Anda di halaman 1dari 35

PENGARUH PERBEDAAN PELARUT TERHADAP KADAR

FLAVONOID TOTAL DARI EKSTRAK DAUN API – API


(Avicennia marina (Forks.)Vierh.)

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Disusun untuk memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar


Ahli Madya Farmasi
Politeknik Harapan Bersama Kota Tegal

Oleh :

Dedy Mulyana
15080036

PROGRAM STUDI DIII FARMASI


POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA KOTA TEGAL
TAHUN 2017 / 2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Api-api merupakan salah satu tumbuhan yang hidup di wilayah hutan

mangrove. Pohon api-api mempunyai bentuk yang khusus dalam penyesuaian

diri terhadap lingkungan mangrove dan mempunyai mekanisme fisiologis

dalam mengontrol garam (Nybakken 1992). Pohon api-api banyak tumbuh di

daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, keadaan

tanah berlumpur agak lembek, dan biasa berasosiasi dengan Sonneratia sp.

yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik (Bengen

2001).

Api-api termasuk pepohonan semak hingga medium dengan ketinggian

2-5 meter dan banyak ditemukan di ujung aliran sungai atau di area pasang

terendah. Cukup toleran dengan salinitas yang cukup tinggi dan pertumbuhan

optimal terdapat pada salinitas 0-30 (Afzal et al.2011). Spesies ini ditemukan

dari daerah hilir hingga pertengahan perairan payau di semua kawasan pasang

surut berlumpur hampir mendekati pantai (Bengen, 2000).

Beberapa jenis tumbuhan yang tergolong dalam genus Avicennia

menghasilkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk keperluan

pengobatan, pangan, pakan, perumahan dan farmasi. Tumbuhan api-api ini

banyak mengandung senyawa aktif yaitu triterpenoid, steroid, alkaloid,

senyawa flavonoid, saponin, dan tanin (Yusuf, 2010).


Mangrove sejati ini banyak mengandung senyawa aktif yang dapat

dimanfaatkan secara maksimal. Daun dan kulit batang api-api mengandung

senyawa aktif alkaloid, triterpenoid, saponin, tanin, glikosida, dan flavonoid

yang sangat potensial digunakan sebagai antioksidan, antimikroba, antifungi,

dan antibiotik (Wibowo et al. 2009).

Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder

yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman (Rajalakshmi dan

S. Narasimhan 1985). Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa phenolik

dengan struktur kimia C6 – C3 – C6 (White dan Y. Xing, 1951; Madhavi et al.,

1985; Maslarova, 2001). Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik

A, satu cincin aromatik B, dan cincin tengah berupa heterosiklik yang

mengandung oksigen dan bentuk teroksidasi cincin ini dijadikan dasar

pembagian flavonoid ke dalam sub-sub kelompoknya (Hess, tt). Sistem

penomoran digunakan untuk membedakan posisi karbon di sekitar

molekulnya (Cook dan S. Samman, 1996).

Metode ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang

dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak bias larut dengan pelarut

cair. Metode ekstraksi yang di pilih untuk penelitian ini ialah metode

ekstraksi cara panas atau metode refluks dengan menggunakan pelarut etanol

70% dan 90%. Refluks adalah ektraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).


Penelitian pada daun api-api (Avicennia marina (Forsk.) Vierh) pernah

dilakukan oleh Afzal et al. (2011) mengenai manfaat dari ekstrak daun api-api

sebagai antifungi dan penyakit alergi kulit. Yusuf (2010) juga melakukan

penelitian pada kulit batang api-api (Marina marina Nesh) yang ternyata

mengandung senyawa triterpenoid yang efektif dijadikan antimikroba. Begitu

pula penelitian yang dilakukan oleh Purnobasuki (2004), api-api (Avicennia

officinalis) mengandung senyawa saponin yang berkhasiat sebagai aktivitas

sitotoksik, antimikroba, dan antiperadangan. Penelitian tentang pengaruh

perbedaan pelarut terhadap kadar flavonoid total ekstrak daun api-api

(Avicennia marina (Forks.)Vierh). belum dilakukan, sehingga perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh perbedaan pelarut terhadap

kadar flavonoid total ekstrak daun api-api.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang

“Pengaruh perbedaan pelarut terhadap kadar Flavonoid Total ekstrak daun

pohon Api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh).”

1.2 Rumusan masalah

1. Apakah ada pengaruh perbedaan pelarut terhadap kadar flavonoid total

ekstrak daun api-api (Avicennia marina) ?

2. Manakah pelarut (etanol 96% dan etanol 70%) yang menghasilkan kadar

flavonoid total ekstrak daun api-api (Avicennia marina) lebih tinggi ?


1.3 Batasan penelitian

1. Penelitian ini menggunakan pohon api-api yang di ambil dari objek wisata

Mangrove Sari di desa Pandansari, kecamatan Wanasari, kabupaten

Brebes.

2. Bagian yang di gunakan pada penelitian ini adalah daun dari pohon api-api

3. Metode yang digunakan dari penelitian ini adalah metode refluks.

4. Perbandingan konsentrasi pelarut yang akan digunakan yaitu pelarut etanol

70% dan 90%.

