ( Willems et al,2001 ; Ye X et al, 2014 ). dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
Orang Tionghoa sudah mengenal ankilosis, pencabutan gigi sulung yang terlambat
Nusantara sejak abad ke 5 masehi. Selama atau terlalu cepat, gigi permanen yang impaksi dan
beberapa abad orang-orang Tionghoa terus berdesakan. Pada tahap pembentukan gigi
bertambah jumlahnya tapi tidak ada catatan yang permanen tidak dipengaruhi oleh kehilangan gigi
jelas jumlahnya diseluruh Nusantara. Catatan sulung (Demirjian et al, 1973). Pada tahun 1973
tentang angka didapat dari cacah jiwa yang Demirjian membuat metode penilaian usia dental
diadakan pada masa pemerintahan Inggris di Jawa dengan menjumlahkan nilai 7 gigi kiri rahang
(tahun1811-1816). Dari buku “History of Java” bawah berdasarkan nilai 8 tahapan kalsifikasi gigi
karya Rafles tercatat bahwa orang Tionghoa sudah kemudian dikonversikan menjadi usia kronologis.
banyak yang menyebar ke pedalaman Jawa. Pada tahun 2001, Willems menyederhanakan
Jumlahnya pada tahun 1815 di Jawa ada 94.441 metode Demirjian dengan membuat tabel penilaian
orang sedangkan penduduk Jawa secara kalsifikasi gigi yang dapat langsung
keseluruhan waktu itu berjumlah 4.615.270, mengekspresikan usia kronologis (Willems, 2001).
berarti 2,04% dari jumlah penduduk secara
keseluruhan. Sebagian besar penduduk Tionghoa 2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi
hidup secara berkelompok di kota-kota pesisir Perkembangan gigi dapat dibagi menjadi dua
Jawa. Tahun 2005 orang Tionghoa di Indonesia fase, antara lain fase pembentukan gigi dan fase
berjumlah kurang lebih 6 juta orang berarti berkisar pertumbuhan gigi (erupsi gigi). Fase pembentukan
3% dari seluruh jumlah orang Indonesia yang gigi adalah fase mineralisasi gigi atau fase
waktu itu berjumlah lebih dari 200 juta orang pembentukan enamel, dentin dan sementum yang
(Handinoto, 2009). Dari uraian tersebut dapat terjadi di dalam tulang alveolar, sedangkan fase
diketahui bahwa di Indonesia juga terdapat erupsi adalah fase pergerakan gigi pada arah aksial
kelompok etnis Tionghoa. Oleh karena itu, penulis dari bagian dalam sampai ke puncak tulang
ingin mengetahui akurasi metode willems dalam alveolar dan selanjutnya mencapai level oklusi.
estimasi usia anak etnis Tionghoa di Indonesia. Penonjolan gingiva merupakan bagian dari
pertumbuhan gigi adalah cusp gigi secara klinis
2. Estimasi Usia terlihat muncul menembus gingiva (Adams et al,
2.1 Usia 2014).
2.1.1 Usia Kronologis Kalsifikasi gigi desidui dimulai pada usia 4
bulan intra uterin. Selama proses perkembangan
Usia kronologis merupakan usia yang email dan dentin gigi dapat dijadikan sebagai
dihitung berdasarkan tanggal kelahiran sampai perekam biologis kesehatan dan penyakit. Setelah
dengan sekarang. Usia kronologis biasa proses pembentukan mahkota gigi dan
didokumentasikan dalam bentuk akta kelahiran, pembentukan sebagian akar gigi, selanjutnya gigi
rekam medis, kartu identitas, dan sebagainya akan menembus membran mukosa kemudian gigi
(Adams et al, 2014). Penentuan usia berguna di erupsi kedalam rongga mulut. Selanjutnya akar gigi
bidang odontologi forensik dan kedokteran akan menjadi lebih aktif mengalami perkembangan
forensik untuk mengidentifikasi usia saat kematian dan mendorong mahkota gigi ke arah rongga
seseorang yang belum diketahui identitasnya (Nik mulut. Selanjutnya mahkota bergerak lebih jauh
– Hussein et al, 2010). Prosedur penentuan usia kearah oklusal dan memposisikan gigi dengan gigi
merupakan proses yang rumit dan melibatkan antagonisnya didalam rongga mulut. Proses
banyak pertimbangan meliputi pertumbuhan
37
JBP Vol. 18, No. 1, April 2016— Shintya Rizki Ayu Agitha
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 18 (2016) pp
© (2016) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

selanjutnya dilanjutkan dengan pembentukan akar semakin panjang dan silindris, disebut
gigi, dentin dan sementum (Nelson et al, 2010). sebagai ameloblas yang akan
Pembentukan akar dimulai ketika gigi belum berdiferensiasi menjadi email dan sel-
erupsi secara sempurna didalam rongga mulut, sel bagian tepi dari papila gigi
setelah akar terbentuk lengkap kemudian menjadi odontoblas yang akan
cementum gigi menutupi seluruh akar gigi. berdiferensiasi menjadi dentin.
Selanjutnya terbentuk jaringan pulpa gigi yang 4. Morfodiferensiasi
berfungsi memberikan pasokan darah dan saraf Sel pembentuk gigi tersusun
pada gigi. Pulpa gigi merupakan organ yang sedemikian rupa dan dipersiapkan
berasal dari jaringan ikat yang mengandung untuk menghasilkan bentuk dan
pembuluh darah arteri, vena, sistem limpatik dan ukuran gigi selanjutnya. Proses ini
saraf, fungsi utamanya untuk membentuk dentin terjadi sebelum deposisi matriks
gigi (Nelson et al, 2010). dimulai. Morfologi gigi dapat
Pembentukan gigi dikatakan lengkap saat ditentukan bila epitel email bagian
ujung apikal gigi selesai terbentuk. Proses ini akan dalam tersusun sedemikian rupa
terus berlangsung secara berlahan sepanjang sehingga batas antara epitel email dan
kehidupan. Ketika gigi baru erupsi, pulpa gigi odontoblas merupakan gambaran
terlihat lebar, kemudian akan mengecil seiring dentinoenamel junction yang akan
proses pembentukan gigi selesai. Rongga pulpa terbentuk. Dentinoenamel junction
akan menjadi lebih kecil dan menyempit karena mempunyai sifat khusus yaitu
adanya pembentukan dentin sekunder. Perubahan bertindak sebagai pola pembentuk
ruang pulpa ini dapat dihubungkan dengan setiap macam gigi. Terdapat deposit
pertambahan usia individu (Nelson et al, 2010). email dan matriks dentin pada daerah
tempat sel-sel ameloblas dan
odontoblas yang akan
2.2.1 Tahap Perkembangan Gigi menyempurnakan gigi sesuai dengan
Tahap perkembangan adalah sebagai berikut bentuk dan ukurannya.
(McDonald dan Avery, 2000; Finn, 2003) : 5. Aposisi
1. Inisiasi (bud stage) Terjadi pembentukan matriks
Merupakan permulaan keras gigi baik pada email, dentin,
terbentuknya benih gigi dari epitel dan sementum. Matriks email
mulut. Sel-sel tertentu pada lapisan terbentuk dari sel-sel ameloblas yang
basal dari epitel mulut berproliferasi bergerak ke arah tepi dan telah terjadi
lebih cepat daripada sel sekitarnya. proses kalsifikasi sekitar 25%-30%.
Hasilnya adalah lapisan epitel yang
menebal di regio bukal lengkung gigi 2.2.2 Tahap Kalsifikasi Gigi
dan meluas sampai seluruh bagian Tahap kalsifikasi adalah suatu tahap
rahang atas dan bawah. pengendapan matriks dan garam-garam
2. Proliferasi (cap stage) kalsium. Kalsifikasi akan dimulai di dalam
Lapisan sel-sel mesenkim yang matriks yang sebelumnya telah mengalami
berada pada lapisan dalam mengalami deposisi dengan jalan presipitasi dari satu
proliferasi, memadat, dan bagian ke bagian lainnya dengan penambahan
bervaskularisasi membentuk papil lapis demi lapis. Gangguan pada tahap ini
gigi yang kemudian membentuk dapat menyebabkan kelainan pada kekerasan
dentin dan pulpa pada tahap ini. Sel- gigi seperti hipokalsifikasi. Tahap ini tidak
sel mesenkim yang berada di sama pada setiap individu, dipengaruhi oleh
sekeliling organ gigi dan papila gigi faktor genetik atau keturunan. Faktor ini
memadat dan fibrous, disebut kantong mempengaruhi pola kalsifikasi, bentuk
gigi yang akan menjadi sementum, mahkota dan komposisi mineralisasi.
membran periodontal, dan tulang Kalsifikasi gigi permanen dimulai saat lahir,
alveolar. yaitu saat molar pertama permanen mulai
3. Histodiferensiasi (bell stage) terkalsifikasi (McDonald dan Avery, 2000).
Terjadi diferensiasi seluler pada
tahap ini. Sel-sel epitel email dalam 2.2.3 Tahap Erupsi Gigi
(inner email epithelium) menjadi
38
JBP Vol. 18, No. 1, April 2016— Shintya Rizki Ayu Agitha
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 18 (2016) pp
© (2016) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

