Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1. Tanaman teh

Tanaman teh diperkirakan berasal dari daerah pegunungan

Himalaya dan daerah pegunungan yang berbatasan dengan Republik

Rakyat Tiongkok, India, Birma (Spillane, 1992). Pada tahun 2737

sebelum masehi teh sudah dikenal di Tiongkok. Bahkan sejak abad

ke-4 masehi teh dimanfaatkan sebagai salah satu komponen ramuan

obat. Teh diperkenalkan pertama kali oleh pedagang Belanda sebagai

komoditas perdagangan di Eropa pada tahun 1610 Masehi dan

menjadi minuman populer di Inggris sejak 1664 Masehi (Ghani,

2002).

Secara umum berdasar-kan cara/proses pengolahannya, teh

dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau, teh oolong,

dan teh hitam (Rohdiana, 2009). Sekitar 75% dari produksi teh di

seluruh dunia adalah teh hitam. Teh hitam dikonsumsi oleh 87%

peminum teh Ame-rika. Teh hitam merupakan jenis teh yang paling

umum di Asia Selatan (India, Sri Langka, Bangladesh) dan sebagian

besar negara-negara di Afrika, seperti di Kenya, Burundi, Rwanda,

Malawi dan Zimbabwe (Rossi, 2010).

Tanaman Teh merupakan tanaman obat yang memiliki banyak

manfaat. Manfaat teh diantaranya seperti antikanker, antioksidan,


antimikroba, antibakteri, pemcegah antiklerosis, untuk kesehatan

jantung, antidiabetes, untuk meningkatkan kekebalan tubuh, menjaga

parkinson, menurunkan kolesterol, menjaga karies gigi, mencegah

nafas tidak sedap, dan melancarkan air seni, tumor kanker, stroke,

tekanan darah tinggi dan lain-lain (Alamsyah, 2006)

1. Klasifikasi Tanaman Teh (Camelia sinensis)

Gambar 2.1 Tanaman Teh

(Sumber: https://financialtribune.com, 2013)

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Guttiferales

Familia : Theaceae

Genus : Camelia

Species : Camelia sinensis (Tuminah, 2004)


2. Nama Teh

Nama asli teh di Asia semua hampir sama satu sama llain. Di

China namanya ‘ch’a, di India ‘tsch’, di Jepang ‘cha’, dirusia ‘caj’,

dalam bahasa inggris ‘tea’ dan dalam bahasa jerman ‘tee’. Pada

fase awal sejarah Eropa, minuman teh juga disebut ‘cha’ di Ingris,

Belanda dan Portugal. Pada akhir abad 17, kata ‘cha’ menjadi ‘tay’

dan tidak lama kemudian menjadi ‘tee’ dan ‘tea’ (Stephen Fulder,

2004).

3. Morfologi Tanaman Teh

Tanaman teh memiliki daun tunggal yang tersebar, helaian

daunya eliptis memanjang dengan pangkal daun meruncing dan

tepi daunya bergigi. Bunga teh berkelamin dua atau disebut

hermadrofit dalam satu pohon. Memiliki kelopak bunga sejumlah

5-6 yang berukuran tidak sama. Mahkota bunganya melekat pada

pangkalnya. Benangsari membentuk lingkaran yang banyak, pada

bagian terluar pangkalnya bersatu dan melekat pada mahkota,

sedangkan pada bagian terdalamnya terlepas. Teh memiliki tangkai

putik yang bercabang tiga. Teh merupakan tanaman yang

berbentuk pohon, tetapi karena pemangkasan kerapkali seperti

perdu dengan tinggi 5-10m (van Steenis, 2008).

