Penerbit
KONSORSIUM PENDIDIKAN
NUSANTARA UTAMA (KPNU)
Sekretaris Redaksi
Ghufron Asruri
Keuangan
Muslim
Pemasaran
Tus Mundzir
Terbit tiap tiga bulan sekali
Dicetak oleh :
Rivacom
KEPENTINGAN SESAAT
Ada banyak cara untuk
mempengaruhi orang agar
Ustadz, ramai di media sosial perbedatan masalah hukum membaca Al-Quran dengan
langgam Jawa. Ada yang mengharamkan dan ada juga yang membolehkan. Lalu bagaimana
tanggapan ustadz dalam masalah ini, apakah hukumnya boleh atau tidak?
Mohon penjelasan yang adil dan seimbang serta mencerahkan. Terima kasih.
Wassalam
Dalam masalah ini memang wajar terjadi perbedaan pandangan di antara banyak pihak.
Sesama pihak-pihak yang memang ahli di bidang ilmu baca Al-Quran, yaitu para qari dan
ulama qiraat pun kita menemukan perbedaan pendapat.
Dan lucunya, perbedaan pendapat ini pun menular juga di kalangan yang bukan ahlinya,
yaitu mereka yang bukan qari' dan bukan pula ulama ahli qiraat. Mereka yang boleh jadi
baca Qurannya pun masih ngalor-ngidul, blang bentong tidak karuan, tetapi tiba-tiba
merasa menjadi ahli qiraat nomor wahid. Mereka ini dengan mudahnya menuding-nuding
kesana kesini dan menyalah-nyalahkan siapa pun yang dianggapnya berseberangan cara
pandang.
Kita harus maklum dengan kelakuan kalangan awam yang rasa sok tahu ini. Apalagi ada
juga yang mengakit-ngaitkannya dengan urusan politik, sampai saya juga dapat SMS yang
mengingatkan bahwa Indonesia layak dapat adzab dan dihancurkan Allah gara-gara
Majalah NU ARUS BAWAH | EDISI 2, TRIWULAN JUNI – AGUSTUS 2015
pemerintah dzalim membiarkan masalah ini.
Sekilas buat sebagian kita mendengarkan Al-Quran dibaca dengan langgam Jawa ini
memang terasa aneh. Karena biasanya yang kita dengar semuanya nada-nada bacaan Al-
Quran itu khas timur tengah (middle east). Tetapi kali ini nada-nadanya punya nuansa khas
tanah air, yaitu nada-nada Jawa. Buat yang biasa mendengarkan wayang, terasa ini bukan
bacaan Al-Quran tetapi tembang-tembang khas di pewayangan.
Sehingga wajar bila ada yang terlalu mudah main haramkan saja, khususnya bila yang
mendengar itu orang-orang Arab sana. Jangankan kuping mereka, kuping kita yang asli
made in Indonesia pun merasa rada aneh. Tetapi apakah sekedar merasa aneh lantas
hukumnya jadi haram?
Dalam hal ini sebaiknya kita yang awam ini jangan terlalu mudah main bikin fatwa sendiri.
Ada baiknya kita serahkan kepada para ulama ahli qiraat yang memang ahlinya. Kalau pun
ada perbedaan pendapat dari mereka, setidaknya kita tidak mengambil alih hal-hal yang
bukan wewenang kita.
Ada beberapa ulama ahli qiraat yang sudah berfatwa tentang haramnya membaca Al-Quran
dengan langgam Jawa ini. Salah satunya adalah Syeikh Ali Bashfar yang bermukim di
Saudi Arabia. Salah seorang muridnya ada yang mengirimkan rekaman bacaan Al-Quran
dengan langgam Jawa ini. Dan kemudian jawaban dari beliau berupa larangan.
Kesalahan tajwid; dimana panjang mad-nya dipaksakan mengikuti kebutuhan lagu.
