Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
Hoarseness (Parau) adalah Suatu keadaan dimana terdapat kesulitan
dalam memproduksi suara ketika mencoba berbicara, atau perubahan suara pada
nada dan kualitasnya. Suara tersebut mungkin terdengar lemah, berat, kasar atau
parau.
11
Produksi suara sendiri merupakan suatu hasil dari koordinasi diantara
sistem pernapasan, fonasi dan artikulasi, dimana masing-masing dipengaruhi oleh
teknik bersuara dan status emosianal setiap individu.
12
Suara parau adalah hal yang sering dikeluhkan oleh pasien yang
mengalami perubahan pada suara. Penyebab suara parau baru dapat diketahui
setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan dapat
dilihat kondisi pita suara dengan menggunakan indirect laryngoscopy, flexible
nasolaryngoscopy atau strobovideolaryngoscopy. Pada pasien dengan suara parau
lebih dari 2 minggu, memerlukan pemeriksaan yang lebih lengkap apabila tidak
ditemukan adanya infeksi saluran napas atas. Pada pasien yang memiliki riwayat
merokok, kita harus menyingkirkan adanya tumor kepala dan leher.
Penyalahgunaan suara adalah satu dari beberapa banyak penyebab umum suara
parau dan merupakan penyebab terjadinya vocal nodule. Higiene vokal yang baik
dapat mencegah dan mengobati suara parau dan terapi suara merupakan
pengelolaan penting pada beberapa kasus suara parau.
8

Suara parau merupakan adaptasi negatif pembentukan suara pada orang-


orang yang sering menggunakan suara dalam jangka waktu lama tanpa kelainan
patologis laring, suara parau biasanya bermanifestasi sebagai turunnya volume
suara dan tinggi nada, rasa nyeri atau tidak nyaman di tenggorok saat bersuara
dapat terjadi suara parau. Keadaan ini sering timbul pada profesi yang mempunyai
resiko besar untuk timbulnya gangguan bersuara yang secara psikologis dan
ekonomis akan mengganggu pekerjaannya.
1
Perkembangan berbagai profesi yang mengandalkan suara untuk bekerja
seperti penyiar, presenter, penyanyi merupakan profesi yang akhir-akhir ini
berkembang pesat terlihat dari banyaknya progam televisi ataupun radio
mengandalkan suara, Juru kampanye lebih bersifat insidentil sesuai dengan
putaran pemilu, guru dan sales produk obat juga merupakan profesi yang
mengandalkan suara.
1
Suara parau pada profesi tersebut cukup ditemukan pravelensinya 9,7-13%
Dengan penatalaksanaan yang kurang baik ternyata pravelensinya meningkat
menjadi 73%.
1
Di dunia barat, sekitar sepertiga penduduk yang bekerja,
menggunakan suaranya untuk bekerja, Di Inggris sekitar 50.000 pasien per tahun
dirujuk ke bidang THT karena bermasalah dengan suaranya.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Suara parau adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan abnormal
pada suara. Ketika serak, suara terdengar breathy, raspy, strained atau terjadi
perubahan volume atau pitch (tinggi rendah suara).
2
Perubahan dari suara
biasanya berkaitan dengan gangguan pada pita suara yang merupakan bagian
pembentuk suara yang terdapat di larynx (gambar 1A). Selama bernafas, pita
suara saling menjauh (gambar 1B). ketika berbicara atau bernyanyi, pita suara
saling mendekat (gambar 1C), dan udara keluar dari paru, getaran udara
menghasilkan suara.
3
Semakin tebal dan semakin kecil ukuran pita suara,
getaran yang dihasilkan semakin cepat. Semakin cepat getaran suara yang
dihasilkan semakin tinggi. Pembengkakan pada pita suara dapat
mengakibatkan tidak menyatunya kedua pita suara sehingga dapat terjadi perubahan
pada suara.
6

Gambar 1. laring dan posisi pita suara


Suara parau bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala
dari suatu penyakit. Keluhan suara parau tidak jarang kita temukan dari klinik,
suara parau ini digambarkan dengan pasien yang mengeluarkan suara yang
kasar lebih rendah dari suara aslinya walaupun suara serak merupakan suatu
gejala tetapi jika prosesnya berlangsung lama maka merupakan tanda awal
dari penyakit yang serius di daerah tenggorok.
1
B. ETIOLOGI
Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan getaran, ketegangan dan
pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan suara parau.
Kelelahan suara merupakan keadaan kompleks dan melibatkan banyak organ
tubuh sesuai dengan hambatan yang terjadi pada fisiologi pembentukan suara serta
sifat biomekanis pita suara.
1
Gangguan dalam bersuara seperti suara parau, biasanya disebabkan
berbagai macam faktor dan dikarenakan penggunaan suara yang berlebihan.
Kelainan patologi yang serius harus disingkirkan, seperti halnya karsinoma laring dan
tumor kepala dan leher lainnya yang menyebabkan kelumpuhan
nervus laringeus. Anak-anak juga memerlukan penatalaksanaan, seperti
papiloma laring yang perlu diterapi.
9
Banyak faktor yang dapat menyebabkan suara parau. Sebagian besar
bukan masalah yang serius dan dapat hilang dalam waktu yang singkat.
