Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KELOMPOK V

BEBERAPA KONGRUENSI KHUSUS

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Teori Bilangan

Dosen :

Dra. Santi Irawati, M.Si, Ph.D

Disusun Oleh :
1. Amilatus Solikha 160311604648
2. Erlinda Apriliana 160311604692
3. Amelia Karnaini 160311604646
4. M. Sopian 160311600227
5. Desy Octavianti Amin 160311600230
6. Aprilia Pratiwi 160311604703

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Oktober 2017
5.1 Uji Keterbagian

Keterbagian oleh pangkat dari 2

Misalkan 𝑛 = 32,688,048. Sangat mudah untuk mengetahui bahwa 𝑛 dapat dibagi 2


karena angka terakhirnya merupakan bilangan genap. Pertimbangkan pertanyaan-pertanyaan
berikut. Apakah 22 = 4 membagi 𝑛? Apakah 23 = 8 membagi 𝑛? Apakah 24 = 16 membagi
𝑛? Apakah pangkat tertinggi dari 2 dapat membagi 𝑛? Kita akan mengembangkan sebuah uji
yang tidak mengharuskan kita benar-benar membagi 𝑛 dengan 4, 8, dan pangkat berturut-
turut dari 2, yang menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.

Dalam pembahasan berikut, misalkan 𝑛 = (𝑎𝑘 𝑎𝑘−1 ⋯ 𝑎1 𝑎0 )10 . Maka 𝑛=


𝑎𝑘 10𝑘 +𝑎𝑘−1 10𝑘−1 + ⋯ + 𝑎1 10 + 𝑎0 , dengan 0 ≤ 𝑎𝑗 ≤ 9 untuk 𝑗 = 0, 1, 2, ⋯ , 𝑘.

Karena 10 ≡ 0(𝑚𝑜𝑑 2), ini menunjukkan bahwa 10𝑗 ≡ 0(𝑚𝑜𝑑 2𝑗 ) untuk semua 𝑗
bilangan bulat positif. Oleh karena itu,

𝑛 ≡ (𝑎0 )10 (𝑚𝑜𝑑 21 ),

𝑛 ≡ (𝑎1 𝑎0 )10 (𝑚𝑜𝑑 22 ),

𝑛 ≡ (𝑎2 𝑎1 𝑎0 )10 (𝑚𝑜𝑑 23 ),

𝑛 ≡ (𝑎𝑘−1 𝑎𝑘−2 ⋯ 𝑎2 𝑎1 𝑎0 )10 (𝑚𝑜𝑑 2𝑘 )

Kongruensi ini memberitahu kita bahwa untuk menentukan apakah suatu bilangan
bulat 𝑛 dapat dibagi 2, kita hanya perlu menguji angka terakhir untuk keterbagian oleh 2.
Demikian pula, untuk menentukan apakah 𝑛 dapat dibagi 4, kita hanya perlu memeriksa
bilangan bulat yang terdiri dari dua angka terakhir dari 𝑛 untuk keterbagian oleh 4. Secara
umum, untuk menguji 𝑛 untuk keterbagian oleh 2𝑗 , kita hanya perlu memeriksa bilangan
bulat sebanyak 𝑗 angka terakhir dari 𝑛 untuk keterbagian oleh 2𝑗 .

Contoh 5.1

Misalkan 𝑛 = 32,688,048. Kita tahu bahwa 2|𝑛 karena 2|8, 4|𝑛 karena 4|48, 8|𝑛
karena 8|48, 16|𝑛 karena 16|8048, tetapi 32 ∤ 𝑛 karena 32 ∤ 88,048.
Keterbagian dengan pangkat dari 5

Selanjutnya, kita mengembangkan uji keterbagian dengan pangkat dari 5. Untuk


mengembangkan uji keterbagian dengan pangkat dari 5, pertama ingat bahwa karena 10 ≡
0(𝑚𝑜𝑑 5), kita punya 10𝑗 ≡ 0(𝑚𝑜𝑑 5𝑗 ). Oleh karena itu, uji keterbagian dengan pangkat
dari 5 dapat disamakan dengan uji keterbagian dengan pangkat dari 2. Kita hanya perlu
memeriksa bilangan bulat sebanyak 𝑗 angka terakhir dari 𝑛 untuk menentukan apakah 𝑛 dapat
dibagi 5𝑗 .

Contoh 5.2

Misalkan 𝑛 = 15,535,375. Karena 5|5, 5|𝑛, karena 25|75, 25|𝑛, karena 125|375,
125|𝑛, tetapi karena 625 ∤ 5375, 625 ∤ 𝑛.

Keterbagian dengan 3 dan 9

Selanjutnya, kita mengembangkan uji keterbagian oleh 3 dan 9.

Ingat bahwa keduanya kongruen 10 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 3) dan 10 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 9). Oleh karena
itu, 10𝑘 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 3) dan 10𝑘 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 9). Ini memberi kita kekongruenan yang berguna

(𝑎𝑘 𝑎𝑘−1 ⋯ 𝑎1 𝑎0 )10 ≡ 𝑎𝑘 10𝑘 + 𝑎𝑘−1 10𝑘−1 + ⋯ + 𝑎1 10 + 𝑎0

≡ 𝑎𝑘 + 𝑎𝑘−1 + ⋯ + 𝑎1 + 𝑎0 (𝑚𝑜𝑑 3)dan (𝑚𝑜𝑑 9).

Oleh karena itu, kita hanya perlu memeriksa apakah jumlah angka 𝑛 dapat dibagi 3,
atau 9, untuk mengetahui apakah 𝑛 dibagi 3 atau 9, berikut adalah contohnya.

Contoh 5.2

Misalkan 𝑛 = 4,127,835. Maka jumlah angka 𝑛 adalah 4 + 1 + 2 + 7 + 8 + 3 + 5 =


30. Karena 3|30 tetapi 9 ∤ 30, 3|𝑛 tetapi 9 ∤ 𝑛.

Keterbagian dengan 11

Uji contoh yang cukup sederhana dapat ditemukan untuk keterbagian oleh 11.

Karena 10 ≡ −1(𝑚𝑜𝑑 11), kita memiliki

(𝑎𝑘 𝑎𝑘−1 ⋯ 𝑎1 𝑎0 )10 ≡ 𝑎𝑘 10𝑘 + 𝑎𝑘−1 10𝑘−1 + ⋯ + 𝑎1 10 + 𝑎0


≡ 𝑎𝑘 (−1)𝑘 + 𝑎𝑘−1 (−1)𝑘−1 + ⋯ − 𝑎1 + 𝑎0 (𝑚𝑜𝑑 11).

Ini menunjukkan bahwa (𝑎𝑘 𝑎𝑘−1 ⋯ 𝑎1 𝑎0 )10 dapat dibagi 11 jika dan hanya jika 𝑎0 −
𝑎1 + 𝑎2 − ⋯ + (−1)𝑘 𝑎𝑘 , bilangan bulat yang dibentuk oleh penjumlahan dan pengurangan
angka secara berurutan, yang dapat dibagi 11.

Contoh 5.4

Kita tahu bahwa 723,160,823 dapat dibagi 11, karena penjumlahan dan pengurangan
angka secara berurutan menghasilkan 3 − 2 + 8 − 0 + 6 − 1 + 3 − 2 + 7 = 22, yang dapat
dibagi 11. Sebaliknya, 33,678,924 tidak dapat dibagi 11, karena 4 − 2 + 9 − 8 + 7 − 6 +
3 − 3 = 4 yang tidak dapat dibagi 11.

Keterbagian oleh 7, 11, dan 13

Selanjutnya kita mengembangkan uji sekaligus memeriksa untuk keterbagian dengan


bilangan prima 7, 11, dan 13.

Ingat bahwa 7 ∙ 11 ∙ 13 = 1001 dan 103 = 1000 ≡ −1(𝑚𝑜𝑑 1001). Akibatnya.


(𝑎𝑘 𝑎𝑘−1 ⋯ 𝑎1 𝑎0 )10 ≡ 𝑎𝑘 10𝑘 + 𝑎𝑘−1 10𝑘−1 + ⋯ + 𝑎1 10 + 𝑎0

≡ (𝑎0 + 10𝑎1 + 100𝑎2 ) + 1000(𝑎3 + 10𝑎4 + 100𝑎5 )

+(1000)2 (𝑎6 + 10𝑎7 + 100𝑎8 ) + ⋯

≡ (100𝑎2 + 10𝑎1 + 𝑎0 ) − (100𝑎5 +10𝑎4 + 𝑎3 )

+(100𝑎8 + 10𝑎7 + 𝑎6 ) − ⋯

≡ (𝑎2 𝑎1 𝑎0 )10 − (𝑎5 𝑎4 𝑎3 )10 + (𝑎8 𝑎7 𝑎6 )10 − ⋯ (𝑚𝑜𝑑 1001).