Kalau saya cermati apa yang beliau fatwakan itu, setidaknya saya mencatat ada empat
masalah yang beliau tuturkan, antara lain adalah :
1. Kesalahan Lahjah
Kesalahan nomor satu dari rekaman yang diperdengarkan itu menurut beliau adalah
kesalahan lahjah si pembacanya yang cenderung orang Jawa. Seharusnya lahjahnya harus
lahjah Arab.
Dan banyak orang yang mengharamkan hal ini dengan berdalil kepada hadits berikut :
Bacalah Al-Quran dengan lagu dan suara orang Arab. Jauhilah lagu/irama ahlkitab dan
orang orang fasiq. Nanti akan ada orang datang setelahku membaca Alquran seperti
menyanyi dan melenguh, tidak melampau tenggorokan mereka. Hati mereka tertimpa
fitnah, juga hati orang yang mengaguminya. (HR. Tarmidzi)
Kesalahan kedua dianggap adanya semacam sikat memaksakan, atau takalluf. Pembacanya
dianggap terlalu memaksakan untuk meniru lagu yang 'tidak lazim' dalam membaca Al-
Quran.
3. Dicurigai Ashabiyah
Ditambahkan lagi dalam fatwa beliau bahwa ada kecurigaan yang dianggap cukup
berbahaya, yaitu bila ada niat merasa perlu menonjolkan kejawaan atau keindonesiaan. Hal
ini dianggap membangun sikap ashabiyyah dalam ber-Islam. Padahal ashabiyah itu
hukumnya haram.
Dan yang paling fatal jika ada maksud memperolok-olokkan ayat-ayat Allah yang mereka
samakan dengan lagu-lagu wayang dalam suku Jawa.
Maka dengan dasar empat masalah di atas dianggap bahwa membaca Al-Quran dengan
langgam Jawa itu tidak boleh dilakukan. Nampaknya fatwa beliau ini kemudian disebar-
luaskan di berbagai media, dan siapapun bisa membacanya.
Sementara kita juga menemukan ulama ahli qiraat di Indonesia, sebut saja misalnya KH.
Prof. Dr. Ahsin Sakho Muhammad. Beliau seorang pakar ilmu yang langka: ilmu-ilmu
Al-Quran. Lulus sebagai doktor dari Jamiah Islamiyah Madinah dengan prestasi mumtaz
syaraful ulaa alias cumlaude. Kiprah beliau di dunia ilmu qiraat di Indonesia tidak perlu
dipertanyakan lagi. Beliau pernah menjadi rektor dan guru besar di Institut Ilmu Al-Quran
(IIQ) Jakarta dan menjadi team pentashih terjemahan Al-Quran di Departemen Agama RI.
Kalau kita tanyakan masalah ini kepada beliau, nampaknya pandangan jauh beliau lebih
luas. Barangkali karena beliau memang orang Indonesia asli yang paham betul karakter
bacaan Al-Quran bangsa ini. Beliau mengatakan sebagai berikut :
"Ini adalah perpaduan yang baik antara seperti langit kallamullah yang menyatu dengan
bumi yakni budaya manusia. Itu sah diperbolehkan. Hanya saja, bacaan pada langgam
budaya harus telap berpacu seperti yang diajarkan Rasul dan para sahabatnya. Dalam hal
ini, tajwid dalam hukum bacaannya, panjang pendeknya dan mahrajnya".
Lalu bagaimana dengan hadits yang mana Rasulullah SAW mengharamkan kita
menggunakan langgam selain Arab? Terjemahan haditsnya kurang lebih seperti berikut ini :
Bacalah Al-Quran dengan lagu dan suara orang Arab. Jauhilah lagu/irama ahlkitab dan
orang orang fasiq. Nanti akan ada orang datang setelahku membaca Alquran seperti
menyanyi dan melenguh, tidak melampau tenggorokan mereka. Hati mereka tertimpa
fitnah, juga hati orang yang mengaguminya. (HR. Tarmidzi)
Dari sisi sanad sebenarnya kalau ditelurusui kedudukan hadis ini tersebut tergolong dalam
hadis dha'if (lemah). Karena salah satu sanad perawinya ada yang terputus sehingga hadits
itu menjadi dhoif. Bahkan ada muhaddits yang mengatakan bahwa hadits ini termasuk
munkar dan bukan termsuk hadist.