Penyebab yang paling sering adalah laringitis akut yang biasanya muncul
karena common cold, infeksi saluran pernapasan atas, atau iritasi saat bersuara
keras seperti berteriak saat olah raga atau konser musik rock.
2
Suara parau dapat terjadi dalam waktu lama apabila seseorang
menggunakan suara berlebihan, terlalu keras, atau menggunakan suara dalam
waktu yang sangat lama. Kebiasaan ini mengakibatkan timbulnya vocal
nodule atau polip pada pita suara. Vocal nodule sering terjadi pada anak-anak
dan dewasa yang berteriak saat bermain atau bekerja. Polip dan nodul dapat
merupakan suatu keganasan akan tetapi hal ini jarang terjadi.
3
Penyebab suara parau yang biasa terjadi pada orang dewasa adalah
refluk gastroesofageal ketika asam lambung naik ke esofagus dan mengiritasi
pita suara. Beberapa pasien dengan refluk gastroesofageal yang mengalami
perubahan suara, tidak menunjukkan gejala lain seperti rasa terbakar pada ulu
hati. Biasanya, suara memburuk di pagi hari dan membaik di siang hari. Pasien ini
merasakan ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokan, stagnasi
mukus atau keinginan berdehem untuk membersihkan tenggorokan.
2

Penyebab lain suara parau adalah merokok. Rokok dapat merupakan


penyebab keganasan di tenggorokan, sehingga apabila perokok mengalami
suara parau disarankan untuk segera menemui ahli THT.
2

Beberapa penyebab suara parau yang jarang terjadi antara lain alergi,
masalah pada tiroid, gangguan pada syaraf, trauma pada area pita suara dan
siklus menstruasi.
6
Penyebab suara parau dapat bermacam macam yang prinsipnya
menimpa laring dan sekitarnya. Penyebab ini dapat berupa:
10
1. Kelainan Kongenital
a. Laringomalasia Merupakan penyebab tersering suara parau saat bernafas pada bayi
baru lahir.
b.Laringeal webs
Merupakan suatu selaput jaringan pada laring yang sebagian menutup
jalan udara. 75 % selaput ini terletak diantara pita suara, tetapi selaput
ini juga dapat terletak diatas atau dibawah pita suara.
c.
Cri du chat sindrome dan Down sindrome
Merupakan suatu kelainan genetik pda bayi saat lahir yang
bermanifestasi klinis berupa suara parau atau stridor saat bernafas.
d. Paralisis pita suara
Bisa terjadi saat lahir, baik mengenai satu atau kedua pita suara.
Tumor pada rongga dada ( mediastinum ) atau trauma saat lahir dapat
menyebabkan kerusakan saraf pada laring yang mempersarafi pita
suara. 2. Infeksi
a. Infeksi virus
Infeksi paling banyak yang menyebabkan suara parau dikarenakan
oleh infeksi virus. Virus penyebab yang paling sering yaitu rhinovirus
( common cold virus) , adenovirus, influenza virus dan parainfluenza
virus.
b. Infeksi bakteri
Infeksi bakteri pada daerah laring bisa terjadi, epiglottitis bakterial
oleh Hemophilus influenzae type B (HiB) merupakan salah satu yang
sering terjadi dan kadang dapat menimbulkan infeksi yang fatal.
Bakteri penyebab yang lain yaitu Staphylococcus aureus dan
Streptococcus pneumoniae tetapi jarang.
c. Infeksi jamur
Infeksi jamur candida pada mulut dan tenggorokan kadang bisa
menyebabkan suara parau pada anak yang sehat, tetapi ini merupakan
komplikasi yang jarang terjadi kecuali anak dengan imunosupresi
( kemoterapi, HIV, atau Immune deficiency syndrome ).
3. Inflamasi Berkembangnya nodul, polip atau granuloma pada pita suara dapat
diakibatkan oleh iritasi dan inflamsi yang kronis pada pita suara yang
berasal dari merokok, batuk, penyalahgunaan suara dan terpapar racun
dari lingkungan.
a. Nodules
Nodule paling sering didapatkan pada anak-anak dan wanita. Pada laki-
laki jarang. Ada hubungannya dengan penyalahgunaan suara dan nodul
ini timbul bilateral, lembut, lesinya bulat terletak pada sepertiga
anterior dan dua pertiga posterior dari pita suara.
b. Polips
Polips lebih sering didapatkan pada laki-laki dan sangat kuat
berhubungan dengan merokok. Polips berupa massa yang lembut, bisa
tunggal atau multipel dan paling sering unilateral.
c. Kista
Kista laringeal biasanya berupa sumbatan kelenjar mukus atau kista
inklusi epitel dan akan menyebabkan perubahan suara jika terdapat atau dekat dengan
tepi bebas pita suara.
d. Gastroesophageal reflux disease
Suara parau bisa juga merupakan gejala dari gastroesofageal reflux
dan mungkin timbul meskipun tidak didapatkannya gejala klasik
reflux seperti kesulitan menelan, sensasi benda asing, dan nyeri
tenggorok.
