Makalah Motor Bakar
Makalah Motor Bakar
Makalah Motor Bakar
Pada umumnya disediakan tegangan yang lebih besar untuk menjamin agar terjadi
loncatan bunga api listrik di dalam segala keadaan misalnya, antara 10000 – 20000
volt. Hal ini engingat juga akan kondisi yang berubah sebagai akibat keausan mesin
yang tidak dapat di hindari. Makin padat campuran bahan bakar – udara makin tinggi
tegangan yang diperlukanya untuk jarak electrode yang sama. Karena itu diperlukan
tegangan yang leih tinggi bagi motor dengan kompresi yang lebih besar terutama
apabila tekanan campuran yang masuk silinder itu tinggi dan loncatan listrik
ditentukan pada waktu torak berada lebih dekat pada TMA. Makin besar jarak
elektroda busi makin besar pula perbedaan tegangan yang diperlukan untuk
memperoleh intensitas bunga api listrik yang sama. Jumlah minimum yang harus ada
diantara kedua elektroda pada waktu terjadi loncatan listrik sangat menentukan
apakah penyalaan dapat berlangsung sebaik baiknya. Karena jumlah melekul banyak
bergantung pada perbandingan campuran, jumlah gas tersisa, temperature, dan
kondisi operasi lain, jelas jumlah tersebut dapat berubah ubah. Dengan memperbesar
jarak elektroda diharapkan jumlah minimum iti dapat tercapai walaupun keadaan
operasinya berubah ubah akan tetapi , jarak electrode tegangan yang terlalu tinggi
tidak menguntungkan. Tegangan yang tinggi memerlukan kabel listrik yang diisolasi
secara cermat sehingga harganya mahal. Intensitas bunga api listrik juga ditentukan
oleh jarak antara kedua elektroda busi. Jarak elektroda optimum adalah antara 0,6 –
0,8 mm. selain itu penentuan tempat busi diruang bakar juga penting. Loncatan bunga
api listrik tidak boleh terjadi ditempat lain kecuali diantara kedua electrode busi.
Supaya selalu dapat campuran bahan bakar udara yang mudah terbakar diantara
kedua electrode , tempat yang terbaik untuk busi adalah dekat kepada katup isap.
Akan tetapi dari kemungkinan terjadinya detonasi , sebaiknya busi ditempatkan pada
bagian yang terpanas misalnya dekat pada katup buang.
Kumparan penyalaan terdiri dari dua bagian yaitu kumparan primer dan
kumparan sekunder. Kumparan primer mengandung kurang lebih 100 sampai
180 lilitan (Np) kawat tembaga halus: kumparan sekunder mengandung kurang
lebih 18000 lilitan (Ns) kawat tembaga yang berdiameter lebih kecil. Pada
umumnya Ns/Np berkisar antara 100 sampai 130 tetapi dapat juga antara 200-
250 jika dipergunakan transistor sebagai pengganti pemutus arus (dengan Np
yang lebih kecil). Tahanan R mengatur arus primer agar jangan naik terlalu tinggi.
Ada kala dipasang tahanan yang peka terhadap perubahan temperature yaitu
yang bertambah besar jika temperature naik. Gunanya untuk mencegah arus
primer yang terlalu besar pada putaran rendah yaitu pada waktu titik kontak
penutup arus menutup dalam waktu yang relatif lama.
Bahan bakar dari tangki penampungan dipompa kan menuju karburator melewati filter
(saringan) , ketika torak melakukan langkah isap udara atmosfer terhisap melewati
saringan dan melewati venturi sehingga kecepatan naik dan tekanan turun
menyebabkan bahan bakar pada penampungan karburator terhisap dan bercampur
dengan udara atmosfir mengalir masuk kesilender tempat pembakaran.
Gambar 1.8. Perbandingan bahan bakar udara dengan pembukaan katup gas
(Wirannto Arismunandar, 2002
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa campuran yang kaya diperlukan dalam
keadaan tanpa beban dan beban penuh. Campuran miskin diperlukan ketika
normal operasi, campuran berkisar 0,06 – 0,12.
Torsi
Daya
Laju Konsumsi
Bahan Bakar
Untuk memperoleh daya maksimum dari suatu operasi hendaknya komposisi gas
pembakaran dari silinder (komposisi gas hasil pembakaran) dibuat seideal mungkin,
sehingga tekanan gas hasil pembakaran bisa maksimal menekan torak dan mengurangi
terjadinya detonasi. Komposisi bahan bakar dan udara dalam silinder akan menentukan
kualitas pembakaran dan akan berpengaruh terhadap performance mesin dan emisi gas
buang.