Maka dari sisi derajat hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah alias tidak perlu dipakai.
Negeri Arab di masa Rasulullah SAW sangat sempit dan terbatas, seputar Mekkah,
Madinah dan kisaran jaziarah Arabia saja. Di luar itu tidak pernah disebut Arab. Habasyah,
Mesir, Yaman, Palestina, Suriah, Iraq, Iran di masa itu masih bukan Arab. Agama yang
dianut penduduknya bukan agama Islam, mereka dianggap sebagai bangsa-bangsa kafir non
Arab. Bahkan bahasa mereka pun juga bukan bahasa Arab.
Jadi kalau pun hadits Rasulullah SAW yang dhaif itu masih mau dipaksa-paksa juga untuk
dipakai, tetap saja tidak tepat. Seandainya hadits itu dibilang shahih, dan larangan
Rasulullah SAW itu 'terpaksa' kita ikuti juga, maka nagham atau irama cara baca Al-Quran
yang kita kenal selama ini pun harusnya terlarang. Sebab nagham Bayyati, Shoba,
Nahawand, Hijaz, Rost, Sika, dan Jiharka itu bukan dari Mekkah atau Madinah, bahkan
bukan dari Jaziarah Arab.
Ketujuh jenis nagham itu malah berasal dari Iran. Dan Iran di masa Rasulullah SAW bukan
negeri Arab. Bahkan sampai hari ini pun tidak pernah dianggap sebagai negara Arab.
Pemerintah Iran sendiri pun tidak pernah mengaku-ngaku sebagai negara Arab. Bahasa
Majalah NU ARUS BAWAH | EDISI 2, TRIWULAN JUNI – AGUSTUS 2015
resmi mereka pun juga bukan bahasa Arab melainkan bahasa Persia.
Jadi kalau mau melarang langgam Jawa misalnya, maka tujuh langgam yang sudah kita
kenal sepanjang sejarah Islam itu pun harus dilarang juga, lantaran bukan langgam Arab
sebagaimana yang dimaksud oleh Rasulullah SAW.
Lahjah yang dianggap tidak benar oleh Syeikh Ali Basfar itu boleh jadi memang demikian.
Maksudnya si pembacanya dianggap kurang baik bacaannya. Dan itu biasa, semua yang
pernah ikut daurah Al-Quran dengan beliau pasti pernah merasakan disalah-salahkan ketika
dianggap lahjah kita kurang pas di telinga beliau.
Namun kita harus membedakan antara lahjah dengan langgam. Yang beliau kritisi adalah
lahjahnya yang kurang tepat dan itu harus diakui. Membaca Al-Quran memang harus
dengan lahjah yang benar. SIfat-sifat huruf, makharijul huruf dan juga hukum-hukum yang
berlaku pada ilmu tajwid memang wajib ditaati dan dijalankan dengan benar.
Tetapi langgam adalah sesuatu yang lain dan berbeda. Karena langgam merupakan irama
atau nada, bukan lahjah. Contoh mudahnya, ketika membunyikan huruf shad, pipi harus
kembung. Huruf ra' kadang harus dibaca tebal kadang harus tipis. Ini semua adalah lahjah
dan bukan irama.
Sedangkan langgam itu adalah irama dan nada, sama sekali tidak ada hubungannya dengan
titik artikulasi, pelafalan huruf ataupun hukum-hukum seperti idzhar, idgham, iqlab dan
ikhfa'. Dan kalau sudah masuk wilayah irama dan nada, tiap bangsa dan tiap negeri pasti
punya ciri khas yang identik dan tidak bisa dipisahkan.
Kalau kita mendengar orang Cina asli di Tiongkok sana sedang membaca Al-Quran, pasti
kita akan merasakan ada 'nada-nada' khas Cina. Begitu juga kalau kita dengar orang Melayu
membaca Al-Quran, kita akan merasakan nuansa khas nada-nada kemelayuan. Apakah ini
dianggap melanggar ketentuan membaca Al-Quran? Jawabnya tentu tidak sama sekali.