4. Jenis dan Pengolahan Teh

Komoditas teh dihasilkan dari pucuk daun tanaman teh

(Camellia sinensis) melalui proses pengolahan tertentu. Secara


umum berdasarkan cara atau proses pengolahanya, teh dapat

diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu teh hijau, teh oolong dan teh

hitam. Teh hijau dibuat dengan cara menginaktivasi enzim oksidase

atau fenolase yang ada dalam pucuk daun teh segar, dengan cara

pemanasan atau penguapan menggunaka uap panas, sehingga

oksidase enzimatik terhadap katekin dapat dicegah. Teh hitam

dibuat dengan cara memanfaatkan terjadinya oksidasi enzimatis

terhadap kandungan katekin teh. Sementara, teh oolong dihasilkan

melalui proses pemanasan yang dilakukan segera setelah proses

rolling atau penggulungan daun, dengan tujuan untuk

menghentikan proses fermentasi, yang memiliki karakteristik

khusus dibandingkan dengan teh hitam dan teh hijau(Arif Hartoyo,

2003).

5. Kandungan Senyawa Kimia Teh

Beragam manfaat teh tidak lepas dari keberadaan senyawa-

senyawa-senyawa dan sifat-sifat yang ada pada daun teh.

Komposisi kimia daun teh segar (dalam % berat kering) adalah

serat kasar, selulosa, lignin 22%, protein dan asam amino 23%,

lemak 8%, kafein 4%, pectin 4%. Daun teh mengandung tiga

komponen penting yang mempengaruhi mutu minuman, yaitu

kafein, tanin dan polifenol. Kafein memberikan efek stimulan

(Sundari dkk, 2009).


Senyawa utama yang dikandung teh adalah kafein, yaitu

suatu turunan tanin terkondensasi yang juga dikenal sebagai

senyawa polifenol karena banyaknya gugus fungsional hidroksil

yang dimilikinya. Selain itu teh juga mengandung alkaloid kafein

yang bersama-sama dengan polifenol teh akan membentuk rasa

yang menyegarkan. Beberapa vitamin yang dikandung teh

diantaranya adalah vitamin C, vitamin B dan vitamin A yang

diduga akan menurun kadarnya akibat pengolahan, namun masih

dapat dimanfaatkan oelh peminumnya. Beberapa jenis mineral juga

terkandung dalam teh, terutama fluorida yang dapat memperkuat

struktur gigi (Kustamiyati, 2006)

2.1.2. Senyawa alkaloid

Senyawa alkaloid yang terdapat dalam daun teh adalah kafein.

Alkaloid yang terkandung dalam teh mempunyai sifat penyegar, yaitu

sebesar 3-4% dari berat kering daun (Alamsyah, 2006). Alkaloid

merupakan salah satu metabolisme sekunder yang terdapat pada

tumbuhan, yang bisa dijumpai pada bagian daun, ranting, biji, dan

kulit batang. Alkaloid mempunyai efek dalam bidang kesehatan

berupa pemicu sistem saraf, menaikkan tekanan darah, mengurangi

rasa sakit, antimikroba, obat penenang, obat penyakit jantung dan lain-

lain lain (Simbala 2009).


2.1.3. Kafein

Kafein merupakan senyawa kimia alkaloid terkandung secara

alami pada lebih dari 60 jenis tanaman terutama teh (1- 4,8 %), kopi

(1-1,5 %), dan biji kola(2,7-3,6 %). Kafein diproduksi secara

komersial dengan cara ekstraksi dari tanaman tertentu serta diproduksi

secara sintetis. Kebanyakan produksi kafein bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan industri minuman. Kafein juga digunakan

sebagai penguat rasa atau bumbu pada berbagai industri makanan

(Misra et al, 2008).

Kafein adalah senyawa alkaloid metilxantine (basa purin) yang

berwujud kristal berwarna putih dan bersifat psikoaktif. Kafein

digunakan sebagai stimulan sistem saraf pusat dan mempercepat

metabolisme (diuretik). Konsumsi kafein berguna untuk

meningkatkan kewaspadaan, menghilangkan kantuk dan menaikkan

mood. Kafein juga membantu kinerja fisik dengan meningkatkan daya

tahan tubuh dan meningkatkan kontraksi otot. Atlet yang

mengkonsumsi kafein memiliki kelebihan dibandingkan dengan yang

tidak mengkonsumsi kafein karena atlet akan dapat bertahan lebih

lama saat melakukan aktivitas olahraga (Ennis, 2014). Sejumlah

penelitian telah menunjukkan bahwa dengan mengkonsumsi kafein

dapat meningkatkan kewaspadaan (lelah berkurang) (Smith, 2002).


