Anda di halaman 1dari 6

ARTIKEL Yoga Pamungkas Susani, Refleksi dalam Pendidikan Klinik

Refleksi dalam Pendidikan Klinik


Yoga Pamungkas Susani
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
Mataram

Abstract

Reflection is an important process in the transforming of experience into


knowledge, skills, and attitudes. Reflection enhances learning and professional
practice in medical practices. Encouragement of medical students to use Keyword:
reflection to become an excellent doctor is a challenge in medical education. reflection, clinical education,
reflective, medical education
Reflection is an essential learning tool for professional education when enable
process
the discovery of knowledge for practice. Especially in clinical education,
reflection will help student to integrate new knowledge and experience within Korespondensi:
the existing cognitive frameworks and skills. Medical student not only must yoga_pamungkas_s@yahoo.com
know and understand about reflection but they must have skills to do reflection
on daily practice. Medical educators must possess skill to facilitate the
development reflective skills by engaging student in substantive learning
activities and enhancing the reflective process. This article describe about the
process and how to improve reflection in clinical education.

Pendahuluan

Pendidikan klinik di tingkat profesi merupakan belajar dan aktivitas refleksi terhadap pengalaman
suatu fase yang harus dilalui mahasiswa kedokteran tersebut. Pengalaman tanpa adanya proses pemaknaan
untuk dapat menjadi seorang dokter. Pada tahap inilah, akan menjadikan pengalaman tersebut bukan sebuah
mahasiswa dihadapkan pada situasi nyata yang akan pembelajaran.
dihadapinya sehari-hari sebagai dokter kelak. Dalam
tahap pendidikan sebelumnya, mahasiswa memang Definisi dan Model Refleksi
telah mendapatkan banyak teori, pengetahuan, ataupun Refleksi merupakan suatu bentuk respon
keterampilan. Namun demikian, pengetahuan yang pembelajar terhadap pengalaman (experience).1 Schon
didapatkan di kelas tidak dapat dipahami dengan baik menjelaskan bahwa refleksi seringkali dipicu oleh ‘miss-
sebelum mereka menghadapi situasi nyata yang match’ atau ketidakcocokan pengetahuan, keterampilan,
membutuhkan analisis, evaluasi, modifikasi dan proses atau attitude yang dimiliki dengan yang mereka alami
penerapan dari yang sudah mereka ketahui. Di klinik, saat hal tersebut terjadi atau disebut ‘experience of
mahasiswa memerlukan waktu untuk memproses dan surprise’.2 Selanjutnya proses refleksi memerlukan
memahami pengalaman (experience) mereka berdasarkan analisis kritis dan konstruktif terhadap pengalaman
pengetahuan yang telah didapat sebelumnya dan tersebut termasuk evaluasi terhadap perasaan dan
pengalaman pribadinya. Dalam hal ini, peran refleksi pengetahuan. Fase selanjutnya adalah pembentukan
dibutuhkan. Refleksi menjembatani mahasiswa untuk perspektif baru terhadap situasi, atau hubungan
menghubungkan teori yang mereka dapat selama individu dengan situasi tersebut ataupun membentuk
pendidikan sarjana dengan praktek klinik yang struktur baru yang mendasari skema pengetahuan.
sesungguhnya, dan oleh karenanya memfasilitasi proses Menurut Schon2, refleksi dapat berupa reflection in
refleksi sangat penting untuk proses belajar mahasiswa. action, yaitu refleksi yang dilakukan saat pengalaman
Hal yang sangat penting dalam pendidikan klinik adalah itu terjadi atau reflection on action, yaitu refleksi yang
proses memperkuat hubungan antara pengalaman dilakukan sesudah pengalaman tersebut terjadi.

Vol. 4 | No. 1 | April 2009 | Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia 1
Yoga Pamungkas Susani, Refleksi dalam Pendidikan Klinik

Menurut Boud, refleksi terdiri atas dua komponen sadar atau conscious. Proses unconscious reflection sering
besar, yaitu experience atau pengalaman dan aktivitas terjadi secara alamiah, namun proses tersebut tidak
reflektif berdasarkan pengalaman tersebut.1 Experience fokus dan tidak sistematis, sehingga bukan suatu proses
merupakan respon total seseorang terhadap situasi atau belajar yang efektif. Ide-ide atau pemikiran harus dibawa
kejadian dalam hal ini meliputi apa yang dipikirkan, ke dalam kesadaran sehingga membuat pembelajar
dirasakan, dilakukan dan disimpulkan saat itu juga atau mampu mengevaluasi dan membangun pemahaman
sesaat setelah pengalaman itu sendiri. Setelah experience baru. Refleksi dalam konteks belajar merupakan
terjadilah fase memproses yang disebut refleksi. Refleksi aktivitas intelektual dan afektif seorang individu yang
merupakan aktivitas manusia untuk menangkap terlibat untuk mengeksplorasi pengalaman dalam rangka
kembali pengalamannya, memikirkannya, dan meng- membentuk suatu pemahaman baru.1
evaluasinya. Proses ini harus dilakukan dalam keadaan