5. Uji identifikasi sampel dilakukan dengan cara mikroskopis.

6. Uji identifikasi zat aktif dilakukan dengan KLT.

7. Uji identifikasi penetapan kadar flavonoid dilakukan dengan cara

spektrofotometri UV-VIS.

1.4 Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar flavonoid total dari daun

api-api (avicennia marina)

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kadar flavonoid pada tiap konsentrasi.

b. Untuk mengetahui pelarut dengan konsentasi mana yang paling baik.

1.5 Manfaat penelitian

Manfaat penelitian yang dilakukan oleh penulis di harapkan berguna

baik secara teoritis maupun praktis.


1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini di harapkan menjadi refrerensi atau masukan

bagi ilmu pngetahuan dan penelitian yang akan dating.

2. Manfaat praktis

1. Bagi penulis penelitian ini memberikan informasi tentang adanya

pengaruh perbedaan pelarut terhadap kadar flavonoid total dari ekstrak

daun api-api.

2. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dalam penelitian

pengaruh perbedaan pelarut terhadap kadar flavonoid total ekstrak

daun pohon api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh).

3. Bagi pembaca dapat memberikan informasi ilmiah tentang manfaat

pohon api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh).

1.6 Keaslian penelitian

NO. Judul Nama Peneliti Fokus Penelitian Fokus KTI

Pengaruh
Kandungan Perbedaan
Flavonoid Kulit Pelarut
Batang dan Daun Terhadap Kadar
Silvia Kandungan
Pohon Api-api Flavonoid Total
1. Handayani, Flavonoid Daun
(Avcennia Dari Ekstrak
2013 Api-api
marina) Sebagai Daun Api – Api
Senyawa (Avicennia
Antioksidan Marina
(Forks.)Vierh.)
Penentuan Kadar Pengaruh
Flavonoid Total Perbedaan
Dari Rimpang Penentuan Pelarut
Temu Hitam Kadar Flavonoid Terhadap Kadar
Ani
(Curcuma Total Dengan Flavonoid Total
2. Mustabsyiroh,
aeruginosa Metode Dari Ekstrak
2016
Roxb.) Dengan Spektrofotometri Daun Api – Api
Metode UV-Vis (Avicennia
Spektrofotometri Marina
UV-Vis (Forks.)Vierh.)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1. Pohon Api-api (Avicennia marina)

Gambar 2.1 : pohon api-api (Avicennia marina)

Sumber : mangrove sari

1. Klasifikasi

Klasifikasi Avicennia marina (Forks.)Vierh. menurut Bengen

(2001) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Filum : Thacheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales

Famili : Avicenniaceae

Genus : Avicennia

Spesies : Avicennia marina (Forks.)Vierh.


2. Morfologi tanaman Api-api (Avicennia marina)

Tumbuhan Avicennia marina (Forks.)Vierh. ini mempunyai akar

napas, tumbuh dengan tegak, serta memiliki banyak cabang. Akar

napas api-api tumbuh lurus, berbentuk ramping dan berjumlah banyak,

memiliki daun yang tumbuh berhadapan, bertangkai, berbentuk bulat

telur terbalik dengan ujung tumpul dan pangkal yang rata. Api-api

memiliki batang yang mengeluarkan getah dan memiliki rasa yang

pahit. Bunga tumbuhan ini berwarna kuning dengan kelopak bunga

yang pendek dan pucat. Buah berbentuk kotak, berkatup, berbiji satu

serta berkecambah sebelum rontok (Bandaranayake 1999).

Api-api termasuk pepohonan semak hingga medium dengan

ketinggian 2-5 meter dan banyak ditemukan di ujung aliran sungai

atau di area pasang terendah. Cukup toleran dengan salinitas yang

cukup tinggi dan pertumbuhan optimal terdapat pada salinitas 0-30

(Afzal et al.2011). Spesies ini ditemukan dari daerah hilir hingga

pertengahan perairan payau di semua kawasan pasang surut berlumpur

hampir mendekati pantai (Bengen 2000).

3. Kandungan kimia

Beberapa jenis tumbuhan yang tergolong dalam Genus

Avicennia menghasilkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk

keperluan pengobatan, pangan, pakan, perumahan dan farmasi.

Tumbuhan api-api ini banyak mengandung senyawa aktif, yaitu


triterpenoid, steroid, alkaloid, senyawa flavonoid, saponin, dan tanin

(Yusuf 2010).

Mangrove sejati ini banyak mengandung senyawa aktif yang

dapat dimanfaatkan secara maksimal. Daun dan kulit batang api-api

mengandung senyawa aktif alkaloid, triterpenoid, saponin, tanin,

glikosida, dan flavonoid yang sangat potensial digunakan sebagai

antioksidan, antimikroba, antifungi, dan antibiotik (Wibowo et al.

2009).

