Anda di halaman 1dari 27

Lampiran 3

Topik/Pokok Bahasan : 1. Bentuk sediaan obat (BSO) dalam preskripsi


2. Bioavailabilitas obat & pemilihan BSO dalam preskripsi

Pengampu : Dra. Tri Murini, Msi., Apt

Universitas Gadjah Mada 1


BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO) DALAM PRESKRIPSI
Dra. Tri Murini, MSi., Apt

PENDAHULUAN
Bentuk sediaan obat (BSO) diperlukan agar penggunaan senyawa obat/zat berkhasiat
dalam farmakoterapi dapat digunakan secara aman, efisien dan atau memberikan efek yang
optimal.
Umumnya BSO mengandung satu atau lebih senyawa obatlzat berkhasiat dan bahan
dasar/vehikulum yang diperlukan untuk formulasi tertentu

MANFAAT BENTUK SEDIAAN OBAT


Bentuk sediaan obat dipilih agar :
1. Dapat melindungi dari kerusakan baik dari luar maupun dalam tubuh
2. Dapat menutupi rasa pahit dan tidak enak dari bahan obat
3. Dapat melengkapi kerja obat yang optimum (topikal, inhalasi)
4. Sediaan yang cocok untuk :
- obat yang tidak stabil, tidak larut
- penyakit pada berbagai tubuh
5. Dapat dikemas/dibentuk lebih menarik dan menyenangkan

Dalam memilih BSO, perlu diperhatikan :


- sifat bahan obat
- sifat sediaan obat
- kondisi penderita
- kondisi penyakit
- harga

MACAM BENTUK SEDIAAN OBAT


1. Bentuk Sediaan Padat : pulvis, pulveres, tablet, kapsul
2. Bentuk Sediaan Cair : solusio/mikstura, suspensi, emulsi, linimentum. losio
3. Bentuk Sediaan Setengah Padat : unguentum, him, jeli,
4. Bentuk sediaan khusus : injeksi , supositoria, ovula, spray, inhalasi,

Universitas Gadjah Mada 2


1. BSO PADAT
A. PULVIS dan PULVERES (Serbuk)
Bahan atau campuran obat yang homogen dengan atau tanpa bahan tambahan
berbentuk serbuk dan relatif satbil serta kering. Serbuk dapat digunakan untuk obat
luar dan obat dalam. Serbuk untuk obat dalam disebut pulveres (serbuk yang terbagi
berupa bungkus-bungkus kecil dalam kertas dengan berat umumnya 300mg sampai
500mg dengan vehiculum umumya Saccharum lactis.) dan untuk obat luar disebut
Pulvis adspersorius (Serbuk tabur).
Sifat Pulvis untuk obat dalam :
- Cocok untuk obat yang tidak stabil dalam bentuk cairan
- Absorbsi obat lebih cepat dibanding dalam bentuk tablet
- Tidak cocok untuk obat yang mempunyai rasa tidak menyenangkan, dirusak
dilambung, iritatif, dan mempunyai dosis terapi yang rendah.

Sifat Pulvis adspersorius :


- Selain bahan obat, mengandung juga bahan profilaksi atau pelicin
- Untuk luka terbuka sediaan harus steril
- Sebagai pelumas harus bebas dari organisme patogen
- Bila menggunakan talk hams steril, karena bahan-bahan tersebut sering
terkontaminasi
spora dan kuman tetanus serta kuman penyebab gangren.

Cara mengenal kerusakan :


Secara mikroskopik kerusakan dapat dilihat dari timbulnya bau yang tidak enak,
perubahan warna, benyek atau mnggumpal.

Cara peyimpanan :
Disimpan dalam wadah tertutup rapat, ditempat yang sejuk, dan terlindung dari sinar
matahari.

Contoh :
Salicyl bedak (Pulv. Adspersorius)
Oralit (Pulvis untuk obat dalam ) dalam kemasan sachet

Universitas Gadjah Mada 3


B. TABLET
Tablet adalah sediaan padat yang kompak, yang dibuat secara kempa cetak,
berbentuk pipih dengan kedua permukaan rata atau cembung, dan mengandung satu
atau beberapa bahan obat, dengan atau tanpa zat tambahan. ( Berat tablet normal antara
300 — 600 mg ).
Sifat :
1 . Cukup stabil dalam transportasi dan penyimpanan.
2 . Tidak tepat untuk : - obat yang dapat dirusak oleh asam lambung dan enzim
pencernaan - obat yang bersifat iritatif.
3 . Formulasi dan pabrikasi sediaan obat dapat mempengaruhi bioavailabilitas bahan aktif.
4 . Dengan teknik khusus dalam bentuk sediaan multiplayer obat-obat yang dapat
berinteraksi secara fisik/khemis, interaksinya dapat dihindari
5 . Tablet yang berbentuk silindris dalam perdagangan disebut Kaplet

Cara mengenal kerusakan :


Secara makroskopik kerusakan dapat dilihat dari adanya perubahan warna, berbau, tidak
kompak lagi sehingga tablet pecah/retak, timbul kristal atau benyek.

Penyimpanan :
Disimpan dalam wadah tertutup, balk ditempat yang sejuk dan terlindung dari sinar
matahari.
Contoh :
- Sediaan paten : Tab. Bactrim, Tab. Pehadoxin
- Sediaan generik : Tablet parasetamol, Tablet amoksisilin

1. TABLET HISAP ( LOZENGES )


Sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat, umumnya dengan
bahan dasar beraroma dan manis, yang dapat membuat tablet melarut atau hancur
perlahan dalam mulut.
Sifat :
- Tablet secara perlahan melarutkan dan melepaskan bahan aktif sehingga absorbsi
obat juga lambat dan obat berefek panjang.
- Untuk efek lokal, lamanya pemberian tergantung lamanya obat dapat tinggal dalam
rongga mulut, mengandung obat antibiotik atau antiseptik
- Merupakan pilihan lain BSO, terutama untuk terapi lokal batuk dan sumbatan nasal.
- Cocok untuk pasien kesulitan menelan dan cocok untuk anak-anak

Universitas Gadjah Mada 4


Contoh : Kalmicyn lozenges

2. TROCHICI
Tablet hisap yang dibuat dengan cara kempa, tablet ini disimpan dalam suhu kamar
28° C.
Sifat :
- Bentuk sediaan seperti donat untuk mencegah tersedak.
- Rasanya manis sehingga mudah diberikan pada anak-anak
- Mudah hancur dalam mulut dan beraksi langsung pada mukosa mulut, pharynx dan
saluran nafas bagian atas

Contoh : FG Trochees

3. TABLET SUBLINGUAL.
Tablet yang digunakan dengan cara meletakkan tablet dibawah lidah, sehingga zat
aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut.