Kongruensi ini memberitahu kita bahwa suatu bilangan bulat kongruen modulo 1001
untuk bilangan bulat yang dibentuk oleh penjumlahan dan pengurangan tiga angka bilangan
bulat secara beriringan dengan bentuk ekspansi desimal dari blok 3 angka desimal bilangan
asli berturut-turut, dimana angka tersebut dikelompokkan mulai dari angka paling kanan.
Akibatnya, karena 7, 11, dan 13 merupakan pembagi dari 1001, untuk menentukan apakah
suatu bilangan bulat dapat dibagi 7, 11, dan 13, kita hanya perlu memeriksa apakah
pergantian jumlah dan selisih dari blok 3 angka dapat dibagi 7, 11, dan 13.
Contoh 5.5

Misalkan 𝑛 = 59,358,208. Karena jumlah dan selisih bentuk bilangan bulat dari blok
3 angka secara berturut-turut, 208 − 358 + 59 = −91, dapat dibagi 7 dan 13, tetapi tidak
dapat dibagi 11, kita tahu bahwa 𝑛 dapat dibagi 7 dan 13, tetapi tidak dapat dibagi 11.

Uji Keterbagian Menggunakan Perwakilan Basis b

Semua uji keterbagian yang telah kita kembangkan sejauh ini didasarkan pada
perwakilan desimal. Sekarang kita akan mengembangkan uji keterbagian menggunakan
perwakilan basis 𝑏, dengan 𝑏 adalah bilangan bulat positif.

TEOREMA 5.1

Jika 𝑑|𝑏 dan 𝑗 dan 𝑘 bilangan bulat positif dengan 𝑗 < 𝑘, maka (𝑎𝑘 ⋯ 𝑎1 𝑎0 )𝑏 dapat
dibagi 𝑑 𝑗 jika dan hanya jika (𝑎𝑗−1 ⋯ 𝑎1 𝑎0 )𝑏 dapat dibagi 𝑑 𝑗 .

Bukti

Karena 𝑏 ≡ 0(𝑚𝑜𝑑 𝑑), ini menunjukkan bahwa 𝑏 𝑗 ≡ 0(𝑚𝑜𝑑 𝑑 𝑗 ). Akibatnya,

(𝑎𝑘 𝑎𝑘−1 ⋯ 𝑎1 𝑎0 )𝑏 ≡ 𝑎𝑘 𝑏 𝑘 + ⋯ + 𝑎𝑗 𝑏 𝑗 + 𝑎𝑗−1 𝑏 𝑗−1 + ⋯ + 𝑎1 𝑏 + 𝑎0

≡ 𝑎𝑗−1 𝑏 𝑗−1 + ⋯ + 𝑎1 𝑏 + 𝑎0

≡ (𝑎𝑗−1 ⋯ 𝑎1 𝑎0 )𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑑 𝑗 )

Maka dari itu, 𝑑 𝑗 |(𝑎𝑘 𝑎𝑘−1 ⋯ 𝑎1 𝑎0 )𝑏 jika dan hanya jika 𝑑 𝑗 |(𝑎𝑗−1 ⋯ 𝑎1 𝑎0 )𝑏 .

Contoh Teorema 5.1

(11348)16 = 1. 164 + 1. 163 + 3. 16 2 + 4.16 + 8

= 65.536 + 4.096 + 768 + 64 + 8

= 70.472

Apakah 2 3 | (11348)16 ? (cek 23 |(348)16 )


(348)16 = 3.162 + 4.16 + 8
= 768 + 64 + 8
= 840

TEOREMA 5.2

Jika 𝑑|(𝑏 − 1), maka 𝑛 = (𝑎𝑘 ⋯ 𝑎1 𝑎0 )𝑏 dapat dibagi 𝑑 jika dan hanya jika jumlah angka
𝑎𝑘 + ⋯ + 𝑎1 + 𝑎0 dapat dibagi 𝑑.

Bukti

Karena 𝑑|(𝑏 − 1), kita punya 𝑏 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 𝑑), jadi melalui teorema 4.7 kita punya
𝑏 𝑗 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 𝑑), untuk semua 𝑗 bilangan bulat positif. Akibatnya, 𝑛 = (𝑎𝑘 ⋯ 𝑎1 𝑎0 )𝑏 =
𝑎𝑘 𝑏 𝑘 + ⋯ + 𝑎1 𝑏 + 𝑎0 ≡ 𝑎𝑘 + ⋯ + 𝑎1 + 𝑎0 (𝑚𝑜𝑑 𝑑). Ini menunjukkan bahwa 𝑑|𝑛 jika dan
hanya jika 𝑑|(𝑎𝑘 + ⋯ + 𝑎1 + 𝑎0 ).

Contoh Teorema 5.2 :


Apakah 2 | (2314)5 melalui 2 | (2 + 3 + 1 + 4)?
(2314)5 = 2 ∙ 53 + 3 ∙ 52 + 1 ∙ 51 + 4 ∙ 50
= 2 + 3 + 1 + 4
= 10 (𝑚𝑜𝑑 2)
= 0 (𝑚𝑜𝑑 2)
Teorema 5.2 memberikan uji keterbagian basis lain dari bilangan bulat yang dinyatakan
dalam notasi desimal oleh 3 dan 9.

TEOREMA 5.3

Jika 𝑑|(𝑏 + 1), maka 𝑛 = (𝑎𝑘 ⋯ 𝑎1 𝑎0 )𝑏 dapat dibagi 𝑑 jika dan hanya jika jumlah angka
bergantian (−1)𝑘 𝑎𝑘 + ⋯ − 𝑎1 + 𝑎0 dapat dibagi 𝑑.

Bukti

Karena 𝑑|(𝑏 + 1), kita punya 𝑏 ≡ −1(𝑚𝑜𝑑 𝑑). Akibatnya, 𝑏 𝑗 ≡ (−1)𝑗 (𝑚𝑜𝑑 𝑑), dan
oleh karena itu, 𝑛 = (𝑎𝑘 ⋯ 𝑎1 𝑎0 )𝑏 = (−1)𝑘 𝑎𝑘 + ⋯ − 𝑎1 + 𝑎0 (𝑚𝑜𝑑 𝑑). Akibatnya, 𝑑|𝑛 jika
dan hanya jika 𝑑|((−1)𝑘 𝑎𝑘 + ⋯ − 𝑎1 + 𝑎0 ).

Teorema 5.3 memberikan uji keterbagian basis lain oleh 11 dari bilangan bulat yang
dinyatakan dalam notasi desimal.
Contoh 5.6

Misalkan 𝑛 = (7𝐹28𝐴6)16 (dalam notasi hex). Maka karena 2|16, berdasarkan


teorema 5.1 kita tahu bahwa 2|𝑛, karena 2|6. Demikian juga, karena 4|16, kita tahu bahwa
4 ∤ 𝑛 karena 4 ∤ 6. Menurut teorema 5.2, karena 3|(16 − 1), 5|(16 − 1), dan 15|(16 − 1),
dan 7 + F + 2 + 8 + A + 6 = 3016 , kita tahu bahwa 3|𝑛, karena 3|(30)16 , sedangkan 5 ∤ 𝑛
dan 15 ∤ 𝑛, karena 5 ∤ (30)16 dan 15 ∤ (30)16 . Selanjutnya, menurut teorema 5.3 karena
17|(16 + 1) dan 𝑛 = 6 − A + 8 − 2 + F − 7 = (A)16 (𝑚𝑜𝑑 17), kita simpulkan bahwa
17 ∤ 𝑛, karena 17 ∤ (A)16 .

Contoh 5.7

Misalkan 𝑛 = (1001001111)2 . Maka, dengan menggunakan teorema 5.3 kita tahu


bahwa 3|𝑛, karena 𝑛 ≡ 1 − 1 + 1 − 1 + 0 − 0 + 1 − 0 + 0 − 1 ≡ 0(𝑚𝑜𝑑 3) dan 3|(2 + 1).

6.1 Teorema Wilson dan Teorema Fermat Kecil


John Wilson telah menemukan bahwa (𝑝 − 1)! + 1 dapat dibagi dengan 𝑝 dimana 𝑝
adalah bilangan prima.Wilson membuat dugaan ini didasarkan pada bukti numerik. Sebagai
contoh, kita dapat melihat dengan mudah bahwa 2 membagi 1! + 1 = 2, 3 membagi 2! + 1 =
3, 5 membagi 4! + 1 = 25, 7 membagi 6! + 1 = 721. Namun, pada faktanya bahwa 𝑝
membagi (𝑝 − 1)! + 1 menurut teorema wilson. Sekarang kita menetapkan teorema ini
dalam bentuk kongruen.
TEOREMA 6.1 | TEOREMA WILSON

Jika 𝑝 adalah bilangan prima, maka (𝑝 − 1)! ≡ −1(𝑚𝑜𝑑 𝑝).

Bukti
Ketika 𝑝 = 2, kita memiliki (2 − 1)! ≡ 1 ≡ −1 (𝑚𝑜𝑑 2) , oleh karena itu, teorema
tersebut benar untuk 𝑝 = 2.
Sekarang diberikan 𝑝 adalah prima yang lebih besar dari 2, menggunakan teorema
4.10 (𝑎, 𝑏, dan 𝑝 adalah bilangan bulat dimana 𝑚 > 0 dan (𝑎, 𝑚) = 𝑑. Jika 𝑑 ∤ 𝑏, maka
𝑎𝑥 ≡ 𝑏(𝑚𝑜𝑑 𝑚) tidak punya solusi. Jika 𝑑 | 𝑏, maka 𝑎𝑥 ≡ 𝑏(𝑚𝑜𝑑 𝑚) memiliki tepat d
solusi yang tidak kongruen modulo m), untuk setiap bilangan bulat 𝑎 dengan 1 ≤ 𝑎 ≤ 𝑝 − 1,
maka ada invers ā, 1≤ ā ≤ 𝑝 − 1, dimana 𝑎ā ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 𝑝). Dengan menggunakan teorema
4.11 satu-satunya bilangan yang lebih kecil dari 𝑝 yang memiliki invers dirinya sendiri itu
adalah 1 dan 𝑝 − 1 , jadi kemungkinan 𝑎 mulai dari 1 sampai 𝑝 − 1, yang memiliki invers
dirinya sendiri itu hanya 1 dan 𝑝 − 1. karena hanya 1 dan 𝑝 − 1 yang mempunyai invers
maka kita dapat mengelompokkan bilangan dari 2 ke 𝑝 − 2 menjadi (𝑝 − 3)/2 pasangan
bilangan bulat, dengan hasil setiap pasangan kongruen ke 1 modulo 𝑝.
Misalkan 𝑝 = 11, berarti 2 ke (𝑝 − 2) , dari 2 ke 9 itu ada 8 bilangan yang menjadi
4 pasangan (11 − 3)/2 = 4. Dimana hasil kalinya itu nanti dari setiap pasangan kongruen 1
mod 11. Coba bilangan 2, 3, . . . ,9.
2(6) ≡ 1(𝑚𝑜𝑑11)
3(4) ≡ 1(𝑚𝑜𝑑11)
5(9) ≡ 1(𝑚𝑜𝑑11)
7(8) ≡ 1(𝑚𝑜𝑑11)
oleh karena itu kita memiliki
2 ∙ 3 ∙ ⋯ ∙ (𝑝 − 3) ∙ (𝑝 − 2) ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑝)
Kita kalikan kedua sisi kongruen tersebut dengan 1 dan p-1
1 ∙ 2 ∙ 3 ∙ ⋯ ∙ (𝑝 − 3)(𝑝 − 2)(𝑝 − 1) ≡ 1 ∙ 1 (𝑝 − 1)(𝑚𝑜𝑑 𝑝)
(𝑃 − 1)! ≡ 1 ∙ (𝑝 − 1) (𝑚𝑜𝑑 𝑝)
(𝑝 − 1)! ≡ 𝑝 − 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑝)
(𝑝 − 1)! ≡ 0 − 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑝)
(𝑝 − 1)! ≡ −1 (𝑚𝑜𝑑 𝑝)
Pengamatan yang menarik adalah bahwa konvers dari Teorema wilson adalah benar, sebagai
pengikut teorema berikutnya.
Contoh 6.1
Misalkan, diketahui 𝑝 = 7, kita memiliki (7 − 1)! = 6! = 1 ∙ 2 ∙ 3 ∙ 4 ∙ 5 ∙ 6. Kita
akan menyusun ulang faktor yang telah kita ketahui sekarang, mengelompokkan semua
pasangan secara bersama-sama dari invers modulo 7. Kita dapat mengetahui bahwa 2 ∙ 4 ≡
1(𝑚𝑜𝑑 7) 𝑑𝑎𝑛 3 ∙ 5 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 7). Oleh karena itu, 6! ≡ 1 ∙ (2 ∙ 4) ∙ (3 ∙ 5) ∙ 6 ≡ 1 ∙ 6 ≡
−1 (𝑚𝑜𝑑 7).
KONVERS TEOREMA 6.1

Jika (𝑝 − 1)! ≡ −1(𝑚𝑜𝑑 𝑝) maka 𝑝 adalah prima.

Bukti
Apabila 𝑝 bukan prima, maka 𝑝 = 𝑎, 𝑏 dengan 𝑎, 𝑏 adalah bilangan bulat positif dan
𝑎 ≠ 1 atau 𝑎 ≠ 𝑝, sehingga 𝑎|𝑝 dan 𝑎 ≤ 𝑝 − 1
Karena (𝑝 − 1)! ≡ −1(𝑚𝑜𝑑 𝑝) maka 𝑝|(𝑝 − 1)! + 1 dan karena 𝑎|𝑝 maka 𝑎|(𝑝 − 1)! + 1
Karena 𝑎 ≤ (𝑝 − 1), maka 𝑎 merupakan salah satu faktor dari (𝑝 − 1)! , sehingga 𝑎|(𝑝 −
1)!.
Mengingat 𝑝|(𝑝 − 1)! + 1 dan 𝑎|(𝑝 − 1)! , maka 𝑎|1. Karena 𝑎 ≠ 1, sehingga
pengandaian tersebut tidak benar. Jadi 𝑝 adalah suatu bilangan prima
TEOREMA 6.2

Jika 𝑛 adalah bilangan bulat positif dengan 𝑛 ≥ 2 dimana (𝑛 − 1)! ≡ −1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛),
maka 𝑛 adalah bilangan prima.

Bukti
Andaikan bahwa 𝑛 bilangan komposit dan bahwa (𝑛 − 1)! ≡ −1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛). karena 𝑛
komposit maka 𝑛 = 𝑎𝑏, dimana 1 < 𝑎 < 𝑛 dan 1 < 𝑏 < 𝑛 , kemungkinan 𝑎 =
2, 3, 4, ⋯ , 𝑛 − 1padahal (𝑛 − 1)! = (𝑛 − 1) ∙ (𝑛 − 2) ∙ ⋯ ∙ 2 ∙ 1 dari sini kita dapat melihat
bahwa 𝑎 merupakan salah satu dari bilangan (𝑛 − 1)! Dan karena 𝑎 salah satu dari 𝑛 −
1 bilangan yang jika dikalikan bersama-sama akan membentuk (𝑛 − 1)! Maka 𝑎│(𝑛 − 1)! .
Jika (𝑛 − 1)! ≡ −1(𝑚𝑜𝑑 𝑛) maka 𝑛│(𝑛 − 1)! + 1 (definisi kongruensi).
𝑛 = 𝑎𝑏 → 𝑎│𝑛
(𝑛 − 1)! ≡ −1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛) → 𝑛│(𝑛 − 1)! + 1(definisi kongruensi).
Jadi 𝑎│𝑛 dan 𝑛│(𝑛 − 1)! + 1
Sehingga 𝑎 │(𝑛 − 1)! + 1 (transitif)
karena 𝑎│(𝑛 − 1)! dan 𝑎│(𝑛 − 1)! + 1 . Lalu pernyataan tersebut digabung sehingga
( 𝑎│(𝑛 − 1)! + 1 ) – (𝑛 − 1)! ) = 1, berarti 𝑎│1 salah karena kontradiksi dengan
pernyataan “1 < 𝑎 < 𝑛”.
Contoh 6.2
Karena (6 − 1)! = 5! = 120 ≡ −1 (𝑚𝑜𝑑 6) . Teorema 6.1 memverifikasi fakta
secara jelas bahwa 6 tidak prima.

TEOREMA 6.3 | TEOREMA FERMAT KECIL

Jika 𝑝 adalah bilangan prima dan 𝑎 adalah bilangan bulat positif dengan 𝑝 ∤ 𝑎, maka
𝑎𝑝−1 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 𝑝).
Untuk menjelaskan hal ini, sebaiknya kita gunakan contoh.
Bukti
Asumsikan 𝑝 adalah bilangan prima. 𝑎 adalah bilangan bulat positif dimana 𝑝 ∤ 𝑎.
Terdapat barisan 𝑎, 2𝑎, 3𝑎, ⋯ (𝑝 − 1)𝑎. Perhatikan tak ada satupun bilangan bulat dari
barisan diatas yang dapat terbagi dengan 𝑝. Alasannya karena barisan tersebut terbentuk
dengan pola 𝑗𝑎 dimana 1 ≤ 𝑗 ≤ 𝑝 − 1, asumsikan untuk 𝑝| 𝑗𝑎 maka dengan lemma 3.4
𝑝 | 𝑗. maka hal ini tidak mungkin 𝑝 | 𝑗𝑎.
Lebih lanjut, tidak ada dua bilangan bulat 𝑎, 2𝑎, ⋯ , (𝑝 − 1) yang kongruen modulo 𝑝,
atau dengan kata lain, jika bilangan-bilangan tersebut dibagi dengan 𝑝, maka sisa
pembagiannya akan selalu berbeda satu sama lain. Untuk mengetahui itu, asumsikan bahwa
ada dua bilangan yang kongruen modulo 𝑝, yaitu 𝑗𝑎 dan 𝑘𝑎 (dimana dua bilangan tersebut
harus terbukti berbeda). Maka 𝑗𝑎 ≡ 𝑘𝑎 (𝑚𝑜𝑑 𝑝) dimana 1 ≤ 𝑗 < 𝑘 ≤ 𝑝 – 1. Maka
dengan corollary 4.4.1 karena (𝑎, 𝑝) = 1, kita memiliki 𝑗 ≡ 𝑘(𝑚𝑜𝑑 𝑝). Ini tidak mungkin,
karena 𝑗 dan 𝑘 adalah bilangan bulat positif lebih kecil dari 𝑝 − 1, maka hal ini
mengisyaratkan bahwa 𝑗 = 𝑘, pernyataan ini kontradisi dengan asumsi awal bahwa 𝑗 dan 𝑘
harus beda, maka terbukti tidak ada dua bilangan yang kongruen modulo 𝑝.
Karena bilangan bulat 𝑎, 2𝑎, ⋯ , (𝑝 − 1)𝑎 adalah himpunan dari 𝑝 − 1 bilangan bulat,
semua tidak kongruen terhadap 0 dan tidak ada dua bilangan bulat yang kongruen modulo
𝑝,kita dapat menyimpulkan bahwa sisa bagi positif terkecil dari 𝑎, 2𝑎, ⋯ , (𝑝 – 1)𝑎 diambil
dari beberapa urutan, harus bilangan bulat 1,2, ⋯ , (𝑝 − 1). Konsekuensinya , perkalian dari
bilangan bulat 𝑎, 2𝑎, ⋯ , (𝑝 − 1)𝑎 adalah kongruen modulo 𝑝 untuk perkalian pertama 𝑝 − 1
bilangan bulat positif , karenanya
𝑎 ∙ 2𝑎 ∙ ⋯ ∙ (𝑝 − 1)𝑎 ≡ 1 ∙ 2 ∙ ⋯ ∙ (𝑝 − 1) (𝑚𝑜𝑑 𝑝)
Oleh karena itu,
𝑎𝑝−1 (𝑝 − 1)! ≡ (𝑝 − 1)! (𝑚𝑜𝑑 𝑝).

Karena ((𝑝 − 1)!, 𝑝) = 1, menggunakan Corollary 4.4.1


membagi kedua ruas dengan (𝑝 − 1)!
𝑝
𝑎𝑝−1 ≡ 1 𝑚𝑜𝑑 ((𝑝−1)!,𝑝)

Sehingga menghasilkan
𝑎𝑝−1 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑝)
Contoh :
jika hari ini adalah rabu, maka 22017 hari lagi hari ......
22017 ≡ 𝑥 (𝑚𝑜𝑑 7)
26 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 7)
22017 ≡ (26 )336 ∙ 21 ≡ (1)336 ∙ 2 ≡ 1 ∙ 2 ≡ 2 (𝑚𝑜𝑑 7)
Oleh karena itu, jika hari ini adalah rabu, maka 22017 hari lagi hari jum’at.
Contoh 6.3
Asumsikan 𝑝 = 7 dan 𝑎 = 3 , dimana (3,7) = 1 dan 𝑝 ∤ 𝑎 maka
1 ∙ 3 ≡ 3 𝑚𝑜𝑑 7
2 ∙ 3 ≡ 6 𝑚𝑜𝑑 7
3 ∙ 3 ≡ 2 𝑚𝑜𝑑 7
4 ∙ 3 ≡ 5 𝑚𝑜𝑑 7
5 ∙ 3 ≡ 1 𝑚𝑜𝑑 7
6 ∙ 3 ≡ 4 𝑚𝑜𝑑 7
Dengan demikian, (1 ∙ 3)(2 ∙ 3)(3 ∙ 3)(4 ∙ 3)(5 ∙ 3)(6 ∙ 3) ≡ (3 ∙ 6 ∙ 2 ∙ 5 ∙ 1 ∙ 4) 𝑚𝑜𝑑 7
36 ∙ 6! ≡ 6! 𝑚𝑜𝑑 7
7
36 ≡ 1 𝑚𝑜𝑑 (7,6!)=1

36 ≡ 1 𝑚𝑜𝑑 7

KONVERS TEOREMA 6.3

Jika 𝑝 adalah bilangan prima dan 𝑎 adalah bilangan bulat positif dengan 𝑎𝑝−1 ≡
1(𝑚𝑜𝑑 𝑝) maka 𝑝 ∤ 𝑎

TEOREMA 6.4
Jika 𝑝 adalah prima dan 𝑎 adalah suatu bilangan bulat positif, maka 𝑎𝑝 ≡ 𝑎 (𝑚𝑜𝑑 𝑝).

Bukti
Jika 𝑝 ∤ 𝑎, dari Teorema Fermat kecil kita mengetahui bahwa 𝑎𝑝−1 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑝).
Perkalian kedua sisi pada kongruensi dengan 𝑎, kita menemukan bahwa 𝑎𝑝 ≡ 𝑎 (𝑚𝑜𝑑 𝑝).
Jika 𝑝|𝑎, maka 𝑝|𝑎𝑝 dengan baik, jadi 𝑎𝑝 ≡ 𝑎 ≡ 0(𝑚𝑜𝑑 𝑝). Ini adalah akhir dari
pembuktian, karena 𝑎𝑝 ≡ 𝑎 ≡ 0(𝑚𝑜𝑑 𝑝) jika 𝑝 ∤ 𝑎 dan 𝑝|𝑎.
Menemukan sisa positif terkecil pada pangkat dalam bilangan bulat sering diperlukan
pada teori bilangan dan penerapannya terutama kriptografi, yang akan kita temui pada
Chapter 8.
Teorema kecil Fermat digunakan dalam perhitungan , seperti contoh dibawah ini.
Contoh 6.4
Kita dapat menentukan sisa positif terkecil dari 3201 modulo 11 dengan bantuan
teorema fermat kecil. Kita tahu bahwa 310 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 11). Oleh karena itu, 3201 = (310 )20 ∙
3 ≡ 3(𝑚𝑜𝑑11).
KONVERS TEOREMA 6.4
Jika 𝑎𝑝 ≡ 𝑎 (𝑚𝑜𝑑 𝑝), 𝑝 adalah prima dan 𝑎 adalah suatu bilangan bulat positif.

TEOREMA 6.5

Jika 𝑝 prima dan 𝑎 adalah bilangan bulat dengan 𝑝 ∤ 𝑎, maka 𝑎𝑝−2 adalah inverse dari
𝑎 modulo 𝑝.

Bukti
Jika 𝑝 ∤ 𝑎, dengan teorema Fermat kecil kita memiliki 𝑎 ∙ 𝑎𝑝−2 = 𝑎𝑝−1 ≡
1 (𝑚𝑜𝑑 𝑝). Karena itu, 𝑎𝑝−2 adalah inverse dari 𝑎 modulo 𝑝.
Contoh 6.5
Menggunakan Teorema 6.5, karena 11 ∤ 2 maka dengan teorema Fermat kecil kita
memiliki
2 ∙ 211−2 = 210 = 1 (𝑚𝑜𝑑 11).
Oleh karena itu,
211−2 = 29 = 512 ≡ 6 (𝑚𝑜𝑑 11) adalah inverse dari 2 modulo 11.
Teorema 6.5 merupakan cara lain untuk menyelesaikan kongruensi linier dengan
menggunakan modulo prima.

KONVERS TEOREMA 6.5

Jika 𝑎𝑝−2 adalah invers dari 𝑎 modulo 𝑝, maka 𝑝 prima dan 𝑎 adalah bilangan bulat
dengan 𝑝 ∤ 𝑎,

COROLLARY 6.5.1

Jika 𝑎 dan 𝑏 adalah bilangan bulat positif dan 𝑝 adalah bilangan prima dengan 𝑝 ∤ 𝑎,
maka solusi dari kongruensi linier 𝑎𝑥 ≡ 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑝) adalah bilangan bulat 𝑥 dengan 𝑥 ≡
𝑎𝑝−2 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑝).
Bukti
Andaikan bahwa 𝑎𝑥 ≡ 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑝). Karena 𝑝 ∤ 𝑎, kita tahu dari Teorema 6.5 bahwa
𝑎𝑝−2 adalah inverse dari 𝑎(𝑚𝑜𝑑 𝑝). Dengan mengalikan 𝑎𝑝−2 pada kedua sisi dalam
kongruensi asli, kita memiliki
𝑎𝑝−2 𝑎𝑥 ≡ 𝑎𝑝−2 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑝) Karena itu,
𝑥 ≡ 𝑎𝑝−2 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑝).
Contoh
Untuk menentukan solusi dari kongruensi linier 4𝑥 ≡ 2 (𝑚𝑜𝑑 3), karena 3 ∤ 4, kita
tahu dari Teorema 6.5 bahwa 43−2 adalah inverse dari 4(𝑚𝑜𝑑 2). Dengan mengalikan 43 – 2
pada kedua sisi dalam kongruensi linier, kita memiliki
43 – 2 ∙ 4𝑥 ≡ 43 – 2 ∙ 2 (𝑚𝑜𝑑 3).
Sehingga solusi kongruensi linier adalah
𝑥 ≡ 43 – 2 ∙ 2 (𝑚𝑜𝑑 3)
𝑥 ≡ 41 ∙ 2 (𝑚𝑜𝑑 3)
𝑥 ≡ 8 (𝑚𝑜𝑑 3)

6.2 Bilangan Prima Semu

Teorema kecil Fermat mengatakan bahwa jika 𝑛 adalah prima dan 𝑏 adalah bilangan bulat
apapun, maka 𝑏 𝑛 ≡ 𝑏(𝑚𝑜𝑑 𝑛). Karena itu, jika kita bisa mencari bilangan bulat 𝑏
sedemikian rupa sehingga 𝑏 𝑛 ≢ 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑛) maka kita tahu bahwa 𝑛 adalah komposit.