Tetapi ketika orang Jawa keliru membunyikan huruf 'ain menjadi 'ngain', atau huruf ha'
dibaca menjadi 'kha' atau huruf ba' yang dibunyikannya lebih nge-bass karena lahjah
Jawanya, disitulah letak kekeliruan yang harus diluruskan. Adapun nada bacaan yang terasa
nada Jawa selama tidak menyalahi hukum-hukum bacaan, tentu tidak jadi masalah.
Tetapi bagaimana kita bisa pastikan bahwa yang membacanya punya niat tersebut? Lantas
bagaimana kalau si pembacanya sama sekali tidak punya niatan dan maksud untuk
menghidup-hidupkan ashabiyah? Apakah kita tetap memaksanya harus ashabiyah?
Ketika kita menyanyikan lagu Indonesia Raya, bukankah itu juga ashabiyah? Ketika kita
mengibarkan sang saka Merah Putih, bukankah itu ashabiyah? Apakah haram kita
menyanyikannya dan mengibarkan bendera Merah Putih?
Apalagi kalau dikatakan bahwa langgam Jawa itu dianggap menjelekkan Al-Quran. Tentu
sifatnya sangat subjektif sekali. Apa benar qari yang lahjahnya sempurna, tajwidnya benar
dan suaranya fasih luar biasa, ketika membaca Al-Quran dengan langgap Jawa lantas
niatnya ingin mengolok-ngolok dan menjelekkan Al-Quran?
Kesimpulan
Apa yang saya tulis di atas semuanya bukan pendapat saya, tetapi hanya hasil kutipan dan
saduran dari pendapat para pakar ilmu qiraat semata. Dan kalau ada dua pendapat yang
saling bertentangan, kita harus maklum. Namanya saja masalah ijtihad, para ahlinya
silahkan berbeda pendapat.
Sementara kita yang bukan ahli ilmu qiraat, apalagi yang kualitas bacaan Al-Qurannya
masih parah dan bermasalah besar, sebaiknya kita menahan diri untuk tidak ikut-ikutan
berfatwa. Biarkan saja para pakarnya yang berbeda pendapat, sebab mereka memang
ahlinya. Mereka berhak dan punya kompetensi untuk itu.
Adapun kita, mari kita duduk manis saja mendengarkan para pakar berbeda pendapat, tidak
perlu merasa jadi pahlawan kesiangan di bidang yang sama sekali bukan keahlian kita.
Dari pada bikin komen terlalu jauh ternyata kurang tepat, lebih baik kita tahu diri. Saya
sendiri agak segan menuliskan masalah ini, karena tahu persis bahwa para pakarnya saja
sudah berbeda pendapat. Jangan pula bertanya saya ikut yang mana.