Erupsi gigi merupakan suatu proses yang saat dan urutan erupsi gigi permanen juga
berkesinambungan dimulai dari awal bervariasi sampai dengan 6 bulan lebih awal
pembentukan di dalam tulang alveolar sampai atau lebih lambat.
gigi muncul ke arah oklusal di rongga mulut Bila sebuah gigi telah menembus gingiva,
Erupsi gigi merupakan proses yang kompleks gigi tersebut bererupsi dengan cepat sampai
dan terbagi dalam 5 tahap, yaitu gerakan pre- hampir mencapai bidang oklusal. Kemudian
eruptif; tahap intraosseus; penetrasi mucosal; gigi tersebut akan terkena pengaruh kekuatan
pre-oklusal; tahap post oklusal (Almonaitiene kunyah dan kecepatan erupsi sangat berkurang
et al, 2010). Ada dua fase yang penting dalam dan berhenti sama sekali (Rahardjo P, 2009) .
proses erupsi gigi (Proffit dan Fields, 1993),
yaitu erupsi aktif dan pasif. Erupsi aktif adalah Tabel 1: Masa erupsi gigi permanen (dalam
pergerakan gigi yang didominasi oleh gerakan tahun) (Rahardjo P, 2009)
ke arah vertikal, sejak mahkota gigi bergerak Gigi Kaukasoid Surabaya
dari tempat pembentukannya di dalam rahang Permanen Rahang Rahang Rahang Rahang
sampai mencapai oklusi fungsional dalam Atas Bawah Atas Bawah
Insisiv 7 6 7-8 6-7
rongga mulut,sedangkan erupsi pasif adalah Sentral
pergerakan gusi ke arah apeks yang
Insisiv 8 7 8-9 7-8
menyebabkan mahkota klinis bertambah Lateral
panjang dan akar klinis bertambah pendek
Kaninus 11 10 11-12 9-11
sebagai akibat adanya perubahan pada
Premolar 10 10 10-11 10-12
perlekatan epitel di daerah apikal. Pertama
Premolar 11 11 10-12 11-12
2.2.3.1 Waktu Erupsi Gigi Permanen Kedua
Gigi permanen yang menggantikan gigi Molar 6 6 6-7 6
sulung disebut gigi pengganti (succestional Pertama
teeth, succedaneus teeth), yaitu insisiv sentral Molar 12 12 12-13 11-13
permanen, insisiv lateral permanen, kaninus Kedua
permanen masing-masing menggantikan
insisiv sentral sulung, insisiv lateral sulung,
kaninus sulung, sedangkan premolar pertama 2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
dan premolar kedua permanen menggantikan dan Perkembangan Gigi
molar pertama sulung dan molar kedua sulung. 2.3.1 Faktor Ras
Gigi permanen yang tumbuh di sebelah distal Perbedaan ras dapat menyebabkan
lengkung geligi sulung disebut gigi tambahan perbedaan waktu dan urutan erupsi gigi
(accessional teeth, additional teeth), yaitu permanen. Waktu erupsi gigi orang Eropa dan
molar pertama permanen, molar kedua campuran Amerika dengan Eropa lebih lambat
permanen dan molar ketiga. daripada waktu erupsi orang Amerika berkulit
Molar pertama permanen biasanya hitam dan Amerika Indian (ras mongoloid)
merupakan gigi permanen pertama yang erupsi (Moyers, 2001).
pada umur sekitar lima sampai enam tahun.
diduga aktivitas metabolism pada ligament 2.3.2 Faktor Jenis Kelamin
periodontal mempengaruhi mekanisme erupsi Beberapa penelitian menyatakan bahwa
gigi. diperlukan dua proses untuk erupsi gigi, gigi permanen pada anak perempuan erupsi
yaitu resorpsi tulang alveolar dan akar gigi terlebih dahulu daripada anak laki-laki. Hal ini
sulung sebagai jalan erupsi gigi serta dikaitkan dengan saat awal maturasi gigi yang
mekanisme erupsi gigi itu sendiri menuju arah terjadi terlebih dahulu pada anak perempuan
yang telah tersedia. Bila akar gigi telah dibandingkan dengan anak laki-laki
terbentuk setengah sampai dua pertiga gigi (Peedikayil, 2011).
tersebut siap untuk erupsi. Gingiva yang tebal Terdapat perbedaan growth spurt pada
atau adanya gigi kelebihan dapat mengganggu anak laki-laki dan perempuan, anak
erupsi gigi, halangan mekanik ini dapat perempuan mengalami growth spurt lebih dulu
menyebabkan distorsi akar gigi yang disebut daripada anak laki-laki. Growth spurt terjadi
dilaserasi akar. Kadang-kadang insisiv sentral pada awal sesudah lahir dan pada usia sekitar 6
bawah merupakan gigi permanen pertama – 7 tahun yang terjadi selama kurang lebih 3 –
yang erupsi. Sebagaimana pada geligi sulung, 4 bulan. Growth spurt terjadi kembali pada