Sifat :
- Daya kerja cepat karena kelarutan dalam air tinggi dan efek obat dapat bertahan
lama
- Obat tidak melalui metabolisme di hepar.
- Tidak cocok untuk obat yang rasanya pahit.

Contoh : Tablet Cedocard

4. TABLET KUNYAH ( CHEWABLE TABLET )


Tablet yang penggunaanya dengan dikunyah, memberikan residu dengan rasa enak
dalam rongga mulut, mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit, tablet ini
umumnya menggunakan manitol, sorbitol atau sukrosa sebagai pengikat dan pengisi
yang mengandung bahan pewarna dan bahan pengaroma untuk meningkatkan
penampilan dan rasa
Sifat :
- Tablet tidak mengandung bahan pemecah tablet sehingga perlu ketaatan pemakaian
agar efek optimal.
- Bahan aktif cepat dilepas oleh vehikulum sehingga obat cepat bekerja.
Penggunaannya dikunyah sehingga cocok untuk orang yang tidak bisa atau sulit
menelan

Universitas Gadjah Mada 5


- Cocok untuk obat Antasida
- Tidak cocok untuk bahan obat yang rasanya pahit dan orang tua yang tak bergigi.
Contoh : Tablet Plantacid

5. TABLET EFFERVESCENT
Tablet selain mengandung zat aktif, juga mengandung campuran asam ( asam
sitrat, asam tartar ) dan Natrium bikarbonat , apabila dilarutkan dalam air akan
menghasilkan karbondioksida yang akan memberikan rasa segar.
Sifat :
- Memberikan rasa manis dan segar seperti limun
- Bahan aktif obat cepat terabsorbsi dan dapat mengurangi iritasi lambung
- Harga relatif mahal karena biaya produksi tinggi.
Contoh : Tablet Ca-D- Rhedoxon

6. TABLET SALUT
Tujuan penyalutan tablet :
1. Melindungi zat aktif dari udara, kelembaban, atau cahaya
2. Menutupi rasa dan bau tidak enak
3. Membuat penampilan lebih baik dan mengatur tempat pelepasan obat dalam saluran
cema.
4.
a. TABLET SALUT GULA (TSG)
Tablet disalut dengan gula dari suspensi dalam air mengandung serbuk yang
tidak larut seperti pati, kalsium karbonat, talk atau titanium dioksida, yang
disuspensikan dengan gom akasia atau gelatin, sehingga berat tablet bertambah
30-50%.

Sifat :
- Mudah ditelan dibanding tablet biasa
- Bahan aktif lebih stabil dibanding tablet biasa
- Cocok untuk obat yang rasa dan bau tidak menyenangkan
- Dengan penyalutan memperlambat tersedianya obat diabsorbsi, karena terlambat-
nya sediaan pecah.

Contoh : Supra livron

Universitas Gadjah Mada 6


b. TABLET SALUT FILM (TSF)
Sediaan ini merupakan tablet kempa cetak yang disalut dengan bahan yang
merupakan derivat cellulose ( film ) yang tipis/transparan, dan hanya menambah
berat tablet 2-3%
Sifat :
- Bahan aktif lebih stabil dibanding tablet biasa.
- Cocok untuk bahan obat yang rasa dan bau tidak
menyenangkan.
Contoh : Ferro gradumet

c. TABLET SALUT ENTERIK (TSE)


Sediaan ini disalut dengan tujuan untuk menunda pelepasan obat sampai
tablet telah melewati lambung, dilakukan untuk obat yang rusak atau inaktif
karena cairan lambung atau dapat mengiritasi lambung.
Sifat :
- Absorbsi obat Baru terjadi didalam usus
- Bentuk ini tepat untuk bahan obat yang iritatif terhadap lambung, dirusak oleh
asam lambung dan enzim pencernaan.
- Tidak tepat untuk bahan campuran pulveres atau potio serta pemberian yang
dalam bentuk tidak utuh.
Contoh : Dulcolax 5 mg, Voltaren

7. TABLET MULTILAYER
Obat yang dicetak menjadi tablet kemudian ditambah granulasi diatas tablet yang
dilakukan berulang-ulang sehingga terbentuk tablet multiplayer.
Contoh : Bodrex

8. TABLET FORTE
Tablet yang mempunyai komposisi sama dengan komponen tablet biasa tapi
mempunyai kekuatan yang berbeda ( Biasanya 2 kali tablet biasa )
Contoh : Bactrim Forte

9. TABLET PELEPASAN TERKENDALI


Tablet ini dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tersedia selama jangka
waktu tertentu setelah obat diberikan. Sediaan ini ditelan secara utuh, tidak boleh
dikunyah atau digerus. Ada Sediaan Retard yang devide dose artinya bisa dipotong
menjadi beberapa bagian, contoh Quibron-T

Universitas Gadjah Mada 7


Sifat :
- Cukup stabil dalam transportasi dan penyimpanan
- Pelepasan bahan aktif dari sediaan pelepasan terkendali dapat melalui difusi, dilusi,
osmotic pressure atau ion exchange.
- Mempertahankan efek terapi untuk batas waktu yang lama, sehingga efek obat lebih
seragam, hal tersebut akan mengurangi frekuensi pemberian sehingga ketaatan
pasien bertambah.
- Harga lebih mahal.
- Istilah efek diperpanjang ( prolong action ) ; efek pengulangan ( repeat action) dan
pelepasan lambat (sustained action) telah digunakan untuk menyatakan sediaan
tersebut. Istilah lain yang sering digunakan antara lain retard, time release,
sustained release..oros
Contoh : Avil retard, Adalat oros

C. KAPSUL
Sediaan obat yang bahan aktifnya dapat berbentuk padat atau setengah padat dengan
atau tanpa bahan tambahan dan terbungkus cangkang yang umumnya terbuat dari
gelatin. Cangkang dapat larut dan dipisahkan dari isinya.
1. Kapsul Lunak ( Soft Capsule ): berisi bahan obat berupa minyak/larutan obat
dalam minyak.
2. Kapsul keras ( Hard Capsule ): berisi bahan obat yang kering

Cara mengenal kerusakan :


Secara makroskopik kerusakan dapat dilihat dari adanya perubahan warna, berbau,
tidakkompak lagi sehingga tablet pecah/retak, timbul kristal atau benyek.