A. PENDAHULUAN
ف ِبها َ َويَقُ ْو ُل :يا َ ك َِر ْيم ,فَقَا َل النَّ ِب ُي ط ْو ُ ف فِي ا ْل َك ْع َب ْة فَ َرأَى أَع َْرا ِبيًّا يَ ُ ط ْو ُ كا َ َن النَّ ِب ُّي صلى هللا عليه وسلم يَ ُ
صلى هللا عليه وسلم َو َرا َءهُ :يا َ ك َِر ْيم – فا َ ْنتَقَ َل ْاْلَع َْرا ِب ُّي اِلَى ُرك ِْن الثَّانِ ْي وقا َ َل :يا كريم ,فَقا َ َل النَّ ِب ُّي
ب (صلى هللا عليه وسلم) َو َرا َءهُ :يا كريم ,فَا ْنتَقَ َل ْاْلَع َْرا ِب ُّي اِلَى (صلى هللا عليه وسلم) – فَقَا َل ا ْل َح ِب ْي ُ
س َو ِد فَقا َ َل :يا كريم -فقال النبي (صلى هللا عليه وسلم) – فقال الحبيب (صلى هللا عليه وسلم) ا ْل َح َج ِر ْاْل َ ْ
صبا َ َحةُ َوجْ ِهكَ َوبَ َل َغ طا َ ِلقَتكَ ب؟ َوهللاِ َل ْوالَ َ وراءه :يا كريم ,فَا ْلت َ َفتَ ْاْلَع َْراِبي فَقا َ َل :أَتَ ْم َز ُح ْونَنِ ْي يا َ أ َ َخ ا ْلعَ َر ِ
ف نَ ِبيَّكَ يا أخ العرب؟ قَا َل َو ِ
هللا شك َْوت اِلَى َح ِب ْي ِب ْي ُم َح َّمدا -فَقا َ َل لَهُ النَّ ِب ُّي صلى هللا عليه وسلم أ َ َوالَ ت َ ْع ِر ُ لَ َ
أ َ َم ْنتُ ِب ِه َولَ ْم أ َ َرهُ َو َد َخ ْلتُ َمكَّةَ َولَ ْم أ َ ْلقَهُ – قا َ َل لَهُ النَّ ِب ُّي (صلى هللا عليه وسلم) اَنَا نَ ِبيُّكَ يا أخ العرب –
هللا – فَنَ َز َل ِج ْب ِر ْي ُل ْاْل َ ِم ْينُ ع َ
َلى َلى َي ِد النَّ ِبي ِ يُقَ ِبلُها َ َو َيقُ ْو ُلِ :فدَاكَ أ َ ِب ْي َوأ ُ ِم ْي يا َ َح ِب ْي َب ِ َب اْلعرابي ع َ فَا ْنك َّ
سالَ َم َويَقُ ْو ُل لَكَ :قُ ْل ِل َهذا َ اْلعرابي : النَّ ِبي ِ َوقا َ َل لَهُ :يا َ َح ِب ْي َب هللاِ (صلى هللا عليه وسلم) – هللاُ يُ ْق ِرئ ُكَ ال َّ
سبَ ِن ْيسنَ ْي ِن ,لَ ْو َحا َ سبُهُ؟ فَقا َ َل اْلعرابي َ :وهللاِ يا َ نَ ْو َر ا ْل َع ْي ِن يا َ َج َّد ا ْل َح َ ظ ُّن إِ ْن قا َ َل يا َ ك َِر ْيم أَنَّنا َ الَ نُحا َ ِ
أَيَ ُ
Penjelasan Arti diatas : Adalah suatu saat Nabi SAW melakukan Thowaf
mengelilingi Ka’bah. Tiba- tiba beliau melihat seorang Arab Badui juga sedang
Thowaf sambil menyeru: “Ya- Kariim!” Maka Nabi pun dibelakangnya
mengucapkan “Ya Kariim”. Maka Arab Badui itupun berpindah ke Rukun Tsani
dan berdo’a: Ya Kariim. Maka Nabi, Sang kekasihpun menirukan “Ya Kariim”.
Maka berpindahlah Arab Badui itu ke dekat Hajar Aswad dan berdo’a: Ya
Kariim!!, Maka Nabi- Sang kekasihpun berdo’a: “Ya Karim”. Maka Sang Arab
Badui itupun menoleh dan berkata: “Adakah kamu mentertawakan aku?
Seandainya bukan wajahmu yang bercahaya dan penuh keramahan, pasti sudah
kuadukan kepada kekasihku yakni baginda Muhammad!!”.
ISLAM NUSANTARA
“Jadi, kalau ada ksatria punya kekayaan pribadi disebut ksatria panten:
ksatria yang jatuh martabatnya. Dia tidak boleh dilayani. Kalau perlu
dikucilkan. Karena dia abdi negara kok punya kekayaan pribadi, ndak
boleh,” ungkap Agus.
Urutan berikutnya, keenam ada golongan Mleca. Yaitu semua orang asing
yang bukan pribumi dan saudagar. Itu salah satu sebab Islam tidak mudah
diterima masyarakat waktu itu. “Yang bawa Islam ke sini kan orang asing,
dan saudagar yang sudra. Rangkep sudah. Jadi, pribumi ndak mau nerima,”
tandasnya.
Nah, yang paling bawah atau ketujuh adalah golongan Tuja. Mereka yang
hidupnya selalu merugikan masyarakat. Siapa mereka? Disebutkan riil,
mereka adalah para penipu, pencuri (maling), perampok, begal, dan
sejenisnya. “Pokoknya yang selalu merugikan orang lain. Koruptor masuk
di sini,” tegasnya.
Orang Sudra, lanjut Agus, tidak memiliki otoritas bicara soal agama.
Karena ada aturan yang disepakati masyarakat waktu itu. “Jadi, yang boleh
bicara tentang agama itu hanya Brahmana. Kalau Sudra yang cara
berpikirnya keuntungan materi bicara agama, bisa jadi barang dagangan
nanti,” ujarnya.
TIPS
Selalu ada yang tak pernah terpikirkan perintah Rasulullah yang menyangkut
oleh akal biasa kita sebagai manusia ilmu pengerahuan. Misalnya saja,
yang hidup di zaman penuh teknologi larangan seorang Muslim yang tidak
kita menyangkut hampir semua boleh minum sambil berdiri. Atau
Majalah NU ARUS BAWAH | EDISI 2, TRIWULAN JUNI – AGUSTUS 2015
harus tidak dengan posisi tertentu. uban itu akan dicatat baginya satu
Begitu juga dengan keajaiban yang kebaikan, dengan uban itu akan
tersimpan di setiap helai rambut yang dihapuskan satu kesalahan, juga
sudah memutih, alias uban. dengannya akan ditinggikan satu
derajat,” (HR. Ibnu Hibban dalam
Hadits dari ‘Abdullah bin ‘Umar. Shahihnya. Syaikh Syu’aib Al
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa Arnauth mengatakan bahwa sanad
sallam bersabda, “Uban adalah cahaya hadits ini hasan).
bagi seorang mukmin. Tidaklah
seseorang beruban—walaupun Nah, di tahun 2012,
sehelai—dalam Islam melainkan
setiap ubannya akan dihitung sebagai Ismael Galvan Galvan
suatu kebaikan dan akan meninggikan dari Museo Nacional de
derajatnya,” (HR. Al Baihaqi dalam
Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani Ciencias Naturales,
dalam Al Jami’ Ash Shogir Spanyol melakukan studi,
mengatakan bahwa hadits ini hasan).
tentang uban. Dari hasil
Muhammad bin Hibban At Tamimi
rahimahullah, yang lebih dikenal para peneliti itu, ternyata
dengan Ibnu Hibban, dalam kitab uban merupakan tanda
Shahihnya menyebutkan pembahasan
“Hadits yang menceritakan bahwa Anda akan memiliki
Allah akan mencatat kebaikan dan hidup panjang dan sehat.
menghapuskan kesalahan serta akan
meninggikan derajat seorang muslim Namun kabar buruk bagi
karena uban yang dia jaga di dunia.” Anda yang memiliki
Lalu Ibnu Hibban membawakan rambut merah, karena ini
hadits berikut.
Dari Abu terkait tingkat yang lebih
Hurairah, Rasulullah shallallahu tinggi untuk mengidap
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah mencabut uban karena
kanker.
uban adalah cahaya pada hari kiamat “Pada manusia, melanin kulit, rambut
nanti. Siapa saja yang beruban dalam dan bulu merupakan jenis yang sama.
Islam walaupun sehelai, maka dengan Hal ini membatasi pengetahuan pada
TRENDING TOPIC
DUNIA ISLAM
Dalam pendidikan militer dan Dan dari motivasi hadits Rasulullaah SAW
kepemimpinan, Al-Fatih dilatih sendiri oleh tersebut, Al-Fatih terus berjuang keras dan
Sang Ayah. Ayahnya sendiri yang menjadi berusaha mencetak pasukan-pasukan
gurunya berkuda dan menggunakan senjata terbaiknya. Tentunya tak hanya
perang. Untuk semakin memantapkan ilmu penggemblengan fisik dan otak yang
yang telah diajarkannya pada sang Anak, dilakukannya, namun yang lebih utama
Ayahnya selalu mengajak Al-Fatih dalam adalah ruhani atau hubungan yang kuat
setiap peperangan yang dipimpinnya. dengan Allah SWT.
Kolom
PERAN NU DALAM
MENANGKAL RADIKALISME
Al Qaeda dan ISIS yang kini tengah menjadi isu global, pada dasarnya
adalah bentuk perlawanan global kelompok radikal Islam terhadap
ketidakadilan dunia. Isu yang mereka perjuangkan mampu menarik
perhatian anak-anak muda secara cepat dan mendunia karena mudah
dicerna karena dikaitkan dengan ketidakadilan di Palestina (Al Aqsa),
kesenjangan sosial-ekonomi di negara-negara muslim dan ekspansi
budaya Barat yang dianggap merusak nilai-nilai Islam seperti
Majalah NU ARUS BAWAH | EDISI 2, TRIWULAN JUNI – AGUSTUS 2015
hedonism dan materialism. Para pemimpin dunia Islam dianggap tidak
berdaya dan tunduk pada kemauan Barat. Isu tersebut dengan cepat
menyebar keseluruh penjuru dunia melalui jaringan maya, bukan saja
di negara-negara Islam, tetapi juga di negara-negara Barat sebagai
akibat kebijakan banyak negara yang memberikan perlindungan
kepada kelompok-kelompok perlawanan yang lari dari negara masing-
masing.
Ketidakadilan global adalah membangun peradaban global yang
kenyataan yang tidak bisa diabaikan. berkeadaban dan berkeadilan.
Persoalannya, apakah masalah Sinyalemen Samuel Huntington dan
tersebut harus diselesaikan melalui Fukuyama tentang kemungkinan
cara kekerasan seperti terorisme terjadinya “clash of civilization” tidak
ataukah diselesaikan melalui cara-cara bisa abaikan, kalau warga dunia tidak
dialog? Penyelesaian melalui menyadari apa yang terjadi. Dengan
kekerasan seperti yang diupayakan kasat mata bahaya itu sudah tampak
ISIS di negara-negara tertentu misalnya gejala Islamopobhia di
mungkin mempunyai alasan-alasan negara-negara Barat dan simbol-
yang kuat. Akan tetapi menebar simbol ekslusifisme sebagai
kekerasan ke seluruh dunia penentangan terhadap budaya Barat di
merupakan suatu kesalahan karena negara Islam.
sama dengan pengakuan inferioritas
budaya dan peradaban Islam terhadap Di Indonesia, pengaruh radikalisme
budaya dan peradaban Barat. Padahal dan ektrimisme itu bisa dirasakan dan
meskipun peradaban Barat dilihat dengan mudah. Iklim
mempunyai keunggulan yang bersifat kebebasan yang dibuka sejak
material, budaya Timur menawarkan reformasi pada 1998, memberi ruang
kekayaan spiritual dan local wisdom luas berkembangnya radikalisme.
yang diperlukan dalam membangun Memang jumlah pemuda-pemuda
peradaban dunia. Indonesia yang terpengaruh faham
radikal tidaklah sebanding dengan
Perlawanan secara kekerasan dan jumlah mainstream umat Islam yang
kemudian direspon dengan semangat moderat. Akan tetapi karena mereka
yang sama, secara perlahan tetapi mempunyai militansi yang tinggi,
pasti akan merusak semangat terlatih secara militer (teror) dan
globalisasi yang bertujuan adanya jaringan Internasional, maka
CERITA SUFI
SANG WALIYULLAH
KISAH ULAMA 15
TAHUN PURA-
PURA TULI
Dream - Hatim Al-Asham, salah bertanya, wanita tadi tak kuasa untuk
seorang ulama besar yang wafat di menahan buang angin.