Contoh 6.8

Kita dapat menunjukkan bahwa 63 adalah bukan bilangan prima dengan mengamati
bahwa

263 = 260 ∙ 23 = (26 )10 ∙ 23 = 6410 ∙ 23 ≡ 23 ≡ 8 ≢ 2 (𝑚𝑜𝑑 63)

Contoh 6.9

Misal 𝑛 = 341 = 11 ∙ 31. Berdasarkan teorema Fermat, kita lihat bahwa 210 ≡
1 (𝑚𝑜𝑑 11), maka 2340 = (210 )34 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 11) juga 2340 = (25 )68 ≡ (32)68 ≡
1 (𝑚𝑜𝑑 31), karenanya, berdasarkan Corollary 4.8.1, kita punya 2340 ≡
1 (𝑚𝑜𝑑 341). meskipun 341 adalah bukan prima,
DEFINISI
Misal 𝑏 adalah bilangan bulat positif. Jika 𝑛 adalah suatu bilangan bilat positif komposit
dan 𝑏 𝑛 ≡ 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑛) maka 𝑛 disebut bilangan prima semu basis 2.

Catat bahwa jika (𝑏, 𝑛) = 1, maka kongruensi 𝑏 𝑛 ≡ 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑛) adalah ekuivalen


pada kongruensi 𝑏 𝑛−1 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛). Untuk melihat ini, perhatikan bahwa, dengan Corollary
4.4.1 kita bisa membagi kedua sisi kongruensi pertama dengan 𝑏, karena (𝑏, 𝑛) = 1, untuk
mendapatkan kongruensi kedua. Berdasarkan bagian (iii) pada teorema 4.3, kita bisa
mengalikan kedua sisi kongruensi kedua dengan 𝑏 untuk memperoleh yang pertama. Kita
akan sering menggunakan kondisi equivalen ini.

Contoh 6.10

Bilangan bulat 341 = 11 ∙ 31, 561 = 3 ∙ 11 ∙ 17 dan 645 = 3 ∙ 5 ∙ 43 adalah


bilangan prima semu basis 𝑏, karena mudah diverifikasi bahwa 2340 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 341), 2560 ≡
1 (𝑚𝑜𝑑 561) dan 2644 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 645)

LEMMA 6.1

Jika 𝑑 dan 𝑛 adalah bilangan bulat positif sedemikian rupa sehingga 𝑑 membagi 𝑛, maka
2𝑑 − 1 membagi 2𝑛 − 1

Bukti

Diberikan bahwa 𝑑 𝑛, ada suatu bilangan bulat positif 𝑡 dengan 𝑑𝑡 = 𝑛. Dengan


pengaturan 𝑥 = 2𝑑 dalam mengidentifikasi 𝑥 𝑡 − 1 = (𝑥 − 1)(𝑥 𝑡−1 + 𝑥 𝑡−2 + ⋯ + 1), kita
temukan bahwa 2𝑛 − 1 = (2𝑑 − 1)(2𝑑(𝑡−1) + 2𝑑(𝑡−2) + ⋯ + 2𝑑 + 1) karena itu kita punya
(2𝑑 − 1) (2𝑛 − 1)

Kita sekarang dapat membuktikan bahwa ada banyak bilangan prima semu basis 2 yang tak
terhingga.

TEOREMA 6.6

Ada bilangan prima semu basis 2 yang tak terhingga.

Bukti
Kita akan menunjukkan bahwa jika 𝑛 adalah bilangan prima semu ganjil basis 2,
maka 𝑚 = 2𝑛 − 1 adalah juga bilangan prima semu ganjil basis 2. Karena kita mempunyai
setidaknya satu bilangan prima semu ganjil basis 2, yaitu 𝑛0 = 341, kita akan mampu
membangun banyak bilangan prima semu ganjil pada basis 2 dengan mengambil 𝑛0 =
341 dan 𝑛𝑘+1 = 2𝑛𝑘 − 1 untuk 𝑘 = 0, 1, 2, 3 … bilangan bulat ini semuanya berbeda karena
𝑛0 < 𝑛1 < 𝑛2 < ⋯ < 𝑛𝑘 < 𝑛𝑘+1 < ⋯

Untuk melanjutkan pembuktian, misal 𝑛 adalah bilangan prima semu ganjil pada basis
2, maka 𝑛 adalah komposit dan 2𝑛−1 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛). Karena 𝑛 adalah komposit, kita punya
𝑛 = 𝑑𝑡, dengan 1 < 𝑑 < 𝑛 dan 1 < 𝑡 < 𝑛. Kita akan menunjukkan bahwa 𝑚 = 2𝑛 − 1 juga
bilangan prima semu, pertama dengan menunjukkan bahwa itu adalah komposit, dan
kemudian menunjukkan bahwa 2𝑚−1 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑚).

Untuk melihat bahwa 𝑚 adalah komposit, kita gunakan Lemma 6.1 untuk mencatat
bahwa (2𝑑 − 1) (2𝑛 − 1) = 𝑚. Untuk menunjukkan bahwa 2𝑚−1 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑚), ingat
karena 2𝑛 ≡ 2 (𝑚𝑜𝑑 𝑛), ada suatu bilangan bulat 𝑘 dengan 2𝑛 − 2 = 𝑘𝑛. Karenanya,
𝑛−2
2𝑚−1 = 22 = 2𝑘𝑛 Berdasarkan Lemma 6.1, bahwa 𝑚 = (2𝑛 − 1) (2𝑘𝑛 − 1) = 2𝑚−1 −
1. Karenanya 2𝑚−1 − 1 ≡ 0 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) maka 2𝑚−1 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑚). Kita simpulkan bahwa m
juga merupakan bilangan prima semu basis 2.

Bilangan Carmichael

Sayangnya, ada bilangan bulat komposit n yang tidak dapat ditunjukkan komposit
dengan menggunakan pendekatan di atas, karena ada bilangan bulat yang bilangan prima
semunya setiap basis, yaitu bilangan bulat komposit n sedemikian rupa sehingga 𝑏 𝑛−1 ≡
1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛) untuk semua b dengan (𝑏, 𝑛) = 1. Ini mengarah pada definisi berikut.

DEFINISI

Suatu bilanga bulat 𝑛 komposit yang memenuhi 𝑏 𝑛−1 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛) untuk semua bilangan
bulat 𝑏 positif dengan (𝑏, 𝑛) = 1 disebut suatu Bilangan Carmichael atau bilangan prima
semu mutlak.

Contoh 6.12
Bilangan bulat 561 = 3 ∙ 11 ∙ 17 adalah bilangan Carmichael. Untuk melihat ini,
catat bahwa jika (𝑏, 561) = 1 maka (𝑏, 3) = (𝑏, 11) = (𝑏, 17) = 1. Karenanya, dari teorema
Fermat, kita punya 𝑏 2 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 3), 𝑏10 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 11), dan 𝑏16 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 17), Karena itu,
𝑏 560 = (𝑏 2 )280 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 3), 𝑏 560 = (𝑏10 )56 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 11) dan 𝑏 560 = (𝑏16 )35 ≡
1 (𝑚𝑜𝑑 17). Karena itu, berdasarkan Corollary 4.8.1 𝑏 560 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 561) untuk semua b
dengan (𝑏, 𝑛) = 1

TEOREMA 6.7

Jika 𝑛 = 𝑞1 𝑞2 … 𝑞𝑘 , dimana 𝑞𝑗 bilangan prima yang berbeda yang memenuhi (𝑞𝑗 −


1) (𝑛 − 1) untuk semua 𝑗 dan 𝑘 > 2, maka n adalah bilangan Carmichael.

Bukti

Misal 𝑏 adalah bilangan bulat positif dengan (𝑏, 𝑛) = 1 maka (𝑏, 𝑞𝑗 ) = 1 untuk 𝑗 =
1, 2, … 𝑘 dan karenanya, berdasarkan Teorema Fermat 𝑏 𝑞𝑗−1 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑞𝑗 ) untuk 𝑗 =
1, 2, … 𝑘. Karena (𝑞𝑗 − 1) (𝑛 − 1) untuk setiap 𝑗 = 1, 2, … 𝑘 ada bilangan bulat 𝑡𝑗 dengan
𝑡𝑗 (𝑞𝑗 − 1) = 𝑛 − 1. Kareanya, untuk setiap 𝑗, kita tahu bahwa……47…… Oleh karena itu,
berdasarkan Corollary 4.8.1, kita lihat bahwa 𝑏 𝑛−1 = 𝑏 (𝑞𝑗−1)𝑡𝑗 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑞𝑗 ). Oleh karena
itu, berdasarkan Corollary 4.8.1, kita lihat bahwa 𝑏 𝑛−1 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛) dan kita menyimpilkan
bahwa n adalah bilangan Carmichael.

Contoh 6.13

Teorema 6.7 menunjukkan bahwa 6601 = 7 ∙ 23 ∙ 41 adalah bilangan Carmichael,


karena 7, 23, 41 semuanya prima, 6 = (7 – 1)│6600, 22 = (23 – 1)│6600 dan 40 = (41 –
1)│6600

KONVERS DARI TEOREMA 6.7 juga bernilai benar, yaitu semua bilangan
Carmichael pada bentuk 𝑞1 𝑞2 … 𝑞𝑘 dimana 𝑞𝑗 adalah bilangan prima berbeda dan (𝑞𝑗 −
1) (𝑛 − 1) untuk semua 𝑗. Kita akan membuktikan pernyataan ini di bab 9.

