Anda di halaman 1dari 10

1.

Identitas novel :
 Judul : Salad Days
 Nama pengarang : Sally Salfatira
 Nama penerbit : Gramedia pustaka utama
 Tebal buku : 232 halaman
 Cover : soft cover
 Tahun terbit : Juli, 2013
 Jumlah cetakan (edisi) : 312
 Editor (penyunting) : Irna Permanasari
2. Sinopsis :
Selain memiliki prestasi akademis
cemerlang, Greta begitu diandalkan dalam tim
basket SMA-nya. Ia menikmati kehidupan nya
yang penuh warna bersama sahabat-sahabat
nya: Hannah, Boy, dan Patrick. Tapi semua itu
berubah ketika sekolah nya kedatangan murid
baru, Dirga. Kesan pertama yang ditinggalkan
Dirga di hadapan Greta tidaklah
mengenakkan, bahkan membuat Greta cukup
kesal.
Tangan kiri Greta menopang dagu di meja,
menunggu kehadiran sahabatnya yaitu
Hannah. Greta yakin bahwa Hannah tidak
masuk sekolah. Tetapi Greta kebelet p datang
terlambat. Kalu ingat tadi pagi, rasanya dingin
sekali. Greta malas beranjak dari kenyamanan
dan kehangatan tempat tidur berikut bantal,
guling, dan selimut. Seandainya mama gak
melengkingkan suaranya. “Ternyata disekolah
pun masih tersa dingin.” Cuaca seperti itu
memang rawan bikin orang kebelet pipis, dan
Greta korbannya. Mengingat kebelet pipis
sangat krusial. Greta selalu ingat kata-kata
mamanya pada waktu Greta masih kecil,
supaya jangan menahan pipis, nanti bisa
kencing batu. Benar saja Greta terlambat
masuk kelas, sudah lewat empat menit setelah
bel berbunyi. Koridor sudah senyap, berbeda
180 derajat dibandingkan saat Greta berlari
menuju toilet sampai harus tabrak sana-sini
sekarang. Greta sudah tinggal 10 meter dari
kelas. Tumben, gak terdengar suara berisik.
Maklum, kelas Greta terkenal dengan murid-
muridnya yang ceriwis. Untungnya predikat
itu diimbangi dengan murid-muridnya yang
cerdas dan kritis. Cewek maupun cowok,
semuanya rival yang masuk kelas Greta,
dengan tas merah dipunggungnya. Tinggi juga
posturnya, sekali lihat siapa pun bis menilai
dia pasti pecinta olahraga, badannya menjadi
bukti tanpa penjelasan, Greta tersenyum
sendiri.
“I’m sorry, sir I had go to toilet. It was
crucial. Emergency,” jelas Greta pada Mr.
Harto yang berdiri menyandar di meja guru.
“It’s ok.”
Greta segera kembali ke bangku dan menahan
kecewa karena nggak menemukan Hannah
yang duduk disamping nya. Padahal ada jam
kosong saat matematika nanti karena Bu Lala
sedang cuti ke Banjarmasin.
Greta segera mengecek ponsel, berharap ada
pesan dari Hannah. Berharap Greta gak
menghabiskan jam kosong sendirian.
Eta, aduh, sorry, gw nggak masuk.
Mules nih. Ada kabar apa aja? Ntar kabarinya.
Xoxo
Kening Greta berkerut samar. Mules? Oooh,
mungkin saja. Kemarin setelah nonton, Greta
dan Hannah makan bakso Solo karena Hannah
merengek-rengek. Mengingat lima sendok
sambal superpedas di mangkuknya, sepertinya
memang itu penyebab absennya Hannah. Huh.
“Permisi.”
Greta mendongak ketika ada suara
mengejutkan nya. Eh? Cowok baru itu berada
di sebelah Greta, duduk di bangku Hannah.
“Eh? Sorry, di sini udah ada yang nempatin.”
“Kosong kok.”
“Iya, tapi ini bangku Hannah, sahabatku. Dia
absen hari ini.”
“Mr. Harto asked me.”
Lalu cowok itu mengalihkan pandangannya
kedepan. Sombong banget sih!
“Greta, any problem?”
Mr. Harto menyadari ada sesuatu yang tidak
beres, apalagi Greta menoleh kearahnya
dengan ekspresi jengkel.
“This young man is sitting on my best
friend’s seat.”
“Really? Oh, but that’s the only empty
seat.
Greta melongo, lalu mengedarkan pandangan
ke seluruh penjuru kelas. Ada dua bangku
kosong di deret paling kanan. Aku segera
teringat bahwa Lion duduk disana, dan
sekarang dia sendirian setelah seminggu lalu
Bima pindah ke luar kota.
“With all respect, Sir, there are two seats on
my right.”
“I want him to sit with you.”
Great. Percuma mendebat. Greta melirik sinis
ke cowok tengik disebelahnya. Huh. Awas aja
ya. Padahal tadinya Greta sempat berpikir bisa
akrab dengannya karena hobi olahraganya.
Hilang sudah keinginan itu. Apalagi gayanya
sok. Anak baru gaya nya sok. Anak baru