39
JBP Vol. 18, No. 1, April 2016— Shintya Rizki Ayu Agitha
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 18 (2016) pp
© (2016) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

anak perempuan sekitar usia 12 tahun dan 14 karena erupsi gigi dipengaruhi oleh beberapa faktor
tahun pada anak laki-laki (Rahardjo P, 2009). lingkungan seperti ketersediaan tempat pada
lengkung gigi, tanggalnya gigi sulung sebelum
2.3.3 Faktor Penyakit waktunya, gigi yang terletak miring dan gigi
Gangguan pada erupsi gigi permanen impaksi. Sebaliknya, perkiraan usia dental dengan
dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan menggunakan penilaian terhadap tahapan
beberapa sindroma dari Cerebral Palsy, pembentukan gigi sedikit memperoleh pengaruh
Dysosteosclerosis, Hypothyroidism, dari faktor lingkungan (Willems, 2001).
Hypopituitarism, Hypoparathyroidism, Demirjian membuat 8 tahapan kalsifikasi
Pseudohypoparathyroidism (Almonaitiene et gigi dari tahap A sampai H dan tahap 0
al, 2010). mmenandakan belum ada kalsifikasi gigi yang
2.3.4 Faktor Lingkungan terlihat pada foto panoramik. Penilaian ini
Pertumbuhan dan perkembangan gigi diberikan pada gigi insisiv sentral, insisiv lateral,
dipengaruhi oleh faktor lingkungan tetapi tidak kaninus. premolar pertama, premolar kedua, molar
banyak mengubah sesuatu yang telah pertama dan molar kedua sebelah kiri rahang
ditentukan oleh faktor keturunan. Pengaruh bawah. Penilaian ini dibedakan pada masing-
faktor lingkungan terhadap waktu erupsi gigi masing jenis benih gigi dari tahap pembentukan
adalah sekitar 20% (Moyers, 2001). Faktor- hingga kalsifikasi serta mencapai penutupan akar.
faktor yang termasuk ke dalam faktor Setiap gigi memiliki skor tersendiri dari tahapan
lingkungan antara lain: kalsifikasi yang dialami. Sistem penilaian tahapan
1. Sosial Ekonomi pembentukan gigi tersebut dibedakan antara anak
Beberapa penelitian menyatakan laki-laki dan perempuan. Jumlah skor dari 7 gigi
bahwa anak dengan tingkat permanen tersebut merupakan nilai maturitas gigi
sosioekonomi tinggi lebih cepat atau usia dental yang kemudian dikonversikan
mengalami erupsi gigi dibandingkan menjadi perkiraan usia kronologis. Penilaian
dengan anak dengan tingkat tingkat tumbuh kembang gigi ini dapat digunakan
sosioekonomi rendah. hal ini disebabkan secara universal, namun perlu diperhatikan
karena anak dengan tingkat konversi terhadap usia dental tersebut serta
sosioekonomi tinggi mamapu pertimbangan terhadap populasinya (Demirjian et
mendapatkan pelayanan kesehatan dan al, 1973).
nutrisi yang lebih baik yang berhubungan
dengan pembentukan benih gigi lebih
awal (Almonaitiene et al, 2010).
2. Nutrisi
Nutrisi sebagai faktor
pertumbuhan dapat mempengaruhi erupsi
dan proses kalsifikasi. Keterlambatan
waktu erupsi gigi dapat dipengaruhi oleh
faktor kekurangan nutrisi, seperti vitamin
D dan gangguan kelenjar endokrin.
Pengaruh faktor nutrisi terhadap
perkembangan gigi adalah sekitar 1%
(Moyers, 2001).

2.4 Metode Estimasi Usia Anak dalam


Odontologi Forensik
2.4.1 Metode Demirjian
Pada tahun 1973, Demirjian membuat
suatu metode perkiraan usia kronologis anak usia 3
tahun sampai 16 tahun. Demirjian membuat
penilaian maturitas gigi dengan pendekatan proses
pembentukan gigi untuk menilai usia dental
sebagai indikator yang lebih akurat dibandingkan
dengan proses erupsi gigi. Hal ini disebabkan
40
JBP Vol. 18, No. 1, April 2016— Shintya Rizki Ayu Agitha
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 18 (2016) pp
© (2016) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

Gambar 1: Tahap pembentukan gigi permanen panang dari tinggi mahkota


menurut Demirjian (Demirjian, 1973) G Dinding saluran akar gigi tampak
sejajar namun ujung apikal gigi masih
Tabel 2. Tahapan pembentukan gigi oleh Demirjian terbuka
(Demirjian, 1973) H a. Ujung apikal gigi sudah tertutup
Tahap Keterangan b. Membran periodontal memiliki
A Untuk gigi akar tunggal maupun ketebalan yang sama di sekitar akar
ganda, tahap kalsifikasi gigi dimulai gigi
dari bagian tertinggi dari crypt
B Ujung cusp yang mengalami
kalsifikasi menyatu, yang mulai
menunjukkan pola permukaan oklusal 2.4.2 Metode Willems
C a. Pembentukan enamel gigi selesai Pada tahun 2001, Willems memperbaiki
pada permukaan oklusal. Tampak sistem penilaian usia dental metode Demirjian
perluasan dan pertemuan pada karena banyak literatur yang menyatakan
bagian servikal gigi bahwa perkiraan usia menggunakan metode
b. Mulai terlihat deposit dentinal Demirjian banyak yang memberikan hasil
c. Pola kamar pulpa tampak overestimasi pada usia kronologis pada
berbentuk garis pada batas oklusal populasi orang Belgia Kaukasian. Willems
gigi melakukan penelitian pada 2523 foto
D a. Pembentukan mahkota gigi selesai, panoramik anak usia 2 tahun sampai 18 tahun
dan terjadi perluasan menuju yang terdiri dari 1265 anak laki-laki dan 1258
cemento-enamel junction anak perempuan pada populasi Belgia
b. Tepi atas kamar pulpa pada gigi Kaukasian dengan menggunakan tahapan
yang berakar tunggal menunjukkan kalsifikasi gigi permanen mulai tahapan A
batas yang jelas, dan proyeksi sampa H pada 7 gigi permanen kiri rahang
tanduk pulpa memberikan bawah. Tabel penilaian tahapan kalsifikasi gigi
gambaran seperti payung serta dari masing-masing gigi permanen pada
berbentuk trapezium pada gigi metode Demirjian dimodifikasi oleh Willems
molar sehingga jumlah dari usia dental 7 gigi
c. Dimulainya pembentukan akar gigi permanen tersebut dapat langsung
E Gigi berakar tunggal mengekspresikan perkiraan usia kronologis
a. Dinding kamar pulpa tampak pada anak laki-laki dan perempuan (Willems,
sebagai garis lurus yang 2001).
kontinuitasnya terputus akibat
adanya tanduk pulpa Tabel 3. Penilaian tahapan kalsifikasi pada 7
b. Panjang akar gigi kurang dari gigi kiri rahang bawah pada anak laki-laki
mahkota gigi menurut Willems (Willems, 2001)
Gigi Molar
a. Inisiasi pembentukan bifurkasi akar
b. Panjang akar gigi kurang dari
mahkota gigi

F Gigi berakar tunggal


a. Dinding kamar pulpa tampak
menyerupai segitiga sama kaki, dan
Tabel 4. Penilaian tahapan kalsifikasi pada 7
ujung akar seperti corong
gigi kiri rahang bawah pada anak perempuan
b. Panjang akar gigi sama atau lebih
menurut Willems (Willems, 2001)
panjang dari tinggi mahkota gigi
Gigi Molar
a. Kalsifikasi pada bifurkasi
mengalami perluasan, bentuk akar
lebih nyata dan ujung akar tampak
seperti corong
b. Panjang akar gigi sama atau lebih
41
JBP Vol. 18, No. 1, April 2016— Shintya Rizki Ayu Agitha
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 18 (2016) pp
© (2016) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