Penyimpanan :
Disimpan dalam wadah tertutup, baik ditempat yang sejuk dan terlindung dari sinar
matahari.
1. Kapsul Lunak ( Soft Capsule ): Berisi bahan obat berupa minyak/ larutan obat dalam
minyak.

Sifat :
- Cukup stabil dalam penyimpanan dan transportasi
- Dapat menutupi bau dan rasa yang tidak menyenangkan
- Absorbsi obat lebih baik daripada kapsul keras karena bentuk ini setelah
cangkangnya

Universitas Gadjah Mada 8


larut obat langsung dapat diabsorbsi.
- Sediaan ini tidak dapat diberikan dalam bentuk sediaan pulveres

Contoh : Natur E

2. Kapsul keras ( Hard Capsule ) : berisi bahan obat yang kering.


Sifat
- Cukup stabil dalam penyimpanan dan transportasi
- Dapat menutupi bau dan rasa yang tidak menyenangkan
- Tepat untuk obat yang mudah teroksidasi, bersifat higroskopik, dan mempu-
punyai rasa dan bau yang tidak menyenangkan.
- Kapsul lebih mudah ditelan dibandingkan bentuk tablet.
- Setelah cangkang larut dilambung, bahan aktif terbebas serta terlarut maka proses
absorbsi baru terjadi ( di gastrointestinal ).
Contoh : Ponstan 250 mg

2. BSO CAIR
Cara mengenal kerusakan :
Secara makroskopis kerusakan dapat dilihat dari adanya perubahan warna, berbau,
timbul kristal atau adanya endapan zat padat.
Penyimpanan :
Dalam Botol tertutup rapat dan dimasukkan kedalam almari, ditempat kering pada suhu
kamar dan terlindung dari cahaya matahari.

a. SOLUTIO
Sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang
terlarut. Solute : Zat yang terlarut.
Solven : Cairan pelarut umumnya adalah air.
Sifat :
- Obat homogen dan absobsi obat cepat
- Untuk obat luar mudah pemakaiannya dan cocok untuk penderita yang sukar
menelan, anak-anak dan manula
- Volume pemberian besar
- Tidak dapat diberikan untuk obat-obat yang tidak stabil dalam bentuk larutan.
- Bagi obat yang rasanya pahit dan baunya tidak enak dapat ditambah pemanis dan
perasa.
Contoh : Enkasari 120 ml solution, Betadin gargle

Universitas Gadjah Mada 9


b. SIRUP
Penggunaan istilah Sirup digunakan untuk :
1. Bentuk sediaan Cair yang mengandung Saccharosa atau gula ( 64-66% ).
2. Larutan Sukrosa hampir jenuh dengan air.
3. Sediaan cair yang dibuat dengan pengental dan pemanis, termasuk suspensi oral.

Sifat :
- Homogen
- Lebih kental dan lebih manis dibandingkan dengan
Solutio. - Cocok untuk anak-anak maupun Dewasa.

Sirup Kering :
Suatu sediaan padat yang berupa serbuk atau granula yang terdiri dari bahan obat,
pemanis, perasa, stabilisator dan bahan lainnya, kecuali pelarut. Apabiola akan
digunakan ditambah pelarut (air) dan akan menjadi bentuk sediaan suspensi.

Sifat :
- Pada umumnya bahan obat adalah antimikroba atau bahan kimia lain yang tidak larut
dan tidak stabil dalam bentuk cairan dalam penyimpanan lama.
- Memberikan rasa enak, sehingga cocok untuk bayi dan anak.
- Kecepatan absorbsi obat tergantung pada besar kecilnya ukuran partikel
- Apabila sudah ditambahkan aquadest, hanya bertahan + 7 hari pada suhu kamar,
sedang pada almari pendingin + 14 hari.

Contoh Sirup kering :


Cefspan sirup (untuk dibuat Suspensi )
Amcillin DS sirup (untuk dibuat
Suspensi )

Contoh sirup : Biogesic sirup, Dumin sirup

c. SUSPENSI
Sediaan cair yang mengandung bahan padat dalam bentuk halus yang tidak larut
tetapi terdispersi dalam cairan/vehiculum, umumnya mengandung stabilisator untuk
menjamin stabilitasnya, penggunaannya dikocok dulu sebelum dipakai.
Sifat :
- Cocok untuk penderita yang sukar menelan, anak-anak dan manula

Universitas Gadjah Mada 10


- Bisa ditambah pemanis dan perasa sehingga rasanya lebih enak dari Solutio
- Volume pemberiannya besar
- Kecepatan absorbsi obat tergantung pada besar kecilnya ukuran partikel yang
terdispersi
Contoh : Sanmag suspensi, Bactricid suspensi

d. ELIXIR
Larutan oral yang mengandung etanol sebagai kosolven, untuk mengurangi jumlah
etanol bisa ditambah kosolven lain seperti gliserin dan propilenglikol, tetapi etanol
harus ada untuk dapat dinyatakan sebagai elixir. Kadar alcohol antara 3-75%,
biasanya sekitar 315%, keggunaan alcohol selain sebagai pelarut, juga sebagai
pengawet atau korigen saporis.

Sifat :
Cocok untuk penderita yang sukar menelan
- Karena mengandung Alkohol, hati-hati untuk penderita yang tidak tahan terhadap
Alkohol atau menderita penyekit tertentu
- Elixir kurang manis dan kurang kental dibandingkan bentuk sediaan sirup.
Contoh : Batugin 300 ml, Mucopect 60 ml ( Paediatri )

e. TINGTURA
Larutan mengandung etanol atau hidroalkohol dibuat dari bahan tumbuhan atau
senyawa kimia. Secara tradisional tingtura tumbuhan berkhasiat obat mengandung
10% bahan tumbuhan, sebagian besar tingtura tumbuhan lain mengandung 20%
bahan tumbuhan.
Sifat :
- Homogen dan bahan obat lebih stabil
- Kadar alcohol yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme
- Karena Berisi beberapa komponen, dengan adanya cahaya matahari dapat terjadi
peruba-
han fotosintesis
Contoh : Halog 8 ml

f. GARGARISMA
Obat yang dikumur sampai tenggorokan, dan tidak boleh ditelan
Contoh : Betadine 190 ml

Universitas Gadjah Mada 11


g. GUTTAE
Sediaan cair yang pemakaiannya dengan cara meneteskan.