Sebagaimana telah kita ketahui sebagai bahan bakar motor bensin terutama yang
mengandung unsur-unsur karbon dan hidrogen yang dikenal dengan 3 (tiga) teori mengenai
pembakaran hidrogen tersebut.
1. Hidrokarbon terbakar bersama-sama dengan oksigen sebelum karbon bergabung
dengan oksigen.
2. Karbon terbakar lebih dahulu daripada hidrogen.
3. Senyawa hidrokarbon terlebih dahulu bergabung dengan oksigen dan membentuk
senyawa (hidrolisasi) yang kemudian dipecah secara terbakar.
Dalam sebuah mesin terjadi beberapa tingkatan pembakaran yang digambarkan dalam
sebuah grafik dengan hubungan antara tekanan dan perjalanan engkol. Berikut adalah
gambar dari grafik tingkatan pembakaran :
Dari formula diatas dapat dilihat kalau suhunya lebih rendah, maka tekanan udara yang
masuk lebih besar dan jumlah udara yang akan dihisap lebih besar pula. Sebagai hasil akan
dapat dihasilkan daya yang lebih besar pula karena sejumlah bahan bakar akan dapat
terbakar dengan baik (Soenarto & Furuhama 1995).
Karena itu dalam merancang motor bakar torak, terutama motor diesel, hendaklah
diusahakan agar tekanan maksimum dapat dibatasi apabila perbandingan kompresinya
hendak dipertinggi.
a. Volume Silinder
Volume silinder antara TMA dan TMB disebut volume langkah torak (V 1).
Sedangkan volume antara TMA dan kepala silinder (tutup silinder) disebut volume
sisa (Vs). Volume total (Vt) ialah isi ruang antara torak ketika ia berada di TMB ampai
tutup silinder.
Vt =V1+Vs ………………..(1)
Volume langkah mempunyai satuan yang tergantung pada satuan diameter
silinder (D) dan panjang langlah torak (L) biasanya mempunyai satuan
centimetercubic (cc) atau cubic inch (cu.in).
V1 = luas lingkaran x panjang langkah
V1 = π r2 x L
2
1
V1 = D L
2
Dengan demikian besaran dan ukuran motor bakar menurut volume silinder
tergantung dari banyaknya silinder yang digunakan dan besarnya volume silinder
(Kiyuku & Murdhana 1998).
b. Perbandingan Kompresi
Hasil bagi volume total dengan volume sisa disebut sebagai perbandingan
kompresi
V1 Vs V
C 1 1 ………….(2)
Vs Vs
Dimana :
V1 = volume langkah torak
Vs = volume sisa
Jadi, bila suatu motor mempunyai volume total 56 cu.in dan volume sisa 7 cu.in,
maka perbandingan kompresinya adalah :
56
C 8
7
Hal diatas menunjukkan bahwa selama langkah kompresi, muatan yang ada
diatas torak dimampatkan 8 kali lipat dari volume terakhirnya. Makin tinggi
perbandingan kompresi, maka makin tinggi tekanannya dan temperatur akhir
kompresi. (Kiyuku & Murdhana, 1998).
Perbandingan kompresi tidak dapat dinaikan tanpa batas, karena motor
pembakaran yang menggunakan busi akan timbul suara menggelitik kalau
perbandingan kompresinya terlalu tinggi (Soenarta & Furuhama, 1995).
c. Torsi dan Daya Poros
Dinamometer biasanya digunakan untuk mengukur torsi sebuah mesin.
Adapun mesin yang akan diukur torsinya tersebut diletakkan pada sebuah testbed
dan poros keluaran mesin dihubungkan dengan rotor dinamometer. Prinsip kerja dari
dinamometer dapat dilihat pada gambar 2.6. Rotor dihubungkan secara
elektromagnetik, hidrolis, atau dengan gesekan mekanis terhadap stator yang
ditumpu oleh bantalan yang mempunyai gesekan kecil. Torsi yang dihasilkan oleh
stator ketika rotor tersebut berputar diukur dengan cara menyeimbangkan stator
dengan alat pemberat, pegas, atau pneumatik.
Hambatan ini akan menimbulkan torsi (T), sehingga nilai daya (P) dapat ditentukan
sebagai berikut :
2 .n.T
P (kW ) ……………............................................(3)
60000
Dimana :
n = putaran mesin (rpm)
T = torsi (Nm)
Torak yang didorong oleh gas membuat usaha. Baik tekanan maupun suhunya
akan turun waktu gas berekspansi. Energi panas diubah menjadi usaha mekanis.
Konsumsi energi panas ditunjukkan langsung oleh turunnya suhu. Kalau toraknya
tidak mendapatkan hambatan dan tidak menghasilkan usaha gas tidak akan berubah
meskipun tekanannya turun.
d. Tekanan Efektif Rata-rata (BMEP)
Besar nilai P1 merupakan tekanan efektif rata-rata indikator (indicator mean effective
pressure : IMEP).
Nilai P1, dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Wi
P1 ……………………………….................................(4)
Vs
Dengan menggunakan nilai Pi dapat memudahkan perhitungan besar usaha
indikator Wi pada tekanan konstan selam torak pada langkah ekspansi. Pada mesin 4
langkah besar nilai Pi terjadi setiap 2 putaran, sehingga besar nilai N i indikator dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Dengan satuan Si ( m3, kPa dan rps)
Ni =V1.P1.n/2 (kW)………………….................................................(5)
Dimana :
V1= volume langkah (m3)
Pi = tekanan efektif rata-rata indicator (kPa)
n = putaran mesin (rpm)
Pada mesin 2 langkah besar nilai P i dihasilkan pada tiap putaran, maka secara
teoritis nilai Ni akan menjadi dua kali lebih besar jika dibandingkan pada persamaan
4, tetapi pada umumnya besar nilai P i pada mesin 2 langkah lebih kecil dibandingkan
dengan 4 langkah. Nilai Ni disebut sebagai keluaran indikator yang menyatakan
keluaran, disebabkan oleh adanya tekanan pada torak.
Daya yang dapat dimanfaatkan untuk memutar mesin disebut sebagai keluaran
efektif (brake mean out put) nilai Ne dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ne = V1. N. BMEP. 2 (kW)……………………………(6)
Besar keluaran efektif dapat diukur dengan menggunakan sebuah dynamometer.
Nilai BMEP adalah merupakan tekanan efektif rata-rata (brake mean effective
pressure). Besar nilai Ne yang ditentukan oleh produk dari volume langkah V1,
kecepatan putaran n dan BMEP yang berhubungan dengan tekanan gas rata-rata
merupakan keluaran suatu pembakaran yang bermanfaat. BMEP adalah besar nilai
yang menunjukkan daya mesin tiap satuan volume silinder pada putaran tertentu
dan tidak tergantung dari ukuran motor bakar. (Soenarta &Furuhama, 1995).
Besar nilai BMEP dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut :
60.P.Z
BMEP ……………………................................(7)
Vd .n
Dimana :
P = daya (kW)
N = putaran mesin (rpm)
Vd= volume langkah total silinder (m3)
Z = sistem siklus (4 langkah =2, 2 langkah =1)
e. Efisiensi Thermis
Perbandingan antara energi yang dihasilkan dan energi yang dimasukkan pada
proses pembakaran bahan bakar disebut efisiensi thermis rem (brake thermal
efficiency) dan ditentukan sebagai berikut :
860
bt 100(%) ……………..................................(8)
SFC.h
Dimana :
H = nilai kalor untuk bahan bakar premium = 10500 kcal/kg.
Minyak gas = 10400 kcal/kg.
SFC = konsumsi bahan bakar spesifik
Nilai kalor mempunyai hubungan dengan berat jenis. Pada umumnya semakin
tinggi berat jenis maka semakin rendah nilai kalornya (Kiyaku & Murdhana, 1998).
f. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)
Konsumsi bahan bakar spesifik (SFC) ditentukan dalam g/PSh atau g/kWh dan
lebih umum digunakan dari pada ηbt. Besar nilai SFC adalah kebalikan dari pada ηbt.
Penggunaan bahan bakar dalam gram per jam Ne dapat ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut :
mf
SFC kg / kWh ………………….............................(9)
P
Dimana :
SFC = konsunsi bahan bakar spesifik (kg/kWh)
P = daya mesin (kW)
Sedang nilai mf dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut:
b 3600
mf bb …………………………………….(10)
t 1000
Dimana :
b = volume 3 buret (cc)
t = waktu (detik)
ρbb = berat jenis bahan bakar (kg/l)
mf = adalah penggunaan bahan bakar per jam pada kondisi tertentu
(Nakoela Soenarta &Dr. Shoichi Furuhama,1995)
Studi Banding Performansi Motor Disel Isuzu 4 JA-1 Injeksi Langsung Sistim Force Induction
Dengan dan Tanpa Intercooler Studi Banding Performansi Motor Disel Isuzu 4JA-1 Injeksi
Langsung Sistim Force Induction Dengan dan Tanpa Intercooler
Kinerja suatu motor pembakaran dalam pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa
parameter, diantaranya kapasitas silinder dan nisbah kompresi. Semakin besar kapasitas silinder,
semakin besar keluaran daya dihasilkan oleh motor. Salah satu upaya meningkatkan kinerja
motor yang dapat dilakukan tanpa mengubah dimensi fisik dari motor adalah menggunakan
sistim induksi paksa (force induction).
Induksi paksa merupakan suatu sistim mekanik untuk mendorong lebih banyak udara ke
dalam silinder dengan tekanan diatas tekanan atmosfir melalui proses pemampatan udara
masukan. Proses pemampatan udara dapat dilakukan melalui sistim supercharging yang
digerakkan oleh mekanisme roda gigi atau sabuk yang dihubungkan ke puli poros engkol motor,
atau melalui sistim turbocharging yang memanfaatkan energi dari gas buang. Karena adanya
proses pemampatan udara sebelum masuk ke dalam silinder, maka kepadatan udara masuk
semakin meningkat serta jumlah oksigen yang digunakan untuk berkangsungnya proses
pembakaran juga meningkat dibanding metode konvensional yang hanya menarik udara segar
ke dalam silinder [3]. Dengan meningkatnya kuantitas oksigen yang masuk ke dalam silinder,
lebih banyak bahan bakar yang dapat terbakar dengan sempurna, sehingga meningkatkan
efisiensi volumetrik dan semakin banyak energy pembakaran yang dapat dikonversi menjadi
kerja mekanik [6].
Permasalahan yang timbul pada saat mengadopsi sistim induksi paksa adalah
meningkatnya temperatur udara masukan yang mengiringi proses pemampatan udara, sehingga
tekanan di dalam silinder pada awal langkah kompresi menjadi lebih tinggi. Peningkatan
temperatur udara masukan ini akan berdampak pada peningkatan temperatur dan tekanan di
dalam silinder pada siklus selanjutnya, sehingga katup, silinder dan kepala torak menjadi terlalu
panas dan motor menjadi overheating. Karena alasan ini, beberapa motor yang mengadopsi
sistim induksi paksa harus menurunkan nisbah kompresinya.
Menurunkan nisbah kompresi, ternyata juga menimbulkan permasalahan lain, yaitu
menurunnya efisiensi termal motor, sehingga meningkatkan konsumsi bahan bakar spesifik [7],
suatu kondisi yang sangat tidak diharapkan dalam mengatasi kelangkaan dan mahalnya harga
bahan bakar, serta permasalahan yang berkaitan dengan pencemaran udara.
Untuk mengatasi permasalahan dalam mengadopsi sistim induksi paksa pada motor
pembakaran dalam, tanpa menurunkan nisbah kompresi yang harus mengorbankan efisiensi
termal, digunakan suatu penukar kalor yang disebut dengan intercooler guna menurunkan
temperatur udara termampatkan sebelum masuk ke dalam silinder.
Dasar Teori
Daya keluaran yang dihasilkan motor sebanding dengan kecepatan rotasi dan kuantitas
udara yang dapat dimampatkan di dalam silinder. Dengan asumsi kecepatan rotasi motor
konstan, satu-satunya upaya untuk dapat meningkatkan daya motor adalah dengan
meningkatkan kuantitas udara yang masuk ke dalam silinder [3].
PV mu RT (1)
Jika V R konstan, dimana R = konstanta gas universal, maka massa udara, mu yang masuk
silinder berbanding lurus dengan tekanan dan berbanding terbalik dengan temperatur
absolutnya.
Massa udara yang masuk silinder = volume yang dipindahkan (swept volume) oleh piston, V
kerapatan udara.
mu V u (2)
P1 P2
Jika u1 dan u 2 , kemudian u1 , P1 , T1 dan u 2 , P2 , T2 berturut-turut
RT1 RT2
adalah kondisi-kondisi kerapatan, tekanan dan temperatur awal (keadaan 1) dan akhir (keadaan
2), maka
u 2 P2 RT2
Nisbah kerapatan = , atau
u1 P1 RT1
u 2 P2 T1
(4)
u1 P1 T2
dengan [1]:
m u ,i Vd u ,i z N 12 60 kg / jam (5)
m u ,a Vd u ,a z N 12 60 kg / jam (6)
Nisbah antara jumlah udara yang masuk pada kondisi aktual terhadap jumlah udara yang
masuk secara ideal disebut dengan efisiensi volumetris, V .
m
u ,a
v (7)
m
u ,i
Persamaan ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan efisiensi volumetris dengan kata
lain meningkatkan derajat pengisian silinder dapat dilakukan dengan meningkatkan kerapatan
udara aktual di dalam silinder melalui pemampatan udara masukan.
Hubungan antara efisiensi volumetrik dengan daya, torsi dan tekanan efektif purata
(mean effective pressure, mep) motor dinyatakan melalui persamaan berikut [4]:
f v NVd QHV u ,i F A
P (8)
2
f vVd QHV u ,i F A
(9)
4
dimana F A = nisbah bahan bakar/udara; Q HV nilai kalor pembakaran atas bahan bakar;
f efisiensi pembakaran dan Vd volume langkah.
Sistim induksi paksa, baik dengan menggunakan supercharger maupun turbocharger,
masing-masing memiliki keuntungan dan kerugian. Supercharger mampu beroperasi mulai pada
putaran idle karena digerakkan secara langsung mengikuti putaran poros engkol motor.
Turbocharger tidak beroperasi pada putaran idle karena opeasionalnya memanfaatkan tekanan
limbah gas buang untuk menggerakkan turbin kompresornya. Dengan pertimbangan
kemampuannya untuk beroperasi pada putaran rendah dalam percobaan ini digunakan sistim
supercharging [2].
Dalam percobaan ini, digunakan supercharger tipe sliding vane dengan nisbah tekanan
maksimum 1,5:1 atau boost pressure 0,5 bar. Untuk meningkatkan nisbah tekanan, diameter
puli supercharger dapat diperkecil, sehingga putarannya semakin tinggi dan dihasilkan tekanan
dorong yang lebih besar.
Akibat sampingan yang tidak dapat dihindari dari aplikasi sistim induksi paksa adalah
meningkatnya temperatur udara karena proses pemampatan, sehingga menurunkan kerapatan
udara yang masuk ke dalam silinder dan kuantitas oksigen yang masuk silinder lebih rendah.
Untuk mengurangi akibat sampingan yang merugikan ini, ditambahkan perangkat penukar kalor
yang dikenal dengan intercooler ke dalam sistim. Intercooler ditempatkan diantara keluaran
supercharger dan saluran hisap motor. Skema dari sistim beserta instalasi fluida pendinginnya
ditunjukkan dalam Gambar 1.
Supercharger (S) digerakkan dengan memanfaatkan putaran poros engkol motor (M) melalui
mekanisme puli yang dihubungkan dengan puli poros engkol motor melalui sabuk (belt).
Intercooler udara ke air (I), digunakan untuk mendinginkan kembali udara yang dimampatkan
supercharger sehingga temperatur udara termampatkan yang masuk ke silinder menjadi lebih
rendah. Sebagai fluida pendingin digunakan campuran air + ethylene glycol, disirkulasikan oleh
pompa air (P) yang beroperasi memanfaatkan putaran poros engkol motor ke radiator ekstra
(RE). Dalam percobaan ini, digunakan intercooler tipe tabung tubular udara ke air (Gambar 2).
Uji prestasi motor dilakukan dengan menggunakan dinamometer rem air (water brake
dynamometer) pada bangku uji.
2 N F R
P Watt (11)
60
dimana: P = daya motor (Watt atau BHp), F = pembebanan dinamometer (Newton), dan R =
0,9549 m = panjang lengan dinamometer. Atau secara langsung dinyatakan dengan pembacaan
terkalibrasi dinamometer:
NF NF
P Kwatt Hp (12)
10000 7460
Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumption, sfc), yang menyatakan
kuantitas bahan bakar yang dikonsumsi untuk menghasilkan daya 1 hp selama 1 jam dinyatakan
dengan:
3600 mbb
sfc Kg / hp jam (14)
Pt
dimana P = daya (Hp), mbb massa bahan bakar yang dikonsumsi (kg) dan t waktu yang
dibutuhkan untuk mengkonsumsi mbb kg bahan bakar.
Efisiensi termal, th , dinyatakan dengan efisiensi pemanfaatan kalor dari bahan bakar
untuk menghasilkan kerja mekanik. Efisiensi termal dinyatakan dengan
641,67
th (15)
sfc QHV
dimana sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (kg/Hp-jam), Q HV Nilai kalor pembakaran
(kkal/kg) yang dihitung dari persamaan:
141,5
API SG 60F 131,5 (16b)
dimana SG = specific gravity bahan bakar pada 60F. Untuk solar = 815 kg/m3.
141,5
Q HV 0,55516610 40 131,5
815 (17)
6303,1 kkal kg
Gambar 5. Kurva temperatur pengisian
Vs Putaran.
Pada Gambar 5 dan 6 ditunjukkan pola yang berbeda antara temperatur dan tekanan udara
yang masuk ke dalam silinder. Temperatur udara yang masuk ke dalam silinder cenderung lebih
rendah pada putaran tinggi (Gambar 5), sedangkan tekanan cenderung semakin meningkat
(Gambar 6). Peningkatan temperatur pada putaran lebih rendah disebabkan karena
meningkatnya friksi internal dengan bertambahnya beban pada motor. Peningkatan tekanan
yang terjadi pada putaran lebih tinggi disebabkan karena meningkatnya kecepatan pergerakan
piston di dalam silinder. Temperatur udara rata-rata meningkat sebesar 89,86% (dalam kisaran
antara 70C sampai dengan 120) dengan penambahan supercharger pada sistim. Hal ini
terutama disebabkan karena meningkatnya tumbukan antar molekul udara yang merupakan
bagian dari proses pemampatan udara. Dengan menambahkan intercooler ke dalam sistim
peningkatan temperatur akibat proses pemampatan dapat ditekan menjadi 43,37%, atau terjadi
penurunan temperatur udara termampatkan sebesar 46,49%.
Terjadi peningkatan tekanan udara rata-rata sebesar 40,01% akibat proses pemampatan
udara melalui supercharger. Dengan adanya penambahan intercooler ke dalam sistim, sehingga
terjadi penurunan temperatur udara termampatkan, maka peningkatan tekanan keluaran
supercharger turun menjadi 36,55%, atau terjadi penurunan tekanan sebesar 3,46%.
Karena kerugian tekanan akibat pendinginan udara melalui intercooler yang terjadi relatif
kecil (3,46%) dibandingkan penurunan temperaturnya (46,49%), maka terjadi peningkatan
nisbah kerapatan udara termampatkan dengan adanya penambahan intercooler. Hal ini dapat
diartikan bahwa disamping terjadi peningkatan massa udara (karena proses pemampatan
dengan supercharger), juga terjadi peningkatan kerapatan udara (karena proses pendinginan
udara termampatkan oleh intercooler). Dengan meningkatnya massa dan kerapatan udara,
semakin banyak jumlah oksigen yang dapat dimanfaatkan untuk melangsungkan proses
pembakaran di dalam ruang bakar.
Pada kurva daya dan torsi Vs putaran (Gambar 7 dan 8) ditunjukkan terjadi peningkatan
daya dan torsi rata-rata pada berbagai tingkat kecepatan masing-masing sebesar 10,06% dengan
menambahkan supercharger pada sistim. Jika temperatur udara yang masuk kedalam silinder
setelah proses pemampatan diturunkan dengan menambahkan intercooler pada sistim, daya
dan torsi rata-rata pada berbagai tingkat kecepatan dapat ditingkatkan lagi, masing-masing
sebesar 19,46% dan 19,02%. Berdasarkan persamaan gas ideal (persamaan 1) yang menyatakan
bahwa massa udara berbanding lurus dengan tekanan dan berbanding terbalik dengan
temperaturnya, maka dengan meningkatkan tekanan udara masukan, massa udara yang masuk
akan semakin besar dan pada gilirannya akan meningkatkan kuantitas oksigen yang dapat
dimanfaatkan untuk melakukan proses pembakaran menjelang akhir langkah kompresi. Pada
sisi lain, dengan meningkatkan tekanan udara masukan serta menurunkan temperatur udara
termampatkan melalui perangkat intercooler akan semakin meningkatkan kerapatan udara
masukan, dan pada gilirannya akan semakin meningkatkan derajat pengisian silinder (efisiensi
volumetrik). Dengan asumsi variabel-variabel lain pada persamaan 8 dan 9 konstan,
meningkatnya efisiensi volumetrik motor akan menghasilkan peningkatan daya kuda rem (bhp)
dan torsi pada motor. Disamping itu dengan memampatkan udara yang masuk ke dalam silinder,
periode persiapan pembakaran akan dipersingkat.
Pada kurva konsumsi bahan bakar spesifik Vs putaran (Gambar 9), ditunjukkan terjadi
penurunan konsumsi bahan bakar spesifik rata-rata sebesar 12,79% dengan penambahan
supercharger. Jika temperatur keluaran supercharger diturunkan dengan perangkat intercooler,
konsumsi bahan bakar spesifik rata-rata turun sebesar 19,43%. Hal ini terjadi karena dengan
meningkatnya massa dan kerapatan udara yang masuk ke dalam silinder, semakin banyak
oksigen yang dapat bereaksi dengan bahan bakar untuk berlangsungnya proses pembakaran
sehingga pembakaran dapat berlangsung jauh lebih efisien. Kondisi ini mampu mereduksi
produk hidrokarbon yang tak terbakar pada gas buang, sebagai biang borosnya konsumsi bahan
bakar.