Returning to ex perienc e
Behavio r • New perspec tives o n
Attending to feeling s ex perienc e
Ideas - Utiliz ing po sitive feeling s • C hang e in behavio r
F eeling s -
-Rem o ving o bstruc ting feeling s • Readiness fo r applic atio n
• C o m m itm entto ac tio n
Re-evaluating ex perienc e

Ex perienc e(s) Reflec tive pro c esses Outc o m e

Gambar1. Proses refleksi berdasarkan model yang dikemukakan Boud.1

Boud memberikan suatu model refleksi yang 3. re-evaluating experience; proses ini dapat dilakukan
terdiri atas beberapa tahap (Gambar 1), yaitu: dengan melalui beberapa hal, yaitu: proses
1. returning to experience; proses refleksi dimulai asosiasi, yaitu mengkaitkan data baru dengan
dengan mengingat kembali, mengumpulkan data pengetahuan yang telah diketahui sebelumnya;
tentang pengalaman, atau memutar kembali proses integrasi, melihat hubungan antar data;
pengalaman tersebut dalam pikiran. Akan lebih proses validasi, yaitu menentukan otentisitas dan
baik jika proses ini dijelaskan secara tertulis kebenaran ide atau pemikiran yang dihasilkan;
maupun secara lisan kepada orang lain. proses appropriation, atau penyesuaian yang
2. attending to feelings, proses ini melibatkan membuat pengetahuan tersebut menjadi
perasaan yang terjadi dengan memaksimalkan pengetahuan yang ditanamkan dalam pikiran
perasaan positif dan membuang perasaan negatif kita.
sehingga membuat kita lebih fokus terhadap
pengalaman tersebut. Perasaaan positif ini Hasil dari proses refleksi ini dapat berupa suatu
penting karena mendorong kita untuk bertahan cara baru dalam kita melakukan sesuatu, klarifikasi suatu
dalam situasi yang sulit, membuat kita lebih hal, perkembangan keterampilan, atau resolusi masalah.
tajam dalam melihat atau menganalisis sesuatu. Refleksi sendiri adalah suatu pengalaman yang bertujuan
Perasaan positif dapat ditingkatkan dengan untuk membuat kita siap menghadapi pengalaman baru
mengingat kembali situasi ketika kita merasa selanjutnya.1
baik, mampu, sukses dalam melakukan sesuatu.

2 Vol. 4 | No. 1|April 2009 | Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia
Yoga Pamungkas Susani, Refleksi dalam Pendidikan Klinik

Model refleksi dalam dunia kedokteran juga intelektual.3 Refleksi personal merupakan kunci dari
diungkapkan oleh Aukes (2008), yaitu ‘the float model’ fungsi koordinasi, optimasi keseimbangan seorang
atau model refleksi mengapung.3 Aukes menekankan dokter dalam belajar atau melakukan fungsinya. Refleksi
perlunya personal reflection dalam praktek klinik, selain personal merupakan suplemen untuk scientific reflection.
scientific reflection, clinical reasoning, maupun behaviour Berbeda dengan refleksi personal yang lebih berorientasi
yang tampak.3 Personal reflection merupakan eksplorasi pada pembentukan pemahaman diri berdasar pengala-
dan kajian terhadap pengalaman, yaitu mengklarifikasi man, scientific reflection berorientasi lebih pada penalaran
dan membentuk pemahaman dalam proses belajar. klinik, literatur, dan evidence based management. Menurut
Personal reflection lebih banyak melibatkan pemikiran, Aukes, proses-proses tersebut harus berjalan seimbang.3
perasaan, gambaran, sensasi dan bukan hanya aspek

BEHAVIOUR
Visible behavio ur
F unc tio n:pro viding m edic alc are, m aintaining pro fessio nalrelatio nships, self-c are

C LINIC AL REASONING /JUDG M ENT


Pro blem and patient-o riented understanding , j
udg m ent, dec isio n em bedded in
perso naltho ug hts and feeling s.
F unc tio n:pro blem so lving