4. Manfaat Api-api

Api-api biasa dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk

dijadikan obat berbagai penyakit. Batang api-api dijadikan obat

rematik dan cacar. Getah kulitbatang dijadikan obat sakit gigi, bagian

buah dijadikan obat untuk sariawan (Bayu 2009). Mangrove sejati ini

banyak mengandung senyawa aktif yang dapat dimanfaatkan secara

maksimal. Daun dan kulit batang api-api mengandung senyawa aktif

alkaloid, triterpenoid, saponin, tanin, glikosida, dan flavonoid yang

sangat potensial digunakan sebagai antioksidan, antimikroba,

antifungi, dan antibiotik (Wibowo et al. 2009).

5. Nama lain Api-api

Avicennia marina juga di kenal dengan nama api-api. Api-api

juga memiliki nama daerah seperti kayu kendeka, kayu ting (Manado),

kibalanak (Sunda), api-api brayu, api-api kacang, bogem (Jatim),

peape (Madura). Di Indonesia, api-api memiliki sejumlah nama, di


antaranya mangi-mangi, sia-sia, boak, koak, merana pejapi, papi, atau

nyapi (Anonim, 2011).

2.1.2. Ekstrasi

Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan komponen zat

aktif dalam bahan menggunakan pelarut tertentu dan paling

banyak digunakan. Ekstraksi dapat diartikan sebagai suatu proses

penarikan atau pemisahan komponen bioaktif suatu bahan

menggunakan pelarut yang sesuai dan dipilih, sehingga

komponen yang diinginkan dapat larut (Ansel 1989). Proses

ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari

bahan yang mengandung komponenkomponen aktif (Harborne

1984).

Faktor-faktor yang menentukan hasil ekstraksi adalah waktu

ekstraksi, perbandingan antara jumlah sampel dan pelarut, ukuran

bahan dan suhu ekstraksi. Semakin lama waktu ekstraksi, maka proses

tumbukan atau sentuhan antara bahan dan pelarut semakin besar.

Hal ini dapat mengoptimalkan komponen bioaktif yang dipisahkan

atau dikeluarkan dari bahan. Perbandingan antara jumlah bahan dan

pelarut berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi, jumlah pelarut

yang berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak, namun

dalam jumlah tertentu pelarut dapat bekerja secara optimal. Selama

proses ekstraksi terjadi perpindahan antara pelarut yang mengalir ke


dalam sel bahan dan mengakibatkan zat yang terkandung dalam

bahan akan larut sesuai dengan kelarutannya (Voight 1994).

1. Jenis-jenis Ekstraksi

Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara

dingin dan cara panas. Jenis ekstraksi bahan alam yang sering

dilakukan adalah ekstraksi secara panas dengan cara refluks dan

penyulingan uap air dan ekstraksi secara dingin dengan cara maserasi,

perkolasi dan alat soxhlet (Harbone, 1987).

2. Ekstraksi Secara Refluks

Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi

berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan

cairan penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat

pendingin tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari

akan menguap, uap tersebut akan diembunkan dengan pendingin

tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam simplisia tersebut,

demikian seterusnya. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan

setiap kali diekstraksi selama 4 jam (Harbone, 1984).

Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk

mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan

tahan pemanasan langsung. Kerugiannya adalah membutuhkan

volume total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi dari

operator (Sutriani,L . 2008).


2.1.3. Flavonoid

Flavonoid adalah sekelompok senyawa polifenol yang

terdapat dalam tanaman. Tanaman mangrove banyak mengandung

senyawa flavonoid, karena tanaman mangrove merupakan tanaman

sejati yang memiliki daun, akar, batang sejati. Flavonoid yang

ditemukan pada tanaman mangrove berperan sebagai antioksidan

dengan menghambat peroksidasi dari lipid dan berpotensi

menginaktifkan oksigen triplet (Bayu 2009). Pada tanaman,

flavonoid memiliki beragam fungsi, diantaranya dapat berfungsi

sebagai antioksidan, antimikrobial, fotoreseptor, dan skrining

cahaya. Flavonoid terutama dalam bentuk turunan glikosilat

bertanggung jawab atas pemberian warna pada daun, bunga, dan buah

(Simamora 2011).

Gambar 2.2. : Kerangka struktur flavonoid (Markham 1988

dalam Silaban 2010)

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam

terbesar, mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang


tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatis

yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak

dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid sering terdapat sebagai

glikosida. Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau

yang terdapat pada bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit,

tepung sari, bunga, buah dan biji. Flavonoid bersifat polar karena

mengandung sejumlah hidroksil yang tidak terikat bebas atau

suatu gula (Markham 1988 dalam Silaban 2010).

Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan, terikat pada

gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid yang mana pun,

mungkin saja terdapat dalam satu tumbuhan dengan beberapa

bentuk kombinasi glikosida. Menurut strukturnya, semua flavonoid

merupakan turunan senyawa induk flavon yang terdapat pada

tumbuhan berupa tepung putih dan mempunyai sejumlah sifat

yang sama. Golongan flavonoid dibagi menjadi 10 kelas, yaitu

antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil,

khalkon, auron, flavanon, dan isoflavon (Harborne 1987).

Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh

misalnya isoflavon dan biflavonol yang hanya terdapat pada

beberapa suku tumbuhan, tetapi beberapa kelas, yakni flavon dan

flavonol tersebar di semua tumbuhan. Flavonoid terdapat dalam

tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali ditemukan dalam bentuk


tunggal dalam jaringan. Selain itu, sering pula ditemukan campuran

flavonoid dengan berbeda kelas (Harborne 1967).

