Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Usia

Umur atau usia adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan atau

diadakan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Umur atau usia adalah satuan waktu

yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup

maupun yang mati. Semisal, umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak

dia lahir hingga waktu umur itu dihitung. Oleh demikiran, umur itu diukur dari lahir

hingga masa kini ataupun usia pula diukur dari waktu kejadian hingga masa kini.

(Depkes, 2009)

2.2 Jenis-Jenis Usia

1. Usia kronologis (chronological age)

Usia kronologis merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam

angka dan ditentukan dari jumlah waktu yang telah berlalu sejak seseorang lahir atau

usia yang sesuai dengan tanggal kelahiran. Usia kronologis biasanya diukur dalam

tanggal, bulan, dan tahun kelahiran.

2. Usia biologis (biological age)

Usia biologis mengacu pada keadaan kesehatan tubuh seseorang. Usia biologis

tidak selalu sama dengan usia kronologis (tanggal lahir) bisa lebih muda atau lebih
tua tergantung dari kondisi organ tubuh seseorang. Terdapat tiga bentuk usia biologis

yaitu berdasarkan perkembangan maturitas seksual, skeletal, dan gigi geligi.

1) Maturitas Seksual

Perubahan karakteristik seks sekunder, perkembangan payudara dan

menstruasi pada perempuan, perkembangan penis, testis (alat kelamin) dan

perubahan suara lakilaki serta rambut kemaluan pada kedua jenis kelamin

merupakan tanda maturitas seksual. Ada hubungan kuat antara maturitas

seksual, somatik, dan skeletal, meskipun terdapat beberapa perempuan yang

maturitasnya jauh lebih awal atau lebih lambat dari sesamanya.

2) Maturitas Skeletal

Maturitas skeletal ditentukan dengan cara membuat gambaran radiografi

dari daerah yang terdapat banyak tulang dan diskus epifiseal seperti tulang

pergelangan tangan dari setiap usia anak yang spesifik normal, dipakai sebagai

standar untuk membandingkan kasus seseorang yang diperiksa. Gambaran

standar yang dipakai tersebut adalah radiografi carpal index.


Gambar 2.1. Penggunaan radiografi pergelangan tangan dapat mengetahui
status maturitas skeletal seseorang yang digunakan untuk
memproduksi waktu pubertal growth spurt.

3) Maturitas Gigi

Evaluasi dari status gigi merupakan hal yang sangat penting untuk

prognosa pemeriksaan dari pertumbuhan gigi. Maturitas gigi sering dinyatakan

sebagai indikator maturitas biologis pada pertumbuhan anak-anak karena lebih

relevan. Maturitas gigi dapat ditentukan oleh tahap erupsi dan kalsifikasi gigi.

Kalsifikasi gigi dipakai sebagai kriteria yang lebih realibilitas untuk

menentukan tahap maturitas gigi. Penentuan usia tidak hanya bergantung pada

tahapan akhir dari pembentukan gigi, tetapi juga pada keseluruhan proses dari

mineralisasi gigi.

3. Usia psikologis
Usia psikologis dapat terlihat dari kejiwaan dan mekanisme individu dalam

menangani stres atau masalah. Usia psikologis juga tidak selalu sama dengan usia

kronologis ataupun usia biologis.

Usia psikologis muda identik dengan umur anak-anak yang tidak mampu

menguasai emosinya. Orang yang mampu mengendalikan emosinya dan lebih sabar

menghadapi masalah dinilai memiliki umur psikologis yang lebih tua. Misalkan anak

usia 15 tahun tapi mampu bersikap dewasa maka umur psikologisnya lebih tua dari

umur sebenarnya.

