Anda di halaman 1dari 8

IDENTIFIKASI UMUR MANUSIA MELALUI PEMERIKSAAN

GIGI

Ofta Syaifulah Setiawan

Meilan Arsanti, M. Pd

ABSTRAK

Indonesia secara geografis merupakan salah satu negara dengan ancaman bencana
alam terbesar di dunia. Korban bencana alam yang ditimbulkan perlu
diidentifikasi untuk memperoleh identitasnya. Selain bencana alam, tentunya
diperlukan identifikasi korban seperti dari kasus pembunuhan. Bagian tubuh
korban yang biasa diambil untuk diidentifikasi sehingga diperoleh identitasnya
yaitu bagian gigi karena gigi bersifat stabil, dapat mengidentifikasi semua umur,
dan tidak mudah rusak. Metode yang dapat dilakukan untuk identifikasi umur
individu melalui pemeriksaan gigi yaitu metode Demirjian, metode Nolla, dan
metode Gustafson. Berbagai metode identifikasi umur melalui pemeriksaan gigi
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Aspek akurasi dan ketepatan
hasil analisis merupakan hal yang sangat penting dalam penentuan ini.

Kata Kunci: Gigi, Demirjian, Nolla, Gustafson, Forensik

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang berdasarkan geografis terletak diantara


dua benua dan dua samudra, selain itu Indonesia juga memiliki banyak gunung
sehingga membuat Indonesia merupakan salah satu negara dengan rawan bencana
alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan lain-lain. Adanya
bencana alam ini tentunya menimbulkan jumlah korban yang tidak sedikit.
Korban yang ditimbulkan biasanya tidak dapat langsung ditemukan setelah
bencana alam terjadi. Bahkan bisa bertahun-tahun agar korban dapat ditemukan,
oleh karena itu identifikasi korban ini diperlukan guna untuk memperoleh
identitas korban yang ditemukan seperti penentuan umur korban (Prawestiningyas
& Algozi, 2009).
Penentuan usia dalam dunia kedokteran forensik terkadang diperlukan di
beberapa tempat seperti penentuan umur pada orang yang masih hidup, maupun
yang telah meninggal. Penentuan umur ini biasanya dilakukan oleh dokter
forensik. Hal ini perlu dilakukan untuk membantu penegakan hukum di Indonesia
seperti kasus pembunuhan, kasus pemalsuan dokumen data diri, imigrasi, dan
lain-lain (Putri & Nehemia, 2013). Penentuan usia dalam penegakan hukum juga
diperlukan untuk memastikan apakah suatu individu termasuk kedalam kategori
anak-anak atau orang dewasa sehingga penegakan hukum berjalan seadil-adilnya
(Indriati, 2010).

Dalam identifikasi umur individu yang telah meninggal, biasanya terdapat


pada kasus pembunuhan. Sampel yang biasa diambil yaitu tulang atau gigi.
Sampel tulang yang digunakan terkadang memiliki kelemahan yaitu hanya dapat
mengidentifikasi pada rentang umur tertentu karena tulang manusia dapat berubah
dan menyatu seiring bertambahnya umur. Sedangkan sampel gigi yang digunakan
memiliki kelebihan salah satunya yaitu dapat mengidentifikasi umur individu
dimulai dari usia dalam kandungan hingga usia dewasa (Sarkar, et al., 2012). Gigi
mempunyai peran di bidang kedokteran gigi forensik, yaitu dalam proses
identifikasi individu. Gigi dapat digunakan untuk menentukan identitas seseorang
yang meninggal karena kecelakaan, kejahatan, ataupun karena bencana alam
karena gigi merupakan material biologis yang paling tahan terhadap perubahan
lingkungan. Dani semua jaringan keras pada tubuh manusia, gigi memiliki
kelebihan yaitu stabil dan tidak mudah rusak selama penyimpanan. Berdasarkan
pengalaman di lapangan, gigi mempunyai kontribusi tinggi dalam menentukan
identitas (Apriyono, 2016). Identifikasi umur individu biasanya dilakukan dengan
metode pemeriksaan klinis, radiografis, histologis, atau biokimiawi (Herschaft, et
al., 2011).

METODE

1. Metode Demirjian
Metode Demirjian merupakan metode yang berdasar pada tahapan
perkembangan 7 gigi permanen rahang bawah kiri melalui foto rontgen
panoramik, didasarkan pada kriteria bentuk dan nilai relatif, dan bukan pada
panjang mutlak gigi.

Gambar 1. Tahap klasifikasi gigi permanen menurut Demirjian


Metode ini didasarkan pada estimasi usia kronologis yang disederhanakan
dengan membatasi jumlah tahapan perkambangan gigi menjadi delapan
tahapan dan memberinya skor mulai dari “A” hingga “H”. depalan tahapan
tersebut mewakili klasifikasi masing-masing gigi, dimulai dari klasifikasi
mahkota dan akar hingga penutupan apeks gigi (Demirjian, et al., 1973).
Pemberian skor setiap gigi dan setiap tahap perkembangan berasal dari metode
Tanner yang menggambarkan Maturasi tulang (Tanner, et al., 1962).
Pemberian skor terbatas pada tujuh gigi permanen pertama kuadran kiri bawah
dan dibandingkan dengan representasi grafis tahap perkembangan. Setiap tahap
perkembangan memiliki kriteria khusus dan satu, dua, atau tiga kriteria tertulis.
Jika hanya terdapat satu kriteria, harus dipenuhi untuk mencapai tahap tertentu,
jika terdapat dua kriteria maka dianggap terpenuhi jika yang pertama telah
ditemukan, jika terdapat tiga kriteria maka dua yang pertama harus ditemukan
agar dianggap terpenuhi. Analisis statistik skor maturasi digunakan untuk
masing-masing gigi dari tujuh gigi dari tiap-tiap tahap dari 8 tahap
perkembangan. Standar penghitungan anak laki-laki dan perempuan dipisah.
Demirjian menggunakan penilaian gigi yang diubah ke dalam skor dengan
menggunakan tabel untuk anak laki-laki dan anak perempuan secara sendiri-
sendiri. Semua skor untuk masing-masing gigi dijumlah dan skor maturasi
dihitung. Skor maturasi kemudian dikonversi langsung ke dalam usia gigi
dengan menggunakan tabel konversi.
2. Metode Nolla
Metode Nolla merupakan metode yang membagi klasifikasi gigi permanen
menjadi 10 tahapan dimulai dari terbentuknya benih gigi sampai dengan
penutupan foramen apikal gigi. Pembentukan crypte hingga penutupan apeks
akar gigi yang dapat dilihat pada foto radiografi disebut tingkat 1, dan
selanjutnya sampai penutupan apeks akar gigi adalah tingkat 10. Masing-
masing tahapan juga diberi nilai skor. Dengan foto panoramik, cukup
menggunakan satu sisi dengan mengabaikan geraham 3, gigi permanen rahang
atas dan rahang bawah dianalisis, dicocokkan tahapannya dan diberi skor. Skor
masing-masing tahapan ditotal. Metode Nolla juga menggunakan tabel
konversi (Nolla, 1960).
Gambar 2. Tahap klasifikasi gigi menurut Nolla
3. Metode Gustafson
Metode Gustafson merupakan metode penentuan usia berdasarkan
perubahan makrostruktural gigi geligi dengan skala nilai 0-3. Metode
gustafson terdiri dari 6 tahapan yaitu derajat atrisi, jumlah dentin sekunder,
posisi perlekatan ginggiva, derajat resorpsi akar, transparansi dentin akar,
dan ketebalan sementum. Nilai masing-masing perubahan dijumlahkan (X)
dan kemudian disubtitusikan pada rumus Y = 3,52X + 8,88. Sampel yang
digunakan adalah gigi insisivus.
Gambar 3. Gambaran perubahan jaringan keras gigi menurut Gustafson
PEMBAHASAN
Penentuan usia gigi bertujuan untuk menyediakan data rentang usia yang
cukup akurat. Metode yang digunakan harus memiliki standar deviasi serendah
mungkin dan divalidasi dalam kelompok populasi spesifik. Akurasi dan ketepatan
hasil yang didapat dari identifikasi umur berdasarkan gigi bergantung pada
metode yang sesuai dengan keadaan tertentu. Oleh karena itu diperlukan lebih dari
satu metode dalam mengidentifikasi umur individu melalui pemeriksaan gigi
sehingga diperoleh hasil yang lebih akurat lagi (Senn & Stimson, 2010). Kondisi
individu dan kondisi sampel yang akan digunakan juga mempengaruhi metode
yang lebih tepat dalam menentukan umur individu.
Metode Demirjian merupakan penilaian kualitatif mengenal bentuk dan
ukuran sebuah gigi. Metode ini telah luas di- gunakan sejak tahun 1973 karena
mudah, hanya melibatkan 7 gigi permanen bawah, yaitu gigi insisivus 1-2,