1. Sifat kafein

Kafein merupakan sejenis alkaloid heterosiklik dalam

golongan methylxanthine, yang menurut definisi berarti senyawa

organik yang mengandung nitrogen dengan struktur dua-cincin atau

dua-siklik. Molekul ini secara alami terjadi dalam banyak jenis

tanaman sebagai metabolik sekunder. Fungsinya dalam tumbuhan

adalah sebagai pestisida alami yang melumpuhkan dan membunuh

serangga yang memakan tumbuhan tersebut. Zat ini dihasilkan

secara ekslusif dalam daun, kacang-kacangan dan buah-buahan

lebih dari 60 tanaman, termasuk daun teh biasa (Camellia sinensis),

kopi (Coffea arabica), kacang koko (Theobroma cacao), kacang

kola (Cola acuminata) dan berbagai macam berry (Reinhardt,

2009).

C8H10N4O2

Gambar 2.2 Struktur Kimia Kafein

Kafein dalam bentuk murni muncul sebagai bedak kristal

putih yang pahit dan tidak berbau (Brain, 2000). Rumus kimianya

adalah C8H10N4O2 dan memiliki nama kimia 1,3,7-


trimethylxantine. Nama IUPAC untuk kafein adalah 1,3,7-

trimethyl-1H-purine-2,6(3H,7H)-dione,3,7-dihydro-1,3,7-trimethyl

-1H-purine-2,6-dione (Erowid, 2011).

2. Farmakologi kafein

Kafein merupakan perangsang susunan saraf pusat dapat

menimbulkan diuresis, merangsang otot jantung dan melemaskan

otot polos bronchus. Secara klinis basanya digunakan berdasarkan

khasiat sentralnya, merangsang semua susunan saraf pusat mula-

mula korteks kemudian batang otak, sedangkan medula spinalis

hanya dirangsang dengan dosis besar (Sudarmi, 1997).

Konsumsi kafein secara rutin dapat menyebabkan terjadinya

toleransi. Tanda-tanda dan gejala-gejala dari konsumsi kafein

secara berlebihan antara lain kecemasan, insomnia, wajah

memerah, diuresis, gangguan saluran cerna, kejang otot, takikardia,

aritmia, peningkatan energi dan agitasi psikomotor. Kafein dapat

berinteraksi dengan siprofloksasin dimana mengakibatkan

terjadinya penurunan metabolism hepatic kafein sehingga efek

farmakologi kafein dapat meningkat (Sukandar dkk, 2008).

2.1.4. Ektraksi

Ektraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat

larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair.

Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat

digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan


lain-lain. Dengan diketahui senyawa aktif yang dikandung simplisia

akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ektraksi yang tepat

(Ditjen POM, 2000).

Ada beberapa target ektrkasi, diantaranya :

1) Senyawa bioaktif yang tidak diketahui.

2) Senyawa yang diketahui ada pada suatu organisme.

3) Sekelompok senyawa dalam suatu organisme yang berhubungan

secara struktural (sarker sd, dkk, 2006).

1. Metode Refluks

Ektraksi refluks merupakan metode ekstraksi yang dilakukan

pada titik didih pelarut tersebut, selama waktu pada dan jumlah

pelarut tertentu dengan adanya pendingin balik (kondensor). Pada

umumnya dilakukan tiga sampai lima kali pengulangan proses pada

rafinat pertama. Kelebihan metode refluk adalah padatan yang

memiliki tekstur kasar dan tahan terhadap pemanasan langsung

dapat diektrak dengan metode ini. Kelemahan metode ini adalah

membutuhkan julah pelarut yang banyak karena penggantian

pelarut sebanyak tiga kali dengan durasi tiga sampai empat jam

(Irawan, 2010).