Hokkian merupakan orang Cina yang paling awal


dan paling besar jumlahnya sebagai imigran.
Mereka mempunyai budaya dan tradisi dagang
yang kuat sejak dari daerah asalnya. Orang Teociu
yang berasal dari daerah pedalaman Swatow di
bagian timur propinsi Kwantung mempunyai
keahlian di bidang pertanian, sehingga mereka
banyak tersebar di luar Jawa. Orang Hakka/Khek
berasal dari daerah yang tidak subur di propinsi
2.5 Etnis Tionghoa Kwang Tung, sehingga mereka berimigrasi karena
2.5.1 Pengertian Etnis Tionghoa kesulitan hidup. Di antara orang-orang Cina yang
Istilah “Cina” dalam pers Indonesia tahun datang ke Indonesia mereka merupakan golongan
1950-an telah diganti menjadi menjadi “Tionghoa” yang paling miskin. Orang-orang Hakka dan orang-
(sesuai ucapannya dalam bahasa Hokkian) untuk orang Teociu sebagian besar bekerja di daerah-
merujuk pada orang Cina dan “Tiongkok” untuk daerah pertambangan di Indonesia seperti
negara Cina dalam pers Indonesia 1950-an (Liem, Kalimantan Barat, Bangka, Belitung dan Sumatra.
2000). Etnis Tionghoa menurut Purcell (Liem, Perkembangan kota-kota besar di Jawa seperti kota
2000) adalah seluruh imigran negara Tiongkok dan Jakarta dan dibukanya daerah Priangan bagi
keturunannya yang tinggal dalam ruang lingkup pedagang Cina telah menarik minat orang-orang
budaya Indonesia dan tidak tergantung dari Hakka dan Teociu untuk pindah ke Jawa Barat
kewarganegaraan mereka dan bahasa yang mereka (Koentjaraningrat, 2002). Pada perkembangannya
gunakan. Etnis Tionghoa adalah individu yang kemudian mereka menyebar dan menetap di kota-
memandang dirinya sebagai “Tionghoa” atau kota lain di Jawa. Orang Kanton yang mempunyai
dianggap demikian oleh lingkungannya. Pada saat keahlian di bidang pertukangan dan industri datang
bersamaan mereka berhubungan dengan etnis ke Indonesia dengan modal finansial dan
Tionghoa perantauan lain atau negara Tiongkok ketrampilan yang cukup, sehingga di tempat yang
secara sosial, tanpa memandang kebangsaan, baru mereka dapat mengembangkan usaha di
bahasa, atau kaitan erat dengan budaya Tiongkok. bidang pertukangan, industri, rumah makan,
Menurut Liem (2000) etnis Tionghoa di perhotelan dan lain sebagainya (Tan, Melly G ,
Indonesia yaitu orang Indonesia yang berasal dari 1981).
negara Tiongkok dan sejak generasi pertama/kedua
telah tinggal di negara Indonesia, dan berbaur 2.5.3 Etnis Tionghoa di Surabaya
dengan penduduk setempat, serta menguasai satu Komposisi etnis di Indonesia sangat bervariasi
atau lebih bahasa yang dipakai di Indonesia. karena memiliki ratusan ragam suku dan budaya.
Sedangkan menurut Suryadinata (1981) istilah Menurut sensus BPS tahun 2010 terdapat lebih dari
Tionghoa Indonesia digunakan merujuk pada etnis 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia
Tionghoa yang tinggal di negara Indonesia yang atau tepatnya 1.340 suku bangsa. Jawa Barat, Jawa
memiliki nama keluarga (marga), tanpa Timur dan Jawa Tengah adalah tiga provinsi
memandang kewarganegaraannya. dengan urutan teratas yang berpenduduk terbanyak,
yaitu masing-masing berjumlah 43.021.826 jiwa,
2.5.2 Etnis Tionghoa di Indonesia 37.476.757 jiwa, dan 32.380.687 jiwa. Dari
Orang Tionghoa di Indonesia sebenarnya 37.476.757 jiwa penduduk Jawa Timur, persentase
bukan merupakan satu kelompok yang berasal dari terbesar adalah etnik Jawa (79.58%) yang disusul
satu daerah di negara Cina, tetapi terdiri dari kemudian etnik Madura (17.53%). Menurut sensus
beberapa suku bangsa yang berasal dari dua penduduk tahun 2010, kota Surabaya memiliki
propinsi yaitu Fukien dan Kwantung yang sangat penduduk sebanyak 2.765.908 jiwa. Kepadatan
berpencar daerahnya (Koentjaraningrat, 1971). penduduk kota Surabaya adalah sebesar 8.304 jiwa
Orang-orang Cina yang datang ke Indonesia per km2 dengan wilayah seluas 333.063 km2 (Badan
pada umumnya dan di wilayah pesisir utara Jawa Pusat Statistik, 2010). Suku Jawa adalah suku
khususnya, sebagian besar berasal dari propinsi bangsa mayoritas di Surabaya. Meskipun Jawa
Fukien/Fujian dan Kwang Tung. Mereka ini terdiri adalah suku mayoritas (83,68%), tetapi Surabaya
dari berbagai suku bangsa yaitu Hokkian, Hakka, juga menjadi tempat tinggal berbagai suku bangsa
Teociu dan Kanton. Mereka mempunyai bidang di Indonesia, termasuk suku Madura (7,5%),
keahlian yang berbeda-beda, yang nantinya Tionghoa (7,25%), Arab (2,04%), dan sisanya
dikembangkan di tempat baru (Indonesia). Orang merupakan suku bangsa lain seperti Bali, Batak,
42
JBP Vol. 18, No. 1, April 2016— Shintya Rizki Ayu Agitha
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 18 (2016) pp
© (2016) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

Bugis, Banjar, Manado, Minangkabau, Dayak, d. Radiogram panoramik berasal dari anak
Toraja, Ambon, dan Aceh atau warga asing yang tidak memiliki kelainan
(Wikipedia, 2015). pertumbuhan, endokrin, gangguan nutrisi,
Sejarah berkata bahwa bangsa Tionghoa tidak pernah mengalami trauma atau cacat
adalah bangsa yang ekspansif. Mereka menyebar pada daerah kraniofasial yang dapat
ke berbagai belahan dunia. Jiwa ekspansif ini mempengaruhi pertumbuhan dan
dipicu oleh karakter budaya mereka yaitu perkembangan gigi.
berdagang. Salah satu tujuan persebaran mereka e. Radiogram panoramik harus dapat jelas
adalah Indonesia lebih tepatnya di Surabaya. Selain terbaca
jalur darat, jalur laut mereka pilih karena dirasa Prosedur penelitian meliputi:
lebih efektif dan menjangkau hingga ke pelosok a) Sampel radiogram panoramik didapat dari
nusantara. Kala itu etnis Tionghoa tertuju pada kota pasien anak antara usia 6 – 13 tahun yang
Surabaya yang memang terletak di pesisiran pantai datang ke Dr. Daniels’s Aesthetic Dental
utara Jawa. Tak heran bila kini mereka telah Cinic yang memenuhi kriteria dan
menjadi bagian hidup kita, orang pribumi. Dari bersedia menandatangani inform consent.
catatan sejarah, etnis Tionghoa singgah ke b) Pasien mengisi kuisioner yang telah
Indonesia untuk pertama kalinya melalui ekspedisi disediakan peneliti.
Laksamana Haji Muhammad Cheng Hoo (1405- c) Dilakukan pencatatan usia kronologis
1433). Laksamana Cheng Hoo sengaja berkeliling seperti yang tertera pada sampul
dunia dengan misi utama membuka jalur radiogram dan kartu status pasien.
perdagangan sutera dan keramik. Dengan adanya d) Radiogram panoramik diletakkan pada
hal tersebut, nampaknya jiwa bisnis sudah kentara viewer.
pada diri etnis Tionghoa. Prinsip hidup mereka e) Menghitung usia dental dengan metode
adalah kemakmuran. Buktinya adalah, semenjak Willems, dengan cara menilai tahap
ekspedisi Cheng Hoo tersebut, warga etnis perkembangan atau kalsifikasi tujuh gigi
Tionghoa berangsur-angsur berdatangan ke rahang bawah kiri yang dilihat melalui
Indonesia untuk melakukan perdagangan besar- gambaran radiogram panoramik. Masing-
besaran, sebut saja etnis Tionghoa dengan masing gigi tersebut diberikan skor
"pecinan". "Surabaya menjadi sasaran gerakan berdasarkan tahapan kalsifikasi yang
kebangkitan etnis Tionghoa, sebab ada kali dialami. Skor dari tujuh gigi tersebut
Brantas, dan Kalimas sebagai pusat transoprtasi dijumlahkan dan hasilnya merupakan usia
jalur air." Singgahnya etnis Cina di pesisiran Jawa dental.
menghadirkan generasi baru dari mereka yang f) Menghitung perbedaan antara usia dental
menetap dan kawin dengan rakyat pribumi dan usia kronologis. Jika usia dental
(Noordjanah A, 2004). kurang atau lebih dari sama dengan 0,5
tahun maka dianggap sama. Selain itu,
3. METODE PENELITIAN dianggap berbeda.
g) Membandingkan usia kronologis dengan
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian analitik usia dental melalui uji statistik paired t-
observasional. Penelitian ini mengggunakan populasi test untuk mengetahui ada atau tidak
sampel radiograf panoramik anak usia 6-13 tahun etnis perbedaan diantara keduanya.
Tionghoa denan besar sampel 76 yang terdri dari 32 h) Membandingkan usia kronologis dan usia
anak laki-laki dan 44 anak perempuan. dental pada sampel laki – laki dan
Sampel penelitian diambil secara simple perempuan.
random sampling pada radiogram panoramik yang Dari data yang diperoleh, yaitu usia
memenuhi kriteria sebagai berikut: kronologis pasien yang sebenarnya dan perkiraan
a. Radiogram panoramik yang akan diteliti usia pasien berdasarkan metode Willems, akan
merupakan milik anak usia 6 – 13 tahun. diuji apakah terdapat perbedaan yang signifikan.
b. Radiogram panoramik milik subyek yang Uji statistik yang digunakan adalah paired t test.
merupakan keturunan etnis Tionghoa
hingga 3 generasi di atasnya.. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
c. Ketujuh gigi permanen bawah kanan dan
kiri lengkap baik sudah erupsi maupun Penelitian dilakukan terhadap 76 sampel
belum erupsi. yang telah memenuhi kriteria. Berdasarkan