Flavonoid dalam tumbuhan memberikan manfaat yang besar

bagi tumbuhan tersebut. Flavonoid pada daun mengatur fungsi

fisiologis agar dapat bertahan dari gangguan hewan pemakan

tumbuhan, infeksi bakteri, dan melindungi dari sinar UV serta

membantu dalam proses fotosintesis, transfer energi, respirasi.

Pigmen seperti antosianin juga memberikan warna pada daun

(Kumar et al. 2011). Selain bagi tumbuhan, manusia pun dapat ikut

merasakan manfaat adanya flavonoid dalam makanan yang mereka

konsumsi.

Flavonoid memiliki kemampuan antioksidan yang mampu

mentransfer sebuah elektron ke senyawa radikal bebas dan

membentuk kompleks dengan logam. Kedua mekanisme itu

membuat flavonoid memiliki beberapa efek, diantaranya

menghambat peroksidasi lipid, menekan kerusakan jaringan oleh

radikal bebas dan menghambat beberapa enzim (Harborne 1987).

Hubungan antara total fenol dan senyawa flavonoid dengan

aktivitas antioksidan pada tumbuhan terutama buah-buahan adalah

semakin meningkatnya konsentrasi total fenol atau senyawa

flavonoid, maka semakin tinggi pula tingkat aktivitas antioksidan

dari tumbuhan tersebut (Erukainure 2011).


2.1.4. Etanol

Alkohol adalah senyawa hidrokarbon berupa gugus hydroksil (-

OH) dengan 2 atom karbon (C). Spesies alkohol yang banyak

digunakan adalah CH3CH2OH yang disebut metil alkohol (metanol),

C2H5OH yang diberi nama etil alkohol (etanol), dan C3H7OH yang

disebut isopropil alkohol (IPA) atau propanol – 2. Dalam dunia

perdagangan yang disebut alkohol adalah etanol atau etil alkohol atau

metil karbinol dengan rumus kimia C2H5OH (Rama, 2008).

Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH

atau CH3CH2OH dengan titik didihnya 78,4° C. Etanol memiliki sifat

tidak berwarna, volatil dan dapat bercampur dengan air (Kartika dkk.,

1997). Ada 2 jenis etanol menurut Rama (2008), etanol sintetik sering

disebut metanol atau metil alkohol atau alkohol kayu, terbuat dari

etilen, salah satu derivat minyak bumi atau batu bara.

2.1.5. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia.

Lapisan, yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase

diam), di tempatkan pada penyangga berupa larutan, ditotolkan berupa

bercak atau pita (awal) setelah pelat atau lapisan ditaruh dalam bejana

tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase

gerak), maka akan teradi pemisahan (Stahl. 1985:3).

Prinsip KLT adalah pemisahan kimia berdasarkan prinsip

absorbs dan partisi yang di tentukan oleh fase diam (absoeben) dan
fase gerak (eluen). Komponen kimia bergerak naik mengikuti fase

karena adanya daya serap absorben terhadap komponen-komponen

kimia tidak sama sehingga komponen dapat bergerak beredasarkan

tingkat kepolarannya, hal ini menyebabkan adanya perpisahan (Stahl,

1985:7)

1. Fase diam (lapisan penyerap)

Lapisan yang dibuat dari salah satu penyerap khusus digunakan

untuk KLT. Penyerap yang umum digunakan adalah silica gel,

alumunium oksida, selulosa dan turunannya, poliamida dan lain-lain.

Silica gel paling banyak digunakan. Silica gel menghasilkan

perbedaan dalam efek pemisahan yang tergantung pada cara

pembuatannya, sehingga silica gel ini telah diterima sebagai bahan

standar (Stahl, 1985:4).

2. Fase gerak (pelarut pengembang)

Fase gerak adalah medium angkut yang terdiri atas satuan atau

beberapa pelarut. Pelarut ini bergerak dalam fase diam (lapisan

berpori) karena adanya daya kapiler. Angka banding campuran yang

dipakai dalam pelarut ini dinyatakan dalam bagian volume total 100,

misalnya akan dibuat pelarut benzene-kloroform-asam asetat 96%

dengan perbandingan 50:40:10 (Stahl, 1985:6).

Jarak pengembangan senyawa pada kromatografi lapis tipis biasanya

dinyatakan dengan Rf.


jarak titik pusat bercak awal dari titik awal
𝑅𝑓 =
jarak garis depan dari titik awal

2.1.6. Spektrofotometer UV-VIS

Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer

dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spectrum

dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat yang

digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang di transmisikan

atau di absorbs. Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energy

secara reaktif jika energy tersebut di transmisikan, di refleksikan atau

di emesikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 1990).

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan UV-VIS sebagai

berikut: adanya gugus-gugus penyerap (kromofor), pegaruh pelarut

yang digunakan untuk sampel, pengaruh suhu, ion-ion anorganik dan

pengaruh pH (Gandjar dan Rohman, 2012:70).