Prinsip kerja metode refluks yaitu penarikan komponen kimia

yang dilakukan dengan cara sampel dimasukan kedalam labu alas

bulat bersama-sama dengan cariran penyari terkondensasi pada

kondensor menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan


turun kembali menuju labu alas bulat, demikian seterusnya

berlangsung berkesinambungan sampai penyairan smepurna,

penggantian pelarut dilakukan sebanyak tiga kali stiap tiga sampai

empat jam. Filtrat yang dikumpulkan dan dipekatkan (Akhyar,

2010).

2. Proses Pengadukan

Proses pengadukan merupakan tahapan penting dalam

ekstraksi metode reflux, hal ini bertujuan agar semua bahan yang

ada didalam wadah ekstraksi dapat berbaur menjadi satu.

Pencampuran adalah penyebaran suatu komponen ke komponen

lain. Prinsip pencampuran didasarkan pada peningkatan

pengacakan dan distribusi dua atau lebih komponen yang

mempunyai sifat yang berbeda (Kurnia Harlina Dewi et al, 2010).

2.1.5. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi dalam bidang kimia merupakan sebuah teknik

analisis yang digunakan untuk memisahkan sebuah campuran ataupun

persenyawaan kimia (Adnan, 1997).

Prinsip KLT adalah pemisahan komponen kimia berdasarkan

prinsip absorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben)

dan fase gerak (eluen). Komponen kimia bergerak mengikuti fase

gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen – komponen

kimia yang tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak


dengan kecepatan yang bereda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal

ini yang menyebabkan terjadinya pemisahan (Stahl, 1985).

1. Fase Diam (lapisan penyerap)

Fase diam (lapisan penyerap) adalah lapisan yang dibuat dari

salah satu penyerap yang khusus digunkan untuk KLT. Penyrap

yang umum digunakan adalah silica gel, alumunium oksida,

kieselgur, selulosa dan turunannya, poliamida dan lain – lain. Silica

gel paling banyak digunakan karena menghasilkan perbedaan pada

efek pemisahan yang tergantung pada cara pembuatannya, sehingga

silica gel ini telah diterima sebagai bahan standart (Stahl, 1985).

2. Fase Gerak

Fase gerak (pelarut pengembang) adalah medium angkut

yang terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Pelarut ini bergerak di

dalam fase diam (lapisan berpori) karena ada daya kapiler. Angka

banding campuran yang dipakai dalam palarut ini dinyatakan dalam

bagian volume total 100, misalnya akan dibuat pelarut benzena –

kloroform – asam asetat 96% dengan perbandingan 50:40:10

(Stahl, 1985).

3. Identifikasi dan Harga Rf

Parameter kualitatif harga Rf merupakan parameter

karakteristik Kromatografi Lapis Tipis. Harga ini merupakan

ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa pada kromatografam dan


pada kondisi konstan merupakan besaran karakteristik dan harga

Rf.

𝐉𝐚𝐫𝐚𝐤 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐠𝐞𝐫𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐬𝐞𝐞𝐧𝐲𝐚𝐰𝐚 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐭𝐢𝐭𝐢𝐤 𝐚𝐬𝐚𝐥


Harga Rf = 𝐉𝐚𝐫𝐚𝐤 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐠𝐞𝐫𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐩𝐞𝐥𝐚𝐫𝐮𝐭 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐭𝐢𝐭𝐢𝐤 𝐚𝐬𝐚𝐥

Harga – harga Rf untuk senyawa – senyawa murni dapat

dibandingkan dengan harga – harga standard. Perlu diperlukan

bahwa harga – harga Rf yang diperoleh hanya berlaku untuk

campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang digunakan,

meskipun demikian daftar dari harga – harga Rf untuk berbagai

campuran dari pelarut dan penyerap dapat diperoleh

(Sastrohamidjodo, 2007).

4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Harga Rf Pada KLT

a. Stuktur kimia dari senyawa yang dipisahkan

b. Sifat dari penyerap dan derajat aktifnya

c. Tebal dan kerataan lapisan penyerap

d. Pelarut dan derajat kemurnian fase gerak

e. Dejarat kejernihan uap pengembangan pada bejana

f. Jumlah cuplikan

g. Suhu

h. Kesinambungan (Sastrohamidjodo, 2007).

5. Keuntungan KLT

Keuntungan Kromatografi Lapis Tipis yaitu membutuhkan

waktu yang lebih cepat, diperoleh pemisahan yang lebih baik, biaya
yang digunakan relatif murah, dan membutuhkan campuran

cuplikan yang sangat sedikit (Sastrohamidjodo, 2007).

2.1.6. Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang

terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan

sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer

adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau

direfleksikan sebagai fungsidari panjang gelombang. Suatu

spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang

kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi antara sampel dan blanko

ataupun pembanding (Khopkar, S.M, 2002).

Gambar 2.3 Skema Spektrofotmetri UV-Vis

(wanibesak.wordpress.com)

Spektrofotometer UV – Vis adalah alat yang dapat mengukur

energi transisi elektron yang terdapat di dalam ikatan molekul. Daerah

panjang gelombang elektromagnetik pada prngukuran adalah antara

200 – 400 nm (UV) dan 400 – 800 (sinanr tampak). Transisi elektron
ikatan di daerah UV jauh (panjang gelombang kurang dari 200 nm)

tidak dapat di ukur dengan alat spektofotometer UV – Vis (Afrianti,

2010).

Adapun kelebihan spektrofotometer UV – Vis adalah panjang

gelombang dari sinar putih dapat lebih terditeksi, tersusun dari

spektrum prima yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi

untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur

perbedaan absorbsi antara sampel blanko ataupun pembanding

(Khopkar, 1990).

1. Prinsip Kerja Spektrofotometri

Spektrum elektromagnetik dibagi dalam beberapa daerah

cahaya. Suatu daerah akan diabsorbsi oleh atom atau molekul dan

panjang gelombang cahaya yang diabsorbsi dapat menunjukan

struktur senyawa yang diteliti. Spektrum elektromagnetik meliputi

suatu daerah panjang gelombang yang luas dari sinar gamma

gelombang pendek berenergi tinggi sampai pada panjang

gelombang mikro (Marzuki Asnah, 2012).

Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa

metode ini memberikan cara sederhana untuk mendapatkan

kuantitas zat yang sangat kecil. Selain itu hasil yang diperoleh

cukup akurat, dimana angka yang terbaca langsung dicatat oleh

detektor dan tercetak dalam bentuk angka digital ataupun grafik

yang sudah diregresikan (Yahya S, 2013).


2. Analisa secara spektrofotometri

Spektrofometer yang sesuai pengukuran didaerah spektrum

ultraviolet dan sinar tampak terdiri atas suatu sistem optik dengan

kemampuan menghasilkan sinar monokromatis dalam jangkauan

panjang gekombang 200-800nm (Abdul Rohman, 2007).

Suatu energi yang dikenakan terhadap suatu zat akan dapat

diabsorbsi, ditransmisikan, dipantulkan ataupun dibiaskan oleh zat

tersebut. Energi yang diabsorbsi suatu zat adalah sebanding dengan

energi yang dibutuhkan untuk memungkinkan suatu perubahn

dalam atom ataupun molekul zat tersebut, sehingga mengakibatkan

hanya satu panjang gelombang dari energi tertentu yang dapat

diabsorbsi, sedangkan panjang gelombang yang tidak. Apabila

sinar polikromatik (sinar yang terdiri dari beberapa spektrum)

dilewatkan melalui suatu larutan maka spektrum yang lain

dilewatkan dari larutan. Besarnya absorbsi tergantung pada jarak

yang dijalani oleh radiasi dan tabiat jenis xzat molekul dalam

larutan (Underwood, 1992).

