BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Menurut Stuart dan Sundeen's (2004) mendefinisikan halusinasi sebagai
“hallucinations are defined as false sensory impressions or experiences”. Arti
dari kalimat di atas, Stuart dan Sundeen’s mendefinisikan halusinasi sebagai
bayangan palsu atau pengalaman indera.
Halusinasi ialah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca
indera seorang pasien, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun,
dasarnya mungkin organik, fungsional, psikopatik ataupun histerik (Maramis,
2005).
Kemudian Sunaryo (2004) menjelaskan bahwa halusinasi merupakan
bentuk kesalahan pengamatan tanpa pengamatan objektivitas penginderaan
dan tidak disertai stimulus fisik yang adekuat.
B. Jenis-jenis Halusinasi
Stuart dan Sundeen’s (2004) menyebutkan “hallucinations may occur in
any of the five major sensory modalities including : auditory (sound), visual
(sight), tactile (touch), gustatory (taste) and olfactory (smell)”. Arti dari
kalimat di atas, Stuart dan Sundeen’s menyebutkan bahwa jenis-jenis
halusinasi dapat terjadi disalah satu dari lima modalitas sensorik utama
termasuk pendengaran (suara), visual (melihat), taktil (sentuhan), gustatory
(rasa) dan penciuman (bau).
Menurut Hamid (2000) yang dikutip oleh Jallo (2008), perilaku klien yang
terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut :
Bicara sendiri, senyum sendiri, dan ketawa sendiri;
Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, dan
respon verbal yang lambat.;
Menarik diri dari orang lain, berusaha untuk menghindari orang lain;
Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata;
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah;
Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya;
Sulit berhubungan dengan orang lain;
Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah;
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat;
Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton;
D. Faktor penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2009) faktor predisposisi penyebab halusinasi adalah :
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih
rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak.
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang
ASUHAN KEPERAWATAN
HALUSINASI
A. Pengkajian
1. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data diperoleh data sebagai berikut :
a. Fisik
Bicara, senyum, dan tertawa sendiri
Mengerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara
Gerakan mata cepat
Respon verbal yang lambat
Peningkatan system syaraf otonom yang menujukan
ansietas.Misalnya ; nadi, pernapasan nadi, tekanan darah.
Gejala fisik dan ansietas berat seperti berkeringat, tremor,
ketidak mampuan mengikuti petunjuk.
Perilaku panik, agitasi menarik diri atau katotonik.
b. Emosi
Diam dan di penuhi sesuatu yang mengasikkan
Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin
kehilangan untuk membedakan antara halusinasinya dan
realitas.
Ekspresi muka tegang mudah tersinggung, jengkel, marah.
Curiga bermusuhan, menarik diri, orang lain, dan
lingkungan.
Lebih cenderung mengikuti petujuk yang diberikan oleh
halusinasinya dari pada menolaknya.
c. Sosial
Menarik diri, dan menghindar dengan orang lain.
Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
Perhatian dan lingkungan kurang atau hanya beberapa
detik.
Tidak mampu mengikuti perinta dari perawat.
d. Intelektual
Biasanya terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
e. Aktivitas sehari-hari
Tidak dapat mengurus diri.
2. Masalah Keperawatan
Perubahan sensori persepsi : halusinasi
Risiko mencederai diri sendiri,oranglain dan lingkungan
Isolasi sosial, : menarik diri
Harga diri rendah
3. Pohon Masalah
B. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul dari pohon masalah yang
mungkin terjadi pada klien dengan halusinasi pendengaran adalah
sebagai berikut :
1. Resiko tinggi perilaku kekerasan.
2. Perubahan persepsi sensori halusinasi
3. Isolasi sosial.
4. Harga diri rendah kronis.
C. Intervensi
Intervensi keperawatan atau perencanaan adalah preskripsi untuk
perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang
harus dilakukan oleh perawat. Intervensi keperawatan dipilih untuk
SP. 3 P
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP.1 P dan SP.2 P);
2. Lanjutkan pengkajian data;
3. Orientasikan kegiatan sehari-hari;
4. Identifikasi masalah klien.
Keluarga
a. Tujuan : Keluarga mampu membina hubungan saling
percaya.