43
JBP Vol. 18, No. 1, April 2016— Shintya Rizki Ayu Agitha
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 18 (2016) pp
© (2016) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil Berdasarkan hasil uji normalitas dengan
sebagai berikut: menggunakan uji One Kolmogorov Smirnov test
diketahui variabel usia kronologis gabungan anak
Tabel 5: Rata-rata dan Standar Deviasi Nilai Usia laki-laki dan perempuan memiliki nilai signifikan
Kronologis dan Usia Dental p=0,096, sedangkan usia dental gabungan anak
laki-laki dan perempuan memiliki nilai signifikan
Pengamatan N Rata-rata ± SD p=0,200. Variabel usia kronologis anak perempuan
Usia Usia memiliki nilai signifikan p=0,034 sedangkan nilai
Kronologis Dental signifikansi usia dental anak-anak perempuan pada
Laki-laki 32 10.86±1.45 10.84±1.47 penelitian ini adalah p=0,022. Variabel usia
Perempuan 44 11.39±1.46 11.14±1.61 kronologis pada anak laki-laki memiliki nilai
Laki-laki + 76 11.17± 1.47 11.01±1.55 signifikansi p=0,200, sedangkan pada variabel usia
Perempuan dental nilai signifikansi sebesar p=0,200. Variabel
Keterangan : SD = Standar Deviasi N= Jumlah usia kronologis laki-laki + perempuan, usia dental
sampel laki-laki + perempuan, usia kronologis laki-laki
dan usia dental laki-laki memiliki nilai signifikansi
Tabel 5 menunjukkan hasil penelitian dari p>0.05 yang menunjukkan bahwa data
76 sampel yang terdiri dari 44 sampel anak berdistribusi normal sehingga dapat dilanjutkan
perempuan dan 32 sampel anak laki-laki. dengan uji komparasi Paired T Test. Variabel usia
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, didapatkan kronologis perempuan dan usia dental perempuan
usia kronologis dari keseluruhan sampel rata-rata mempunyai nilai signifikan p<0.05 yang
11.17 dan standar deviasi 1.47, sedangkan usia menunjukkan bahwa data tidak berdistribusi
dental dari keseluruhan sampel rata-rata 11.01 dan normal sehingga dilanjutkan uji komparasi dengan
standar deviasi 1.55. Pada sampel anak perempuan menggunakan uji Wilcoxon.
didapatkan hasil usia kronologis rata-rata 11.39 dan Tabel 7. Uji Komparasi
standar deviasi 1.46, sedangkan usia dental rata-
rata 11.14 dan standar deviasi 1.61. Pada sampel N Jenis Pengamatan Uji Nilai Ket
o kelamin Kompara signifikansi
anak laki-laki didapatkan hasil usia kronologis . si (p)
rata-rata 10.86 dan standar deviasi 1.45, sedangkan 1 Laki – Usia Paired T 0,126 Tidak
usia dental rata-rata 10.84 dan stadar deviasi 1.47. . laki kronologis Test ada
dengan usia perbeda
Data tersebut diuji normalitas dengan dental an
menggunakan One Kolmogorov Smirnov test untuk 2 Perempu Usia Wilcoxon 0,053 Tidak
. an kronologis ada
mengetahui data berdistribusi normal atau tidak. dengan usia perbeda
Jika hasil uji tersebut menyatakan data dental an
3 Laki – Usia Paired T 0,843 Tidak
berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji . laki + kronologis Test ada
beda Paired Samples T-test. Jika hasil uji Perempu dengan usia perbeda
normalitas menyatakan data tidak berdistribusi an dental an

normal, maka dilanjutkan dengan uji beda


Wilcoxon. Hasilnya adalah sebagai berikut: Keterangan : p<0,05 : signifikan / ada perbedaan
Tabel 6: Uji Normalitas One Kolmogorov yang bermakna ; p>0,05 : tidak signifikan / tidak
Smirnov Test ada perbedaan yang bermakna
No. Jenis Pengamatan Signifi Keterangan
kelamin kasi Berdasarkan hasil uji komparasi dengan
(p)
1 Laki – laki + Usia Distribusi menggunakan uji Paired T Test menunjukkan
0.096
Perempuan Kronologis normal bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara
Usia Dental Distribusi
0.200
normal
usia kronologis laki-laki dengan usia dental laki-
2 Perempuan Usia Distribusi tidak laki dengan nilai p=0,126 (p>0,05), dan tidak ada
0.034
Kronologis normal perbedaan yang signifikan antara usia kronologis
Usia Dental Distribusi tidak
0.022
normal laki-laki+perempuan dengan usia dental laki-
3. Laki-laki Usia
0.200
Distribusi laki+perempuan dengan nilai p=0,843 (p>0,05).
Kronologis normal
Usia Dental Distribusi
Pada variabel usia kronologis perempuan dan usia
0.200 dental perempuan juga telah dilakukan uji
normal
Keterangan: Uji Kolmogorov-Smirnov : p > 0,05 (distribusi komparasi dengan menggunakan uji Wilcoxon
normal), p< 0,05 (distribusi tidak normal) dengan hasil nilai signifikansi p=0,053 (p>0.05)
yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang
44
JBP Vol. 18, No. 1, April 2016— Shintya Rizki Ayu Agitha
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 18 (2016) pp
© (2016) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