Hasil rancang bangun intercooler serta instalasi sistim pendinginnya cukup efektif untuk
menurunkan temperatur udara termampatkan sehingga mampu meningkatkan kinerja
motor yang menggunakan sistim force induction.
Dengan penambahan intercooler, rata-rata terjadi peningkatan daya keluaran poros, torsi
dan efisiensi termal masing-masing sebesar 19,46%, 19,02% dan 23,03%, sedangkan
penurunan rata-rata konsumsi bahan bakar spesifik sebesar 19,43%.
Motor bakar terbagi menjadi 2 (dua) jenis utama, yaitu motor diesel dan motor bensin.
Perbedaan umum terletak pada sistem penyalaan. Penyalaan pada motor bensin dinyalakan
oleh loncatan bunga api listrik yang dipercikan oleh busi atau juga sering disebut juga spark
ignition engine. Sedangkan pada motor diesel penyalaan terjadi karena kompresi yang tinggi
di dalam silinder kemudian bahan bakar disemprotkan oleh nozzle atau juga sering disebut
juga Compression Ignition Engine.
Proses Pembakaran
Secara umum pembakaran didefinisikan sebagai reaksi kimia atau reaksi persenyawaan
bahan bakar oksigen (O2) sebagai oksidan dengan temperaturnya lebih besar dari titik nyala.
Mekanisme pembakarannya sangat dipengaruhi oleh keadaan dari keseluruhan proses
pembakaran dimana atom-atom dari komponen yang dapat bereaksi dengan oksigen yang
dapat membentuk produk yang berupa gas.
Untuk memperoleh daya maksimum dari suatu operasi hendaknya komposisi gas
pembakaran dari silinder (komposisi gas hasil pembakaran) dibuat seideal mungkin,
sehingga tekanan gas hasil pembakaran bisa maksimal menekan torak dan mengurangi
terjadinya detonasi. Komposisi bahan bakar dan udara dalam silinder akan menentukan
kualitas pembakaran dan akan berpengaruh terhadap performance mesin dan emisi gas
buang. Sebagaimana telah diketahui bahwa bahan bakar bensin mengandung unsur-unsur
karbon dan hidrogen.
Terdapat 3 (tiga) teori mengenai pembakaran hidrogen tersebut yaitu :
b. Hidrokarbon terbakar bersama-sama dengan oksigen sebelum karbon bergabung
dengan oksigen.
c. Karbon terbakar lebih dahulu daripada hidrogen.
d. Senyawa hidrokarbon terlebih dahulu bergabung dengan oksigen dan membentuk
senyawa (hidrolisasi) yang kemudian dipecah secara terbakar. (Yaswaki, K, 1994).
Dalam sebuah mesin terjadi beberapa tingkatan pembakaran yang digambarkan dalam
sebuah grafik dengan hubungan antara tekanan dan perjalanan engkol. Berikut adalah
gambar dari grafik tingkatan pembakaran
Proses atau tingkatan pembakaran dalam sebuah mesin terbagi menjadi empat tingkat atau
periode yang terpisah. Periode-periode tersebut adalah :
1. Keterlambatan pembakaran (Delay Periode)
Periode pertama dimulai dari titik 1 yaitu mulai disemprotkannya bahan bakar
sampai masuk kedalam silinder, dan berakhir pada titik 2. perjalanan ini sesuai dengan
perjalanan engkal sudut a. Selama periode ini berlangsung tidak terdapat kenaikan
tekanan yang melebihi kompresi udara yang dihasilkan oleh torak, dan selanjutnya
bahan bakar masuk terus menerus melalui nosel.
2. Pembakaran cepat
Pada titik 2 terdapat sejumlah bahan bakar dalam ruang bakar, yang dipecah
halus dan sebagian menguap kemudian siap untuk dilakukan pembakaran. Ketika bahan
bakar dinyalakan yaitu pada titik 2, akan menyala dengan cepat yang mengakibatkan
kenaikan tekanan mendadak sampai pada titik 3 tercapai. Periode ini sesuai dengan
perjalanan sudut engkol b. yang membentuk tingkat kedua.
3. Pembakaran Terkendali
Setelah titik 3, bahan bakar yang belum terbakar dan bahan bakar yang masih
tetap disemprotkan (diinjeksikan) terbakar pada kecepatan yang tergantung pada
kecepatan penginjeksian serta jumlah distribusi oksigen yang masih ada dalam udara
pengisian. Periode inilah yang disebut dengan periode terkendali atau disebut juga
pembakaran sedikit demi sedikit yang akan berakhir pada titik 4 dengan berhentinya
injeksi. Selama tingkat ini tekanan dapat naik, konstan ataupun turun. Periode ini sesuai
dengan pejalanan engkol sudut c, dimana sudut c tergantung pada beban yang dibawa
beban mesin, semakain besar bebannya semakin besar c.
