Anda di halaman 1dari 8

Ikatan Kimia

STRUKTUR LEWIS DAN TEORI IKATAN


VALENSI

Disusun oleh :

Kelompok 11

Penty Cahyani 4301411038


Diyah Ayu Lestari 4301411040
Ifan Shovi 4301411041

Rombel 2

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2013
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Pada bagian sebelumnya telah dibahas struktur atom dan beberapa


aspek struktur yang harus dipahami umtuk mempelajari ikatan kimia. Bagian
ini dan berikutnya akan mencurahkan pada analisis pendahuluan ikatan
kovalen. Uraian yang disajikan bisa diperoleh dari sumber lain yang lebih luas
dan mendetail. Walaupun demikian, karena pemikiran-pemikiran ini
membentuk urutan pembahasan, maka perlu adanya penyajian singkat ikatan
kovalen. Dalam bab ini akan dibahas mengenai struktur Lewis dan teori ikatan
valensi.

B. TUJUAN
1. Menjelaskan langkah-langkah menggambarkan struktur Lewis untuk tiap-tiap
atom
2. Menjelaskan konsep dasar dari teori ikatan valensi
3. Menjelaskan persamaan dan perbedaan teori ikatan valensi dengan teori
orbital molekul.

BAB II

ISI
A. STRUKTUR LEWIS

Langkah pertama yang dilakukan untuk menggambarkan struktur suatu


molekul adalah dengan mengkonversikan rumus molekulnya ke dalam
struktur Lewis atau rumus Lewisnya. Struktur Lewis ini menggambarkan
setiap atom di dalam molekul, bersamaan dengan pasangan elektron terikatnya
yang mengikat setiap atom dan pasangan elektron bebasnya. Dalam
pembuatan struktur Lewis dikenal istilah aturan oktet, aturan oktet inilah yang
menjadi panduan dalam menggambarkan ikatan antar atom. Namun terkadang,
terdapat beberapa pengecualian dari aturan oktet yang diterapkan dalam
penggambaran bentuk molekul.

a. Menggunakan Aturan Oktet Untuk Menulis Struktur Lewis


Dalam penulisan struktur Lewis, diperlukan untuk mengerti bahwa kita
harus mulai mempelajari ini dari hal yang sangat sederhana, dimulai dengan
atom-atom yang berdekatan kemudian membentuk ikatan kimia, sehingga
jumlah elektron dari atom itu harus dibagi-bagikan sesuai dengan aturan yang
ada yaitu aturan oktet, dimana dalam aturan oktet setiap atom harus memiliki
8 elektron valensi yang mengitarinya, dan pengecualian untuk atom hidrogen
yaitu 2 elektron valensi.

Struktur Lewis untuk molekul dengan ikatan tunggal


Kita dapat menggunakan nitrogen trifluorida (NF3) sebagai contoh
dalam pembuatan struktur Lewis. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut
:
1. Tempatkan atom-atom berdampingan, tetapi dengan aturan atom yang
mempunyai elektron valensi paling kecil menjadi atom pusat. Hal ini
dikarenakan semakin sedikit valensinya, maka semakin banyak elektron
yang ia perlukan untuk mencapai delapan elektron valensi. Dari hal ini,
dapat kita simpulkan bahwa N yang mempunyai lima elektron valensi
menjadi atom pusat, karena F mempunyai tujuh elektron valensi. Sebagai
tambahan, jika terdapat ikatan dalam satu golongan, maka yang menjadi
atom pusat adalah yang periodenya lebih besar. Selain itu, atom H tidak
dapat menjadi atom pusat dikarenakan ia hanya mempunyai 1 elektron
bebas dan hanya bisa membentuk satu ikatan.