Baghdad, Irak tahun 852 M atau 237 Bunyinya terdengar jelas, hingga membuat
banyak memberikan kisah inspiratif. ia salah tingkah dan terdiam. Di tengah
kegalauan wanita itu, tiba-tiba Hatim
Terdapat sebuah kisah penuh hikmah yang berkata dengan suara keras.
mendasari kata 'al-asham', berarti tuli, yang
menjadi julukannya, sebagaimana "Tolong bicara yang keras! Saya tuli,"
diriwayatkan Imam Ghazali dalam kitab
Nashaihul Ibad, dikutip Dream.co.id dari Namun, yang bertanya justru bingung.
laman nu.co.id, Jumat 11 Desember 2014. Dalam kebingungannya, ia kembali
dikagetkan dengan suara keras Hatim.
Sejatinya Hatim tidak-lah tuli, hingga pada
suatu hari, seorang wanita datang ke tempat "Hai, keraskanlah suaramu, karena aku
Hatim untuk menanyakan sesuatu. Tak tidak mendengar apa yang kamu
dinyana, ketika melontarkan pertanyaannya bicarakan,” teriak Hatim.
di hadapan Hatim, belum selesai ia
SOSBUD
Islam bukan Arab, tapi tak bisa atau “dzal”, misalnya, dengan aksara
dipisahkan dari Arab. Sesulit apa pun, Jawa?
ketika berislam, orang terpaksa
sedikit-banyak berarab juga, setidak- Karena itu, para pionir Islam di tanah
tidaknya dalam bahasa. Jawa mentolerir “transfoni”, alih
bunyi: “dho” jadi “lo” (“dhuhur”
Pernahkah kau bayangkan, betapa jadi “luhur”), “‘ain” jadi “ngo”
asingnya agama ini ketika pertama (“‘ashr” jadi “ngasar”) dan
kali datang di Jawa? Hanya separuh seterusnya. Bahkan, sangking
(15 dari 29) fonem Arab (dari huruf repotnya memperkenalkan Islam
Hijaiyyah) punya padanan dalam kepada basis budaya yang begitu jauh
fonem Jawa (dari Honocoroko). jaraknya ini, dengan sengaja
Sedangkan transliterasi pun tidak dijalankan strategi “alter-foni”
mungkin: (“plesetan” bunyi).
bagaimana
menulis “kho” Tokoh-tokoh Semar, Gareng,
Petruk dan Bagong tidak
Majalah NU ARUS BAWAH | EDISI 2, TRIWULAN JUNI – AGUSTUS 2015
dikenal dalam babon pewayangan membelasah halaman-halaman kamus
yang asli dari India. Itu adalah tokoh- itu, tak saya temukan satu pun entri
tokoh kreasi Sunan Kalijogo. yang bisa menjelaskan makna dari
Sepintas, nama-namanya terdengar nama-nama tersebut! Maklum, nama-
sebagai nama-nama Jawa. Tapi nama nama itu sebenarnya merupakan alter-
harus punya makna. Dan nama Jawa foni dari lafadh-lafadh Arab:
mestinya bisa dimaknai berdasarkan
bahasa Jawa. بغـيا فاترك خيرا شمر
SEKILAS INFO
Di tempat yang sama, Ketua tim Selain perwakilan korban juga hadir
relawan Ansor Gumukmas Mulyana dalam kesempatan ini antara lain,
mengungkapkan bahwa puting Wakil Ketua GP Ansor Jawa Timur
beliung yang terjadi beberapa waktu Abdur Rohim, para kiai dan
lalu itu merusak dua puluh lima pengurus MWCNU Gumukmas dan
rumah milik warga setempat, pengurus ranting GP Ansor
khususnya di dusun Krajan, desa sekecamatan Gumukmas. (Aryudi A
Purwoasri kecamatan Gumukmas. Razaq/Alhafiz K)
HARLAH KE-92 NU
GP ANSOR GUMUKMAS PUKUL REBANA