TETES ORAL :

Sifat: :
- Volume pemberian kecil sehingga cocok untuk bayi dan anak-anak
- Pada umumnya ditambahkan pemanis, perasa, dan bahan lain yang sesuai dengan
bentuk sediaannya
- Bahan obatnya berkhasiat sebagai antimikroba, analgetika antipiretika, vitamin,
antitusif, dekongestan.
Contoh : Multivitaplek 15 ml, Triamic 10 ml, Termagon

TETES MATA :
Sifat :
- Harus steril dan jernih
- Isotonis dan isohidris sehingga mempunyai aktivitas optimal
- Untuk pemakaian berganda perlu tambah pengawet

Contoh : Colme 8 ml, Catarlent 5 ml, Albucid

TETES TELINGA :
Sifat :
- Bahan pembawanya sebaiknya minyak lemak atau sejenisnya yang mempunyai
kekentalan yang cocok ( misal gliserol, minyak nabati, propilen glikol ) sehingga
dapat
menempel pada hang telinga.
- pH sebaiknya asam ( 5-6 )
Contoh : Otolin 10 ml, Otopain 8 ml

Universitas Gadjah Mada 12


TETES MATA DAN TELINGA
Contoh : Sofradex 3 ml, Kemicort 5 ml

TETES HIDUNG :

Sifat :
- pH sekitar 5,5 sampai 7,5
- Pada umumnya ditambahkan bahan pengawet dan
stabilisator. Contoh : Iliadin 10 ml, Vibrosil, Otrivin

h. LOTION
Sediaan cair yang digunakan untuk pemakaian luar pada kulit
Sifat :
- Sebagai pelindung atau pengobatan tergantung komponennya.
- Sesudah dioleskan dikulit, segera kering dan meninggalkan lapisan tipis komponen
obat pada permukaan kulit
- Bahan pelarut (solven) berupa air, alcohol, glyserin atau bahan pelarut lain yang
cocok. Contoh : Tolmicen 10 ml

3. BSO SEMI PADAT


Cara mengenal kerusakan :
Secara makroskopik kerusakan dapat dilihat adanya perubahan warna, berbau tengik,
dan lewat kadaluwarsa.
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat, ditempat yang sejuk, kering, dan terlindung dari cahaya
matahari.

a. UNGUENTA (SALEP)
Sediaan 1/2 padat untuk digunakan sebagai obat luar, mudah dioleskan pada kulit
dan tanpa perlu pemanasan terlebih dahulu , dengan bahan obat yang terkandung
hares terbagi rata atau terdispersi homogen dalam vehikulum.Umumnya memakai
dasar salep Hidrokarbon ( vaselin album dan vaselin flavum ), dan dasar salep
Absorbsi (adeps lanae, dan lanolin ).
Sifat :
- Daya penetrasi paling kuat bila dibandingkan dengan bentuk sediaan padat lainnya.
- Cukup stabil dalam penyimpanan dan transportasi

Universitas Gadjah Mada 13


- Obat kontak dengan kulit cukup lama sehingga cocok untuk dermatosis yang kering
dan kronik serta cocok untuk jems kulit yang bersisik dan berambut.
- Tidak boleh digunakan untuk lesi seluruh tubuh.
Contoh : Tolmicen 10 ml, Polik oint 5 g

SALEP BERLEMAK ( FATTY OINTMENT )


Suatu sediaan obat berbentuk setengah padat yang mudah dioleskan, bahan obat hares
terdispersi homogen dalam dasar salep yang bebas air ( berlemak )

Sifat :
- Absorbsi obat cukup baik
- Basisnya bebas air sehingga obat dapat kontak dengan kulit cukup lama
- Dapat berfungsi sebagai pendingin
- Cocok untuk jenis kulit yang kering dan dermatosa kronis
Contoh : Nerisona fatty oint

SALEP MATA.
Sifat :
- Steril dan obat dapat kontak lama dengan mata sehingga lebih efektif dibandingkan
dengan tetes mata.
- Stabil dalam penyimpanan dan transportasi
- Bahan dasar tidak mengiritasi mata (adeps lanae, vaselin flavum, paraffin liq )
- Cocok untuk penggunaan malam hari.
Contoh : Cendocycline 1%, 3,5 gram, Cendomycos 3,5 g, Kemicitine 5g

b. JELLY (GEL )
Sediaan semi padat yang sedikit cair, kental dan lengket yang mencair waktu kontak
dengan kulit, mengering sebagai suatu lapisan tipis, tidak berminyak. Pada umumnya
menggunakan bahan dasar larut dalam air ( PEG, CMG, Tragakanta )
Sifat :
- Obat dapat kontak kulit cukup lama dan mudah kering
- Dapat berfungsi sebagai pendingin dan pembawa obat
- Bahan dasar mempunyai efek pelumas tidak berlemak sehingga cocok untuk dermatosa
kronik
- Biasanya untuk efek lokal, pemakaian yang terlalu banyak dapat memberikan efek
sistemik.
Contoh : Bioplasenton Jelly 15 mg, Voltaren Emulgel 100 g

Universitas Gadjah Mada 14


c. CREAM
Sediaan semi padat yang banyak mengandung air, sehingga memberikan perasaan
sejuk bila dioleskan pada kulit, sebagai vehikulum dapat berupa emulsi 0/W atau emulsi
W/O.
Sifat :
- Absorbsi obat cukup baik dan mudah dibersihkan dari kulit
- Kurang stabil dalam penyimpanan karena banyak mengandung air dan mudah timbul
jamur bila sediaan dibuka segelnya.
- Dapat berfungsi sebagai pelarut dan pendingin
- Sediaan ini cocok untuk dermatosa akut.
Contoh : Chloramfecort 10 g, Hydrokortison 5g, Scabicid 1 Og

d. PASTA
Masa lembek dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang berbentu serbuk dalam
jumlah besar ( 40 — 60% ), dengan vaselin atau paraffin cair atau bahan dasar tidak
berlemak yang dibuat dengan gliserol, mucilage, sabun.
Sifat :
- Obat dapat kontak lama dengan kulit
- Sediaan ini cocok untuk dermatosa yang agak basah ( Sub akut atau kronik )
- Dapat berfungsi sebagai pengering, pembersih, dan pembawa
- Tidak bisa digunakan untuk kulit yang berambut dan dermatosa yang eksudatif
- Untuk lesi akut dapat meninggalkan kerak vesikula
Contoh : Pasta Lassari

4. BENTUK SEDIAAN LAIN


a. BSO GAS/ AEROSOL
Sediaan yang mengandung satu atau lebih zat berkhasiat dalam wadah yang diberi
tekanan, berisi propelan yang cukup untuk memancarkan isinya hingga habis,
sedangkan cara penggunaanya dengan ditekan pada tutup botol sehingga
memancarkan cairan dan atau bahan padat dalam media gas. Produk aerosol dapat
dirancang untuk mendorong keluar isinya dalam bentuk kabut halus, kasar, semprotan
basah atau kering atau busa.

INHALA S I
Obat atau larutan obat yang diberikan lewat nasal atau mulut dengan cara dihirup
dimasudkan untuk kerja setempat pada cabang-cabang bronchus atau untuk efek
sistemik lewat paru-paru.

Universitas Gadjah Mada 15


SPRAY
Larutan air atau minyak dalam tetesan kasar atau sebagai zat padat yang terbagi
halus untuk digunakan secara topical, saluran hidung, faring atau kulit

Cara Penyimpanan :
Ditempat yang terlindung dari cahaya matahari, pada temperatur kamar ( t<30 °C
derajat celcius) dan di tempat yang kering.

Sifat :
- Merupakan suatu system koloid lipofob. Apabila berupa cairan, ukuran partikel antara
2-6 mikron untuk pemakaian sistemik
- Bahaya kontaminasi dapat dihindari
- Dapat dipakai pada daerah yang dikehendaki
- Dapat digunakan sebagai obat dalam ( inhalasi ) maupun obat luar.
- Mudah cara penggunaanya
- Untuk topical dapat dihindari efek iritatif
- Harganya mahal karena biaya produksi tinggi

Contoh :
Bricasma Inhaler 400 dose Metered Aerosol
Bricasma Turbuhaler 200 dose serbuk inhaler
Ventolin Rotahaler 200 mcg
Ventolin Rotacaps
Pulmocort Turbuhaler100 mcg/doses 200 dose Serbuk inhaler
Beconase Nasal Spray200 Doses

b. INJEKSI
Sediaan steril berupa larutan, suspensi, atau serbuk yang dilarutkan atau
disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral.
Sifat :
- Cocok untuk penderita dalam keadaan tidak kooperatif, tidak sadar, atau keadaan
darurat.
- Obat bekerja dengan cepat
- Cocok untuk obat yang dirusak oleh asam lambung
- Untuk bentuk kristal steril biasanya obat tidak tahan lama atau tidak stabil dalam larutan
- Harga obat relatif lebih mahal
- Pemberian obat memerlukan spuit injeksi.

Universitas Gadjah Mada 16


Cara mengenal kerusakan :
Untuk sediaan cair : Secara makroskopik dapat dilihat adanya perubahan warna, berbau,
timbul kristal atau endapan, dan tidak bias bercampur dengan baik apabila dilakukan
pengocokan.
Untuk sediaan kering : Timbul perubahan warna dan penggumpalan, sebelum dicairkan

Penyimpanan :
Sediaan cair : Disimpan ditempat kering, pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya
matahari
Sediaan kering : Disimpan ditempat kering, pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya
matahari (belum dicairkan ) , disimpan dialmari es ( setelah dicairkan )

1. Injeksi Dalam Bentuk Larutan


Contoh :
Aminophylin vial 10 ml
Dilantin ampul 2m1
Glukosum flacon 10
ml ATS ampul 1 ml
Delladyl vial 15 ml

2. Injeksi dalam bentuk


Suspensi Contoh :
Procaine PenicillinG Flacon 10 ml
Cortisone acetat 100 ml

3. Injeksi dalam bentuk Serbuk


kering. Contoh :
Chloramex vial 1000 mg
Streptomysin Sulfat Vial 5g
Kemicitine succinate Vial 1000 mg

c. VAGINAL DOSAGE FORM


Sediaan ini untuk vagina dapat berbentuk cair, padat, setengah padat yang cara
penggunaannya dengan menggunakan aplikator (alat khusus) dimasukkan kedalam liang
vagina sedalam-dalamnya. Untuk Tablet vagina dapat dimasukkan langsung dalam
rongga
vagina. Berefek lokal sebagai antiseptik, antiinfeksi, dan kouterisasi

Universitas Gadjah Mada 17


Contoh :
Betadine 100 ml Obat dimasukkan ke vagina dengan alat. Obat dicampur dengan air
hangat
Canesten SD
Flagystatin
Albothyl (Ovula )

d. SUPPOSITORIA
Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang mengandung obat, cara
penggunaanya dengan memasukkanya kedalam salah satu rongga tubuh.Suppositoria
yang dimasukkan rectum disebut Suppositoria rectal dan bertujuan untuk efek lokal atau
sistemik, sedang yang dimasukkan vagina disebut ovula, untuk efek lokal
- Untuk tujuan sistemik cocok untuk obat-obat yang :
a. iritasi dan toksik di Gastrointestinal
b. tidak stabil pada pH Gastrointestinal
c. dirusak oleh enzim di Gastrointestinal
d. rasa tidak menyenangkan.

- Dalam pemakaiannya perlu diperhatikan tentang :


a. Kegiatan pasien dalam hal cara penggunaan dan waktunya, agar mendapatkan
efek yang optimal ( pagi hari setelah defekasi dan atau malam hari menjelang tidur,
sambil tiduran ).
b. Absorbsi bahan aktif sering tidak sempurna.
c. Dapat menyebabkan proktitis

- Sediaan ini cocok untuk pasien yang :


a. Mual,muntah atau post operatic, gangguan mental atau tak sadar
b. Terlalu muda atau terlalu tua

Cara mengenal kerusakan :


Sediaan lunak/telah lembek, timbul kristaUberbau tengik sebaiknya jangan digunakan.

Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat & ditempat sejuk. Untuk sediaan suppositoria dengan
vehikulum O1. Cacao/minyak lemak yang lain, sebaiknya disimpan di almari es.

Universitas Gadjah Mada 18


Contoh :
Anusol Obat dimasukkan kedalam dubur, pagi atau sore hari setelah BAB
Flagyl
Dulcolax 10 mg
Primperan 10 mg atau 20 mg

e. PENGGUNAAN OBAT TRANSDERMAL


Suatu system dimana bahan obat yang terdapat pada permukaan kulit menembus
beberapa lapisan kulit dan masuk sirkulasi sistemik. Bentuk sediaan ini terdapat beberapa
ukuran yang berhubungan dengan konsentrasi obat.
Cara penggunaanya tergantung bahan obat, ada yang ditempelkan dipunggung, lengan
atas, pundak, belakang telinga.

Sifat :
- Menghindari kesulitan obat diabsorbsi karena dirusak oleh pH lambung, aktivitas enzim,
interaksi obat dan makanan.
- Cocok untukPenderita mual, muntah, diare
- Menghindari obat lewat lintas utama
- Menghindari resiko terapi secara parenteral
- Memperpanjang aktivitas obat yang mempunyai waktu paruh pendek.
- Memungkinkan terapi yang berhari-hari dengan pemakaian tunggal
- Memungkinkan penghentian efek obat secara cepat
- Memungkinkan percepatan identifikasi apabila terjadi keadaan darurat
Contoh :
Nitroderm TTS
Nitrodisc Ditempelkan dipunggung atau lengan atas

PRINSIP PEMILIHAN BSO (BENTUK SEDIAAN OBAT) PADA PRESKRIPSI


Dalam memilih atau menentukan bentuk sediaan obat perlu memperhatikan factor bahan
obat, dan keadaan penderita, agar terapi dapat tercapai dengan baik.
A. BAHAN OBAT
1. Sifat fisika-kimia obat
a. Higroskopis, lebih baik dibuat cairan. Obat tidak stabil dalam cairan, sebagai contoh
asetosal apabila dibuat minuman akan tenuai menjadi asam salisilat dan
asetaldehid, oleh karena itu sebaiknya dibuat cairan
b. Apabila bahan tidak larut dalam air, dapat dipilih bentuk sediaan padat, seandainya
dipilih cairan ukuran partikel hams kecil sehingga absorpsinya lebih cepat

Universitas Gadjah Mada 19


c. Bahan dirusak oleh asam lambung, sebaiknya diberikan dalam bentuk injeksi secara
parenteral atau apabila bentuk sediaan padat dipilih bentuk tablet salut enterik.
2. Hubungan aktivitas-struktur kimia obat
a. Derivat barbiturat (short-acting) diberikan dalam bentuk sediaan injeksi
b.Derivat barbiturat (long acting) diberikan dalam bentuk sediaan padat yaitu pulveres,
tablet atau kapsul
3. Sifat farmakokinetik bahan obat
Obat yang mengalami first past effect di hati sebagai contoh isosorbidi dinitrat diberikan
secara sub lingual atau nitrogliserin secara transdermal

B. PENDERITA
1. Umur penderita :
 Bayi kurang dari 1 tahun
Pemberian oral, apabila BSO cair sebaiknya dipilih tetes (guttae oral) karena
volume pemberiaanya kecil, sedangkan BSO padat dipilih pulveres (puyer).
Bentuk sediaan khusus : injeksi atau supositoria
 Anak 1-5 tahun
Pemberian oral, apabila BSO cair dipilih solusio, sirup, suspensi, emulsi,
sedangkan BSO padat dipilih pulveres. Bentuk sediaan khusus yaitu : injeksi atau
supositoria
 Anak 5-12 tahun
Pemberian oral, apabila BSO cair dipilih solusio, suspensi, emulsi sedangkan
BSO padat dipilih pulveres, kapsul atau tablet (apabila dapat menelan). Bentuk
sediaan khusus: injeksi, supositoria, inhalasi/aerosol
 Dewasa
Semua BSO yang ada
 Manula
Semua BSO yang ada, kecuali apabila tidak dapat menelan tablet/kapsul maka
dipilih BSO cair
2. Lokasi/bagian tubuh dimana obat bekerja
 efek lokal - cair (solusio, emulsi, suspensi)
- setengah padat (unguentum,cream, gel, pasta)
- khusus (supositoria, ovula, spray, aerosol/inhalasi)
 penyerapan atau penetrasi obat melalui kulit : transdermal, injeksi
3. Keadaan umum penderita :
 penderita tidak sadar : dipilih BSO injeksi atau supositoria
Universitas Gadjah Mada 20
 penderita tidak dapat diberikan per oral, misalnya hiperemesis, post operasi
saluran cerna, kejang maka dipilih BSO injeksi atau supositoria
4. Bentuk sediaan yang yang enak/cocok bagi penderita
 Bahan obat sangat pahit meskipun larut dalam air, tidak diberikan dalam bentuk
cairan, akan tetapi dipilih bentuk sediaan padat (misalnya kapsul) kecuali terdapat
preparat esternya (misalnya chloramphenicol palmitat, erythromycin etylsuccinat)
 Bahan obat berasa amis, dipilih bentuk sediaan tablet salut gula atau kapsul,
jangan memilih BSO padat pulveres

DAFTAR PUSTAKA :
1. Ansel Howard C., 1990. Introduction to phamaceutical Dosage Forms. Lea & Febiger,
Philadelphia
2. Nanizar Z.J., 1994. Ars Prescribendi Resep yang rasional. Jilid 1,2 dan 3. Universitas
Airlangga Press, Surabaya

Universitas Gadjah Mada 21


BIOAVAILABILITAS OBAT
(KETERSEDIAAN HAYATI OBAT)
Dra. Tri Murini, MSi., Apt
PENDAHULUAN
Perkembangan produksi obat di Indonesia sangat pesat. Hal ini tentunya sangat
menggembirakan karena obat lebih mudah diperoleh konsumen. Disisi lain bagi seorang
dokter akan kesulitan dalam memilih bentuk sediaan yang tepat dari berbagai produk merk
dagang dari pabrik obat. Obat yang diberikan dalam bentuk sediaan yang berbeda dapat
memberikan perbedaan dalam jumlah dan kecepatan obat tersebut mencapai sirkulasi
sistemik. Variasi yang terjadi dapat disebabkan oleh dua faktor penting yaitu faktor fisiologi
penderita dan faktor formulasi bentuk sediaan (Poole, 1979). Faktor formulasi dapat berupa
bahan baku, bahan tambahan yang dipergunakan, karena cara/proses pembuatan tersebut.
Tiga faktor tersebut mempunyai pengaruh sangat dominan.
Produksi suatu obat dalam bentuk sediaan tertentu, didasarkan berbagai pertimbangan,
diantaranya stabilitas, bioavailabilitas (ketersediaan hayati), khasiat, sifat toksik dan
kemudahan serta lama pemakaiannya. Pertimbangan ini dikaji guna memenuhi persyaratan
mutu sediaan obat, meliputi keamanan, kemanjuran dan akseptabilitasyang hares dipenuhi
apabila obat tersebut dipergunakan.

BIOAVAILABILITAS OBAT, EFEK FARMAKOLOGI DAN MUTU SEDIAAN OBAT


Sebagian besar obat disediakan dalam berbagai bentuk sediaan oral. Sifat yang paling
penting dari bentuk sediaan adalah kemanjurannya melepaskan zat aktif dalam jumlah yang
cukup agar dapat menimbulkan efek farmakologis seperti yang diharapkan. Sifat sediaan
obat ini dikenal sebagai bioavailabilitas (ketersediaan hayati ). Pada perkembangan lebih
lanjut, bioavailabilitas didefinisikan sebagai kecepatan dan jumlah relatif obat yang dapat
diabsorpsi ke sirkulasi sistemik (Blanchard & Sawchuck,1979). Arti definisi tersebut sangat
penting nilai bioavailabilitas suatu sediaan obat, karena bagi obat yang diberikan secara
ekstravaskular (termasuk oral), absorpsi merupakan tahap permulaan yang sangat
menentukan ada tidaknya khasiat obat tersebut (Ritchel, 1980).Efek terapetik suatu obat
sangat tergantung pada kadar obat dalam darah/plasma, oleh karena itu bioavailabilitas obat
dari bentuk sediaannya akan mempengaruhi respon penderita terhadap obat. Perbedaan
respon penderita dapat terjadi kegagalan pengobatan bagi penderita.
Bioavailabilitas obat dari suatu bentuk sediaan obat dapat digambarkan dengan suatu
kurva konsentrasi obat versus waktu yang sampai ke cairan biologis seperti darah, plasma
atau urine. Kajian tentang khasiat obat atau efek farmakologis suatu obat dapat
dimanifestasikan sebagai onset (kerja awal), durasi (lamanya obat berefek), dan intensitas
efek (gambar 1)

Universitas Gadjah Mada 22


Gambar 1 : Manifestasi efek farmakologi suatu
obat KTM : kadar toksik minimum
KEM : kadar efektif minimum

Durasi dan intensitas efek farmakologis suatu obat dianggap merupakan fungsi kadar
obat pada tempat aksi atau reseptornya. Akan tetapi menetapkan kadar obat di tempat
aksinya pada manusia tidak mungkin dilakukan, maka durasi dan intensitas efek farmakologi
suatu obat merupakan fungsi kadar obat di dalam darah (Levy, 1972)
Kadar efektif minimum suatu obat di dalam darah (KEM), dapat menggambarkan kadar
minimum pada reseptor yang diperlukan untuk dapat menimbulkan efek farmakologinya.
Padahal tersedianya obat di dalam darah dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi obat. Oleh
karena itu dapat dikatakan kecepatan dan jumlah relatif obat yang diabsorpsi dari bentuk
sediaannya kesirkulasi sistemik, bersama dengan kecepatan eliminasinya akan
mempengaruhi durasi dan intensitas farmakologisnya. Maka nilai bioavailabilitas suatu
bentuk sediaan obat, dapat dipergunakan untuk meramalkan efek farmakologinya.
Mutu suatu produk atau sediaan obat ditentukan oleh persyaratan keamanan,
kemanjuran, dan akseptabilitas yang dipenuhi ketika dipergunakan.Oleh karena itu walaupun
tidak mutlak, dengan mengetahui nilai bioavailabilitas suatu sediaan obat kemungkinan
persyaratan keamanan dan kemanjuran secara dini dapat diramalkan Oleh karena itu, nilai
bioavailabilitas dapat dipergunakan sebagai salah satu dasar penilaian mutu sediaan obat.

PARAMETER BIOAVAILABILITAS
Untuk menaksir atau membandingkan bioavailabilitas suatu obat setelah pemberian oral
dari suatau dosis tunggal suatu sediaan farmasi dengan zat aktif sama digunakan parameter
:
1. Konsentrasi puncak maksimum (Ctp)
2. Waktu untuk mencapai kadar puncak (tp)
3. Luas Daerah Bawah Kurva (AUC: Area Under Curva) dalam darah, serum atau plasma
Universitas Gadjah Mada 23
Waktu untuk mencapai kadar puncak (tp) dan Ctp dapat dipergunakan untuk
menggambarkan kecepatan absorpsi obat, akhimya dapat dipergunakan meramalkan onset
dan durasi farmakologisnya. Sedangkan AUC dapat menggambarkan jumlah obat yang
diabsorpsi, yang akhirnya dapat menggambarkan intensitas farmakologinya (Poole, 1979).
Badan Pengawas Obat berkewajiban untuk menilai semua produk obat sebelum
dipasarkan, memberikan izin pemasaran, dan selanjutnya melakukan pengawasan terhadap
produk obat tersebut setelah dipasarkan untuk memberikan jaminan kepada masyarakat
bahwa produk obat tersebut memenuhi standar khasiat, keamanan dan mutu yang
dibutuhkan