2.3 Tujuan Menentukan Usia

Dalam beberapa keadaan identifikasi usia kronologis penting untuk dilakukan,

baik pada individu tidak bernyawa maupun pada individu bernyawa. Identifikasi usia

pada individu tidak bernyawa dilakukan untuk identifikasi korban kasus kriminal dan

bencana massal seperti, kebakaran, tabrakan, kecelakaan, pembunuhan, dan aborsi

janin. Identifikasi usia pada individu bernyawa dilakukan untuk menilai apakah anak

telah mencapai usia pidana dari tanggung jawab dalam kasus hukum, seperti

pemerkosaan, penculikan, pekerjaan, adopsi, dan imigrasi ilegal, ketika akta kelahiran

tidak tersedia atau diragukan keasliannya (Panchbhai, 2011). Identifikasi usia juga

merupakan bagian penting dalam pertimbangan klinis, seperti pada pediatric,

odontopediatrik dan ortodontik (Toms et al., 2014).

2.4 Metode Perkiraan Usia Dental


Radiologi memainkan peran yang sangat penting dalam penentuan umur

manusia. Gambaran radiografi yang digunakan dalam proses estimasi usia,

merupakan salah satu alat penting dalam identifikasi pada ilmu forensik. Sejak tahun

1982, radiografi gigi yang merupakan teknik non-destruktif dan sederhana yang

digunakan sehari-hari di praktek dokter gigi, telah digunakan dalam metode estimasi

umur. Metode berdasarkan tahapan pembentukan gigi pada radiografi tampaknya

lebih tepat dalam penilaian usia daripada berdasarkan perkembangan skeletal karena

perkembangan dan klasifikasi gigi lebih dikontrol oleh gen dibanding faktor

lingkungan. Gigi kurang terpengaruh terhadap perubahan nutrisi, hormon dan

patologis, terutama pada anak-anak. estimasi umur pada anak-anak dapat didasarkan

pada analisis radiografi tahap perkembangan dari elemen gigi. Terdapat berbagai

metode untuk memperkirakan usia yang dibagi menjadi 3 tahap (Panchbhai, 2011).

2.4.1 Prenatal, Neonatal, dan Postnatal

Secara radiografi, mineralisasi gigi insisif sulung dimulai pada minggu keenam

belas kehidupan intrauterin. Sebelum mineralisasi benih gigi dimulai, benih gigi

mungkin terlihat sebagai daerah radiolusen pada radiograf; radiografi berikutnya

mandibula akan menggambarkan gigi sulung dalam berbagai tahap mineralisasi

sesuai usia pra-natal janin (Gambar 2.2). Radiograf mandibula janin diambil pada

minggu kedua puluh enam kehidupan intrauterin menunjukkan mineralisasi yang

cepat di gigi anterior. Terlihat outline mineralisasi dua cusp molar pertama sulung,
outline satu cusp molar kedua sulung dan crypt molar pertama permanen (Gambar

2.3) (Panchbhai, 2011).

Gambar 2.2. Radiograf rahang atas dan bawah dari janin pada minggu keenam belas
kehidupan intrauterin memperlihatkan mineralisasi inisial dari insisif
sulung (Panchbhai, 2011).

Gambar 2.3. Representasi diagram radiograf mandibula janin pada minggu kedua
puluh enam kehidupan intrauterin menunjukkan mineralisasi yang cepat
di gigi anterior (Panchbhai, 2011).
Radiografi mandibula pada janin diambil saat minggu ketiga puluh kehidupan

intrauterin yang menunjukkan penyelesaian 3/5 mahkota untuk gigi anterior. Bonjol

gigi molar pertama sulung menunjukkan penyatuan. Gigi molar kedua sulung dengan

lima bonjol sudah terlihat, sedangkan tidak ada bukti mineralisasi pada gigi molar

pertama permanen (Gambar 2.4). Pada foto radiografi pada janin yang baru lahir

menunjukkan bonjol yang telah menyatu sepenuhnya untuk gigi molar pertama dan

kedua sulung, untuk gigi molar kedua sulung tidak ada kesinambungan melewati

permukaan oklusal. Dalam crypt gigi molar pertama permanen, terdapat bukti salah

satu ujung bonjol mesial (Gambar 2.5) (Panchbhai, 2011).

