Anda di halaman 1dari 2

Keutamaan Menghidupkan Sunnah Rasul

Dari ‘Amr bin ‘Auf bin Zaid al-Muzani radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

‫ش ْيئًا‬ ِ ‫ص مِ ْن أ ُ ُج‬
َ ‫ور ِه ْم‬ َ ‫اس َكانَ لَه ُ مِ ثْ ُل أَجْ ِر َم ْن‬
ُ ُ‫عمِ َل ِب َها الَ َي ْنق‬ ُ ‫سنَّةً مِ ْن‬
ُ َّ‫سنَّتِى فَ َعمِ َل ِب َها الن‬ ُ ‫َم ْن أَحْ َيا‬

“Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan


oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang
mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun“[1].

Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan besar bagi orang yang menghidupkan
sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, terlebih lagi sunnah yang telah ditinggalkan
kebanyakan orang. Oleh karena itu, Imam Ibnu Majah mencantumkan hadits ini dalam kitab
“Sunan Ibnu Majah” pada Bab: “(Keutamaan) orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah ditinggalkan (manusia)”[2].

Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari berkata, “Orang muslim yang paling utama adalah
orang yang menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
telah ditinggalkan (manusia), maka bersabarlah wahai para pencinta sunnah (Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam), karena sesungguhnya kalian adalah orang yang paling sedikit
jumlahnya (di kalangan manusia)”[3].

Faidah-faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:

- Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah segala sesuatu yang bersumber
dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik ucapan, perbuatan maupun penetapan
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam[4], yang ditujukan sebagai syariat bagi umat Islam[5].

- Arti “menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” adalah memahami


petunjuk Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengamalkan dan menyebarkannya di
kalangan manusia, serta menganjurkan orang lain untuk mengikutinya dan melarang dari
menyelisihinya[6].

- Orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan


mendapatkan dua keutamaan (pahala) sekaligus, yaitu [1] keutamaan mengamalkan sunnah
itu sendiri dan [2] keutamaan menghidupkannya di tengah-tengah manusia yang telah
melupakannya.

Syaikh Muhammad bih Shaleh al-’Utsaimin -rahimahullah- berkata, “Sesungguhnya sunnah


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika semakin dilupakan, maka (keutamaan)
mengamalkannya pun semakin kuat (besar), karena (orang yang mengamalkannya) akan
mendapatkan keutamaan mengamalkan (sunnah itu sendiri) dan (keutamaan) menyebarkan
(menghidupkan) sunnah di kalangan manusia”[7].

- Allah Ta’ala memuji semua perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
menamakannya sebagai “teladan yang baik“, dalam firman-Nya,

َّ ‫َّللا َو ْال َي ْو َم ْاْلخِ َر َوذَك ََر‬


ً ‫َّللاَ َكث‬
‫ِيرا‬ َ ‫َّللا أُس َْوة ٌ َح‬
َ َّ ‫سنَةٌ ِل َم ْن َكانَ َي ْر ُجو‬ ُ ‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َر‬
ِ َّ ‫سو ِل‬

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah” (QS al-Ahzaab:21).

Ini menunjukkan bahwa orang yang meneladani sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berarti dia telah menempuh ash-shirathal mustaqim (jalan yang lurus) yang akan
membawanya mendapatkan kemuliaan dan rahmat Allah Ta’ala[8].

- Ayat ini juga mengisyaratkan satu faidah yang penting untuk direnungkan, yaitu keterikatan
antara meneladani sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kesempurnaan
iman kepada Allah dan hari akhir, yang ini berarti bahwa semangat dan kesungguhan
seorang muslim untuk meneladani sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
merupakan pertanda kesempurnaan imannya.

Anda mungkin juga menyukai