3. Tipe Instrumentasi dari Spektrofotometri UV-Vis

a. Single Beam

Pada spektrofotometri UV-Vis tipe single beam absorbansi

berdasarkan pada sinar tunggal dimana sampel akan di tentukan

jumlahnya pada satu panjang gelombang atau fix wave lenght.

Hasil biasanya dibandingkan dengan blangko (biasanya pelarut).


b. Double Beam

Pada spektrofotometri UV-Vis tipe double beam

absorbansi biasanya mempunyai variabel panjang gelombang

atau “multi wave lenght”. Hasilnya bisa langsung dibandingkan

dengan blangko.

Persyaratan suatu sampel dapat dianalisa menggunakan

spektrofotometri UV-Vis

a) Bahan mempunyai gugus kromofor

b) Bahan tidak mempunyai gugus kromofor tapi berwarna

c) Nahan tidak mempunyai gugus kromofor dan tidak berwarna,

maka ditambahkan pereaksi warna (Vis)

d) Bahan tidak mempunyai gugus kromofor dibuat turunanya

yang mempunyai gugus kromofor (UV). (Harmita, 2006).

4. Pembacaan Absorbansi Sampel atau Cuplikan

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya

antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai

transmitan. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran

nilai absorbansin tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah

paling minimal (Rohman, 2008).

5. Hukum Lambert-Beer

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang

diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal


dan konsentrasi larutan. Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada

beberapa batasan yaitu:

a. Sinar yang digunakan dianggap monokromatis

b. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai

penampang luas yang sama

c. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak

tergantung terhadap yang lain dalam larutan tersebut.

d. Tidak terjadi peristiwa fluoresensi atau fosforisensi indeks bias

tidak tergantung pada konsentrasi larutan (Abdul Rohman,

2007).

Gabungan dari hukum lambert-Beer menurunkan secara

empiris hubungan antara intensitas cahaya yang ditransmisikan

dengan tebalnya larutan, dan hubungan antara intensitas tadi

dengan konsentrasi zat (Depkes, 1995).

Rumus : A = log(Io/It) = ε . b . c = a.b.c

Dimana : A = Serapan

Io = Intensitas sinar yang datang

It = Intensitas sinar yang diteruskan

𝜀 = Absorbtivitas molekuler (L.mol-1.cm-1= a xBM

a = Daya serap (L.g-1.cm-1)

b = Tebal larutan / kuvet (cm)

c = Konsentrasi zat (g/L, mg/mL)


Sampel yang sering dianalsis dengan metode

spektrofotometer UV-Vis adalah senyawa organik. Senyawa

organik yang dapt memberikan serapan adalah senyawa yang

memiliki gugus kromofor dan auksokrom. Gugus kromofor adalah

gugus yang fungsional tidak jenuh yang memberikan serapan pada

daerah ultraviolet atau cahaya tampak. Hampir semua kromofor

mempunyai ikatan rangkap seperti alkena (C=C), C=O, - NO2,

benzene dan lain-lain.

Sedangkan auksokrom adalah gugus fungsional seperti –OH,

-NH2, -X, yaitu gugus yang mempunyai elektron nonbonding dan

tidak mengabsorbsi radiasi pada λ diatas 2000 nm, akan tetapi

mengabsorbsi radiasi UV jauh (Harmita, 2006).

2.2 Hipotesis

1. Adanya pengaruh lama pengadukan teh terhadap perolehan kadar kafein

dari teh kemasan dengan cara ekstraksi pelarut.

2. Adanya standar waktu pengadukan yang baik untuk mendapatkan

kafein secara optimal pada teh hitam kemasan.

Anda mungkin juga menyukai