b. Kriteria evaluasi : Keluarga dapat mengungkapkan
perasaannya dan keadaannya pasien saat ini.
c. Intervensi
SP. 1 K
1. Salam terapeutik;
2. Perkenalkan diri;
3. Jelaskan tujuan interaksi;
4. Ciptakan lingkungan yang tenang;
5. Buat kontrak yang jelas;
6. Tanyakan harapan terhadap pertemuan;
7. Tepati waktu.
SP. 2 K
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP. 1 K);
2. Kaji keadaan pasien di rumah.
Keluarga
a. Tujuan : Keluarga mampu merawat klien dengan halusinasi
di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi
klien.
b. Kriteria evaluasi
1. SP. 1 K
Keluarga mampu menjelaskan tentang halusinasi.
2. SP. 2 K
Keluarga
a. Tujuan : Keluarga mampu merawat klien dengan isolasi
sosial di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif
bagi klien.
b. Kriteria evaluasi
1. SP. 1 K
Keluarga mampu menjelaskan tentang : pengertian
isolasi sosial, tanda dan gejala isolasi sosial, penyebab
isolasi sosial, dampak isolasi sosial, cara merawat klien
isolasi sosial, sikap keluarga untuk membantu klien
mengatasi isolasi sosial, pengobatan yang
berkelanjutan dan mencegah putus obat, tempat
rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi klien.
2. SP. 2 K
2. SP. 2 P
Klien mampu menyebutkan kegiatan yang sudah
dilakukan dan mampu memperagakan cara fisik ke 2
untuk mengontrol perilaku kekerasan.
3. SP. 3 P
Klien mampu menyebutkan kegiatan yang sudah
dilakukan dan mampu memperagakan cara sosial atau
verbal untuk mengontrol perilaku kekeraasan.
4. SP. 4 P
Klien mampu menyebutkan kegiatan yang sudah
dilakukan dan mampu memperagakan cara spiritual.
5. SP. 5 P
Klien mampu menyebutkan kegiatan yang sudah
dilakukan dan mampu memperagakan cara patuh
minum obat.
c. Intervensi
SP. 1 P
1. Identifikasi penyebab, tanda, dan gejala serta akibat
perilaku kekerasan;
2. Latih cara fisik 1 tarik nafas dalam;
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan klien.
SP. 2 P
SP. 3 P
SP. 4 P
SP. 5 P
Keluarga
a. Tujuan : Keluarga mampu mengenal masalah perilaku
kekerasan pada klien, merawat klien di rumah dengan benar.
b. Kriteria evaluasi
1. SP. 1 K
SP. 2 K
SP. 3 K
SP. 4 K
Klien
a. Tujuan : Klien mampu mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki klien, menilai kemampuan yang
dapat digunakan klien, menetapkan atau memilih kegiatan
yang sesuai dengan kemampuan klien, dan merencanakan
kegiatan yang sudah dilatih.
b. Kriteria evaluasi
1. SP. 1 P
Klien dapat :
Mengidentifikasi kemampuan aspek positif
yang dimiliki;
SP. 2 P
SP. 3 P
Keluarga
D. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi adalah tahapan ketika perawat
mengaplikasikan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna
membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat pada tahap
implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan
untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu,
kemampuan melakukan tehnik psikomotor, kemampuan melakukan
observasi sistemis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan,
kemampuan advokasi dan kemampuan evaluasi (Asmadi, 2008).
E. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien (Keliat, 2005). Evaluasi dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir.
S, merupakan respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan. Dapat diukur dengan menanyakan “bagaimana
perasaan Ibu setelah latihan nafas dalam?”.
F. Dokumentasi
Dokumentasi keperawatan merupakan aspek penting dari praktik
keperawatan yaitu sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak
yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang
berwenang. Dokumentasi keperawatan juga mendeskripsikan tentang
status dan kebutuhan klien yang komprehensif, juga layanan yang
diberikan untuk perawatan klien (Potter & Perry, 2005). Dokumentasikan
semua tindakan beserta respon klien (Keliat, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Perry dan Potter. (2003). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik
Edisi 4. Jakarta : EGC.
Stuart, Gail Wiscarz, Sandra J Sundeen. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi
5. Jakarta : EGC.