kaninus, premolar 1-2, dan geraham 1-2. Metode ini dapat menentukan usia antara
3-16 tahun. Masalah yang sering menjadi kendala metode ini adalah subjektivitas
interpretasi gambaran rontgen dan penggunaannya di populasi berbeda. Demirjian
telah berupaya meminimalkan masalah tersebut dengan penjelasan lebih detail
definisi tiap tahapan perkembangan gigi dan memberikan contoh gambaran
radiografiknya, tetapi hal tersebut masih tergantung kesepahaman antar peneliti.
Validitas metode Demirjian telah diuji untuk berbagal populasi seluruh dunia dan
hasilnya berbeda. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi adalah faktor
genetik, variasi umur, jenis kelamin, dan ras/etnik. Karenanya disarankan
penyesuaian jika digunakan di populasi berbeda. Sebagian besar peneliti
melakukan penyesuaian mengubah bobot nilai maturasi masing-masing gigi dan
membuat model regresi berdasarkan masing-masing populasi.
Metode Nolla menggunakan 10 tahapan perkembangan gigi mulai
pembentukan benih gigi hingga pembentukan akar gigi. Metode ini cukup
sederhana karena hanya mencocokkan gambaran gigi di hasil x-ray dengan
gambaran 10 tahapan yang sudah dipublikasikan. Kendala penggunaan metode ini
adalah subjektivitas interpretasi gambaran sinar-X khususnya pada 1/3
pembentukan akar dan penggunaannya pada populasi yang berbeda.
Metode Gustafson sering digunakan untuk menentukan usia orang dewasa
melalui pemeriksaan histologi dengan melihat perubahan struktur gigi. Metode ini
dapat memberikan hasil yang cukup baik, meskipun penggunaan metode tersebut
oleh beberapa peneliti lain menghasilkan standar error hingga 7,03 tahun. Akan
tetapi, prinsip evaluasi histologi perubahan gigi yang diperkenalkan oleh
Gustafson menjadi dasar bagi penetili lain untuk meningkatkan akurasi metode
penentuan usia.
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa berbagai metode
identifikasi umur melalui pemeriksaan gigi memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Aspek akurasi dan ketepatan hasil analisis merupakan hal yang
sangat penting dalam penentuan ini. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih
lanjut dalam mengidentifikasi umur manusia melalui pemeriksaan gigi agar
diperoleh metode yang lebih akurat, lebih tepat, dan memberikan hasil yang
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Apriyono, D. K., 2016. Metode Penentuan Usia Melalui Gigi dalam Proses
Identifikasi Korban. Teknik, Volume 43(1), pp. 71-74.
Demirjian, Goldstein & Tanner, 1973. A New System of Dental Age Assessment.
Human Biology, Volume 45, pp. 211-221.
Herschaft, E. et al., 2011. Manual of Forensic Odontology. Florida: CRC Press.
Indriati, 2010. Identifikasi Rangka Manusia, Aplikasi Antropologi Biologis dalam
Konteks Hukum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Nolla, 1960. The Development of Permanent Teeth. Journal Dental Child,
Volume 27, pp. 254-266.
Prawestiningyas & Algozi, 2009. Forensic Identification Based on Both Primary
and Secondary Examination Priority in Victim Identifiers on Two
Different Mass Disaster Cases. Jurnal Kedonteran Brawijaya, 25(2), pp.
87-94.
Putri & Nehemia, 2013. Prakiraan Usia Individu Melalui Pemeriksaan Gigi untuk
Kepentingan Forensik Kedokteran Gigi. Jurnal PDGI, Volume 62(3), pp.
55-63.
Sarkar, Kailasam & Kumar, M., 2012. Accuracy of Estimation of Dental Age in
Comparison with Chronological Age in Indian Population e A
Comparative of Two Formulas. Journal Forensic anf Legal Medicine , pp.
1-4.
Senn & Stimson, 2010. Forensic Dentistry Second Edition. Florida: CRC Press.
Tanner, Whitehouse & Healy, 1962. A New System for Estimating Skeletal
Maturity form Hand and Wrist with Standards Derived from a Study of
2600 Healthy British Children. Paris: Centre International de IEnfrance.

Anda mungkin juga menyukai