UJI MILLER

Suatu kongruensi 𝑏 (𝑛−1) ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛), dimana 𝑛 merupakan suatu bilangan bulat
ganjil, telah dibuktikan, pendekatan lain yang mungkin adalah untuk mempertimbangkan sisa
positif terkecil dari 𝑏 (𝑛−1)/2 𝑚𝑜𝑑 𝑛. Kita ingat bahwa jika 𝑥 = 𝑏 (𝑛−1)/2 , maka 𝑥² =
𝑏 𝑛−1 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛). Jika 𝑛 merupakan bilangan prima, dengan teorema 4.11 kita tahu
bahwa 𝑥 ≡ 1 atau 𝑥 ≡ −1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛). Akibatnya, setelah kita menemukan bahwa 𝑏 (𝑛−1) ≡
1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛), kita bisa periksa untuk melihat apakah 𝑏 ((𝑛−1)/2) ≡ ± 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛). Jika
kongruensi ini tidak didapati, maka kita tahu bahwa 𝑛 merupakan komposit.

Contoh 6.14

Misal 𝑏 = 5 dan misal 𝑛 = 561, dengan 𝑛 bilangan Carmichael terkecil. Kita


menemukan bahwa 5((561−1)/2) = 5280 ≡ 67 (𝑚𝑜𝑑 561). Maka, 561 merupakan
komposit.

Untuk lanjut mengembangkan uji-uji keprimaan, kita perlu definisi berikut.

DEFINISI

Misal 𝑛 merupakan suatu bilangan bulat positif dengan 𝑛 > 2 dan 𝑛 – 1 = 𝟐𝒔 𝒕, dimana
𝑠 merupakan suatu bilangan bulat nonnegatif dan 𝑡 merupakan suatu bilangan bulat positif
ganjil. Kita katakan bahwa 𝑛 memenuhi Uji Miller untuk basis b jika 𝒃𝒕 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛)
𝒋
atau 𝒃𝟐 𝒕 ≡ − 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛) untuk j, dengan 0 ≤ 𝑗 ≤ 𝑠 – 1.

Contoh berikut ini menunjukkan bahwa 2047 memenuhi Uji Miller untuk basis 2.

Contoh 6.15

Misal 𝑛 = 2047 = 23 ∙ 89. Maka 𝟐𝟐𝟎𝟒𝟔 = (𝟐𝟏𝟏 )𝟏𝟖𝟔 = (𝟐𝟎𝟒𝟖)𝟏𝟖𝟔 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 2047),
sehingga 2047 merupakan suatu bilangan prima semu untuk basis 2. Karena 𝟐𝟐𝟎𝟒𝟔/𝟐 = 𝟐𝟏𝟎𝟐𝟑
= (𝟐𝟏𝟏 )𝟗𝟑 = (𝟐𝟎𝟒𝟖)𝟗𝟑 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 2047), 2047 memenuhi Uji Miller untuk basis 2.

Sekarang kita tunjukkan bahwa jika 𝑛 merupakan bilangan prima, maka 𝑛 memenuhi
Uji Miller untuk semua basis b dengan 𝑛 ∤ 𝑏.

TEOREMA 6.8

Jika 𝑛 merupakan bilangan prima dan 𝑏 merupakan bilangan bulat positif dengan 𝑛 ∤ 𝑏,
maka 𝑛 memenuhi Uji Miller untuk basis 𝑏.

Bukti
Misal n – 1 = 2𝑠 𝑡, dimana 𝑠 merupakan suatu bilangan bulat nonnegatif dan 𝑡
𝑘 𝑠−𝑘 𝑡
merupakan suatu bilangan bulat positif ganjil. Misal xk = 𝑏 (𝑛−1)/2 = 𝑏 2 , untuk k =
0,1,2,…,s. Karena n merupakan bilangan prima, Teorema kecil Fermat menjelaskan bahwa
𝑥0 = 𝑏 𝑛−1 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛). Dengan Teorema 4.11, karena ((𝑥1 )2 = 𝑏 (𝑛−1)/2 )2 = 𝑥0 ≡
1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛), maka 𝑥1 ≡ −1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛) atau 𝑥1 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛). Jika 𝑥1 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛), karena
(𝑥1 )2 = 𝑥1 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛), sehingga 𝑥2 ≡ −1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛) atau 𝑥2 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛). Secara umum,
jika kita telah menemukan bahwa 𝑥1 ≡ 𝑥2 ≡ 𝑥3 ≡ ∙∙∙ ≡ 𝑥𝑘 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛), dengan 𝑘 ˂ 𝑠,
maka, karena (𝑥𝑘+1 )2 = 𝑥 𝑘 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛), kita tahu bahwa 𝑥𝑘+1 ≡ −1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛) atau
𝑥𝑘+1 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛).

Melanjutkan langkah ini untuk 𝑘 = 1,2, … , 𝑠, kita menemukan bahwa 𝑥𝑠 ≡


−1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛) atau 𝑥𝑘 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛) untuk bilangan bulat k, dengan 0 ≤ 𝑘 ≤ 𝑠. Maka,
𝑛 memenuhi Uji Miller untuk basis 𝑏.

Jika bilangan bulat positif n memenuhi Uji Miller untuk basis 𝑏, maka 𝑏 𝑡 ≡
𝑗𝑡
1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛) atau 𝑏 2 ≡ −1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛) untuk 𝑗 dengan 0 ≤ 𝑗 ≤ 𝑠 – 1, dimana 𝑛 – 1 = 2𝑠 𝑡
dan 𝑡 merupakan bilangan ganjil.

𝑗 𝑠−𝑗
Dalam kedua kasus, kita memiliki 𝑏 𝑛−1 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛), karena 𝑏 𝑛−1 = (𝑏 2 𝑡 )2 untuk
𝑗 = 0,1,2, … , 𝑠, sehingga suatu bilangan bulat komposit n yang memenuhi Uji Miller untuk
basis b secara otomatis merupakan suatu bilangan prima semu untuk basis b. Dengan
pengamatan ini, kita dituntun menuju definisi berikut.

DEFINISI

Jika 𝑛 merupakan komposit dan memenuhi Uji Miller untuk basis 𝑏, maka dikatakan 𝑛
merupakan suatu bilangan prima semu kuat untuk basis b.

Contoh 6.16

Melalui contoh 6.15, kita lihat bahwa 2047 merupakan bilangan prima semu kuat
untuk basis 2.

Walaupun bilangan prima semu kuat sangatlah jarang, namun tetap masih ada tak
hingga jumlah dari bilangan prima semu tersebut. Kita tunjukkan hal ini untuk basis 2 dengan
teorema berikut ini.
TEOREMA 6.9

Ada tak hingga banyaknya bilangan prima semu kuat untuk basis 2.

Bukti

Kita akan menunjukkan bahwa jika 𝑛 merupakan suatu bilangan prima semu untuk
basis 2, maka 𝑁 = 2𝑛 − 1 merupakan suatu bilangan prima semu kuat untuk basis 2.

Misal n suatu bilangan bulat ganjil yang merupakan suatu bilangan prima semu untuk basis 2.
Maka, n merupakan komposit dan 2𝑛−1 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑛). Dari kongruensi ini, kita lihat bahwa
2𝑛−1 − 1 = 𝑛𝑘 untuk bilangan bulat k; dengan k harus merupakan bilangan ganjil. Kita
dapatkan

𝑁 – 1 = 2𝑛 − 2 = 2(2𝑛−1 ) − 1 = 21 𝑛𝑘;

Ini merupakan faktorisasi dari 𝑁 – 1 ke dalam suatu bilangan bulat ganjil dan suatu pangkat
2.

Sekarang kita perhatikan bahwa

2(𝑁−1)/2 = 2𝑛𝑘 = (2𝑛 )𝑘 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑁),

karena 2𝑛 = (2𝑛 − 1) + 1 = 𝑁 + 1 ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑁). Hal ini menunjukkan bahwa N memenuhi


Uji Miller.

Pada pembuktian Lemma 6.1, kita tunjukkan bahwa jika n merupakan komposit,
maka N = 2𝑛 − 1 juga merupakan komposit. Maka, N memenuhi Uji Miller dan merupakan
komposit, sehingga N merupakan suatu bilangan prima semu kuat untuk basis 2. Karena
setiap bilangan prima semu n untuk basis 2 menghasilkan suatu bilangan prima semu kuat
2𝑛 − 1 untuk basis 2, dan karena ada tak hingga banyaknya bilangan prima semu untuk basis
2, kita simpulkan bahwa ada tak hingga banyaknya bilangan prima semu kuat untuk basis 2.

Pengamatan berikut ini berguna dalam kombinasi dengan Uji Miller untuk memeriksa
keprimaan dari bilangan bulat yang relatif kecil. Bilangan prima semu kuat ganjil yang paling
kecil untuk basis 2 adalah 2047, sehingga jika n < 2047, n merupakan bilangan ganjil, dan n
memenuhi Uji Miller untuk basis 2, maka n merupakan bilangan prima. Demikian pula
1.373.653 merupakan bilangan prima semu kuat ganjil terkecil untuk basis 2 dan 3,
memberikan kita suatu uji keprimaan untuk bilangan bulat kurang dari 1.373.653. Bilangan
prima semu kuat ganjil terkecil untuk basis 2, 3, dan 5 adalah 25.236.001, dan bilangan prima
semu kuat ganjil terkecil untuk basis, 2, 3, 5, dan 7 adalah 3.215.031.751. Selanjutnya, tidak
ada bilangan prima semu kuat lainnya untuk semua basis ini yang kurang dari 25 ∙ 10 9.
(Pembaca harus membuktikan pernyataan ini.) Hal ini menuntun kita kepada suatu uji
keprimaan untuk bilangan bulat kurang dari 25 ∙ 109. Suatu bilangan bulat ganjil n merupakan
bilangan prima jika n < 25 ∙ 109, n memenuhi Uji Miller untuk basis 2, 3, 5, dan 7, dan n ≠
3.215.031.751.

Perhitungan menunjukkan bahwa hanya ada 101 bilangan bulat kurang dari 1012 yang
merupakan bilangan prima semu kuat untuk basis 2, 3, dan 5 secara bersamaan. Hanya 9 dari
101 bilangan bulat ini yang juga merupakan bilangan prima semu kuat untuk basis 7, dan
tidak ada bilangan bulat yang merupakan bilangan prima semu kuat untuk basis 11. Bilangan
prima semu kuat terkecil untuk basis 2, 3, 5, 7, dan 11 secara bersamaan adalah
2.152.302.898.747. Oleh karena itu, jika suatu bilangan bulat ganjil n merupakan bilangan
prima dan 𝑛 < 2.152.302.898.747, maka n merupakan bilangan prima jika n memenuhi Uji
Miller untuk basis 2, 3, 5, 7, dan 11. Jika kita ingin menguji bilangan bulat genap yang lebih
besar untuk keprimaan dengan cara ini, kita bisa gunakan pengamatan bahwa tidak ada
bilangan bulat positif kurang dari 341.550.071.728.321 yang merupakan bilangan prima
semu kuat untuk basis 2, 3, 5, 7, 11, 13, dan 17. Suatu bilangan bulat ganjil positif yang tidak
melebihi bilangan ini merupakan bilangan prima apabila bilangan tersebut memenuhi Uji
Miller untuk ketujuh prima tersebut, 2, 3, 5, 7, 11, 13, dan 17.

Tidak ada analog (keadaan yang sama) terhadap suatu bilangan Carmichael untuk
bilangan prima semu kuat. Hal ini merupakan akibat dari teorema berikut ini.

TEOREMA 6.10

Jika n merupakan suatu bilangan bulat positif ganjil yang komposit, maka n memenuhi
Uji Miller untuk paling besar (n – 1) ̸ 4 dari basis b dengan 1 ≤ 𝑏 ≤ 𝑛 – 1.

Kita buktikan Teorema 6.10 pada Bab 9. Ingat bahwa Teorema 6.10 mengatakan
bahwa jika n memenuhi Uji Miller untuk lebih dari (n – 1) ̸ 4 dari basis yang kurang dari n,
maka n harus merupakan bilangan prima. Bagaimanapun, hal ini merupakan suatu cara yang
cukup panjang untuk menunjukkan bahwa suatu bilangan bulat positif n merupakan bilangan
prima, lebih buruk dari menunjukkan percobaan pembagian. Uji Miller memberikan suatu
cara menarik dan cepat dalam menunjukkan bahwa suatu bilangan bulat n adalah
“kemungkinan bilangan prima”. Untuk melihat hal ini, ambil secara random suatu bilangan
bulat b dengan 1 ≤ 𝑏 ≤ 𝑛 – 1 (kita akan melihat bagaimana membuat pilihan “random” ini
pada Bab 10). Dari Teorema 6.10, kita lihat bahwa jika n merupakan komposit, kemungkinan
bahwa n memenuhi Uji Miller untuk basis b adalah kurang dari ¼. Jika kita mengambil k
basis berbeda yang kurang dari n dan menunjukkan Uji Miller untuk tiap basis ini, kita
dituntun menuju hasil berikut ini.

TEOREMA 6.11|UJI KEMUNGKINAN KEPRIMAAN RABIN

Misal n merupakan suatu bilangan bulat positif. Ambil k bilangan bulat positif beda
kurang dari n yang berbeda dan tunjukkan Uji Miller terhadap n untuk tiap basis ini. Jika
n merupakan komposit, maka kemungkinan bahwa n memenuhi semua Uji k adalah
kurang dari (1/4)𝑘 .

Misal n merupakan suatu bilangan bulat positif yang komposit. Menggunakan Uji
Kemungkinan Keprimaan Rabin, jika kita ambil 100 bilangan bulat yang berbeda secara
random antara 1 dan n dan menunjukkan Uji Miller untuk tiap 100 basis ini, maka
kemungkinan bahwa n memenuhi semua uji tersebut adalah kurang dari 10-60, suatu bilangan
yang sangat kecil. Faktanya, hal tersebut mungkin lebih seperti suatu kesalahan computer
yang dibuat dari suatu bilangan bulat komposit memenuhi semua 100 uji tersebut.
Menggunakan uji keprimaan Rabin tidak secara pasti membuktikan bahwa suatu bilangan
bulat n yang memenuhi sejumlah besar uji merupakan bilangan prima, namun memberikan
bukti yang sangat kuat, memang luar biasa, bahwa bilangan bulat tersebut merupakan
bilangan prima.

Ada suatu konjektur yang terkenal dalam analisis teori bilangan yang disebut
hipotesis generalisasi Reimann, yang merupakan suatu pernyataan mengenai fungsi zeta
Reimann yang terkenal tersebut, dinamai oleh matematikawan asal Jerman Georg Friedrich
Bernhard Riemann, yang didiskusikan pada bagian 3.2. Konjektur berikut ini merupakan
suatu akibat dari hipotesis ini.

KONJEKTUR 6.1

Untuk setiap bilangan bulat positif komposit n, ada suatu basis b, dengan b < 2(log 2 𝑛)2,
sehingga n gagal dalam Uji Miller untuk basis b.
Jika konjektur ini benar, seperti yang diyakini banyak pakar teori, hasil berikut ini
memberikan suatu uji keprimaan secara cepat.

TEOREMA 6.12

Jika hipotesis Reimann umum berlaku, maka ada suatu algoritma untuk menentukan
apakah suatu bilangan bulat positif n merupakan bilangan prima menggunakan operasi bit
O ((log 2 𝑛)5).

Bukti

Misal b merupakan suatu bilangan bulat positif kurang dari n. Untuk menunjukkan
Uji Miller untuk basis b terhadap n mengambil operasi bit O ((log 2 𝑛)3), karena uji ini
mengharuskan kita untuk menunjukkan tidak lebih dari perpangkatan modular log 2 𝑛, tiap
menggunakan operasi bit O ((log 2 𝑏)2). Asumsikan bahwa hipotesis Reimann umum tersebut
adalah benar. Jika n merupakan komposit, maka dengan Konjektur 6.1, ada suatu basis b
dengan 1 < b < 2(log 2 𝑛)2 sehingga n gagal dalam Uji Miller untuk b. Untuk menemukan b
ini harus kurang dari operasi bit O ((log 2 𝑛)3) ∙ O ((log 2 𝑛)2) = O ((log 2 𝑛)5). Maka,
menggunakan operasi bit O ((log 2 𝑛)5), kita bisa menentukan apakah n merupakan komposit
atau bilangan prima.

Poin penting mengenai uji kemungkinan keprimaan Rabin dan Teorema 6.12 yaitu
bahwa kedua hasilnya mengindikasikan bahwa hal tersebut mungkin untuk memeriksa suatu
bilangan bulat n untuk keprimaan dengan hanya menggunakan operasi bit O ((log 2 𝑛)k),
dimana k merupakan suatu bilangan bulat positif. (Begitu juga, hasil terbaru dari Agrawal,
Kayal, dan Saxena [AgKaSa02] menunjukkan bahwa ada suatu uji penentuan menggunakan
operasi bit O ((log 2 𝑛)k). Hal ini sangat kontras dengan masalah pemfaktoran. Pakar
algoritma terbaik tahu bahwa untuk memfaktorkan suatu bilangan bulat mengharuskan
sejumlah operasi bit perpangkatan dalam akar kuadrat logaritma dari sejumlah bit dalam
bilangan bulat yang difaktorkan, sedangkan uji keprimaan terlihat hanya mengharuskan
sejumlah operasi bit kurang dari suatu polinomial dalam sejumlah bit bilangan bulat yang
diuji. Kita manfaatkan perbedaan ini dengan mengemukakan suatu penemuan sistem sandi
rahasia terbaru dalam Bab 8.
6.3 Teorema Euler

DEFINISI

Dimisalkan 𝑛 bilangan bulat positif. Fungsi phi Euler 𝜙(𝑛) didefinisikan sebagai jumlah
bilangan bulat positif yang tidak lebih dari 𝑛 yang relatif prima ke 𝑛.

Contoh

Contoh 1 :

𝜙(6) = 2

Dari enam bilangan: 1, 2, 3, 4, 5, dan 6, terdapat 2 bilangan yang relatif prima dengan
6 yaitu 1 dan 5.

Contoh 2 :

𝜙(12) = 4

Dari dua belas bilangan: 1, 2, 3, . . . , 11, 12, terdapat 8 bilangan yang memiliki faktor
dengan 12, yaitu 2, 3, 4, 6, 8, 9, 10, dan 12. Jadi, terdapat 4 bilangan yang relatif prima
dengan 12 yaitu 1,5,7, dan 11.

Untuk bilangan-bilangan awal, kita dapat membuat tabelnya sbb:

Bukan contoh :

𝜙(6) ≠ 1

Karena ada bilangan 5 yang juga relatif prima ke 6 dan tidak lebih dari 6.

DEFINISI

Sistem residu tereduksi modulo 𝑛 adalah himpunan dari bilangan bulat 𝜙(𝑛) sedemikian
sehingga masing-masing elemen dari himpunan relatif prima ke-𝑛 dan tidak ada dua
elemen dari himpunan yang mempunyai sisa yang sama.
Contoh 6.17

Himpunan 1,3,5,7 adalah sistem residu tereduksi modulo 8. Suatu. Himpunan


−3, −1,1,3 juga disebut himpunan.

Kita akan membutuhkan Teorema berikut tentang sistem residu tereduksi.

TEOREMA 6.13

Jika 𝑟1 , 𝑟2 , … , 𝑟𝜙(𝑛) adalah sistem residu tereduksi modulo 𝑛, dan jika 𝑎 adalah suatu
bilangan bulat positif dengan (𝑎, 𝑛) = 1, maka himpunan 𝑎𝑟1 , 𝑎𝑟2 , … , 𝑎𝑟𝜙(𝑛) juga sistem
residu tereduksi modulo 𝑛.

BUKTI : Untuk menunjukkan setiap bilangan bulat 𝑎𝑟𝑗 relatif prima ke-𝑛, kita
asumsikan bahwa (𝑎𝑟𝑗 , 𝑛) > 1. Maka, ada suatu pembagi prima p dari (𝑎𝑟𝑗 , 𝑛). Oleh karena
itu, 𝑝|𝑎 atau 𝑝|𝑟𝑗 . Dengan demikian kita mempunyai 𝑝|𝑎 dan 𝑝|𝑛, atau 𝑝|𝑟𝑗 dan 𝑝|𝑛. Akan
tetapi, kita tidak dapat mempunyai keduanya 𝑝|𝑟𝑗 dan 𝑝|𝑛 karena 𝑟𝑗 adalah anggota sistem
residu tereduksi modulo 𝑛, dan 𝑝|𝑎 atau 𝑝|𝑛 karena (𝑎, 𝑛) = 1. Oleh karena itu, kita dapat
menyimpulkan bahwa 𝑎𝑟𝑗 dan 𝑛 adalah relatif prima untuk 𝑗 = 1,2, … ,𝜙(𝑛).

Untuk menjelaskan bahwa tidak ada dua 𝑎𝑟𝑗 kongruen modulo 𝑛, kita asumsikan
bahwa 𝑎𝑟𝑗 ≡ 𝑎𝑟𝑘 (𝑚𝑜𝑑 𝑛), dimana 𝑗 dan 𝑘 bilangan bulat positif berbeda dengan 1 ≤ 𝑗 ≤
𝜙(𝑛) dan 1 ≤ 𝑘 ≤ 𝜙(𝑛). karena (𝑎, 𝑛) = 1, menurut corollary 4.4.1 kita mendapatkan
bahwa 𝑟𝑗 ≡ 𝑟𝑘 (𝑚𝑜𝑑 𝑛). Ini adalah kontradiksi, karena 𝑟𝑗 dan 𝑟𝑘 berasal dari himpunan asli
residu tereduksi modulo 𝑛, sehingga 𝑟𝑗 ≢ 𝑟𝑘 (𝑚𝑜𝑑 𝑛).

Contoh 6.18

Himpunan 1,3,5,7 adalah sistem residu tereduksi modulo 8. Karena (3,8) = 1, dari
Teorema 6.13, himpunan 3 ∙ 1 = 3, 3 ∙ 3 = 9, 3 ∙ 5 = 15, 3 ∙ 7 = 21 juga suatu sistem
residu tereduksi modulo 8.

KONVERS TEOREMA 6.13

Jika himpunan 𝑎𝑟1 , 𝑎𝑟2 , … , 𝑎𝑟𝜙(𝑛) sistem residu tereduksi modulo 𝑛 maka 𝑟1 , 𝑟2 , … , 𝑟𝜙(𝑛)
adalah sistem residu tereduksi modulo 𝑛, dan 𝑎 adalah suatu bilangan bulat positif dengan
(𝑎, 𝑛) = 1
TEOREMA 6.14

Jika 𝑚 adalah bilangan bulat positif dan 𝑎 bilangan bulat dengan (𝑎, 𝑚) = 1 maka
𝑎𝜙(𝑚) ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑚).

Contoh 6.19

Kita tahu bahwa kedua himpunan 1,3,5,7 dan 3 ∙ 1, 3 ∙ 3, 3 ∙ 5, 3 ∙ 7 adalah sistem


residu tereduksi modulo 8. Maka, mereka mempunyai paling sedikit residu positif modulo 8
yang sama. Oleh karena itu,

(3 ∙ 1) ∙ (3 ∙ 3) ∙ (3 ∙ 5) ∙ (3 ∙ 7) ≡ 1 ∙ 3 ∙ 5 ∙ 7 (𝑚𝑜𝑑 8), dan

34 ∙ 1 ∙ 3 ∙ 5 ∙ 7 = 3 ø 4 ≡ 1 ∙ 3 ∙ 5 ∙ 7(𝑚𝑜𝑑 8).

Karena (1 ∙ 3 ∙ 5 ∙ 7, 8) = 1 kita menyimpulkan bahwa

34 = 3ø(8) ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 8).

Sekarang kita menggunakan ilustrasi contoh ini untuk membuktikan Teorema Euler.

Bukti

Misalkan 𝑟1 , 𝑟2 , … , 𝑟𝜙(𝑚) menunjukkan sistem residu tereduksi yang dibuat dari


bilangan bulat positif tidak lebih dari 𝑚 yang relatif prima ke 𝑚. Dengan Teorema 6.13,
karena (𝑎, 𝑚) = 1, himpunan 𝑟1 , 𝑟2 , … , 𝑟𝜙(𝑚) juga merupakan suatu sistem residu tereduksi
modulo 𝑚. oleh karena itu, paling tidak residu positif dari 𝑎𝑟1 , 𝑎𝑟2 , … , 𝑎𝑟𝜙(𝑚) harus bilangan
bulat 𝑟1 , 𝑟2 , … , 𝑟𝜙(𝑚) , dalam beberapa urutan. Hasilnya, jika kita mengalikan semua suku
bersamaan pada masing-masing sistem residu tereduksi, kita memperoleh

𝑎𝑟1 , 𝑎𝑟2 , … , 𝑎𝑟𝜙(𝑚) ≡ 𝑟1 , 𝑟2 , … , 𝑟𝜙(𝑚) (𝑚𝑜𝑑 𝑚).

Dengan Demikian,

𝑎ø(𝑚) 𝑟1 𝑟2 … 𝑟𝜙(𝑚) ≡ 𝑟1 𝑟2 … 𝑟𝜙(𝑚) (𝑚𝑜𝑑 𝑚).

Karena (𝑟1 𝑟2 … 𝑟𝜙(𝑚) , 𝑚) = 1 , dari Colollary 4.4.1, kita dapat menyimpulkan bahwa
𝑎ø(𝑚) ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑚).
Kita dapat menggunakan Teorema Euler untuk menemukan invers modulo 𝑚. Jika 𝑎 dan 𝑚
relatif prima, kita mendapatkan

𝑎 ∙ 𝑎ø(𝑚)−1 = 𝑎ø(𝑚) ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 𝑚)

Oleh karena itu, 𝑎ø(𝑚)−1 adalah invers dari 𝑎 modulo 𝑚.

Contoh 6.20

Kita mengetahui bahwa 2ø(9)−1 = 26−1 = 25 = 32 ≡ 5 (𝑚𝑜𝑑 9) adalah invers dari 2


modulo 9.

Kita dapat menyelesaikan kongruensi linier menggunakan pengamatan. Untuk


menyelesaikan 𝑎𝑥 ≡ 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑚), dimana (𝑎, 𝑚) = 1, kita mengalikan kedua sisi yang
kongruen dengan 𝑎ø(𝑚)−1 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑚).

𝑎ø(𝑚)−1 𝑎𝑥 ≡ 𝑎ø(𝑚)−1 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑚).

Oleh karena itu, solusi dari bilangan bulat 𝑥 sedemikian sehingga 𝑥 ≡ 𝑎ø(𝑚)−1 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑚).

Contoh 6.21

Solusi dari 3𝑥 ≡ 7 (𝑚𝑜𝑑 10) ditunjukkan dengan 3ø(10)−1 ∙ 7 ≡ 33 . 7 ≡


9 (𝑚𝑜𝑑 10), karena ø(10) ≡ 4.

KONVERS TEOREMA 6.14

Jika 𝑎𝜙(𝑚) ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) maka 𝑚 adalah bilangan bulat positif dan 𝑎 bilangan bulat
dengan (𝑎, 𝑚) = 1. (BERNILAI BENAR)

Contoh :

Jika 7𝜙(5) ≡ 1 (𝑚𝑜𝑑 5) maka 5 adalah bilangan bulat positif dan 7 bilangan bulat
dengan (7,5) = 1.

Anda mungkin juga menyukai