4. Tumor Jinak
a. Papilloma
Merupakan tumor jinak yang sering didapatkan pada saluran
pernapasan. Disebabkan oleh Human papilloma virus ( HPV). Ibu
mungkin terinfeksi virus dengan didapatkan lesi berupa condyloma
pada vulva. Bayi mungkin mendapat infeksi ini saat lahir baik melalui
kontaminasi pada cairan amnion sebelum lahir atau saat lahir melalui
vagina. b. Hemangioma
Merupakan tumor jinak pembuluh darah, mungkin timbul pada daerah
jalan nafas dan menyebabkan suara parau atau lebih sering stridor.
c. Limphagioma ( higroma kistik)
Merupakan tumor pembuluh limfa. Sering timbul didaerah kepala dan
leher dan dapat mengenai pada jalan nafas yang menyebabkan stridor
atau suara parau.
5. Tumor ganas
Tumor ganas laring terutama yang mengenai daerah glottis sering
bermanifestasi klinis berupa suara parau.
6. Trauma
a. Endotracheal intubasi pada pembedahan atau resusitasi bisa
menyebabkan suara parau.
b. Fraktur pada laring
Trauma langsung pada laring dapat menyebakan fraktur kartilago
laring yang menyebabkan lokal hematoma atau mengenai saraf.
c. Benda asing
Benda asing yang termakan oleh anak-anak bisa masuk ke laring dan
menyebabkan suara parau dan kesulitan bernafas.
7. Penyakit sistemik
a. Endokrin: hypothyroidism
e, acromegaly

b. Rheumatoid arthritis
berdampak pada kaitan antar sendi pada laring
c. Penyakit Granulomatous contoh. sarcoid, Wegener's, syphilis
, TB

Tabel 1
Penyebab Suara parau pada umumnya
3
Disfoni
fungsionalSecaraanatomi normal, tetapi terjadi penggunaan yang abnormal
dari mekanisme suara. Kondisi ini terkait dengan stress,
gangguan psikologi atau kompensasi dari infeksi saluran napas
atas.
Laryngeal
papillomaPertumbuhan massa di laring yang disebabkan oleh infeksi HPV
Disfoni akibat
ketegangan otot Gangguan suara sebagai akibat dari tekanan yang berlebihan atau
tidak seimbang saat bicara. Kondisi ini diakibatkan oleh teknik
bicara yang tidak tepat dan biasanya berhubungan dengan refluk
laryngitis.
Reflux laryngitis Inflamasi laring yang disebabkan iritasi asam lambung.
Reinke's.d.e
edemaAkumulasi cairan pada pita suara. Kondisi ini berkaitan dengan
merokok dan penyalahgunaan suara. Dapat juga pada refluk
laringitis.
Disfoni
Spasmodik Suatu kondisi di mana suara terhenti tiba-tiba dan bicara yang
terputus-putus. Hal ini merupakan disfonia yang terjadi secara
fokal pada otot-otot laring.
Paralysis pita
suaraKelemahan atau tidak bergeraknya satu atau kedua pita suara.
Vocal nodulesPembentukan jaringan fibrotik pada pita suara. Biasa disebut
”nodes”
C. EPIDEMIOLOGI
Di dunia barat, sekitar sepertiga penduduk yang bekerja, menggunakan
suaranya untuk bekerja, Di Inggris sekitar 50.000 pasien per tahun dirujuk ke
bidang THT karena bermasalah dengan suaranya
8
D. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko terjadinya suara parau :
1. Bernafas pada lingkungan yang tidak bersih
2. Pubertas berkaitan dengan pelebaran laring
3. Merokok, ( juga merupakan faktor resiko utama terjadinya karsinoma
Laring ). Menghisap ganja
4. Penyalahgunaan obat-obatan
5. Refluks gastroesofagus
6. Pekerjaan yang menggunakan suara sebagai modal utama misal : guru,
aktor, penyanyi
7. Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama
8. Minum alkohol, kopi berlebihan
9. Berteriak pada acara olahraga atau tempat ramai seperti bandara dan bar
10. Berbicara saat makan
11. Kebiasaan sering batuk untuk membersihkan tenggorokan
12. Kebiasaan berbisik
13. Stres, gelisah, depresi dapat menyebabkan tremor pita suara
14. Kebiasaan mengkonsumsi lozenges
E. ANATOMI
Terdapat 3 sistem organ pembentuk suara yang saling berintegrasi
untuk menghasilkan kualitas suara yang baik, yaitu : sistem pernapasan,
laring, dan traktus vokalis supraglotis.
Sistem respirasi berfungsi sebagai pompa yang menghasilkan
aliran udara spontan dan terus-menerus melalui glotis. Hal ini didukung oleh
otot-otot dada, perut, diafragma yang berperan dalam pernapasan. Selama
bersuara, udara yang terpompa menghasilkan perbedaan takanan melalui celah
glottis yang sempit yang menandai suatu efek Bernaulli. Mengikuti inhalasi,
otot dinding perut berkontrasi untuk memudahkan aliran udara yang tetap
melalui glottis.
12
Sistem pernapasan menghasilkan sebuah aliran udara tetap yang
mendukung sebuah nada suara biasa dan ketika meningkat akan
mengahasilkan volume suara yang lebih keras. Lemahnya otot dinding perut,
penyakit pada paru atau sebab umum lain dapat mempengaruhi pengaturan kapasitas
sistem pernapasan yang nantinya akan mempengaruhi kualitas dari
suara yang dihasilkan.
12
Laring merupakan organ pembentuk suara yang kompleks yang
terdiri dari beberapa tulang rawan serta jaringan otot yang dapat menggerakan
pita suara. Laring merupakan bagian terbawah dari saluran napas bagian atas.
Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih
besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring, batas
bawah adalah kaudal kartilago krikoid. Bangunan kerangka laring tersusun
dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan beberapa buah tulang rawan. Tulang
hioid berbentuk seperti huruf U, permukaan atas dihubungkan dengan lidah,
mandibula, dan tengkorak oleh otot dan tendo. Sewaktu menelan, kontraksi
otot-otot ini menarik laring keatas, sedangkan jika diam, maka otot ini bekerja
membuka mulut dan membantu menggerakan lidah.
2,3
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis,
kartilago krikoid, kartilago aritaenoid, kartilago kornikulata, dan kartilago
tyroid. Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid dengan
ligamentum krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran
membentuk sendi dengan kartilago tiroid membentuk artikulasi krikotiroid.
Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago aritenoid yang terletak dekat permukaan
belakang laring, dan membentuk sendi dengan kartilado krikoid, disebut
artikulasi krikoaritenoid. Sepasang kartilago kornikulata (kiri dan kanan)
melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks, sedangkan sepasang
kartilago kuneiformis terdapat di dalam lipatan ariepiglotik, dan kartilago triticea
terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral.
2,3Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum
seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior), ligamentum krikotiroid medial,
ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum
hiotiroid lateral, ligamentum hiotiroid medial, ligamentum hioepiglotika,
ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago
aritenoid dengan kartilago tiroid, dan ligamentum tiroepiglotika.
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot ekstrinsik dan
intrinsik. Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan,
sedangkan otot-otot intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring sendiri.
Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hioid (suprahioid)
dan ada yang terletak di bawah tulang hioid (infrahioid). Otot-otot ekstrinsik
yang suprahioid adalah m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid,
m.milohioid. Otot-otot yang infrahioid adalah m. sternohioid, m.omohioid,
m.tirohioid. Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik
laring ke bawah, sedangkan yang infrahioid berfungsi menarik laring keatas. Otot-otot
intrinsik laring adalah m.krikoaritenoid lateral, m.tiroepiglotika,
m.vokalis, m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika, dan m.krikotiroid. otot-otot ini
terletak pada bagian lateral laring. Otot-otot intrinsik laring yang terletak di
posterior, adalah m.aritenoid transversum, m.aritenoid oblik, m.krikoaritenoid
posterior.
2,3
Rongga laring. Batas atas rongga laring (cavum laringeus) adalah
aditus laringeus, batas bawahnya adalah bidang yang melalui pinggir bawah
kartilago krikoid. Batas depannya adalah permukaan belakang epiglotis,
tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah
lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya adalah
membrana kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus elastikus, dan arkus
kartilago krikoid, sedangkan batas belakangnya adalah M.Aritenoid
transversus dan lamina kartilago krikoid. Dengan adanya lipatan mukosa pada
ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare, maka terbentuklah plika
vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara palsu).
2,3Dalam menilai tingkat pembukaan rima glotis dibedakan dalam 5
posisi pita suara, yaitu posisi median, posisi paramedian, intermedian, abduksi
ringan dan abduksi penuh. Pada posisi median kedua pita suara
terdapat di garis tengah, pada posisi paramedian pembukaan pita suara
berkisar 3-5 mm dan pada posisi intermedian 7 mm. Pada posisi abduksi
ringan pembukaan pita suara kira-kira 14 mm dan pada abduksi penuh kira-
kira 18-19 mm.
2,3
Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotidis,
sedangkan antara plika ventrikularis, disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan
plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu vestibulum
laring, glotik dan subglotik. Vestibulum laring adalah rongga laring yang
terdapat di atas plika ventrikularis. Daerah ini disebut daerah supraglotik.
Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut
ventrikulus laring morgagni. Rima glottis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian
intermembran dan bagian interkartilago. Bagian intermembran adalah ruang
antara kedua plika vokalis, dan terletak di bagian anterior, sedangkan bagian
interkartilago terletak antara kedua puncak kartilago aritenoid, dan terletak di
bagian posterior. Daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di
bawah pita suara (plika vokalis).
2
Pada orang dewasa dua pertiga bagian pita
suara adalah membran sedangkan pada anak-anak bagian membran ini hanya
setengahnya. Membran pada pita suara terlibat dalam pembentukan suara dan
bagian kartilago terlibat dalam proses penapasan. Jadi kelainan pada pita suara
akan berefek pada proses bersuara dan atau pernapasan, tergantung lokasi
kelainannya.
12
Traktus vokalis supraglotis merupakan organ pelengkap yang
sangat penting karena suara yang dibentuk pada tingkat pita suara akan
diteruskan melewati traktus vokalis supraglotis. Di daerah ini suara
dimodifikasi oleh beberapa struktur oral faringeal (seperti lidah, bibir, palatum
dan dinding faring), hidung dan sinus. Organ tersebut berfungsi sebagai
articulator dan resonator.
2
Perubahan pada posisi, bentuk, atau kekakuan pada
dinding faring, lidah, palatum, bibir dan laring akan merubah dari produksi
kualitas suara.
12 Persarafan laring. Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus
vagus, yaitu n. laringis superior dan n. laringis inferior. Kedua saraf ini
merupakan campuran saraf motorik dan sensorik. Nervus laringis superior
mempersarafi m. krikotiroid, memberikan sensasi pada mukosa laring di
bawah pita suara.