SC IENTIF IC REF LEC TION


C ritic alappraisalo f literature and o w n prac tic e em bedded in c linic alepidem io lo g y
F unc tio n:o ptim iz ing evidenc e (EBM )

PERSONAL REF LEC TION


M indfullaw areness, attendanc e and ex plo ratio n o f ex perienc e
F unc tio n:o ptim iz ing balanc e

Unc o nsc io us thinking :ratio naland irratio naltho ug hts and feeling , intuitio n

Inappro priate reflec tio n:inability to c o pe w ith


c linic al, sc ientific o r perso nalunc ertainty o r
c o m plex ity

Superfic ialo r no n-reflec tio n:a defensive attitude


to w ards feedbac k and learning fro m ex perienc e
and erro rs

Gambar 2. a. ‘The Float Model”, keseimbangan proses refleksi dalam praktek klinik; b. inappropriate reflection yang dapat
disebabkan oleh stress berlebih menyebabkan tidak adanya aksi, c. refleksi superfisial yang lebih disebabkan oleh
kurangnya personal reflection menimbulkan overaktif yang bertendensi pada over-treatment, buruknya komunikasi
dengan pasien dan kolega.3

Vol. 4 | No. 1 | April 2009 | Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia 3
Yoga Pamungkas Susani, Refleksi dalam Pendidikan Klinik

Usaha Mengembangkan Refleksi dalam Pendidikan Pada tahap re-evaluating experience, fasilitator lebih
Klinik berperan sebagai sumber teknik keterampilan ataupun
1. Memfasilitasi refleksi pengetahuan, selain harus melanjutkan fungsinya untuk
memberikan dukungan kepada mahasiswa. Fasilitator
Dosen klinik perlu memiliki peran dalam
dapat membantu mahasiswa dalam mengklarifikasi
meningkatkan proses belajar mahasiswa dengan
suatu pengetahuan, membantu mahasiswa melakukan
memberikan stimulus untuk belajar, mendorong
asosiasi terhadap pengalaman baru dengan pengetahuan
mahasiswa aktif dalam proses dan membantu maha-
lamanya, hingga pada akhirnya mahasiswa mendapatkan
siswa untuk mencari dan mengambil keuntungan
suatu pengetahuan dan pemahaman baru.1
maksimum dari pengalaman yang dilaluinya.
Robertson memberikan langkah-langkah yang
Dalam proses refleksi ini, dosen perlu mengingat
perlu diperhatikan dalam memfasilitasi proses refleksi:4
bahwa setiap individu mahasiswa memiliki persepsi
- Pembelajaran yang dilakukan harus memper-
sendiri terhadap pengalaman yang dilaluinya. Setiap
hatikan hubungan dosen-mahasiswa yang didasari
individu juga memiliki respon yang berbeda terhadap
rasa percaya, hormat, dan menerima nilai-nilai
suatu kejadian. Oleh karenanya, dosen perlu memper-
pengalaman dan pengetahuan sebelumnya.
hatikan bahwa apa yang dipikirkan atau direncanakan
- Kondisi pembelajaran yang penuh dedikasi,
dosen dalam proses belajar belum tentu sama dengan
adanya rasa nyaman, serta cukupnya waktu dan
yang dipikirkan mahasiswa. Suatu kejadian atau konsep
tempat yang tersedia.
akan menjadi sangat berarti ketika dilihat dari
- Negosiasi area yang akan didiskusikan dan dari
perspektif individu yang membangun pengetahuannya.
mana informasi didapatkan.
Hal ini menunjukkan bahwa teknik dalam membantu
- Meminta mahasiswa untuk menjelaskan yang
atau memfasilitasi proses refleksi mahasiswa perlu
terjadi dari segi intelektual dan segi emosional.
diterapkan dengan lebih memperhatikan persepsi
- Mengkaji hal tersebut dari berbagai perspektif,
mahasiswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya,
sebagai contoh kemungkinan perasaan pasien
tidak memaksakan atau sekedar mentransfer pemikiran
akan suatu tindakan, efek pada keluarga pasien,
dosen.1
dan lain-lain.
Sesuai dengan tahapan yang diberikan oleh Boud1
- Mengidentifikasi konsep umum dari proses
(1985) pada tahap awal yaitu returning to experience,
refleksi. Mengeksplorasi dalamnya pemahaman
fasilitator dapat membantu mahasiswa untuk menjelas-
yang akan memberikan pengaruh pada tindakan
kan seobjektif mungkin tentang pengalaman yang terjadi
atau respon mahasiswa terhadap situasi yang
dan membantu mereka untuk menghindari inter-
sama.
pretasi, analisis, dan spekulasi.1 Fasilitator menanya-kan
- Menyimpulkan dan menyetujui pembelajaran
detil kejadian, memacu mahasiswa untuk men-ceritakan
yang perlu dilakukan, kapan dan bagaimana hal-
lebih detil terhadap sesuatu yang mungkin tidak disadari
hal tersebut akan ditindak lanjuti.
oleh mahasiswa. Keterampilan men-dengarkan sangat
penting bagi fasilitator dalam tahapan ini.1
2. Membuat journal writing
Pada tahap selanjutnya, yaitu attending the feelings,
fasilitator perlu memperkuat perasaan-perasaan positif Aspek krusial yang membedakan refleksi dengan
mahasiswa saat pengalaman tersebut berlangsung dan kegiatan analisis lainnya adalah bahwa refleksi melibat-
membawanya ke dalam kesadaran. Perasaan-perasaan kan individu pembelajar itu sendiri untuk mendapatkan
tersebut dapat berupa kepercayaan diri, atau rasa empati suatu pemahaman baru atau suatu perubahan
pada pasien. Fasilitator perlu memperhatikan perilaku perspektif. Dengan journal writing atau penulisan sebuah
mahasiswa, cara mereka menyampaikan sesuatu, tanda- laporan refleksi, mahasiswa mencatat critical incidents
tanda non verbal, elemen yang hilang dari penjelasan atau suatu kejadian yang dianggap penting oleh
yang menunjukkan adanya perasaan-perasaan negatif mahasiswa. Melalui bentuk journal writing tersebut maha-
seperti rasa takut, tidak percaya diri, dan lain-lain. siswa dapat memberikan data objektif dan selanjutnya
Selanjutnya fasilitator dapat membantu mahasiswa data yang bersifat subjektif untuk menganalisis
untuk mengurangi atau menghilangkan perasaan- pengalaman yang terjadi. Hal ini memberikan insight
perasaan negatif tersebut.1 terhadap behaviour, attitude, nilai, pengetahuan atau