1. Tahapan oleh Kraus dan Jordan

Kraus dan Jordan mempelajari mineralisasi pada berbagai macam gigi sulung

sebagaimana pada gigi molar pertama permanen. Perkembangan ini menjelaskan

dalam sepuluh tahapan,ditandai dengan bilangan romawi dari I sampai X; tahap IX

meliputi tiga tahap dan tahap X meliputi lima tahap. Kraus dan Jordan menyelesaikan

studinya pada tahap mineralisasi gigi pada kehidupan intrauterine (Gambar 2.6)

(Panchbhai, 2011).
Gambar 2.4. Representasi radiografi mandibula pada janin pada minggu ketiga puluh
intrauterin menunjukkan penyelesaian 3/5 mahkota untuk gigi anterior,
menyatunya bonjol gigi molar pertama sulung, lima bonjol pada gigi
molar kedua sulung dan crypt gigi molar pertama permanen dengan
tidak
ada bukti mineralisasi (Panchbhai, 2011).

Gambar 2.5. Representasi radiografi mandibula pada janin yang baru lahir
menunjukkan penyelesaian penyatuan bonjol bagi gigi molar pertama
dan kedua sulung, dan dalam ruangan gigi molar permanen pertama
terdapat bukti salah satu ujung bonjol mesial (Panchbhai, 2011).

Gambar 2.6. Tahap perkembangan gigi molar sulung rahang bawah oleh Kraus dan
Jordan. Perkembangan ini di deskripsikan dalam sepuluh tahap dengan
bilangan romawi dari I sampai X ; tahap IX meliputi tiga tahap dan
tahap
X meliputi lima tahap (Panchbhai, 2011).
2.4.2 Anak-Anak dan Remaja

1. Metode Schour dan Masseler


Pada tahun 1941, Schour dan Masseler mempelajari tentang perkembangan gigi

sulung dan gigi permanen, menjelaskan 21 langkah secara kronologis dari usia 4

bulan sampai 21 tahun dan menerbitkan diagram numerik dari perkembangan gigi

sulung dan gigi permanen. The American Dental Association (ADA) secara berkala

memperbarui diagram ini dan menerbitkannya pada tahun 1982 (Panchbhai, 2011).

Gambar 2.7. Diagram perkembangan gigi oleh Schour dan Masseler (The American
Dental Association, 1982), (y: tahun; miu: bulan dalam kandungan; m:
bulan) (Panchbhai, 2011).
Tahapan kalsifikasi gigi pada radiografi sesuai standar yang dilakukan oleh

Logan dan Kronfield pada tahun 1933. Grafik ini dilakukan tidak dengan survei

terpisah untuk laki-laki dan perempuan (Panchbhai, 2011).

Gambar 2.8. Potongan gambar radiografi menunjukan beberapa tahapan


perkembangan gigi sesuai usia seseorang (y: tahun; m: bulan)
(Panchbhai, 2011).
2. Metode Moores, Fanning and Hunt

Tahun 1963, Moores, Fanning dan Hunt menunjukkan metode estimasi usia

berdasarkan perkembangan gigi individu. Pada metode ini, perkembangan gigi

dipelajari didalam 14 tahap mineralisasi untuk perkembangan gigi permanen akar

tunggal dan akar jamak dan rata-rata usia untuk tahap yang terkait. Moores dkk

menggunakan radiograf panoramik atau radiograf oblique lateral untuk penelitian ini.

Usia paling muda dalam penelitian adalah 6 bulan dan data juga termasuk pada

perkembangan gigi molar ketiga. Perkembangan pada perempuan lebih cepat dari

laki-laki dan tahap-tahap pembentukan akar menunjukkan variasi daripada

pembentukan mahkota (Panchbhai, 2011).

Metode ini dianggap berguna bagi populasi abad pertengahan karena salah

satunya dapat memperkirakan usia individu menggunakan molar ketiga, yang

merupakan fokus untuk sampel abad pertengahan sebagai bagian dari penelitian saat

ini (Goltz, 2016).


Gambar 2.9. Perkembangan gigi dengan akar tunggal (Goltz, 2016)

Gambar 2. 10. Tahap Pembentukan Gigi Akar Jamak. pembentukan awal bonjol
(Ci), bonjol-bonjol bersatu (Cco), outline bonjol terbentuk sempurna
(Coc), setengah mahkota terbentuk sempurna (Cr1/2), tiga perempat
mahkota terbentuk sempurna (Cr3/4), mahkota terbentuk sempurna
(Crc), pembentukan awal akar (Ri), pembentukan awal celah (Cli),
seperempat panjang akar (R1/4), setengah panjang akar (R1/2), tiga
perempat panjang akar (R3/4), panjang akar terbentuk sempurna (Rc),
penutupan setengah apeks (A1/2), penutupan apeks sempurna (Ac)
(Panchbhai, 2011).

3. Demirjian, Goldstein, dan Tanner

Metode Demirjian, Goldstein dan Tanner menilai tujuh gigi permanen mandibula

dengan urutan: molar kedua, molar pertama, premolar kedua, premolar pertama, caninus,

insisivus lateral dan insisivus sentral dan ditentukan delapan tahap mineralisasi gigi dan juga

tahap nol untuk tahap non-appearance (Gambar 2.11) sebagai berikut (Panchbhai, 2011).
Rating 0 diberikan jika tidak ada tanda-tanda kalsifikasi; pembentukan crypt tidak

dipertimbangkan. Deskripsi tahap:


1) Tahap (A), dapat dilihat baik pada gigi uniradikular atau multiradikular, sebuah

awal kalsifikasi terlihat pada tingkat superior dari kripta dalam bentuk kerucut

terbalik atau kerucut. Tidak ada fusi dari titik kalsifikasi ini;
2) Tahap (B), fusi dari titik kalsifikasi membentuk satu atau lebih cusp yang bersatu

untuk memberikan outline permukaan oklusal yang teratur, atau cusp

termineralisasi bersatu sehingga morfologi koronal dewasa terdefinisi dengan baik;


3) Tahap (C), mahkota setengah terbentuk, ruang pulpa jelas, deposisi dentin terjadi;
4) Tahap (D), pembentukan mahkota selesai sampai ke cemento-enamel junction,

ruang pulpa memiliki bentuk trapezoid dan awal pembentukan akar terlihat;
5) Tahap (E), awal terbentuknya bifurkasi radikuler terlihat, panjang akar masih

kurang dari ketinggian mahkota;


6) Tahap (F), ujung apex dalam bentuk corong; panjang akar sama dengan atau lebih

besar dari ketinggian mahkota;


7) Tahap (G), dinding saluran akar paralel dan akhir apikal masih sebagian terbuka;
8) Tahap (H), akhir apikal saluran akar tertutup sempurna; membran periodontal

memiliki lebar seragam di sekitar akar dan apeks (Panchbhai, 2011).


Gambar 2.11. Tahap tumbuh kembang tujuh gigi mandibula region kiri
(Demirjian, et al, 1973).

Tabel 2.1. Nilai dari berbagai macam pembentukan 7 gigi mandibula region kiri
(Demirjian, et al, 1973).

4. Metode Nolla

Metode Nolla mengevaluasi mineralisasi gigi permanen dalam 10 tahap.

Metode ini bisa digunakan untuk menilai perkembangan setiap gigi maksila maupun

mandibula. (Panchbhai. 2011)


Gambar 2.12. Sepuluh tahapan mineralisasi gigi (Panchbhai, 2011)

Foto radiografi dari pasien dicocokan dengan angka perbandingan. Setelah

setiap gigi diidentifikasi dan ditentukan angkanya, total yang dihasilkandari gigi-gigi

maksila dan mandibular kemudian total angkanya dicocokan dengan table Nolla.

Keuntungan dari metode ini, dapat diaplikasikan pada individu yang mempunyai atau

tidak mempunhyai molar ketiga pada perempuan dan laki-laki dapat ditangani secara

terpisah. (Panchbhai. 2011)


Tabel 2.2 Tabel umur untuk gigi rahang atas dan rahang bawah termasuk molar
ketiga perempuan dan laki-laki menurut Nolla (Panchbhai. 2011)

5. Estimasi Usia Menggunakan Apeks Terbuka

Salah satu jenis metode estimasi usia yaitu dengan menggunakan open apices

atau apeks terbuka. Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat hubungan antara

usia dengan pengukuran bukaan apeks pada gigi. Satu studi meneliti hubungan ini

pada anak-anak Itali pada usia 5-15 tahun menggunakan radiograf panoramik yang

kemudian akan dilakukan digitizing (Panchbhai 2011).


Penelitian tersebut menilai tujuh gigi permanen mandibula kiri. Jumlah gigi

yang memiliki perkembangan akar lengkap dengan ujung akar yang telah tertutup

sempurna dihitung (N0). Pada gigi dengan perkembangan akar yang belum lengkap,

yaitu adanya bukaan akar, dihitung jarak antara sisi dalam dari apeks terbuka. Untuk

gigi dengan dua akar, jumlah jarak antara bagian dalam kedua bukaan akar dievaluasi

(Panchbhai 2011).
Gambar 2.13. Cara pengukuran jarak apeks terbuka (A) dan panjang gigi (L)
(Panchbhai, 2011)

Perbesaran dihilangkan dengan melakukan pengukuran dari apeks terbuka

kemudian dibagi dengan panjang gigi (L) dari setiap gigi dan dilakukan pengukuran

normalisasi dari tujuh gigi yang digunakan untuk estimasi usia. Maturitas dental

dikalkulasikan sebagai jumlah dari apeks terbuka yang telah ternormalisasi (s) dan

jumlah gigi dengan pertumbuhan akar lengkap (N0). Nilai tersebut kemudian

disubstitusikan pada rumusan berikut:


Usia=8.971+ 0.375 g+ 1.6315+ 0.674 N 01.034 s0.176 s . N 0

Pada rumusan ini variabel yang sama dengan 1 untuk laki laki, dan 0 untuk

perempuan (Panchbhai 2011).

2.4.3 Dewasa

1. Metode Rasio Pulp-To-Tooth Oleh Kvaal

Pada metode ini rasio pulp-to-tooth dihitung dari 6 gigi rahang atas dan 6 gigi

rahang bawah yaitu gigi insisiv sentral dan lateral, premolar kedua rahang atas,
insisiv lateral rahang bawah, kaninus mandibular dan premolar pertama rahang

bawah.

Bagian yag dihitung adalah panjang pulp-root (R), panjang pulp-tooth (P),

panjang tooth-root (T), lebar pupl-root pada CEJ (A), lebar pulp-root dipertengahan

akar (C), lebar pupl-root pada titik tengah antara C dan A (B).

Metode ini dilakukan dengan menggunakan radiografi periapikal intraoral,

hitung nilai rata-rata dari semua rasio selain T (M), nilai rata-rata lebar rasio B dan C

(W), dan nilai rata-rata panjang rasio P dan R (L), dan dimasukkan pada rumus:

Age = 129,8 (316,4 x M) (6,8 x (W -L))

Gambar 2.14. Pengukuran rasio panjang akar, panjang gigi, lebar pulpa dan lebar
akar pada metode Kvaal (Panchbhai, 2011)

2. Indeks Koronal Kavitas Pulpa

Indeks koronal kavitas pulpa/ rongga pulpa: Korelasi antara pengurangan

rongga pulpa koronal dan usia kronologis diperiksa dalam sampel dari 846 gigi utuh
dari 433 individu yang diketahui usia dan jenis kelamin menggunakan foto panorama

X-ray. (Drusini 2008)

Untuk setiap radiografi, hanya premolar rahang bawah dan molar yang

dianggap sebagai gigi rahang bawah yang lebih terlihat daripada yang rahang atas.

Sisi dimana ruang pulpa (pulp chamber) adalah lebih terlihat yang terpilih. radiografi

panoramik digunakan untuk mengukur panjang (mm) dari mahkota gigi (CL, crown

length panjang koronal) dan panjang (mm) dari rongga pulpa koronal (CPCH,

coronal pulp cavity height or length) (Gambar 2.15). Indeks gigi koronal (TCI/ tooth

coronal index) dihitung untuk setiap gigi dan kemundurannya pada sampel usia nyata.

(Drusini 2008)

Analisis regresi linier sederhana dilakukan oleh regresi proporsional koronal

panjang rongga pulpa pada usia yang sebenarnya untuk setiap kelompok gigi untuk

pria dan wanita dan untuk sampel gabungan. (Panchbhai 2011)

Gambar 2.15 Panjang Koronal (Coronal Length/ CL) dan Panjang atau Tinggi dari
Kavitas Pulpa (Coronal Pulp Cavity Height or Length/ CPCH) untuk
Gigi Premolar dan Molar. (Panchbhai, 2011)
3. Metode Harris dan Nortje

Harris dan Nortje menyatakan ada lima stage dari perkembangan akar M3

yang mengubungkan antara rata rata umur dengan rata rata panjang :

1) Stage 1 = 15.8 +/- 1.4tahun, 5.3 +/- 2.1 mm

2) Stage 2 = 17.2 +/- 1.2tahun, 8.6 +/- 1.5mm

3) Stage 3 = 17.8 +/- 1.2tahun, 12.9 +/- 1.2 mm

4) Stage 4 = 18.5 +/- 1.1tahun, 15.4 +/- 1.9 mm

5) Stage 5 = 19.2 +/- 1.2tahun, 16.1 +/- 2.1 mm

Gambar 2.16. Tahap perkembangan akar gigi M3 rahang bawah metode Harris dan
Nortje (Panchbhai, 2011)

4. Sistem Van Heerden

Van Heerden melakukan penilaian terhadap perkembangan akar mesial dari gigi

molar ketiga untuk menentukan umur seseorang. Van Heerden mendeskripsikan


perkembangan akar mesial dalam 5 tahap menggunakan radiografi panoramik. Laki-

laki dan perempuan dipantau secara terpisah, dan diantara laki-laki dan perempuan

tidak ditemukan perbedaan secara signifikan.

Tabel 2.3. Tahap perkembaangan akar mesial gigi molar ketiga Metodee Van
Heerden (Panchbhai, 2011)
DAFTAR PUSTAKA

Demirjian, A. et al. (1973) Demirjian, A., A New System Of Dental Age Assessment ,
Human Biology, 45:2 (1973:May) p.211. 2.
Depkes RI (209). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Republik
Indonesia.
Drusini, A., 2008. The Coronal Pulp Cavity Index: A Forensic Tool for Age
Determination in Human Adults . , 14, pp.235249.
Goltz, RA. 2016. A Comparison of Four Methods of Dental Age Estimation and Age
Estimation from the Risser Sign of the Iliac Crest. Eastern Michigan University.
Panchbhai, A. S. (2011) Dental radiographic indicators , a key to age estimation.
[Online] (March 2010), 199212.
Toms, L. F. et al. (2014) The accuracy of estimating chronological age from
Demirjian and Nolla methods in a Portuguese and Spanish sample. BMC oral
health. [Online] 14 (1), 160. [online]. Available from:
http://bmcoralhealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/1472-6831-14-160.

Anda mungkin juga menyukai