2
Saraf ini mula-mula terletak di atas m. konstriktor faring medial, di
sebelah medial a. karotis interna dan eksterna, kemudian menuju ke kornu
mayor tulang hioid, dan setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal
superior, membagi diri menjadi 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus
internus. Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m. konstriktor faring
inferior dan menuju ke m. krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh
m. tirohioid terletak di sebelah medial a. tiroid superior, menembus membrane
hiotiroid dan bersama-sama a. laringis superior menuju ke mukosa laring.
2
Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari n. rekuren setelah
saraf itu memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus
rekuren merupakan cabang dari n. vagus. Nervus rekuren kanan akan
menyilang a. subklavia kanan di bawahnya, sedangkan n. rekuren kiri akan
menyilang arkus aorta. Nervus laringis inferior berjalan di antara cabang-
cabang a. tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal kelenjar tiroid akan
sampai pada permukaan medial m. krikofaring. Di sebelah posterior dari
sendi krikoaritenoid, saraf ini bercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus
posterior. Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian
lateral, sedangkan ramus posterior mempersarafi otot-otot intrinsik laring
bagian superior dan mengadakan anastomose dengan n. laringis superior
ramus internus.
2
Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior
dan a. laringis inferior. Arteri laringis superior merupakan cabang dari a. tiroid
superior. Arteri laringis superior berjalan agak mendatar melewati bagian
belakang membrana tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari
n.laringis superior kemudian menembus membrana ini untuk berjalan ke
bawah di submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus pirifomis, untuk
mempendarahi mukosa dan otot-otot laring. Arteri laringis inferior merupakan
cabang dari a.tiroid inferior dan bersama-sama dengan n. laringis inferior
berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring melalui daerah pinggir
bawah dari m.konstriktor faring inferior.
2,3
Di dalam laring arteri itu bercabang-cabang, mempendarahi mukosa
dan otot serta beranastomosis dengan a.laringis superior. Pada daerah setinggi
membran krikotiroid a.tiroid superior juga memberikan cabang yang berjalan
mendatari sepanjang membrane itu sebagai sapai mendekati tiroid. Kadang-
kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membrane
krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringis superior. Vena
laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a.laringis
superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan
inferior.
2,3
Pembuluh limfe untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vocal.
Di sini mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di
daerah lipatan vocal pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan
inferior. Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus
piriformis dan a.laringis superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan
kelenjar dari bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari
golongan inferior berjalan ke bawah dengan a.laringis inferior dan bergabung
dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa di antaranya menjalar sampai sejauh
kelenjar supraklavikular.
2,3,4 F. FISIOLOGI
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan,
emos serta fonasi, dapat digambarkan sebagai berikut :
3,4,5
1. Fungsi Proteksi
Adalah untuk mencegah makanan dan benda asing masuk kedalam
trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glottis secara
bersamaan. Terjadinya penutupan aditus laring ialah karena
pengangkatan laring keatas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring.
Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak kedepan akibat kontraksi m.
tiroaritenoid dan m. aritenoid. Selanjutnya, m. ariepiglotika berfungsi
sebagai sfingter. Penutupan rima glottis terjadi karena adduksi plika
vokalis. Kartilago aritenoid kiri dan kanan mendekan karena adduksi
otot-otot ekstrinsik. Selain itu dengan reflek batuk, benda asing yang
telah masuk kedalam trakea dapat dibatukkan keluar. Demikian juga
dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru dapat dikeluarkan. 2. Fungsi
Respirasi
Adalah dengan mengatur besar kecilnya rima glottis. Bila
m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus
vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis
terbuka.
3. Fungsi Sirkulasi
Dengan terjadinya perubahan tekanan udara didalam traktus
trakebronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus,
sehingga mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian
laring berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah.
4. Fungsi laring dalam membantu proses menelan
Dengan 3 mekanisme, yaitu gerakan laring bagian bawah keatas,
menutup aditus laringis dan mendorong bolus makanan turun ke
hipofaring dan tidak mungkin masuk ke dalam laring.
5. Fungsi untuk mengekspresikan emosi
Seperti berteriak, mengeluh, menangis, dan lain-lain.
Untuk fonasi, membuat suara serta menentukan tinggi
rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika
vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka m. krikotiroid akanmerotasikan
kartilago tiroid ke bawah dan depan, menjauhi kartilago
aritenoid. Pada saat yang bersamaan m. krikoaritenoid posterior akan
menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis
kini dalam keadaan yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya
kontraksi m. krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke
depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta
mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.
G. PROSES PEMBENTUKAN SUARA
Sistem produksi suara, pusat kontrol suara dan penghubung keduanya
mempengaruhi kualitas suara yang dihasilkan.
7 1. Sistem produksi suara
Larynx (voice box) terdiri atas kartilago dan otot-otot serta memiliki
sepasang pita suara yang akan saling menjauh saat inspirasi dan
mendekat saat ekspirasi. Pita suara dapat saling mendekat dan menjauh
sehingga dapat mengatur jumlah udara yang melewatinya. Frekuensi
getaran yang melalui pita suara dapat berubah secara cepat oleh karena
otot di sekitar pita suara dan tekanan udara saat bernafas, sehingga
timbul nada pada suara yang diproduksi. Pharynx dan cavum oris
keduanya bertindak sebagai resonator.
Suara yang dihasilkan merupakan hasil koordinasi dari lidah, rahang
bawah, palatum mole. Proses ini dinamakan artikulasi.
2. Pusat kontrol suara
Kontrol suara berada pada otak yang menerima dan mengirimkan
kembali rangsang dari berbagai tempat yang berbeda seperti
diafragma, otot-otot dinding dada, abdomen, larynx, pharynx, cavumoris, palatum
mole dan rahang bawah serta mengkoordinasi seluruh
bagian tersebut
3. Neuron penghubung
Syaraf yang berperan penting dalam membawa sinyal dari otak menuju
otot-otot penghasil suara adalah n. laryngeus, yang merupakan cabang
langsung dari N. Vagus.
7
H. GEJALA KLINIS
Keluhan yang menyertai suara parau bervariasi pada setiap orang
tergantung intensitas dan etiologi yang mendasari suara parau tersebut, dapat
dirasakan sementara atau intermiten maupun terus-menerus atau kontinu.
Gejala klinis yang umum, antara lain :
4,5
1. Rasa gatal di tenggorokan
2. Perasaan adanya benda asing di tenggorokan
3. Suara tercekat di tenggorokan
4. Ketidakmampuan menghasilkan suara yang jernih
5. Perubahan suara baik disertai nyeri tenggorokan atau tidak
6. Nyeri dan sulit menelan
7. Batuk
Gejala klinis spesifik timbul berkaitan dengan etiologi yang mendasari :
1.
Radang laring akut biasanya disertai gejala lain seperti demam, dedar
( malaise ) nyeri menelan atau berbicara, batuk, di samping suara parau.
Kadang-kadang dapat terjadi sumbatan laring dengan gejala stridor serta
cekungan di epigastrium, sela iga dan sekitar klavikula. Pada pasien
dengan laryngitis akut ada satu keadaan yang disebut disfoni ventricular,
yaitu keadaan plika ventricular yang mengambil alih fungsi fonasi dari pita
suara, misalnya sebagai akibat pemakaian suara yang terus-menerus. Inilah
pentingnya istirahat berbicara ( vocal rest ) pada pasien laryngitis akut,
disamping pemberian obat-obatan.
2. Radang laring kronik tidak spesifik, dapat disebabkan oleh sinusitis kronis
atau bronchitis kronis atau karena penggunaan suara seperti berteriak-
teriak atau biasa berbicara keras ( vocal abuse = penyalahgunaan suara ).
Radang kronik spesifik misalnya tuberkulosa dan lues. Gejalanya selain
suara parau, terdapat juga gejala penyakit penyebab atau penyakit yang menyertainya.
3. Tumor laring dapat jinak atau ganas. Gejala tergantung dari lokasi tumor,
misalnya tumor pita suara segera timbul suara parau dan bila tumor
tumbuh menjadi besar menimbulkan sumbatan jalan nafas. Tumor ganas
biasanya tumbuh lebih cepat. Tumor ganas sering disertai gejala lain,
misalnya batuk ( kadang batuk darah ), berat badan menurun, keadaan
umum memburuk ).
4.
Paralisis otot laring dapat disebabkan oleh gangguan persarafan, baik
sentral maupun perifer, dan biasanya paralisis motorik bersama dengan
paralisis sensorik. Kejadiannya dapat unilateral atau bilateral. Lesi
intracranial biasanya mempunyai gejala lain dan muncul sebagai kelainan
neurologic selain dari gangguan suaranya. Penyebab sentral, misalnya
paralisis bulbair, siringomelia, tabes dorsalis, multiple sklerosis. Penyebab perifer,
misalnya struma, pasca strumektomi, limfadenopati koli, trauma
leher, tumor oesofagus dan mediastinum, aneurisma aorta dan arteria
subklavia dextra.
5.
Paralisis pita suara merupakan kelainan otot intrinsic laring yang sering
ditemukan dalam klinik. Gambaran posisi pita suara dapat bermacam-
macam tergantung otot mana yang terkena. Karena saraf laring superior
dan inferior bersifat motorik dan sensorik, maka biasanya paralisis motorik
terdapat bersamaan paralisis sensorik pada laring. Paralisis motorik otot
laring dapat digolongkan menurut lokasi, jenis otot yang terkena dan
jumlah otot yang terkena. Penggolongan menurut lokasi, misalnya dikenal
paralisis unilateral dan bilateral. Menurut jenis otot yang terkena dikenal
paralisis aduktor atau paralisis abductor atau paralisis tensor. Sedangkan
penggolongan menurut jumlah otot yang terkena, paralisis sempurna atau
tidak sempurna. Secara klinik paralisis otot laring dikenal unilateral
midline paralysis, unilateral incomplete paralysis, bilateral midline
paralysis, bilateral incomplete paralysis, complete paralysis, adductor
paralysis, thyroarythenoid muscle paralysis dan cricothyroidmuscle
paralysis.
I. DIAGNOSIS BANDING
TABEL 2
DIAGNOSIS BANDING
Kualitas
Suara Differential diagnosis
Breathy Paralisis pita suara, disfoni karena Spasme abductor, disfoni
fungsional
Hoarse Paralisis pita suara, disfoni karena ketegangan otot, laryngitis karena w-
pitched Oedema Reinke, penyalahgunaan suara, refluk laryngitis, paralysis
pita suara, disfoni karena ketegangan otot
Strained Disfoni karena spasme m. adductor, disfoni karena ketegangan otot,
refluk laringitis
Tremor Parkinson, tremor essential pada kepala dan leher, disfonia karena
spasme, disfoni karena ketegangan otot
Vocal
fatigueDisfoni karena ketegangan otot, paralysis pita suara, refluk
laryngitis, penyalahgunaan suara J. PEMERIKSAAN KLINIS
Pemeriksaan klinis meliputi meliputi pemeriksaan umum (status
generalis ), pemeriksaan THT termasuk pemeriksaan laring tak langsung
untuk melihat laring melalui kaca laring, maupun pemeriksaan laring langsung
dengan laringoskop atau dengan mikroskop, mikrolaringoskopi dan bedah
mikro laring .
4, 5
Visualisasi laring mungkin diperlukan untuk menentukan
kondisi dari pita suara apakah ada lesi atau gerakan yang abnormal yang
mendasari kelainan suara. Secara umum, pemeriksaan laring harus dilakukan
jika suara parau menetap selama lebih dari 2 minggu.
12
K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk mendiagnosis suara parau diperlukan evaluasi lanjut
(pemeriksaan penunjang) yang mendetail karena sebagian besar penderita
dengan suara parau tidak mencari pertolongan medis karena keluhan ini
biasanya berlangsung singkat. Beberapa pemeriksaan penunjang untuk
mendiagnosis suara parau :
4,5
1. Pemeriksaan laboratorium darah ( rutin, hitung eosinofik dan Ig
E ) untuk mengethui adanya infeksi dan alergi yang
mendasari).
2. Pemeriksaan rontgen, CT scan, MRI untuk mengetahui adanya
sinusitis, deformitas struktur fonasi.
3. Laringostomi untuk melihat pita suara apakah ada nodul, kista,
polip, dan kanker tenggorokan.
4. Pemeriksaan mikrobiologik dengan kultur usap tenggorok.
5.
Evaluasi
L. PENATALAKSANAAN
Karena akibat yang timbul akibat kelelahan bersuara, maka perlu beberapa langkah
pencegahan maupun terapi. Bila belum timbul keluhan,
pencegahan merupakan hal yang terpenting. Beberapa peneliti menyarankan
untuk minum air setiap beberapa saat setelah berbicara. Laki-laki yang minum
air akan dapat membaca dengan kualitas suara yang baik dalam waktu yang
lebih lama dibandingkan dengan yang tidak diberi minum air. Hal yang sama
didapatkan pada penyanyi karaoke amatir. Istirahat bersuara merupakan salah
satu tehnik untuk mengistirahatkan organ-organ pembentuk suara.
4,5
Penelitian Yiu tahun 2003 melaporkan bahwa pada subyek yang diberi
istirahat 1 menit setiap selesai menyanyikan satu lagu, mampu bernyanyi rata-
rata selama 101 menit sedangkan yang tidak diberi istirahat hanya mampu
bernyanyi selama 86 menit. Secara statistik perbedaan tersebut bermakna
(p<0,05).
4,5
Faktor-faktor lain yang menjadi faktor risiko terjadinya kelelahan
bersuara juga harus diperhatikan. Penggunaan alkohol, merokok, dan obat-
obatan tertentu sebaiknya dihindari karena dapat mempengaruhi kondisi
permukaan plika vokalis. Salah satu penyebab iritasi laring adalah refkuks dari
esofagus. Hal ini dapat mempercepat kelelahan bersuara karena akan
mengakibatkan hilangnya lapisan mukus permukaan pita suara serta
terkelupasnya epitel. Beberapa hal yang dianjurkan untuk mencegah refluks antara
lain, pertama menghindari konsumsi kafein dan coklat karena akan
mengakibatkan relaksasi spinkter esofagus. Kedua, hindari makan dan minum
pada jam tidur dan sebaiknya tunggu 2-3 jam setelah makan baru kemudian
tidur atau posisi ditinggikan. Bila sudah ada gejala refluks mungkin
diperlukan obat-obatan untuk menetralisir asam lambung atau mengurangi
produksinya.
4,5
Ada beberapa pendekatan penatalaksanaan. Pertama, terapi suara
dengan komponen utama berupa edukasi dasar anatomi dan fisiologi produksi
suara. Pasien harus mengerti hubungan antara gangguan suara dan
penyebabnya sehingga lebih menyadari apa yang boleh dilakukan dan apa
yang dihindari. Kedua, konservasi suara yang prinsipnya lebih praktis dan
realistis dibandingkan terpai suara. Caranya adalah dengan mengurangi
penggunaan suara atau istirahat bersuara (vocal rest) pada pasien dengan
laringitis akut, disamping pemberian obat-obatan, yang bertujuan mengurangi
oedem jaringan. Perlu juga mengurangi sumber penyalahgunaan suara dan
menggunakan alat pengeras suara.
4,5
Terapi tingkah laku suara ditujukan untuk meningkatkan aspek teknik
penggunaan suara termasuk pernapasan perut, latihan penggunaan tinggi nada
dan istirahat yang benar, meningkatkan phrasing dan tehnik-tehnik spesifik
lainnya. Para penyanyi yang dilatih selama 3 bulan akan mengalami
penurunan serangan kelelahan bersuara secara bermakna dibandingkan
sebelum dilatih.