4. Pembakaran pasca (after burning)
Bahan bakar sisa dalam silinder ketika penginjeksian berhenti dan akhirnya
terbakar. Pada pembakaran pasca tidak terlihat pada diagram, dikarenakan pemunduran
torak mengakibatkan turunnya tekanan meskipun panas panas ditimbulkan oleh
pembakaran bagian akhir bahan bakar.
Dalam pembakaran hidrokarbon yang biasa tidak akan terjadi gejala apabila
memungkinkan untuk proses hidrolisasi. Hal ini hanya akan terjadi bila pencampuran
pendahuluan antara bahan bakar dengan udara mempunyai waktu yang cukup sehingga
memungkinkan masuknya oksigen ke dalam molekul hidrokarbon. (Yaswaki. K, 1994)
Bila oksigen dan hidrokarbon tidak bercampur dengan baik maka terjadi proses cracking
dimana akan menimbulkan asap. Pembakaran semacam ini disebut pembakaran tidak
sempurna.
Ada 2 (dua) kemungkinan yang terjadi pada pembakaran mesin berbensin, yaitu:
Pembakaran yang terjadi pada motor bensin terdapat 2 (dua) kemungkinan yang terjadi
yaitu :
a. Pembakaran normal
Pembakaran normal terjadi bila bahan bakar dapat terbakar seluruhnya pada
saat dan keadaan yang dikehendaki. Mekanisme pembakaran normal dalam motor
bensin dimulai pada saat terjadinya loncatan bunga api pada busi, kemudian api
membakar gas bakar yang berada disekitarnya sehingga semua partikelnya terbakar
habis. Didalam pembakaran normal, pembagian nyala api terjadi merata diseluruh
bagian. Pada keadaan yang sebenarnya pembakaran bersifat komplek, yang mana
berlangsung pada beberapa phase. Dengan timbulnya energi panas, maka tekanan dan
Pembakaran normal pada motor bensin dapat ditunjukkan pada gambar grafik
sudut engkol, mulai dari penyalaan sampai akhir pembakaran. Dari grafik diatas dapat
dilihat bahwa beberapa derajat sebelum piston mencapai TMA, busi memberikan
percikan bunga api sehingga mulai terjadi pembakaran, sedangkan lonjakan tekanan
dan temperatur mulai point 2, sesaat sebelum piston mencapai TMA, dan pembakaran
Pembakaran tidak normal terjadi bila bahan bakar tidak ikut terbakar atau tidak
terbakar bersamaan pada saat dan keadaan yang dikehendaki. Pembakaran tidak
1. Detonasi
normal api menyebar keseluruh bagian ruang bakar dengan kecepatan konstan
dan busi berfungsi sebagai pusat penyebaran. Dalam hal ini gas baru yang belum
terbakar terdesak oleh gas yang sudah terbakar, sehingga tekanan dan suhunya
naik sampai mencapai keadaan hampir terbakar. Jika pada saat ini gas tadi
yang tidak homogen, lapisan gas tadi akan mendesak lapisan gas lain yang belum
terbakar, sehingga tekanan dan suhunya naik. Bersamaan dengan adanya radiasi
dari ujung lidah api, lapisan gas yang terdesak akan terbakar tiba-tiba. Peristiwa
suara ketukan (knocking) yaitu yang disebut dengan detonasi. Hal-hal yang
d) Penempatan busi dan konstruksi ruang bakar tidak tepat, serta jarak
bakar terbakar sebelum waktunya. Hal ini terjadi pada saat piston belum
mencapai posisi pembakaran, tetapi bahan bakar telah terbakar lebih dahulu.
Bahan bakar yang mengalami perubahan kimia, menyebabkan gangguan pada proses
pembakaran. Pada bahan bakar juga sering terdapat saluran/senyawa yang menyebabkan
korosi, senyawa ini antara lain : senyawa belerang, nitrogen, oksigen, dan lain-lain ,
kandungan tersebut pada gas solin harus diperkecil untuk mengurangi korosi, korosi dari
senyawa tersebut dapat terjadi pada dinding silinder, katup, busi, dan lainya, hal inilah yang
menyebabkan awal kerusakan pada mesin.mbakaran, tetapi bahan bakar telah terbakar
lebih dahulu.