gayanya selangit. Emang cakep sih, tapi nggak
ngaruh lah. Sekali nyebelin tetap nyebelin.
Dirga cukup puas dengan pilihan sekolah
orang tuanya. Setidaknya, ketika Dirga datang
pagi tadi, suasananya cukup menyenangkan
dan menenangkan. Tadi Dirga sempat diajak
keliling oleh Kepsek.
Sekolah itu memiliki banyak tanaman,
suasananya sejuk. Nggak urung udara dingin
dan kerindangan tanaman-tanaman itu
membuat Dirga semakin merapatkan jaket.
Hal yang paling pingin Dirga temuin adalah
lapangan basket. Ternyata sekolah baru Dirga
punya dua outdoor dan indoor. Perfect!
Dirga diperkenalkan kepada Pak Yon, wali
kelas Dirga menuju kelas bersama Mr. Harto
yang punya jadwal mengaja jam pertama di
kelas.
Koridor ramai dan berisik. Untung bel
masuk berbunyi. Saat itulah Dirga melihat
seorang cewek dengan rambut panjang yang
dikucir kuda tinggi berlari dan menabrak
beberapa murid. Dirga mencoba menghindar,
tapi tetep aja gubraaak!...bahu kiri Dirga
ketabrak. Dirga nggak ngerti kenapa sepagi itu
tuh cewek semangat banget berlari, padahal
dia pake seragam putih abu-abu seperti dia,
bukan seragam olahraga. Kami berdoa
sebelum memulai pelajaran, lalu Mr. Harto
mempersilakan Dirga memperkenalkan diri
secara singkat. As usualy, as always.
“Saya Dirga. Mohon bantuannya.”
Tahu-tahu pintu kelas terbuka. Seorang cewek
masuk dan segera menghampiri Mr. Harto,
mengemukakan alasannya terlamabat. Ya
ampun! Dia kan cewek yang nabrak Dirga
tadi. Dirga masih ingat jelas. Tapi sepertinya
dia nggak ingat. Atau mungkin dia nggak
sadar udah menabrak orang, termasuk gue.
Eh, apa katanya barusan? Habis dari toilet?
Tadi pasti dia kebelet banget. Pantes aja. Tapi
itu bukan alasan untuk nggak minta maaf sama
korbannya, kan? Lagian, juujur aja, bahu
Dirga masih terasa sakit.
Minggu pagi itu Dirga dan Greta pergi
mencari kaca. Lebih tepatnya sih Greta yang
nemenin Dirga nyari kaca untuk tugas
kesenian. Turnamen kemarin, saat babak
penyisihan kami dapat jadwal main siang, jadi
terpaksa meninggalkan sekolah lebih awal,
yang berarti absen pelajaran kesenian.
Greta sudah bisa berjalan normal kembali,
meski sudah tiga kali latihan dia nggak ikut,
hanya duduk di pinggir lapangan. Semua tahu
dia gatel ikutan. Makanya setiap ada
kesempatan, dia selalu curi curi berlatih
sendirian di pinggir lapangan.
“Tebel berapa nih? Lima mili?” tanya
Dirga ke Greta ketika memesan kepada si
tukang kaca.
“Gila! Lo mau bikin meja atau lukisan?
Tiga mili aja.”
“Serius?”
“Curiga banget sih.”
“Yang tiga mili, pak,” putus gue akhirnya.
Mereka menunggu si bapak memenuhi
pesanan.
“Ini, mas,” suara si tukang kaca
mengagetkan Dirga.
“Makasih, pak,” kata Dirga tersenyum
sopan.
“Udah selesai?”
“Udah. Yuk, buruan. Eh, punya lo udah
selesai, Ta?”
“Tinggal seperempat lagi lah. Tinggal
ngewarnain background. Lo bawa gambarnya
nggak?”
“Bawalah. Ada di mobil.”
“Ya udah, lo kerjain sekalian aja di
rumah gue.”
Kami keluar dari toko kaca, langsung menuju
mobil.
Dirga baru sadar Greta belum ada di mobil
saat Dirga selesai memasukkan kaca ke
bangku belakang. Mengedarkan pandangan,
ternyata Greta lagi jongkok di trotoar di dekat
tukang pisang depan toko kaca. Emangnya
Greta mau beli pisang?
Dirga segera menghampiri Greta dan bener
aja. Dia lagi milih-milih pisang. Karena Dirga
nggak tau jenis pisang jadi hanya diem.
Selesai memilih, Greta memberikan selembar
uang 50.000 ke si kakek penjual,
mengucapkan terima kasih, dan berdiri.
Si kakek memangil Greta untuk memberi
kembaliannya. Dirga gak nyangka Greta hanya
tersenyum dan meolak kembaliannya,
membuat sis kakek mengucapkan terima kasih
dan puji syukur berulang-ulang. Bahkan
sempat mendoakan Greta.
3. Unsur-unsur sinopsis novel :
- Suasana : Terharu, Kesal, Bahagia.
- Waktu : Pagi, Siang,Malam
- Latar tempat : Sekolah, Rumah Greta, Kelas,
Trotoar.
4. Kelebihan dan kekurangan novel :
Kelebihan novel adalah 1.Harus berbagi
Kekurangannya adalah – harus minta maaf.

Anda mungkin juga menyukai