1. Instrumentasi

Instrument yang digunakan untuk mempelajari serapan atau

emisi radiasi elektromagnetik sebagai fungsi dari panjang

gelombangdisebut spectrometer atau spektrofotometer. Berikut adalah

diagram sederhana dari spektrofotometer :

Sumber
Monokromator Tempat detektor pencatat
Tenaga
cuplikan
Radiasi

Gambar 2.3. : Dagram Instrumen Spektrofotometer UV-VIS


Sumber : Gandjar dan Rohman, 2012:80-83.
a. Sumber tenaga radiasi

Untuk senyawa-senyawa yang menyerap spectrum daerah

ultraviolet, digunakan lampu deuterium. Deuterium merupakan

salah satu isotop hydrogen. Suatu lampu deuterium merupakan

sumber energy tinggi yang mengemisikansinar pada panjang

gelombang 200-370 nm dan digunakan untuk semua

spektrokopidalam daerah spectrum ultraviolet.

b. Monokromator

Monokromator merupakan serangkaian alat optic yang

menguraikan radiasi polikromatik menjadi jalur-jalur yang efektif

atau panjang gelombang-gelombang tunggalnya dan memisahkan

panjang gelombang-gelombang tersebut menjadi jalur-jalur yang

sangat sempit.

c. Tempat cuplikan

Cuplikan yang akan dipelajari pada daerah ultraviolet atau

terlihat biasanya berupa gas atau larutan ditempatkan dalam sel

atau cuvet. Sel yang digunakan untuk cuplikan yang berupa gas

mempunyai panjang lintasan dari 0,1 hingga 100 nm, sedangkan sel

untuk larutan mempunyai panjang lintasan tertentu dari 1 hingga

10cm.

d. Detector

Detector biasanya merupakan kepingan elektronik yang

disebut dengan tabung pengganda foton, yang beraksi untuk


mengubah intensitas berkas sinar ke dalam sinyal elektrik yang

dapat diukur dengan mudah dan juga beraksi sebagai pengganda

(amflifier) untuk meningkatkan kekuatan sinyal.

e. Pencatat

Membaca spectrum yang di hasilkan dan mengeluarkan data

sesuai dengan yang diinginkan (Gandjar dan Rohman, 2012:80-83).

2. Penentuan panjang gelombang maksimal

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif

adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal.

Untuk memilih panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan

membuat kurva hubungan antara absorbansi dan panjang

gelombangdari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.

Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang

gelombang maksimal, yaitu: Pada panjang gelombang maksimal,

kepekaan juga maksimal karena pada panjang gelombang maksimal

tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah

yang paling besar. Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk

kurva abssorbansi datar dan pada kondisi tersebut hokum Lambert-

Beer akan terpenuhi. Jika dilakukan pengukuran ulang makakesalahan

yang di sebabkan oleh pemasang ulang panjang gelombang akan kecil

sekali, ketika di gunakan untuk panjang gelombang maksimal

(Gandjar dan Rohman, 2007: 254-255).


2.2 Hipotesa

1. Ada pengaruh perbedaan pelarut terhadap kadar flavonoid total ekstrak

daun api-api (Avicennia marina).

2. Perbedaan kadar flavonoid total dengan pelarut etanol 96% lebih tinggi

dibanding dengan pelarut etanol 70%.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek penelitian

Objek dari penelitian ini adalah pengaruh perbedaan pelarut terhadap

kadar flavonoid total ekstrak daun api-api (avicennia marina)

3.2 Sampel Dan Teknik Sampling

Sampel yang digunakan adalah daun api-api yang didapatkan dari

tempat wisata Mangrove Sari, Pandansari, Kecamatan Wanasari, Kabupaten

Brebes dengan cara pengambilan sampel secara random sample. Pengambilan

sampel secara random sample dilakukan dengan daun api-api (Avicennia

marina) diambil yang masih segar.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel merupakan sesuatu yang berpengaruh terhadap objek yang

akan diteliti :

1. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang terjadi karena perubahan dan

menimbulkan variabel terikat atau variabel dependen (Supardi dan

Surahman, 2014). Variabel bebas dari penelitian ini adalah daun api-api

(Avicennia marina) dengan konsentrasi pelarut etanol 70% dan 96%.

2. Variable terikat

Variabel terikat adalah variabel yang tidak bebas, terikat dan

mempengaruhi setiap variabel bebas atau variabel independen (Supardi


dan Surahman, 2014). Variabel terikat dari penelitian ini adalah kadar

flavonoid toal.

3. Variabel terkendali

Variabel terkendali adalah variabel yang mempengaruhi sesuatu

menjadi lebih kuat atau lebih lemah yang memiliki hubungan dengan

variabel bebas dan variabel terikat (Supardi dan Surahman, 2014).

Variable terkendali dari penelitian ini adalah metode refluks.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1. Cara pengumpulan data

1. Metode pengumpulan data yang dilakukan yaitu berdasarkan

eksperimen di Laboratorium Politeknik Harapan Bersama Tegal.