2. Hitung semua elektron valensi yang ada. Sebagai contoh yaitu N


mempunyai elektron valensi 5 elektron dan F 7 elektron.
[1 x N (5𝑒− )]+ [3 x F (7𝑒− )]= 5𝑒− + 21𝑒− = 26 elektron valensi
Tambahan, untuk ion poliatomik, tambahkan 𝑒 − pada setiap atom untuk
ion yang bermuatan negatif, dan mengurangi 𝑒 − untuk ion positif.
3. Selanjutnya, gambarkan ikatan satu diantara N-F dan kurangi dua elektron
untuk setiap ikatan tunggal.

3 ikatan N-F X 2𝑒 − = 6𝑒 − dan elektron yang tersisa adalah 26𝑒 − - 6𝑒 −


= 20𝑒 −
4. Selanjutnya, bagikan sisa elektron ke masing-masing atom, didahului
dengan pembagian elektron kepada atom yang mengitari atom pusat untuk
menjadikannya sesuai dengan aturan oktet. Jika terdapat sisa setelah atom
yang mengitarinya penuh, maka sisa elektron diberikan kepada atom
pusat.

5. Gambar diatas merupakan struktur Lewis NH3. Pastikan bahwa jumlah


elektron yang berada dalam gambar sudah sama dengan perhitungan awal.
Gambar diatas sudah menunjukkan bentuk molekul dari NH3, namun
struktur Lewis seharusnya tidak menunjukkan bagaimana bentuk dari
suatu molekul, jadi penggambaran yang sesuai adalah:

Struktur Lewis untuk molekul dengan ikatan rangkap (rangkap dua


atau rangkap tiga)
Terkadang langkah-langkah diatas masih menyisakan elektron
tunggal pada atom yang mengelilingi atom pusat atau atom pusat yang
menyisakan elektron yang masih bisa digunakan. Karena itu ada beberapa
langkah lagi yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Masalah ini dapat diselesaikan dengan cara membuat ikatan lagi dari
ikatan yang masih tunggal menjadi ikatan rangkap.
Contohnya pada molekul etena (C2H4) . Jika diurutkan sesuai
langkah 1-4, maka akan diperoleh gambar akhir sebagai berikut:

Dari gambar diatas didapat bahwa salah satu atom pusat belum
memenuhi kaidah oktet. Maka dari itu elektron dari atom C lainnya akan
membentuk sebuah ikatan lagi sehingga gambarnya menjadi seperti
gambar berikut :

B. TEORI IKATAN VALENSI (VALANCE BOND THEORY)

Pembentukan ikatan kovalen dapat dijelaskan menggunakan dua teori


yaitu teori ikatan valensi dan teori orbital molekul. Berdasarkan teori ikatan
valensi, ikatan kovalen dapat terbentuk jika terjadi tumpang tindih orbital
valensi dari atom yang berikatan. Orbital valensi merupakan orbital terluar
dari suatu atom dan merupakan tempat terletaknya elektron valensi. Orbital
valensi inilah yang digunakan pada pembentukan ikatan kimia.
Dua atom yang saling mendekati masing-masing memiliki orbital
valensi dan satu elektron. Orbital valensi ini saling tumpang tindih sehingga
elektron yang terletak pada masing-masing orbital valensi saling berpasangan.
Sesuai larangan Pauli maka kedua elektron yang berpasangan tersebut harus
memiliki spin yang berlawanan karena berada pada satu orbital. Dua buah
elektron ditarik oleh inti masing-masing atom sehingga terbentuk ikatan
kovalen. Untuk penjelasan selanjutnya orbital valensi disebut orbital saja.
Orbital dari dua buah atom yang saling tumpah tindih harus memiliki
tingkat energi yang sama atau perbedaan tingkat energinya.
Teori ikatan valensi merupakan teori mekanika kuantum pertama yang
muncul pada masa awal penelitian ikatan kimia yang didasarkan pada
percobaan W. Heitler dan F. London pada tahun 1927 mengenai
pembentukkan ikatan pada molekul hidrogen. Selanjutnya, teori ini kembali
diteliti dan dikembangkan oleh Linus Pauling pada tahun 1931 sehingga
dipublikasikan dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul “On the Nature of the
Chemical Bond”. Dalam jurnal ini dikupas hasil kerja Lewis dan teori ikatan
valensi oleh Heitler dan London sehingga menghasilkan teori ikatan valensi
yang lebih sempurna dengan beberapa postulat dasarnya, sebagai berikut:

1. Ikatan valensi terjadi karena adanya gaya tarik pada elektron-elektron yang
tidak berpasangan pada atom-atom.
2. Elektron - elektron yang berpasangan memiliki arah spin yang berlawanan.
3. Elektron-elektron yang telah berpasangan tidak dapat membentuk ikatan
lagi dengan elektron-elektron yang lain.
4. Kombinasi elektron dalam ikatan hanya dapat diwakili oleh satu
persamaan gelombang untuk setiap atomnya.
5. Elektron-elektron yang berada pada tingkat energi paling rendah akan
membuat pasangan ikatan-ikatan yang paling kuat.
6. Pada dua orbital dari sebuah atom, orbital dengan kemampuan bertumpang
tindih paling banyaklah yang akan membentuk ikatan paling kuat dan
cenderung berada pada orbital yang terkonsentrasi itu.

Pembentukan Ikatan Kovalen Menggunakan Orbital Asli

Dua jenis orbital yang digunakan dalam pembentukan ikatan kovalen


yaitu orbital asli dan orbital hibridisai.jenis orbital yang digunakan dalam
pembentukan ikatan kovalen dapat diramalkan berdasarkan geometri,
terutama besar sudut ikatan yang ada disekitar atom pusat. Berikut beberapa
molekul yang terbentuk menggunakan orbital asli.

Contoh H2S
Dari konfigurasi elektron atom S pada keadaan dasar dapat
diketahui bahwa pada orbital 2py dan orbital 2pz masing-masing masih
kekurangan satu elektron, demikian pula pada atom H masih kekurangan
satu elektron pada orbital 1s. Oleh sebab itu dalam pembentukan H2S, dua
elektron yang terletak pada orbital 3p berpasangan dengan dengan dua
elektron pada orbital 1s dari dua atom hidrogen.
Besarnya sudut ikatan dua buah orbital p adalah 90°. Berdasarkan
eksperimen diperoleh besarnya sudut ikatan H-S-H sebesar 92°. Perbedaan
sudut ikatan disebabkan oleh tolakan antara dua inti atom hidrogen yang
berdekatan. Karena perbedaan sudut ikatan tidak begitu jauh maka
pembentukan ikatan H-S, atom S dianggap menggunakan orbital-orbital
asli.

Pembentukan Ikatan Kovalen Menggunakan Orbital Hibrida

Sebagaian besar molekul dalam pembentukan ikatan kovalen,


menggunakan orbital-orbital hibrida yang terbentuk melalui proses hibridisasi
yang pertama kali dijelaskan oleh Lewis dan Langmuir. Proses hibridisasi
merupakan suatu proses penggabungan orbital-orbital asli yang tingkat
energinya berbeda menjadi prbital-orbital baru yang tingkat energtfinya sama.
Orbital-orbital baru yang terbentuk disebut orbital hibrida.

Sebelum terjadi hibridisasi, didahului dengan terjadinya eksitasi


elektron dari keadaan dasar ke keadaan terksitasi, sehingga diperlukan
sejumlah energi agar terjadinya eksitasi. Tingkat elektronik pada keadaan
tereksitasi lebih tinggi dibandingkan tingkat energi elektronik pada keadaan
dasar.
Contohnya pembentukan molekul CH4. Berdasarkan eksperimen
diperoleh panjang dan sudut semua ikatan sama besar (109,8º). Hal ini
membuktikan bahwa semua ikatan C-H dalam molekul CH4 adalah ekivalen.
Untuk menjelaskan hal ini maka diperlukan konsep hibridisasi.
Berikut konfigurasi elektron atom C pada keadaan dasar.

Dari konfigurasi elektron atom karbon pada keadaan dasar


diketahui bahwa, jika atom karbon menggunakan orbital asli pada
pembentukan ikatan maka hanya terbentuk CH2, yakni tumpang tindih
antara orbital 2px dan 2py dari atom karbon dengan 2 orbital 1s dari 2
atom hidrogen. Namun, pada kenyataannya dijumpai lebih stabil CH4
dibanding CH2.
Oleh sebab itu, agar 4 atom hidrogen semuanya berikatan kovalen
dengan atom karbon, maka diperlukan 4 buah elektron tidak berpasangan
dari atom karbon. Hal ini dapat diperoleh melalui proses eksitasi atau
promosi elektron dari keadaan dasar menuju keadaan tereksitasi.
Konfigurasi elektron setelah tertjadi eksitasi sebagai berikut.

Setelah tereksitasi, dilanjutkan dengan proses hibridisasi untuk


membentuk orbital-orbital hibrid. Berikut konfigurasi elektron setelah
terjadi proses hibridisasi.

hibridisasi).

Perhatikan, setelah terjadi proses hibridisasi orbital 2s dan 3p dari


atom karbon tidak memilki jarak atau pemisahan. Hal ini disebabkan
tingkat elektronik kedua orbital tersebut telah setara. Orbital-orbital yang
telah mengalami hibridisasi ditulis sebagai 4 orbital hibrida sp3, biasanya
hanya disebut sp3.
Dengan adanya 4 elektron yang belum berpasangan dari atom
karbon, maka CH4 dapat terbentuk melalui tumpang tindih orbital sp3
dengan 4 orbital 1s dari 4 atom H.

Molekul CH4 berbentuk tetrahedral. Hal ini disebabkan tumpang


tindih 4 orbital hibrida sp3 dari atom C dengan 4 orbital 1s dari 4 atom H
mengarah pada pojok-pojok tetrahdral. Perlu diketahui bahwa, bentuk
terahedral dari molekul CH4 telah lama diketahui sebelum konsep
hibridisasi dikemukakan.

C. PERSAMAAN VBT DAN MOT

Teori ikatan valensi dan teori orbital molekul memiliki beberapa


konsep dasar yang sama, diantaranya adalah:

 Keduanya sama-sama melibatkan pembagian elektron-elektron yang ada


dalam sebuah atom ataupun molekul sehingga memiliki paling banyak dua
elektron pada setiap pasangnya.
 Kedua teori ini menjadikan kombinasi dari elektron-elektron yang ada
oleh inti masing-masing atom atau molekul sebagai konsep pembentukkan
ikatan
 Berdasarkan pada kedua teori ini, energi dari orbital-orbital yang saling
tumpang tindih merupakan bentuk perbandingan dan memiliki kesamaan
pada bentuk simetrinya.

D. PERBEDAAN VBT DAN MOT

No. Perbedaan VBT MOT


Ikatan hanya dibebankan Ikatan dibebankan pada
1. Ikatan pada kedua atom, tidak kedua atom dan juga
pada molekul molekul
Pertama kali diusulkan oleh Pertama kali diusulkan
2. Tokoh pengusung W. Heitler dan F. London oleh F. Hund dan R.S.
pada tahun 1927 Mulliken pada tahun 1932
Menggunakan konsep Tidak ada ruang bagi
3. Penerapan hibridisasi dan resonansi penerapan resonansi dalam
dalam penerapannya teori ini
Hubungan dengan Tidak dapat menjelaskan Dapat menjelaskan sifat
4. sifat paramagnetik sifat paramagnetik pada paramagnetik pada
Oksigen Oksigen Oksigen
Pendekatan dalam Pendekatan dalam
Pendekatan perhitungan memiliki perhitungan cukup rumit
5.
kuantitatif langkah yang cukup dan membutuhkan
sederhana ketelitian lebih tinggi

BAB III

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

http://www.wikipedia.indonesia.com

Jumaeri.2003.Ikatan Kimia.Universitas Negeri Semarang : Semarang

Anda mungkin juga menyukai