4 Vol. 4 | No. 1|April 2009 | Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia
Yoga Pamungkas Susani, Refleksi dalam Pendidikan Klinik

praktek. Journal writing menyediakan kesempatan kepada berkata y). Contoh: Anak tersebut menolak
mahasiswa untuk berpikir banyak hal mengenai pengobatan.
interaksi mereka dengan pasien. Dengan mensintesis 2. ‘descriptive reflection’ memberikan alasan (seringkali
teori dan prakteknya, mahasiswa belajar menerapkan berdasar pada pendapat personal), dan masih
literatur ataupun hasil penelitian ke dalam pem- bersifat melaporkan (saya melakukan x karena y).
belajaran berdasar pengalaman (experiential learning) dan Contoh: Saya tidak tahu harus berbuat apa karena
memicu pertanyaan untuk pembelajaran selanjutnya.5 saya baru dalam komunitas tersebut.
Mahasiswa perlu dilatih untuk dapat melakukan 3. ‘dialogic reflection’ merupakan bentuk percakapan
journal writing. Mahasiswa sebaiknya diberikan diri sendiri, mempertimbangkan berbagai hal dan
pengetahuan atau latihan untuk menggambarkan atau mengeksplorasi alternatif (saya rasa…., mungkin?).
mendeskripsikan data atau hal yang mereka rasakan ke Contoh: Saya merasa bahwa saya perlu meningkat-
dalam bentuk tulisan. Mahasiswa dapat mendiskusikan kan kemampuan keterampilan saya dalam me-
dengan temannya mengenai kejadian atau pengalaman nangani pasien anak. Mungkin memahami segi
yang mereka alami bersama untuk menganalisis lebih psikologis anak akan dapat membantu saya.
lanjut. Selanjutnya, laporan ini didiskusikan, dievaluasi 4. ‘critical reflection’ mempertimbangkan sosiokultural
dan diberikan feedback baik secara oral dan atau tertulis. ekonomik atau berbagai hal ketika kejadian ber-
Feedback berupa umpan balik terhadap terhadap content langsung dan bagaimana suatu keputusan dibuat
atau materi maupun terhadap kemampuan refleksi (aturan, hubungan, tanggung jawab, gender, dan
mahasiswa. Dengan demikian, selain mendapat lain-lain). Contoh: Saya sangat fokus terhadap
pengetahuan klinis, mahasiswa juga dapat mengembang- pengobatan anak tersebut namun gagal menangani-
kan pemikiran kritis dan kemampuan menilik diri nya secara holistik. Keselamatan pasien harus tetap
sendiri.5 menjadi prioritas utama.
Dalam journal writing ini, Hatton dan Smith6 Untuk meyakinkan bahwa journal writing dapat
mendefinisikan 4 tipe penulisan. Kriteria ini menjadi strategi yang cukup baik dalam meningkatkan
dikembangkan berdasar sebuah penelitian empiris refleksi dan bukan sekedar membebani mahasiswa,
terhadap tulisan yang dibuat oleh guru dalam sebuah maka tujuan dan harapan dari penugasan ini perlu
pelatihan. Keempat tipe tersebut, yaitu: ditentukan dan dijelaskan kepada mahasiswa. Struktur
1. ‘descriptive’ tidak bersifat reflektif, masih berupa penulisan dapat ditentukan di awal, dengan mem-
deskripsi atau penggambaran kejadian yang berikan pertanyaan yang dapat memicu proses refleksi
berlangsung tanpa analisis (saya melakukan x; dia (Tabel 1).