2. Data yang digunakan yaitu data kalitatif dan kuantitatif

3.4.2. Alat dan bahan yang digunakan

1. Alat

a. Alat yang digunakan dalam penelitian ini untuk uji mikroskopis

yaitu : Mikroskop, deg gelass, objek glass.

b. Alat untuk merefluks yaitu : labu alas bulat, statif, klem,

kondensor, kompor spirtus, kaki tiga, absbes.

c. Alat untuk isolasi flavonoid : beaker glass 500mL, corong besar,

Erlenmeyer 50mL dan 250 mL, Waterbath, corong pisah

250mL, cawan porselen, flakon (3 buah).

d. Alat untuk analisis kualitatif : chamber, plat KLT.

e. Alat untuk analisis spektrofotometri UV-VIS : spektrofotometer.


2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain :

sebagai sampel yang akan di teliti : daun api-api segar; sebagai

pelarut cairan penyari : etanol 70% dan 96%; sebagai pelraut

difraksinasi : n-heksan; sebagai fase gerak : n-butanol, asam asetat,

air.

3.4.3. Cara kerja

Jalannya penelitian pada Uji Pengaruh Perbedaan Pelarut

Terhadap Kadar Flavonoid Total Ekstrak Daun Pohon Api-Api

(Avicennia marina (Forks.)Vierh) melalui proses antara lain :

1. Pengumpulan bahan

Daun api-api yang didapatkan dari tempat wisata Mangrove

Sari, Pandansari, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes dengan

cara pengambilan sampel secara random sample. Pengambilan

sampel secara random sample atau acak pada daun segar.

2. Proses Penghalusan

Sampel di potong-potong atau di hancurkan sampai menjadi

bagian-bagian yang kecil atau menjadi serbuk agar mudah pada

saat proses pengekstraksian.

3. Uji Mikroskopik

Untuk membuktikan bahwa sampel atau daun yang

digunakan benar-benar dari daun pohon api-api, maka dilakukan

identifikasi dengan menggunakan mikroskopik. Daun pohon api-


api yang telah menjadi serbuk atau potongan kecil diletakan di atas

objek glass secukupnya, kemudian ditetesi air secukupnya (1-2

tetes). Kemudian ditutup dengan menggunakan deck glass dan

diamati pada mikroskop.

Menyiapkan mikroskop dan mengatur fokus cahaya mikroskop.

Meletakkan serbuk/potongan kecil daun pohon api – api


secukupnya pada objek glass.

Menetesi serbuk daun pohon api – api dengan air secukupnya (1


– 2 tetes) kemudian ditutup dengan deck glass.

Mengamati fragmen pengenal dalam mikroskop

Mencatat hasilnya.

Gambar 3.1. Skema Uji Mikroskopik

4. Pembuatan ekstrak daun Api-api

Pembuatan ekstrak daun pohon api-api dibuat dengan metode

refluk dengan cara mencampurkan masing-masing ± 100 gram

simplisia dengan 500 ml etanol 96% dengan perbandingan

simplisia : etanol 96% (1 : 5) (Putri, 2014). Kemudian diisolasi

dengan metode refluk selama 2 jam. Setelah hasil yang didapatkan

disaring dengan kain flanel dan diuapkan dengan menggunakan

kompor spiritus pada api kecil untuk menghilangkan pelarutnya

dan dilakukan uji bebas etanol yang kemudian menghasilkan


ekstrak pekat, ditambahkan 10 ml aseton kemudian di saring

dengan menggunakan kapas. Selanjutnya ditambahkan HCL 2N

sebanyak 10 ml dipanaskan dalam penangas air selama 5-15 menit

dan didapatkan hasil ekstrak (Harborne,1987).

Menyiapkan alat dan bahan

Menimbang ±100 gram daun pohon api - api

Memasukan ke dalam labu alas bulat

Menambahkan etanol 96% dan atau 70% sebanyak 500 ml

Refluk selama 2 jam

Menyaring dengan kain flannel

Menguapkan filtrat di atas kompor spiritus pada api kecil


kemudian dilakukan uji bebas etanol dan menghasilkan ekstrak
pekat

Hasil ekstrak pekat ditambahkan aseton sebanyak 10 ml

Menyaring dengan kapas


Menambahkan 10 mL HCI 2N dipanaskan dalam penangas air
selama 5 – 15 menit

Menghasilkan eksrtak

Gambar 3.2. Skema Pembuatan Ekstrak Daun Pohon Api-api


Dengan Metode Refluks
5. Isolasi Flavonoid

Setelah didapatkan ekstrak dari metode refluks dilakukan

isolasi flavonoid dengan metode cair – cair menggunakan corong

pisah dengan pelarut n – heksana sebanyak 20 mL kemudian di

gojog dan dilakukan tiga kali replikasi. Membentuk 2 lapisan

pelarut yaitu fase polar dan non polar, lapisan polar bagian bawah

di ambil kemudian ditampung dalam cawan porselin (yang

sebelumnya sudah ditimbang), lalu cawan porselin di uapkan di

atas waterbath hingga mendapatkan ekstrak kental dan angkat

cawan porselin lalu dinginkan. Selanjutnya timbang dan hitung

prosentase rendemen, KLT dan spektrofotometer UV – Vis.

Menyiapkan alat dan bahan

Memasukkan ekstrak kedalam corong pisah


Menambahkan pelarut n – heksana sebanyak 20 mL kemudian
di gojog dan replikasi sebanyak 3 kali

Membentuk 2 lapisa yaitu polar dan non polar, lapisan atas non
polar dan lapisan bawah polar

Tampung lapisan bawah dengan cawan porselin (yang sudah di


timbang)

Menguapkan cawan perselin yang berisi flavonoid


menggunakan waterbath hingga mendapatkan ekstrak kental
dan angkat cawan porselin lalu dinginkan

Menimbang cawan porselin yang sudah dingin

Mengidentifikasi senyawa
Menghitung rendemen
flavonoid dengan KLT

Menentukan kadar senyawa flavonoid menggunakan uji


spektrofotometer UV – Vis

Gambar 3.3. Skema Isolasi Flavonoid

6. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Menyiapkan plat KLT silica gel, kemudian beri garis batas

atas dan garis batas bawah menggunakan pensil lalu di oven ± 3

menit. Setelah pengovenan selesai angkat atau ambil plat KLT lalu

totolkan isolate pada garis batas bawah plat KLT. Sebelumnya buat

fase gerak dengan perbandingan pelarut n-butanol : asam asetat :

air dengan perbandingan (4:5:1) yang di masukan kedalam

chamber. Kemudian menunggu hingga fase gerak jenuh dengan


kertas saring sebagai indikatornya. Setelah fase gerak jenuh,

masukan plat KLT kedalam bejana yang telah berisi fase gerak

Tunggu hingga fase gerak mencapai garis batas atas plat KLT.

Angkat plat KLT dari dalam bejana setelah fase gerak mencapai

garis batas atas dan tunggu hingga plat KLT kering. Terakhir lihat

dan amati dibawah sinar lampu UV lalu analisis Rf dan HRf-nya.

Menyiapkan alat dan bahan

Mengaktifkan plat KLT Membuat fase gerak


dengan di oven ± 3 menit

Memasukan n-butanol :
Membuat garis batas atas
asam asetat : air dengan
dan garis bats bawah pada
perbandingan (4:5:1) di
plat KLT 1cm
dalam chamber

Menoltolkan sampel
Menjenuhkan dengan
flavonoid pada garis batas
kertas saring sebagai
bawah KLT
indikatornya

Menunggu agak kering plat


Menunggu jenuh fase gerak
KLT siap di gunakan
siap di gunakan

Masukan plat KLT kedalam chamber yang sudah dijenuhkan

Menunggu hingga eluen naik sampai batas atas plat KLT, dan
dikering anginkan
Melihat bercak yang nampak di bawah sinar UV dengan panjang
gelombang 366 nm

Menganalisa Rf dan HRf-nya

Gambar 3.4. Skema Uji Kromatografi Lapis Tipis

7. Uji Spektrofotometri UV-VIS

a. Pembuatan pereaksi

a) Pembuatan larutan AlCl3 10%

Menimbang sebanyak 1 gram AlCl3 10% kemudian di

tambahkan aquadest 10mL, aduk hingga homogen. Berikut

pembuatan larutan AlCl3 10% secara skematis :

Menimbang sebanyak 1 gram AlCl3 10%

Menambahkan aquadest 10mL, aduk hingga homogen

Gambar 3.5. Skema pembuatan larutan AlCl3 10%

b) Pembuatan larutan NaNO2 5%

Menimbang sebanyak 5 gram NaNO2 kemudian di

tambahkan aquadest 100mL, aduk hingga homogen. Berikut

pembuatan NaNO2 5% secara skematis :

Menimbang sebanyak 5 gram NaNO2


Menambahkan aquadest 10mL, aduk hingga homogen

Gambar 3.6. Skema pembuatan larutan NaNO2 5%


b. Pembuatan larutan blanko

Mengambil 5 mL etanol dan memasukan kedalam kuvet.

Berikut pembuatan larutan blanko secara skematis :

Mengambil 5mL methanol

Memipet 5mL methanol dan memasukan kedalam kuvet

Gambar 3.6. Skema pembuatan larutan blanko

c. Penentuan panjang gelombang maksimum

Memipet larutan induk sejumlah volume tertentu pada

kuvet, kemudian periksa pada panjang gelombang : 240, 250,

260, 270, 280, 290, 300, 310, 320, 330, 340, dan 350 nm,

kemudian mencatat absorbansi yang dihasilkan oleh masing-

masing panjang gelombang dan membuat kurva hubungan

antara panjang geombang dan absorbansi.

Memipet larutan induk sejumlah volume tertentu

240, 250, 260, 270, 280, 290, 300, 310, 320, 330, 340, dan
350 nm

Mencatat absorbansi yang dihasilkan oleh masing-masing


gelombang
Membuat kurva hubungan anatara panjang gelombang dan
absorbansi
Gambar 3.7. Skema penentuan panjang gelombang
maksimum
d. Penentuan senyawa flavonoid total

a) Pembuatan larutan induk ekstrak 1000 ppm

Ekstrak daun api-api di timbang sebanyak 100 mg,

dilarutkan dalam methanol, volume di cukupkan sampai

tanda batas . Berikut pembuatan larutan induk ekstrak 1000

ppm secara skematis :

Menimbang 100 mg ekstrak daun api-api

Melrutkan dalam 100 mL methanol, volume di cukupkam


sampai tanda batas

Gambar 3.8. Skema pembuatan larutan induk ekstrak


b) Penentuan senyawa flavonoid total

Larutan standar ekstrak di pipet sebanyak 5, 10, 20, dan

25 µg/ml kedalam tabung reaksi. Pada masing-masing tabung

ditambahkan 2ml aquadest. Kemudian tabung di tambahkan

150 µL NaNo2 5%. Setelah 5 menit, 150 µL AlCl3 10% di

tambahkan. 6 menit kemudian ditambahkan 2 ml NaOH 1M

dan ditambahkan aquadest hingga volume menjadi 5 ml.

larutan dikocok hingga homogeny, kemudian diukur

absorbansi yang dihasilkan oleh masing-masing konsentrasi


pada panjang gelombang maksimumyang didapat dan

membuat kurva hubungan antara absorbansi baku dengan

absorbansinya (Agung ; 62) berikut penentuan senyawa

flavonoid total secara skematis :

Memipet 5, 10, 20, dan 25 µg/ml kedaam tabung reaksi

Menambahakan 2ml aquadest dan 150µL NaNO2 5%.


Setelah 5 menit, menambahkan 150µL AlCl3 10%
ditambahkan. 6 menit kemudian ditambahkan 2 ml
NaOH 1M dan ditambahkan aquadest hingga volume
menjadi 5ml. Larutan dikocok hingga homogen

Mengukur absorbansi yang dihasilkan oleh masing-


masing kosentrasi pada panjang gelombang maksimum
yang didapat dan membuat kurva hubungan antara
konsentrasi baku dengan kosentrasinya

Gambar 3.9. Skema penentuan senyawa flavonoid total


3.5 Analisis data

Dari hasil pengukuran absorbansi flavonoid pada daun api-api secara

spektrofotometri UV-Vis, hasil analisis data menggunakan regresi linier.


DAFTAR PUSTAKA

Afzal M, Masood R, Jan G, Majid A, Fiaz M, Shah AH, Alam J, Mehdi FS,
Abbasi FM, Ahmad H, Islam M, Inamullah, Amin NU. 2011. Efficacy of
Avicennia marina (Forsk.) Vierh. leaves extracts againts some atmospheric
fungi. African Journal of Biotechnology 10(52): 10790-10794

Bandaranayake WM. 1999. Economic, traditional and medicinal uses of


mangroves. Australian Institut of Marine Science (28).

Bengen DG. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove.
Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan –IPB.

Bengen DG. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Bogor: Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan –IPB.

Cook, N. C. and S. Samman. (1996). Review Flavonoids-Chemistry, Metabolism,


Cardioprotective Effect, And Dietary Sources, J. Nutr. Biochem (7): 66-76

Departemen Kesehatan RI. 2010. Acuan Sediaan Herbal. Jakarta : Diktorat Jendral POM-
DEPKES RI.

Erukainure OL, Oke OV, Ajiboye AJ, Okafor OY. 2011. Nutritional qualities and
phytochemical constituents of Clerodendrum volubile, a tropical
nonconventional vegetable. International Food Research Journal
18(4):1393-1399.

Harborne JB. 1967. Comparative Biochemistry of The Flavonoids. London:


Academic Press Inc

Harborne JB. 1984. Phytochemical methods. Ed ke-2. New York: Chapman and
Hall.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I,


penerjemah.Bandung: ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods.

Kartika. B, Guritno. A, D dan Ismoyowati, 1997. Petunjuk Evaluasi Produk


Industry Hasil Pertanian. PAU – Panagan dan Gizi. UGM, Yogyakarta.
Kumar B, Sandhar HK, Tiwari P, Salhan M, Sharma P. 2011a. A review of
phytochemistry and pharmacology of flavonoids. International
Pharmaceutica Sciencia (IPS) 1(1):26-29.

Markham. K. R, 1998. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. diterjemahkan oleh


Kokasih Padmawinata. ITB Press. Bandung. 51 – 52.

Nybakken JW. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa oleh M.
Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo, S. Sukardjo. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.

Purnobasuki H. 2004. Potensi Mangrove sebagai Tanaman Obat. Surabaya: Fakultas


Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Airlangga

Rama. P, 2008. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan. Penerbit Argo
Media. Jakarta.

Simamora A. 2011. Flavonoid dalam apel dan aktivitas antioksidannya. [thesis].


Universitas Kristen Krida Wacana.

Voight R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gajah Mada


Universitas press.

Wibowo C, Kusmana C, Suryani A, Hartati Y, Oktadiyani P. 2009. Pemanfaatan pohon


mangrove api-api (Avicennia spp.) sebagai bahan pangan dan obat. Prosiding
Seminar Hasil-hasil Penelitian IPB.

Yusuf S. 2010. Isolasi dan penentuan struktur molekul senyawa triterpenoid dari kulit
batang kayu api-api betina (Avicennia Marina Nessh). Jurnal Penelitian
Sains,13(2) (C) 13205

Anda mungkin juga menyukai