signifikan antara usia kronologis perempuan


dengan usia dental perempuan. Hal tersebut Menurut Liem (2000) etnis Tionghoa di
menunjukkan bahwa metode Willems dapat Indonesia yaitu orang Indonesia yang berasal dari
digunakan untuk menghitung estimasi usia pada negara Tiongkok dan sejak generasi pertama/kedua
anak etnis Tionghoa. telah tinggal di negara Indonesia, dan berbaur
dengan penduduk setempat, serta menguasai satu
Tabel 8 Rata-rata usia kronologis, rata-rata usia atau lebih bahasa yang dipakai di Indonesia. Orang
dental dan rata-rata selisih usia kelompok Tionghoa di Indonesia sebenarnya bukan
perempuan merupakan satu kelompok yang berasal dari satu
daerah di negara Cina, tetapi terdiri dari beberapa
suku bangsa yang berasal dari dua propinsi yaitu
Fukien dan Kwantung yang sangat berpencar
daerahnya (Koentjaraningrat, 1971). Menurut
sensus penduduk tahun 2010, kota Surabaya
memiliki penduduk sebanyak 2.765.908 jiwa.
Kepadatan penduduk kota Surabaya adalah sebesar
8.304 jiwa per km2 dengan wilayah seluas 333.063
km2 (Badan Pusat Statistik, 2010). Suku Jawa
adalah suku bangsa mayoritas di Surabaya.
Meskipun Jawa adalah suku mayoritas (83,68%),
tetapi Surabaya juga menjadi tempat tinggal
berbagai suku bangsa di Indonesia, termasuk
Tionghoa sebesar 7,25% dari jumlah penduduk di
Surabaya (Wikipedia, 2015).
Tabel 8 menunjukkan rata-rata selisih usia
Berbagai kejadian yang memakan banyak
dental dengan usia kronologis anak perempuan
korban jiwa, terutama sejak kejadian Bom Bali I
sebesar -0,25. Hal ini berarti bahwa estimasi usia
membuat kegiatan identifikasi korban bencana
dental pada anak perempuan lebih muda 0,258
massal (Disaster Victim Identification) menjadi
tahun dibandingkan dengan usia kronologis.
kegiatan yang penting dan dilaksanakan hampir
berdasarkan tabel 8, rata-rata selisih usia terbesar
pada setiap kejadian yang menimbulkan korban
pada anak perempuan terjadi pada kelompok usia 9
jiwa dalam jumlah yang banyak. Seperti pada kasus
tahun yaitu sebesar 0,95 tahun.
pesawat Air Asia QZ8501 penerbangan dari
Surabaya menuju Singapura yang jatuh di selat
Tabel 9 Rata-rata usia kronologis, rata-rata usia
Karimata pada 28 Desember 2014 dengan jumlah
dental dan selisih usia kelompok laki-laki
korban 162 penumpang dan kru didominasi oleh
etnis Tionghoa yang berasal dari Indonesia
(Wikipedia, 2016). Tujuan utama pemeriksaan
identifikasi pada kasus musibah bencana massal
adalah untuk mengenali korban (Prawestiningtyas
E, dkk, 2009).

Dalam kasus bencana massal, estimasi


usia dapat menjadikan identifikasi korban lebih
sederhana dengan mengelompokkan usia korban.
Bagian tubuh yang umumnya dipakai untuk
estimasi usia adalah skeletal dan gigi. Kematangan
skeletal sebagai media estimasi usia memiliki
Tabel 9 menunjukkan rata-rata selisih usia keterbatasan karena hanya dapat mengestimasi usia
dental dengan usia kronologis anak laki-laki pada rentang usia tertentu dengan simpangan baku
sebesar -0,03. Hal ini berarti bahwa estimasi usia usia yang besar sedangkan gigi sebagai media
dental pada anak laki-laki lebih muda 0,03 tahun estimasi usia memiliki beberapa keunggulan, salah
dibandingkan dengan usia kronologis. Berdasarkan satunya adalah dapat mengestimasi usia pada
tabel 5.5, rata-rata selisih usia terbesar pada anak individu dari usia prenatal sampai usia dewasa
laki-laki terjadi pada kelompok usia 13 tahun yaitu (Putri A.S, dkk, 2013).
sebesar -0,56 tahun.
45
JBP Vol. 18, No. 1, April 2016— Shintya Rizki Ayu Agitha
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 18 (2016) pp
© (2016) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

Usia dental berhubungan erat dengan usia sehingga dapat dilanjutkan dengan uji komparasi
kronologis dalam perkembangan anak. Kalsifikasi Paired T Test. Variabel usia kronologis perempuan
gigi lebih banyak digunakan untuk menilai dan usia dental perempuan mempunyai nilai
maturitas gigi daripada erupsi gigi. Hal ini signifikan p<0.05 yang menunjukkan bahwa data
disebabkan karena kalsifikasi gigi merupakan tidak berdistribusi normal sehingga dilanjutkan uji
proses yang berkesinambungan dan progresif serta komparasi dengan menggunakan uji Wilcoxon.
panduan radiografis dapat dilakukan untuk evaluasi Dari hasil uji komparasi yang telah dilakukan,
gigi pada setiap pemeriksaan (Kurita et al, 2007). didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang
Metode yang dipilih oleh peneliti adalah metode signifikan antara usia kronologis laki-laki dengan
Willems karena menurut beberapa penelitian usia dental laki-laki, tidak ada perbedaan yang
seperti penelitian Willems (2001) pada populasi signifikan antara usia kronologis perempuan
anak Belgia, Ye X et al (2014) pada anak-anak dengan usia dental perempuan, dan tidak ada
populasi Cina, Nikk-Husein N N et al (2011) pada perbedaan yang signifikan antara usia kronologis
populasi anak Malaysia, Ambarkova V et al (2013) gabungan laki-laki+perempuan dengan usia dental
pada populasi anak Yugoslav Republik Macedonia, gabungan laki-laki+perempuan. Hal ini sesuai
metode Willems ternyata lebih akurat jika dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Ye
dibanding dengan metode Demirjian yang juga X et al (2014) bahwa tidak ada perbedaan yang
menggunakan kalsifikasi gigi untuk estimasi usia signikan antara usia kronologis dan usia dental.
anak. Metode Willems merupakan modifikasi dari Penelitian ini menunjukkan rata-rata
metode Demirjian. Pada tahun 2001, Willems selisih usia dental dengan usia kronologis anak
merevisi sistem penilaian metode Demirjian karena perempuan sebesar -0,25 yang berarti bahwa
berdasarkan dari beberapa penelitian yang estimasi usia dental pada anak perempuan lebih
ditemukan dari metode Demirjian hasilnya muda 0,25 tahun dibandingkan dengan usia
mengalami perbedaan usia dental yang tinggi dari kronologis. Sedangkan pada anak laki-laki, rata-
usia kronologis anak (Willems et al, 2001). rata selisih usia dental dengan usia kronologis
Willems memperkirakan usia kronologis sebesar -0,03 yang berarti bahwa estimasi usia
dengan menghitung usia dental yang dilihat dari dental pada anak laki-laki lebih muda 0,03 tahun
tahapan kalsifikasi mahkota dan akar yang dibandingkan dengan usia kronologis. Beberapa
berkaitan dengan penutupan apeks pada tujuh gigi peneliti telah melakukan penelitian yang serupa
permanen rahang bawah kiri., yaitu gigi 31, 32, 33, seperti penelitian yang dilakukan Ye X et al
34, 35, 36, 37. Tahap kalsifikasi dibagi dari A – H (2014) pada populasi anak Cina dengan hasil rata-
dan masing-masing tahapan dari ketujuh gigi rata selisih usia kronologis dengan dental pada
tersebut memiliki skor sendiri. Jumlah skor ketujuh anak laki-laki sebesar 0,36 dan pada anak
gigi tersebut merupakan estimasi usia dental perempuan -0,02, pada penelitian Nik-Husein et al
(Willems et al, 2001). (2011) pada populasi anak Malaysia dengan rata-
Peneliti memilih populasi sampel anak- rata selisih usia dental dengan usia kronologis pada
anak Tionghoa yang berumur 6 – 13 tahun terdiri anak perempuan sebesar 0,1 dan pada anak laki-
dari 44 sampel anak perempuan dan 32 sampel laki sebesar 0,2, pada penelitian Ambarkova V et al
anak laki-laki Pada usia 6 – 13 tahun anak-anak (2014) dengan rata-rata selisih usia dental dengan
mengalami masa gigi pergantian sehingga sesuai kronologis anak laki-laki sebesar 0,52 dan pada
dengan kriteria yang ditentukan Willems. Willems anak perempuan 0,33. Perbedaan hasil penelitian
juga menentukan kriteria sampel lainnya antara ini kemungkinan dapat disebabkan oleh perbedaan
lain: sampel tidak mempunyai riwayat penyakit kultur dan budaya pada masing-masing populasi.
sistemik,kelahiran premature, kelainan kongenital, Selain itu juga dapat disebabkan oleh perbedaan
tidak ada anomali pada pertumbuhan gigi geligi faktor lingkungan, kebiasaan makan yang
rahang bawah sebab dapat mempengaruhi maturasi bervariasi antar populasi, malnutrisi dan sosial-
gigi (Willems,2001). ekonomi yang berdampak pada maturasi gigi dan
Data yang diperoleh diuji normalitas skeletal (Nik-Husein et al, 2011).
dengan menggunakan uji One Kolmogorov Penelitian Willems (2001)
Smirnov sehingga didapatkan hasil bahwa mengemukakan adanya perbedaan hasil penelitian
kelompok variabel usia kronologis laki-laki + pada populasi yang berbeda dikarenakan adanya
perempuan, usia dental laki-laki + perempuan, usia cara pengukuran secara subjektif, hal ini bisa
kronologis laki-laki dan usi dental laki-laki menimbulkan perbedaan hasil observasi apabila
memiliki nilai signifikansi p>0.05 yang pengukuran dilakukan oleh dua orang yang
menunjukkan bahwa data berdistribusi normal berbeda. Hal lain yang mempengaruhi hasil
46
JBP Vol. 18, No. 1, April 2016— Shintya Rizki Ayu Agitha
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 18 (2016) pp
© (2016) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

observasi metode ini yaitu adanya pengaruh asupan terjadi 6 – 12 bulan sebelum menstruasi pertama
gizi. Seperti yang diketahui asupan gizi merupakan pada anak perempuan. Terdapat variasi percepatan
faktor penting dalam proses pertumbuhan dan pertumbuhan yang besar dengan standar deviasi 1
perkembangan gigi geligi. Faktor gizi erat tahun bahkan kadang-kadang dapat terjadi pada
kaitannya dengan tingkat sosial ekonomi usia 16 tahun pada laki-laki. (Rahardjo P, 2009).
seseorang. Individu dengan tingkat sosial ekonomi Pada penelitian Ye X et al (2014)
yang baik menunjukkan waktu erupsi yang lebih didapatkan hasil selisih usia dental dengan usia
cepat dibandingkan dengan individu dengan tingkat kronologis sampel anak laki-laki pada kelompok
sosial ekonomi yang rendah. usia 14 tahun yaitu sebesar 0,84, sedangkan sampel
Maber et al (2006) dan Liversidge (2012) anak perempuan pada kelompok usia 8 tahun
menyatakan bahwa adanya perbedaan hasil sebesar -0.55. Pada penelitian Ambarkova V et al
penelitian dapat disebabkan karena adanya (2014) didapatkan hasil selisih usia dental dengan
perbedaan diantara populasi sampel dan standar usia kronologis sampel anak laki-laki pada
populasi yang berhubungan dengan perbedaan kelompok usia 6 tahun yaitu sebesar 0,76,
variabel meliputi usia, besar sampel, bias sampel, sedangkan sampel anak perempuan pada kelompok
variasi biologis dari populasi sampel, lingkungan, usia 11 tahun sebesar 0,78.
kebiasaan makan dan ketepatan dalam mengevalusi
metode yang digunakan.
Walaupun ada perbedaan hasil penelitian, 5. KESIMPULAN DAN SARAN
selisih usia kronologis dengan usia dental masing-
masing penelitian masih dalam batasan yang Berdasarkan penelitian estimasi usia anak
ditentukan oleh anthropologi forensik yaitu antara pada etnis Tionghoa yang berusia 6 – 13 tahun
±0,5 tahun sampai ±1 tahun baik pada populasi dengan menggunakan metode Willems dapat
anak-anak maupun dewasa (Ambarkova V, 2014). diambil kesimpulan sebagai berikut :
Perbandingan selisih usia kronologis 1. Estimasi usia anak menggunakan metode
dengan usia dental pada kelompok usia sampel Willems dapat diaplikasikan pada populasi
menunjukkan adanya perbedaan selisih usia antara etnis Tionghoa.
sampel laki-laki dan perempuan di masing-masing 2. Terdapat perbedaan selisih usia kronologis
kelompok. Pada sampel anak perempuan rata-rata dengan usia dental antara laki – laki dan
selisih usia kronologis dengan dental terbesar perempuan
terjadi pada kelompok usia 9 tahun yaitu sebesar
0,95 tahun, sedangkan rata-rata selisih usia Penelitian ini memiliki keterbatasan sehingga
kronologis dengan usia dental terbesar pada sampel diperlukan saran untuk perbaikan selanjutnya,
anak laki-laki sebesar -0,56 tahun pada kelompok yaitu:
usia 13 tahun. Adanya perbedaan selisih usia antara 1. Diperlukan penelitian lanjutan untuk
sampel laki-laki dan perempuan ini menunjukkan populasi yang berbeda dengan jumlah
bahwa pada anak perempuan mengalami maturasi sampel yang lebih banyak.
gigi terlebih dahulu daripada anak laki-laki. Hal 2. Diperlukan penelitian mengenai estimasi
ini disesuaikan juga dengan parameter maturasi usia anak dengan menggunakan metode
lainnya pada tahap perkembangan anak perempuan Willems pada etnis lainnnya di Indonesia
seperti tinggi, maturasi seksual, dan perkembangan
skeletal (Nik-Husein, 2011). UCAPAN TERIMA KASIH
Percepatan maturasi gigi yang terjadi
sering dikaitkan dengan proses growth spurt yang 1. Prof.Dr.Mieke Sylvia,
menyebabkan adanya lonjakan usia gigi yang MAR,drg.,MS.,Sp.Ort, selaku
tinggi dalam satu periode usia. Terdapat perbedaan pembimbing utama yang telah
growth spurt pada anak laki-laki dan perempuan, menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran
anak perempuan mengalami growth spurt lebih untuk mengarahkan saya dalam
dulu daripada anak laki-laki. Growth spurt terjadi penyusunan Tesis ini. Terima kasih untuk
pada awal sesudah lahir dan pada usia sekitar 6 – 7 semangatnya.
tahun yang terjadi selama kurang lebih 3 – 4 bulan. 2. Dr.Haryono Utomo,drg.,Sp.Ort, selaku
Percepatan pertumbuhan terjadi kembali pada anak pembimbing serta yang telah
perempuan usia kurang lebih 12 tahun dan 14 tahun menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran
pada anak laki-laki. Beberapa pustaka untuk mengarahkan saya dalam
menyebutkan bahwa percepatan pertumbuhan penyusunan Tesis ini serta mengijinkan

47
JBP Vol. 18, No. 1, April 2016— Shintya Rizki Ayu Agitha
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 18 (2016) pp
© (2016) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

saya untuk penelitian di tempat praktek Demirjian Method and Poliminial


beliau. Functions. J Forensic Sci. 49:1-8.
3. Dr. Ahmad Yudianto,
dr.,Sp.F.,M.Kes.,SH, selaku koordinator Demirjian A, Goldstein H, Tanner JM. 1973. A
program studi Ilmu Forensik yang telah New System of Dental Age Assessment. Hum
banyak membantu selama proses Biol. 45:211–27.
perkuliahan hingga penyusunan Tesis.
4. Adi Hapsoro, drg.,MS, yang telah Finn, S.B. 2003. Clinical Pedodontics.
membantu dalam penghitungan sampel Philadelphia: Saunders Company, Inc. 45-
penelitian. Terima kasih atas saran- 51.
sarannya.
5. Para dosen penguji yang telah Handinoto. 2009. Perkembangan Bangunan Etnis
memberikan saran-saran sehingga Tesis Tionghoa di Indonesia. Jakarta
ini dapat terselesaikan dengan baik.
6. Bapak Koeswo Tritjahjono dan Ibu H.M. Liversidge. 2012. The Assesment and
Wiwiek Rinawanti selaku orang tua, adik Interpretation of Demirjian, Goldstein and
serta seluruh keluarga yang banyak Tanner’s Dental Maturity. Ann Hum Biol
memberikan dukungan moral dan selalu 39(2012) 412-431.
mendoakan.
7. Suami saya tercinta, Eko Susanto, S.ST. Koentjaraningrat, 2002. Manusia Dan Kebudayaan
atas segala semangat, dukungan, Di Indonesia. Jakarta : Penerbit :
kesabaran, dan perhatiannya selama ini Djambatan, hal. 354
sehingga saya bisa menyelesaikan studi
S2 ini. Liem Y. 2000. Prasangka Terhadap Etnis Cina.
8. Putri saya tercinta, Khansa Mayra Fatihah Jakarta:Djambatan.
Rusydah yang selalu membuat saya
semangat untuk menyelesaikan tesis ini Manisha M. Khorate, A.D Dinkar, Junaid Ahmed.
9. Semua dosen dan Bu Emmy di 2014. Accuracy of Age Estimation Methods
Departemen Odontologi Forensik Fakultas from Orthopantomograph in Forensic
Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Odontology: A Comparative Study.
atas bantuan dan pengertiannya selama 234:184.e1-184.e8.
menyelesaikan penelitian.
10. Sahabat-sahabat saya Icha Artyas,drg, M. Maber, H.M. Liversidge, M.P. Hector. 2006.
Okky Marita,drg dan Livia Elsa yang Accuracy of Age Estimationof Radiographic
telah banyak membantu. Methods Using Developing Teeth. Forensic
Sci. Int. 159 (Supxpl 1) S68-S73

DAFTAR PUSTAKA Mc Donald, Avery. 2000. Dentistry for The Child


and Adolescent. Missouri: Mosby –Year
Adams C, Carabott R, Evans S. 2014. Forensic Book, Inc. 184-214.
Odontology: An Essential Guide . 1st ed.
John Moyers, R. E. 2001. Handbook of Orthodontics.
Wiley and Sons, Ltd. p: 138-139. Chicago: Year Book Medical Publisher, Inc.
111-121.
Almonaitiene R, Balciuniene I, Tutkuviene J. 2010.
Factors Influencing Permanent Teeth Nelson SJ, Ash MM. 2010. Wheeler’s Dental
Eruption. Part one – General Factors. Anatomy, Physiology, and Occlusion. 9th Ed.
Stomatologija, Baltic Dental and Elsevier Inc.
Maxilllofacial Journal. 12: 67-72.
Nik-Husein N N, Kai Ming Kee, Peggy Gan. 2010.
Badan Pusat Statistik. 2010. Data Agregat Sensus Validity of Demirjian and Willems Methods
Penduduk Tahun 2010 Provinsi Jawa Timur. for Dental Age Estimation for Malaysian
Children Aged 5-15 Years Old. J Forensic
Chailet N, Demirjian A. 2004. Dental Maturity in Science Internasional. 204:208.e1-208.e6.
South France : A Comparison Between
48
JBP Vol. 18, No. 1, April 2016— Shintya Rizki Ayu Agitha
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 18 (2016) pp
© (2016) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

Noordjanah A. 2004. Komunitas Tionghoa di Willems G. 2001. A Review of The Most Commonly
Surabaya. Surabaya:Mesiass Used Dental Age Estimation Techniques. J.
Forensic Odontostomatol. 19:9–17.
Prawestiningtyas E, Algozi AM. 2009. Identifikasi
Forensik Berdasarkan Pemeriksaan Primer Willems G, Vanolmen A, Spiessens B, Carles C.
dan Sekunder Sebagai Penentu Identitas 2001. Dental Age Estimation in Belgian
Korban pada Dua Kasus Bencana Massal. Children: Demirjian’s Technique Revisited.
Jurnal Kedokteran Brawijaya. Vol XXV. J. Forensic Sci. 46:125–127.
No.2. Agustus 2009.
Ye X, Jianng F, Sheng X, Huang H, Shen X. 2014.
Peedikayil, Faizal C. 2011. Delayed Tooth Dental Age Assesment in 7 – 14 years old
Eruption. e-Journal of Dentistry. Vol 1 Issue Chinnese Children: Comparison of
4: 81-86. Demirjian and Willems Methods. Forensic
Science International 244(2014) 36-41.
Proffit, W. R. and H. W. Fields Jr. 1993.
Contemporary Ortodontics 2nd Ed. St.
Louis:Mosby, Inc

Proffit, W. R. 2000. Contemporary Ortodontics 3rd


Ed. St. Louis:Mosby, Inc

Putri A.S, Nehemia B, Soedarsono N. 2013.


Prakiraan Usia Individu Melalui
Pemeriksaan Gigi Untuk Kepentingan
Forensik Kedokteran Gigi. Jurnal PDGI.
Vol.62.No.3,September-Desember 2013.
Hal 55-63.

Rahardjo, P. 2009. Ortodonti Dasar. Airlangga


University Press. Surabaya.

Singh N, Juneja T. 2007. Textbook of


Orthodontics. Dalam Basic Principles of
Growth. 2nd ed. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers.

Suryadinata L. 1981. Dilema Minoritas Cina.


Jakarta : PT.Grafiti Pers.

Tan, Mely G.1981. Golongan Etnis Tionghoa di


Indonesia. Suatu Masalah Pembinaan
Kesatuan Bangsa. Jakarta : PT Gramedia.
Hal. 8-9.

Wikipedia. 2015. Kota Surabaya. Available


at://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Surabaya.
Accessed 10 Juli 2015.

Wikipedia. 2016. Indonesia Air Asia Penerbangan


8501. Available at:
https://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia_Air
Asia_Penerbangan_8501. Accesed 25 Juli
2016

49
JBP Vol. 18, No. 1, April 2016— Shintya Rizki Ayu Agitha

Anda mungkin juga menyukai