4,5 Terapi medikamentosa terutama ditujukan untuk mengurangi oedem
jaringan dengan pemberian obat-obat anti inflamasi steroid atau nonsteroid.
4,5
Indikasi penggunaan antibiotik atau dekongestan antihistamin pada pasien
dengan suara parau jarang walaupun pada pasien juga terdapat rhinosinusitis
atau bakterial laringotrakeitis, yang mungkin menyebabkan terjadi komplikasi
pada pasien dengan suara parau.
12
Indikasi tindakan bedah dilakukan tergantung penyebab dari suara
parau. Misalnya adanya suatu nodul atau polip yang terdapat pada pita suara maka
tindakan bedah mungkin diperlukan selain juga harus menghilangkan
faktor pencetus terbentuknya nodul atau polip akibat penyalahgunaan suara.
12
Pada beberapa kondisi tertentu suaraparau memerlukan terapi yang
spesifik. Akan tetapi penatalaksanaan secara umum dapat dilakukan sebagai
berikut:
1. Terapi konservatif
Setiap tindakan dilakukan untuk mengidentifikasi dan
menghilangkan faktor penyebab seperti stres, merokok, dan alkohol.
Minum banyak air putih dapat mencegah tenggorokan dari kekeringan.
Istirahat berbicara selama dua sampai tiga hari.
2. Terapi Wicara
Speech therapist memegang peranan penting dalam memberikan
terapi terhadap pasien dengan gangguan pada suara, misal oleh karena
vocal nodule dan kesalahan penggunaan suara. Terapi memerlikan waktu
beberapa minggu atau beberapa bulan, sehinggga diperlukan motivasi
kepada pasien.
3. Terapi medikamentosa
Infeksi saluran pernafasan atas seringkali disebabkan oleh infeksi
virus. Tirah baring, pemberian parasetamol atau larutan aspirin gargle
dapat diberikan. Pemberian antibiotik dianjurkan jika terdapat infeksi
bakteri. Nasal spray diberikan pada pasien dengan inflamasi kronik sinus.
Pada pasien dengan gastroesofageal refluk, dapat diberikan medikasi
untuk mengurangi sekresi asam lambung.
4. Pembedahan
Pembedahan dianjurkan untuk diagnosis (contoh:biopsi) dan terapi
(contoh: mengambil massa tumor dan laser surgery). Operasi dapat
dilakukan dengan fibre optic endoscope dengan anestesi
umum.Pembedahan pada penyebab suara parau non-cancer hanya
diindikasikan jika penatalaksanaan dengan cara lain gagal.
7
BAB III
KESIMPULAN
Suara serak merupakan suatu gejala tetapi jika prosesnya berlangsung
lama maka merupakan tanda awal dari penyakit yang serius di daerah tenggorok.
Berbagai dampak yang mungkin timbul akibat suara parau, yaitu dampak terhadap
kualitas hidup dan kelainan permanent pada laring. Dampak kualitas hidup
terutama terjadi akibat ketidakmampuan untuk berbicara terus menerus dalam
waktu lama, sehingga dapat mengganggu pekerjan, sosialisasi dengan masyarakat
sekitar dan juga secara ekonomis baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal
ini dapat disebabkan oleh kelainan kongenital, infeksi, inflamasi, tumor,
trauma, maupun penyakit sistemik. Penatalaksanaannya terdiri dari terapi
konservatif, terapi suara, terapi medika mentosa dan terapi operatif. DAFTAR
PUSTAKA
1. Chidambaranathan S. 2008. Hoarseness of voice. Dari
http://www.drchieena.com
2. Herman B, Kartosudiro S. 2002. Dalam Soepardi EA, Iskandar HN (eds).
Suara parau. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta; pp: 706-9.
3. Kadriyan H. 2008. Hoarseness. Cermin Dunia Kedokteran No. 155, 2007
93. Dari http://www.kalbefarma1
. com/cdk
4. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi olahraga. Dalam Setiawan 1 ed. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran ed 9. EGC 1997:1339-1354.
5. Yiu EML, Chan RMM. Effect of Hydration and Vocal Rest on Vocal
Fatigue in Amateur Karaoke Singers. J Voice 2003;17:216-227.
6.American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery. 1994.
http://www.entassociates.com/hoarseness.htm
7. Lee, Michael. 2005. http://www.netdoctor.co.uk
7. Lee, Michael. 2005. http://www.netdoctor.co.uk
8. Rosen, Clark.1998. Evaluating Hoarseness: Keeping Your Patient's Voice
Healthy

9. Zeitels SM, Healy GB


; Laryngology and phonosurgery. N Engl J Med. 2003
Aug 28;349(9):882-92.
10. Hull. 2000. Hoarseness. Journal of Respiratory Disease for Pediatricians.
http://www.drhull.com/EncyMaster/H/hoarseness.html
. ( 18 september
2009)
11. Lipkin, A . 2008. Hoarseness.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003054.htm
.
(18September 2009)
12. Lundy, Donna R; Casiano, Roy R. 1999. Diagnosis and Management of
Hoarseness. Hospital
Physician journal. www.turner-white.com/pdf/hp_oct99_hoarse.pdf
. ( 18
September 2009)

Anda mungkin juga menyukai