EKIVALENSI OBAT
1. Ekivalensi Obat Secara Kimiawi (Ekivalensi farmasetik)
Dua produk obat dinyatakan ekivalensi bila kedua produk obat terscbut mengandung zat
aktif dan jumlah yang sama dalam bentuk sediaan obat yang sama, serta memenuhi
syaratsyarat standart dalam Farmakope Indonesia
2. Ekivalensi Secara Biologis (Bioekivalensi)
Dua produk obat yang ekivalensi farmasetik, diberikan dalam dosis yang sama akan
menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga efeknya diharapkan akan sama.
Jika bioavailabilitasnya berbeda bermakna secara statistik, maka kedua produk obat
tersebut disebut bioinekivalen
3. Ekivalensi terapetik
Dua produk yang bioekivalen akan memberikan efek terapetik yang sama pula, apabila
diberikan dengan kondisi dan dosis yang sama kepada penderita akan menghasilkan
efektifitas klinik dan keamanan sebanding. Jika terdapat perbedaan yang bermakna
secara klinik dalam bioavailabilitasnya, maka kedua produk obat tersebut dinyatakan
inekivalen secara terapetik
4. Ekivalensi secara klinis
Dua produk obat yang ekivalen farmasetik diberikan dalam dosis yang sama,
memberikan efek klinis yang sama dengan melihat gejala penyakit penderita

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIOAVAILABILITAS OBAT YANG


DIBERIKAN PER ORAL
1. Sifat fisika-kimia obat (ukuran partikel, kristal/amorf, garam, hidrasi, kelarutan dalam
air/lemak, pH dan pK)
2. Bahan farmasetik dan karakteristik bentuk sediaan
- bahan farmasetik
- poses fabrikasi

Universitas Gadjah Mada 24


- waktu disolusi obat dalam bentuk sediaan
- umur produk dan kondisi penyimpanan
3. Faktor fisiologis dan karakteristik pasien
 umur pasien dan berat badan
 jenis kelamin
 waktu pengosongan lambung
 keadaan fisik pasien
 Isi lambung
 pH lambung-usus
 metabolisme obat ( di usus dan selama melewati hati)
 ketidakpatuhan penderita: obat tidak diminum sesuai anjuran
 Pemberian beberapa obat secara bersamaan dapat mengakibatkan interaksi in vivo

Adanya faktor-faktor tersebut dapat berakibat :


1. Ada perbedaan kecepatan obat diabsorpsi ke peredaran sistemik
2. Ada perbedaan mula obat bekerja (onset)
3. Ada perbedaan intensitas karena perbedaan kadar obat tertinggi yang dicapai dalam
darah
4. Perbedaan lamanya efek farmakologi dan efek klinis dari obat

Universitas Gadjah Mada 25


PRODUK OBAT YANG MEMERLUKAN UJI BIOEKIVALENSI (in vitro)
A. Produk obat oral lepas lambat yang bekerja sistemik, jika memenuhi satu atau lebih
kriteria berikut ini :
1. batas keamanan/indeks terapi yang sempit, misalnya glikosida jantung, anti-aritmia,
antikoagulan oral, obat-obat sitotoksik, fenitoin, litium, hipoglikemik oral, siklosporin,
teofilin.
2. diindikasikan untuk penyakit yang serius/berbahaya, misalnya tuberkulose, antibiotik,
antiaritmia, antiepilepsi, antiasma, antiparasit, obat-oabt sulfa, dll
3. farmakokinetik non linear, misalnya difenilhidantoin, ketokonazol, intrakonazol,
fluoksetin, paroksetin
4. eliminasi presistemik yang tinggi (>70), misal : nitrat organik, felodipin, lasidipin,
verapamil.
5. sifat-sifat fisikokimia yang tidak menguntungkan, misalnya :
- kelarutan rendah, misal. kortikosteroid, hormon seks steroid
- tidak stabil, misalnya nifedipine
6. kadar dalam sediaan kecil, sehingga pengaruh formulasi menjadi jauh lebih besar,
misalnya : hormon
B. Produk obat non oral dan non parenteral yang didesain untuk bekerja sistemik
misalnya : - sediaan transdermal (nitrat organik, hormon) - supositoria
C. Produk obat lepas lambat yang bekerja sistemik, misalnya diklofenak SR, nifenipin oros,
felodipin ER
D. Produk kombinasi tetap yang bekerja sistemik, misalnya : kotrimoksazol
E. Produk obat bukan larutan untuk penggunaan sistemik (oral, nasal, okuler, dermal, rektal,
vaginal,dsb) dan dimaksudkan untuk bekerja lokal (tidak untuk diabsorpsi sistemik)

MAKNA BIOAVAILABILITAS OBAT BAGI SEORANG PRAKTISI MEDIK


1. Mengetahui parameter bioavailabilitas obat dan sifat fisika-kimia obat serta patofisiologi
penderita, dapat memilih pengaturan dosis dan jalur pemberian /cara pemberian obat
secara tepat.
2. Memperhatikan produk pabrik lain dengan formulasi yang berbeda dari zat aktif yang
sama dengan bentuk sediaan yang sama, dapat menunjang pemilihan/ penggunaan
BSO yang tepat
3. Faktor-faktor individual, kadang-kadang memberikan pengaruh yang sangat besar pada
bioavailabilitas obat, terutama keadaan patofisiologi penderita
4. Beberapa obat yang diberikan bersamaan dapat saling mempengaruhi bioavailabilitas
karena dapat terjadi interaksi obat in vivo

Universitas Gadjah Mada 26


5. Obat yang mempunyai indeks terapi sempit memerlukan monitoring yang cermat
terutama apabila :
a. diberikan bersamaan dengan obat lain
b. mengalami perubahan bentuk sediaan obat
c. terjadi perubahan pada fungsi ginjal/hepar

DAFTAR PUSTAKA :

1. Blanchard, J & Sawchuk, R.J., 1979. Drug bioavailability : an overview in Blanchard, J &
Sawchuk, R.J. & Brodie, B.B. (eds). Principles and perspective in drug bioavailability, S.
Karger A.G. Basel, 1-6
2. Levy, G., 1972. Relationship between pharmacological effects and plasma or tissue
concentration of drug in man, in Davies, D.S & Prichard BNC (eds). Biological effects of
drugs in relation to their plasma concentrations, University Park Press, Baltimore, 83-93
3. Poole, J.W., 1979. Effects of Formulation and Dosage form on drug bioavailability, in
Blanchard J., Sawchuk, R.J. & Brodie, B.B. (eds) Principles and perspective in drug
bioavailability, S. Karger A.G. Basel, 59-83
4. Ritschel, W.A. , 1980. Handbook of Basic Pharmacokinetics 2nd ed. Drug Intellegence
Publications, Inc., Hamilton 382-409.

Universitas Gadjah Mada 27

Anda mungkin juga menyukai