Tabel 1. Contoh pertanyaan-pertanyaan untuk memicu refleksi (diadaptasi dari John’s questions7)

„ Jelaskan secara singkat dan jelas tentang pengalaman Anda


„ Mengapa Anda menganggap pengalaman tersebut sangat berarti dan penting untuk direfleksikan?
„ Apa yang hendak Anda capai saat itu?
„ Hal atau keputusan klinis apakah yang Anda ambil?
„ Mengapa Anda membuat keputusan atau melakukan tindakan tersebut?
„ Konsekuensi apakah yang dapat terjadi terhadap diri Anda, pasien, keluarga pasien, dan teman atau profesi lain dari tindakan
yang Anda lakukan?
„ Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi keputusan Anda?
„ Teori atau pengetahuan apakah yang mempengaruhi atau mendasari keputusan Anda?
„ Apakah ada alternatif dari keputusan yang Anda buat?
„ Konsekuensi apakah yang terjadi jika alternatif keputusan tersebut Anda ambil?
„ Gambarkan perasaan Anda ketika hal tersebut terjadi
„ Bagaimana perasaan pasien saat itu menurut Anda, dan bagaimana Anda dapat mengetahuinya?
„ Bagaimana perasaan Anda sekarang terhadap pengalaman tersebut?
„ Bagaimana Anda menghubungkan pengalaman tersebut dengan pengalaman atau pengetahuan sebelumnya? Bagaimanakah
tindakan Anda untuk kedepannya jika menemui hal serupa?
„ Bagaimana pengalaman tersebut mengubah pengetahuan Anda secara empiris? Estetis? Etika? Personal?

Vol. 4 | No. 1 | April 2009 | Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia 5
Yoga Pamungkas Susani, Refleksi dalam Pendidikan Klinik

Simpulan 2. Schon DA. The reflective practitioner. How professional


Pendekatan reflektif merupakan hal penting yang think in action. London,: Temple Smith, 1983.
3. Aukes L. Personal reflection in medical education
sangat diperlukan oleh seorang profesional, dalam hal
[dissertation], Netherland, University Medical Center
ini adalah dokter dalam melakukan fungsinya. Dalam Groningen, 2008.
dunia pendidikan, refleksi merupakan aktivitas penting 4. Robertson K. Reflection in professional practice and
dalam proses belajar, terutama dalam pendidikan klinik education, Australian Family Physician Vol. 34, No. 9,
yang memungkinkan mahasiswa untuk menghubung- September 2005.
kan pengetahuan yang telah diperolehnya dengan 5. Lyons J. Reflective education for professional practice:
pengalaman menghadapi pasien dan situasi nyata saat discovering knowledge from experience, Nurse
rotasi klinik. Untuk meningkatkan kemampuan refleksi, Education Today 1999, 19, 29-34.
mahasiswa perlu difasilitasi oleh dosen dalam melaku- 6. Hatton N. Smith D. Reflection in teacher education:
kan proses tersebut. Selain itu, mahasiswa juga perlu towards definition and implementation. Teaching &
Teacher Education 1995;11:33-49.
didorong membuat journal writing agar mampu
7. Johns C. The value of reflective practive for nursing. J
mengasah keterampilan refleksi mahasiswa. Clin Nursing 1995; 4:23-30 cited from Pee, et al,
Appraising and assessing reflection in studets writing on
Daftar Pustaka a structured worksheet. Medical Education 2002;
1. Boud D, Keogh R, Wlker D. Reflection: turning 36:575-585.
experience into learning. London: Kogan Page, 1985.

6 Vol. 4 | No. 1|April 2009 | Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai