Anda di halaman 1dari 15

PENGOLAHAN KOPI

(Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Pertanian)

Disusun Oleh :

Nama : Susanti

Kelas : XI TPHP 5

NO : 31

Mata Pelajaran : Produksi Hasil Perkebunan

SMK Negeri 1 (STM Pembangunan) Temanggung

Jl. Kadar Marin no. 104 Sidorejo, kecamatan Temanggung ,


kabupaten Temanggung

(56221) Jawa Tengah


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu komoditi ekspor utama Indonesia. Dimana Indonesia adalah
produsen kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam dengan menyumbang sekitar
6% dari produksi total kopi dunia, dan Indonesia merupakan pengekspor kopi terbesar keempat
dunia dengan pangsa pasar sekitar 11% di dunia. Kopi merupakan salah satu komoditi andalan
perkebunan yang mempunyai peran sebagai penghasil devisa negara, sumber pendapatan bagi
petani, penciptaan lapangan kerja, pendorong agribisnis dan agroindustri serta pengembangan
wilayah. Produksi kopi Indonesia telah mencapai 600 ribu ton pertahun dan lebih dari 80 persen
berasal dari perkebunan rakyat Devisayang diperoleh dari ekspor kopi dapat mencapai ± US $
824,02 juta (tahun 2009).

Pada konteks pengembangan industri, industri biji kopi dan kopi olahan Indonesia mempunyai
potensi untuk dikembangkan karena nilai keterkaitan prospek ke depannya. Peningkatan
permintaan di industri biji kopi dan kopi olahan yang besar akan meningkatkan output di semua
industry yang relatif besar yaitu 1,5 kali lipat. Dengan memperhitungkan efek konsumsi
masyarakat, yaitu jika terjadi peningkatan pengeluaran rumah tangga yang bekerja di industri
kopi, maka kenaikan output tersebut dapat mencapai 3 kali lipat. Industri biji kopi dan kopi
olahan juga mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pendapatan tenaga kerja di semua
industri. Efek induksi pendapatan tenaga kerja di industri kopi dan kopi olahan terhadap industri
lain sekitar 1,6 kali lipat. Keterbatasan dari industri biji kopi dan kopi olahan adalah daya
penyebaran ke belakang lebih tinggi dibandingkan daya penyebaran ke depan, sehingga
pertumbuhan industri ini lebih banyak tergantung pada pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam
rangka penumbuhan ekspor kopi Indonesia, maka pengembangan komposisi produk, distribusi
pasar, dan daya saing harus diperhatikan. Strategi penetrasi dan pengembangan pasar ekspor
merupakan pilihan strategi yang dapat dilakukan.

Pada saat bersamaan, peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran ekspor tetap perlu
dilakukan. Potensi pengembangan yang dimiliki industri kopi biji dan kopi olahan Indonesia
perlu diaktualisasikan dengan memperhitungkan peluang pengembangan pasar internasional.
Berbagai produk kopi olahan yang telah dapat diproduksi di Indonesia perlu diekspor untuk
memperbaiki kelemahan ekspor Indonesia pada komposisi produk. Melihat prospek pasar
komoditas kopi tersebut, diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan produksi dan kualitas
kopi, baik melalui usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi kebun.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kriteria kopi beras yang baik untuk dijadikan bubuk kopi.

2. Mengetahui tahapan pengolahan kopi bubuk.

3. Mengetahui tingkatan suhu untuk menyangrai kopi beras.

4. Mengetahui jenis kualitas kopi bubuk yang baik.

BAB III

METODOLOGI

1.1 Alat :

 Nampah
 Alat penyangrai
 Grinder
 Baskom plastik
 Penghalus kopi

1.2 Bahan :

1 kg kopi robusta

1.3 Cara Kerja :

1. Menimbang beras kopi sebanyak 1 kg.

2. Melakukan penyortiran pada biji kopi kering meliputi pemisahan dengan benda asing atau
kulit kopi yang masih tercampur dengan biji kopi.

3. Melakukan penyangraian biji kopi dengan menggunakan alat dengan suhu 150 detajat celcius
sampai dengan menunjukan suhu 250 derajat celcius.

4. Mendinginkan biji kopi yang telah disangrai.


5. Menghaluskan biji kopi sesuai dengan tingkat kelembutan yang diinginkan menggunakan
mesin penggiling.

6. Mengemas bubuk kopi yang sudah jadi.

7. Memasarkan produk tersebut.

BAB III

HASIL PENGAMATAN

1.1 Tabel Pengamatan

Tahapan Proses Tujuan Kondisi


Penyortiran Untuk memisahkan antara 1. Beras biji kopi bobotnya
bieras biji kopi pertama menyusut atau berkurang
dengan benda asing yang tidak karena ada bahan yang
di butuhkan seperti kerikil, dibuang seperti kulit kopi.
kulit, atau kotoran yang masih
ikut tercampur bersama beras 2. Beras biji kopi pertama
kopi. versih dari cendawan ataupun
benda asing yang akan
mempengaruhi terhadap hasil
akhir.

Penyangraian Untuk mematangkan biji kopi 1. Warna dari hiji kopi


sesuai tingkat yang diinginkan semakin lama semakin
atau membuat cita rasa yang berubah menjadi hitam
nikmat pada kopi yang akan kecikelatan.
dihasilkan.
2. Tekstur dari biji kopi
semakin lama semakin tidak
keras akibat proses pemanasan
dengan alat.

3. Aroma khas dari biji kopi


mulai tercium lama kelamaan.

Pendinginan Untuk mendinginkan biji kopi 1. Suhu dari biji kopi lama
sebelum di giling dengan kelamaan mulai menurun.
tujuan selain menjaga cita rasa
juga agar kandungan senyawa 2. Penampilan dari segiwarna
aktif didalamnya tetap terjaga biji kopi menjadi hitam
kualitasnnya. kecokelatan.

3. Menjadi mudah di tekan dan


hancur tekturnya.

Penggilingan Untuk membuat serbuk kopi 1. Kopi berubah bentuk


yang diinginkan. menjadi partikel yang
ukurannya menjadi lebih kecil
lagi. (Bubuk kopi)

2. Aroma khas kopi robusta


kuat tercium.

3. Warna dari bubuk kopi yang


di hasilkan yaitu cokelat
terang.

4. Penampilan dari bubuk kopi


menarik.

Pengemasan Untuk melindungi bubuk kopi, Bubuk kopi hampa udara dan
menentukan harga jual, aman dari kontak udara
memudahkan dalam proses langsung.
pemasaran.

1.2 Analisa Ekonomi

Modal Rp 40.000,00

Hasil penjualan Rp 64.000,00

BAB IV

PEMBAHASAN

Proses pengolahan kopi bubuk menjadi bubuk kopi terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu
sebagai berikut:
a. Sortasi Biji Kopi Beras Kering

Biji kopi beras disortasi secara mekanik untuk memisahkan biji ukuran besar (ukuran > 6,5 mm),
ukuran medium (5,5 mm<d<6,5mm) dan ukuran kecil (< 5,5 mm). Biji pecah dan biji kecil
terpisah di rak paling bawah. Biji kopi yang siap dijadikan bahan dalam pembuatan kopi bubuk
adalah biji kopi yang sudah dikeringkan kadar airnya berkisar antara 12-13%. Permukaan
bijinya sudah bersih dari lapisan kulit tanduk dan kulit ari. Biji kopi merupakan bahan baku
pembuatan kopi bubuk yang biasa digunakan sebagai minuman sehingga aspek mutu (fisik,
kimiawi, kontaminasi dan kebersihan) harus diawasi sangat ketat karena menyangkut citarasa,
kesehatan konsumen, daya hasil (rendemen) dan efisiensi produksi. Dari aspek citarasa dan
aroma, seduhan kopi akan sangat baik jika biji kopi yang digunakan telah diolah secara baik.

b. Penyangraian

Proses ini merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji kopi
dengan perlakuan panas. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa organik
calon pembentuk citarasa dan aroma khas kopi. Waktu sangrai ditentukan atas dasar warna biji
kopi sangrai atau sering disebut derajad sangrai. Makin lama waktu sangrai, warna biji kopi
sangrai mendekati cokelat tua kehitaman (Mulato, 2002). Perendangan atau penyangraian bisa
dilakukan secara terbuka atau tertutup. Perendangan secara tertutup banyak dilakukan oleh
pabrik atau industri-industri pembuatan kopi bubuk untuk mempercepat proses perendangan.

Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi yang tergantung pada waktu dan suhu yang
ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan sehingga terjadi kehilangan berat kering
terutama gas dan produk pirolisis volatil lainnya. Kebanyakan produk pirolisis ini sangat
menentukan cita rasa kopi. Kehilangan berat kering terkait erat dengan suhu penyangraian.
Selama proses penyangraian, ada tiga tahapan reaksi fisik dan kimiawi yang berjalan secara
berurutan, yaitu:

1) Penguapan Air

Proses penyangraian diawali dengan penguapan air yang ada di dalam biji kopi dengan
memanfaatkan panas yang tersedia dan kemudian diikuti dengan reaksi pirolisis. Penguapan air
ini terjadi pada suhu 1000C.
2) Penguapan Senyawa Volatile

Pada tahap kedua, setelah air menguap maka seiring dengan semakin tingginya suhu pemanasan
maka semakin banyak senyawa volatile yang menguap. Senyawa tersebut antara lain aldehid,
furfural, keton, alcohol, dan ester.

3) Pirolisis

Pirolisis pada dasarnya merupakan reaksi dekomposisi senyawa hidrokarbon antara lain
karbohidrat, hemiselulosa dan selulosa yang ada di dalam biji kopi sebagai akibat dari
pemanasan. Reaksi ini umumnya terjadi setelah suhu sangrai di atas 1800C. Secara kimiawi
proses ini ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam jumlah banyak dari ruang sangria. Sedang
secara fisik, pirolisis ditandai dengan perubahan warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi
coklat muda lalu menjadi coklat kayu manis hitam dengan permukaan berminyak. Tidak jarang
tahap ini disebut tahap pencoklatan.

Alat penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau kontinous. Pemanasan
dilakukan pada tekanan atmosfir dengan media udara panas atau gas pembakaran. Pemanasan
dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan permukaan yang dipanaskan, dan pada
beberapa desain pemanas, hal ini merupakan faktor penentu pada pemanasan. Desain paling
umum yang dapat disesuaikan baik untuk penyangraian secara batch maupun kontinous
merupakan drum horizontal yang dapat berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran
dengan udara panas melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimana dimungkinkan
terjadi aliran silang dengan udara panas. Udara yang digunakan langsung dipanaskan
menggunakan gas atau bahan bakar, dan pada desain baru digunakan sistem udara daur ulang
yang dapat menurunkan polusi di atmosfir serta menekan biaya operasional (Ciptadi dan
Nasution ,1985).

Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang akan dikonsumsi,
perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem klasifikasi sederhana. Perubahan fisik
terjadi termasuk kehilangan densitas ketika pecah.
Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 tingkatan yaitu
light roast suhu yang digunakan 1930 sampai 199°C, medium roast suhu yang digunakan 204°C
dan dark roast suhu yang digunakan 2130 sampai 221°C. Secara laboratoris tingkat kecerahan
warna biji kopi sangrai diukur dengan pembeda warna lovibond (Mulato, 2002).

Biji kopi beras sebelum disangrai mempunyai warna permukaan kehijauan yang bersifat
memantulkan sinar sehingga nilai Lovibond nya (L) berkisar antara 60-65. Pada penyangraian
ringan (light), sebagian warna permukaan biji kopi berubah kecoklatan dan nilai L turun menjadi
44-45. Jika proses penyangraian dilanjutkan pada tingkat medium, maka nilai L biji kopi makin
berkurang secara signifikan kekisaran 38-40. Pada penyangraian gelap, warna biji kopi sangrai
makin mendekati hitam karena senyawa hidrokarbon terpirolisis menjadi unsur karbon.
Sedangkan senyawa gula mengalami proses karamelisasi dan akhirnya nilai L biji kopi sangrai
tinggal 34-35. Kisaran suhu sangrai untuk tingkat sangrai ringan adalah antara 190-195o C,
sedangkan untuk tingkat sangrai medium adalah sedikit di atas 200o C. Untuk tingkat sangrai
gelap adalah suhu 213-221°C. Ligh roast menghilangkan 3-5% kadar air: medium roast, 5-8 %
dan dark roast 8-14% ( Ridwansyah, 2003).

Waktu penyangraian bervariasi mulai dari 7 sampai 30 menit tergantung pada suhu dan tingkat
sangrai yang diinginkan. Kisaran suhu 190–195°C untuk tingkat sangrai ringan (warna coklat
muda), suhu 200–205°C untuk tingkat sangrai medium (warna coklat agak gelap), suhu di atas
205°C untuk tingkat sangrai gelap (warna coklat tua cenderung agak hitam). Alat penyangrai
terdiri dari silinder, pemanas, dan alat penggerak atau pemutar silinder. Cara kerja silinder
dipanaskan sampai suhu 3400C dengan 10 putaran/menit atau 3100C dengan 20 putaran/menit.
Lalu kopi dimasukkan ke dalam silinder dampai mencapai tahap roasting point (kopi masak
sangrai) pemanasan segera dihentikan dan didinginkan. Pada alat penyangrai yang dirancang
oleh BPP Bogor, untuk menyangrai 15 kg kopi diperlukan waktu + 1 jam, untuk 3 kg kopi
diperlukan waktu hanya 15 menit dan dipanaskan hingga suhu + 340o C dengan putaran 20
putaran/menit.

Tahap awal roasting adalah membuang uap air pada suhu penyangraian 100° C dan berikutnya
tahap pirolisis pada suhu 180° C. Pada tahap pirolisis terjadi perubahan-perubahan komposisi
kimia dan pengurangan berat sebanyak 10 %. Proses roasting berlangsung 5-30 menit. Sampel
segera diambil setelah roasting dan digiling dengan metoda standar, sedikit air ditambahkan ke
biji kopi pada tahap pendinginan untuk mempercepat pendinginan dan meningkatkan
keseragaman ukuran partikel untuk penggilingan berikutnya. Pada beberapa roaster, air
ditambahkan ke biji dalam drum penyangrai diakhir proses. Biji kopi kemudian dikeluarkan lalu
ditaruh dalam baki dingin berlobang dimana udara dihembuskan.
Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, menurut Ukers dan Prescott
dalam Ciptadi dan Nasution (1985) terjadi seperti swelling, penguapan air, tebentuknya senyawa
volatile, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas
sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik pada kopi. Swelling selama
penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari kemudian
gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-pori kopi. Senyawa yang membentuk aroma di
dalam kopi menurut Mabrouk dan Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985) adalah :

1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat, asam klorogenat, asam
ginat dan riboflavin.

2. Golongan senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon, alkohol, vanilin aldehid.

3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi pirufat, keton
kaproat, oksalasetat, mekoksalat, merkaptopiruvat.

4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline, hidroksiproline, alanin, threonin,
glisin dan asam aspartat.

5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat, butirat dan volerat.

Makin lama dan makin tinggi suhu penyangraian, jumlah ion H+ bebas didalam seduhan makin
berkurang secara signifikan. Di dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein akan
menguap dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia, trimethilamin,
asam formiat dan asam asetat. Kafein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa bebas
maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa kalium kafein klorogenat.
Biji kopi yang disangrai dapat langsung dikemas. Pengemasan dilakukan dengan kantong kertas,
ketika kopi dipisahkan dari otlet khusus dan digunakan langsung oleh konsumen. Tempat
penyimpanan yang lebih baik serta kemasan vakum diperlukan untuk mencegah deteriorasi
oksidatif jika kopi tidak melewati oulet khusus.

c. Pencampuran

Pencampuran biji kopi sangrai ditujukan untuk mendapatkan cita rasa dan aroma yang khas
dengan mencampur beberapa jenis bahan baku atas dasar jenis biji kopi berasnya (Arabika,
Robusta, Exelsa, dll), jenis proses yang digunakan (proses kering, semi-basah, basah), dan asal
bahan baku (ketinggian, tanah, dan agroklimat). Beberapa jenis bahan baku tersebut disangrai
secara terpisah, ditimbang dalam proporsi tertentu (atas dasar uji cita rasa) dan kemudian
dicampur dengan alat pencampur putar tipe hexagonal.

d. Pendinginan Biji Sangrai

Setelah proses sangrai selesai, biji kopi harus segera didinginkan di dalam bak pendingin.
Pendinginan yang kurang cepat dapat menyebabkan proses penyangraian berlanjut dan biji kopi
menjadi gosong (over roasted). Selama pendinginan biji kopi diaduk secara manual agar proses
pendinginan lebih cepat dan merata. Selain itu, proses ini juga berfungsi untuk memisahkan sisa
kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat proses sangrai (Mulato, 2002).

e. Pengilingan Biji Kopi Sangrai

Penggilingan biji kopi sangrai dapat dilakukan secara tradisional dan menggunakan alat mesin
penghalus. Penggilingan tradisional oleh para petani dilakukan dengan cara menumbuk kopi
dengan alat penumbuk yang disebut lumpang dan alu yang terbuat dari kayu. Setelah ditumbuk
sampai halus, bubuk kopi lalu disaring dengan ayakan paling besar 75 mesh. Bubuk kopi yang
tidak lolos ayakan dikumpulkan dan ditumbuk lagi.

Biji kopi sangrai yang dihaluskan dengan alat penghalus (grinder) harus sampai diperoleh butiran
kopi bubuk yang halus ataupun dengan tingkat kehalusan tertentu. Butiran kopi mempunyai luas
permukaan yang sangat besar sehingga senyawa pembentuk cita rasa dan senyawa penyegar
mudah larut ke dalam air panas. Mesin penghalus biji kopi sangrai yang umum digunakan oleh
industri kopi bubuk adalah tipe burr-mill. Burr mill terdiri atas dua buah piringan (terbuat dari
lempengan batu atau baja), yang satu berputar (rotor) dan yang lainnya diam (stator).
Mekanisme penghalusan terjadi dengan adanya gaya gesek antara permukaan biji kopi snagrai
dengan permukaan piringan dan sesama biji kopi sangrai. Proses gesekan yang snagat intensif
akan menyebabkan timbul panas di mesin dan akan berpengaruh pada mutu kopi bubuk
(kehilangan aroma). Oleh karena itu maka mesin penghalus sebaiknya dioperasikan secara
terputus. Jika suhu bubuk kopi sudah panas, maka mesin dihentikan dan dibuka tutupnya untuk
mendinginkan bagian dalam komponen penggilingnya dan kemudian mesin dapat dioperasikan
kembali.

Tingkat kehalusan bubuk kopi ditentukan oleh ukuran ayakan yang dipasang pada bagian dalam
mesin pembubuk. Makin halus ukuran ayakan di dalam silinder pembubuk, ukuran partikel
bubuk kopinya makin halus. Jika lubang ayakan digunakan 80 mesh, maka akan diperoleh
distribusi ukuran partikel. Penampilan yang menarik bubuk kopi meningkatkan permintaan
pasaran. Hasil penggilingan biji kopi dibedakan menjadi bubuk kasar (coarse), bubuk sedang
(medium), bubuk halus (fine), bubuk amat halus (very fine).

Pilihan kasar halusnya bubuk kopi berkaitan dengan cara penyeduhan kopi yang digemari oleh
masyarakat. Penggilingan melepaskan sejumlah kandungan CO2 dari kopi. Sebagian besar
dilepaskan selama proses dan setelah penggilingan. Sejumlah besar mungkin masih tertahan
terutama pada kopi giling kasar. Rendemen bubuk kopi adalah susut berat biji kope selama
disangrai dan dihaluskan sampai menjadi kopi bubuk dan dinyatakan sebagai perbandingan
antara berat kopi bubuk yang diperoleh dengan berat biji kopi beras yang diproses. Kehilangan
biji kopi selama penyangraian disebabkan oleh penguapan senyawa yang mudah menguap
(bertitik didih rendah) yang ada di dalam biji, dan juga disebabkan oleh penguapan air.
Sedangkan susut berat selama proses penghalusan umumnya terjadi karena partikel kopi bubuk
yang sangat halus terbang ke lingkungan akibat gaya sentripetal putaran pemukul mesin
penghalusnya. Rendemen tertinggi, yaitu 81%, diperoleh pada derajat sangrai ringan dna
terendah, yaitu 76%.

Biji kopi sangrai dihaluskan dengan mesin penghalus sampai diperoleh butiran kopi bubuk
dengan ukuran tertentu. Butiran kopi bubuk mempunyai luas permukaan yang relatif besar
dibandingkan jika dalam keadaan utuh. Dengan demikian, senyawa pembentuk citarasa dan
senyawa penyegar mudah larut ke dalam air penyeduh (Mulato, 2002). Penggilingan kopi skala
luas selalu menggunakan gerinda beroda (roller), gerinda roller ganda dengan gerigi 2-4 pasang
merupakan alat yang paling banyak dipakai. Partikel kopi dihaluskan selama melewati tiap
pasang roller. Derajat penggilingan ditentukan oleh nomor seri roller yang diguncikan. Kondisi
ideal dimana ukuran partikel giling seragam adalah mustahil, namun variasi lebih rendah jika
menggunakan gerinda roller ganda. Alternatif lain adalah penggilingan sistem tertutup berbasis
proses satu tahap, dimana jika ukuran partikel melebihi saringan maka partikel dikembalikan ke
pengumpan untuk digiling ulang. Sejumlah kulit tipis (chaff) terlepas dari biji kopi, terutama
robusta, ikut tergiling. Pencampuran kulit tipis ini, khususnya dengan kopi gosong, memberikan
keuntungan berupa peningkatan sifat aliran dengan penyerapan minyak yang menetes (Ciptadi
dan Nasution ,1985).

f. Pengayakan
Pengayakan bertujuan untuk mendapatkan kopi bubuk yang seragam, yaitu sekitar 30-40 mosh.
Syarat mutu kopi bubuk menurut Standar Mutu Indonesia (SNI) 01-3542-1994 adalah:

Kadar air maksimal : 8%

Kadar abu maksimal : 6%

Kealkalian abu : 57-66 m/N lindi/100gram

Kadar sari dihitung dari bahan kering : 20-36 %

Logam berbahaya : negatif

Keadaan (rasa, bau, warna) : normal

g. Pengemasan

Tujuan pengemasan adalah untuk mempertahankan aroma dan citarasa kopi bubuk selama
transportasi, saat didistribusikan ke konsumen dan selama dijajakan di toko, di pasar tradisioonal
dan di pasar swalayan. Demikian halnya selama disimpan oleh pemakai. Jika dikemas secara
baik, kesegaran, aroma dan cita rasa kopi bubuk akan berkurang ssecara signifikan setelah satu
atau dua minggu. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keawetan kopi bubuk selama
dikemas adalah kondisi penyimpanan (suhu lingkungan), tingkat sangarai, kadar air kopi bubuk,
kehalusan bubuk dan kandungan oksigen di dalam kemasan. Kehilangan aroma dan citarasa
kopi bubuk selama dikemas atau disimpan terutama disebabkan oleh kandungan air dan oksigen
di dalam kemasan. Air di dalam kemasan akan menghidrola senyawa kimia yang ada di dalam
kopi bubuk dan menyebabkan bau apek (stale). Keberadaan oksigen yang terlalu banyak di
dalam kemasan juga akan mengurangi aroma dan citarasa kopi karena proses oksidasi.
Senyawa-senyawa aldehid mudah teroksidasi membentuk senyawa asam atau senyawa lain yang
berpengaruh tersebut, bahan pengemas harus mempunyai sifat-sifat daya transmisi rendah
terhadap uap air, daya penetrasi rendah terhadap oksigen, sifat permeable rendah terhadap aroma
dan bau, sifat permeabel terhadap gas CO2, daya tahan yang tinggi terhadap minyak dan
sejenisnya, daya tahan yang tinggi terhadap goresan dan sobekan, mudah dan murah diperoleh.

Beberapa jenis kemasan yang umum digunakan adalah plastik transparan, alumunium foil, dan
metal. Masing-masing mempunyai kelebihan dan

kekurangan baik dari aspek daya simpan, kepraktisan penggunaan dan harga.

Selain keawetan, kemasan juga harus menarik pembeli kopi bubuk. Rancangan gambar, warna
dan tulisan dicetak dengan jelas di permukaan kemasan agar menarik pembeli dan tampil beda
dengan produk-produk sejenis yang telah beredar di pasaran. Tidak seperti pada pabrik kopi
bubuk skala besar, pengemasan kopi bubuk untuk industri skala UKM pada tahap awal cukup
menggunakan pengemas manual hard press atau hand sealer. Jika diinginkan usia simpan kopi
bubuk yang lebih lama, oksigen di dalam kemasan dikurangi ke tingkat yang paling rendah.
Proses pengemasan secara manual dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu memasukkan kopi bubuk
ke dalam kemasan, menimbang kemasan dan menutup kemasan. Ketiganya dilakukan oleh tiga
operator secara berurutan. Sedangkan, labelling tanggal kadaluwarsa dilakukan setelah seluruh
tahapan proses pengemasan selesai. Kardus diberi nama perusahan, merek dagang dan label
produksi yang jelas. Tumpukan kardus kemudian disimpan di dalam gudang dengan sanitasi,
penerangan dan ventilasi yang cukup. Tumpukan kardus disangga di atas palet kayu dan tidak
menempel di lantai atau dinding gudang.

h. Pengawasan Proses

Kopi bubuk adalah bahan minuman yang selain memberikan kenikmatan harus juga aman bagi
konsumen. Oleh karena itu, kriteria mutu biji kopi sebagai bahan baku kopi bubuk yang meliputi
aspek fisik, cita rasa dan kebersihan serta aspek keseragaman dan konsistensi harus dimonitor
secara reguler dan berkelanjutan. Selain tahapan proses pengolahan harus jelas, kriteria mutu
harus didefinisikan secara jelas sehingga pada saat terjadi penyimpangan, suatu tindakan koreksi
yang tepat sasaran dapat segera dilakukan. Jenis pengawasan proses (proses kontrol) dan kontrol
mutu yang harus dimonitor pada pengolahan kopi bubuk.

BAB V

KESIMPULAN

1.1 Simpulan

Kesimpulan yang didapat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Biji kopi beras yang baik dijadikan kopi bubuk adalah biji kopi yang sudah dikeringkan
dengan kadar air berkisar antara 12-13%, permukaan bijinya sudah bersih dari lapisan kulit
tanduk dan kulit ari, serta berwarna mengkilat.

2. Tahapan pembuatan kopi bubuk yaitu sortasi biji kopi beras, tahap penyangraian dan
pencampuran, pendinginan biji kopi sangrai, tahap penggilingan, pengayakan, pengemasan, dan
pengawasan mutu.

3. Suhu penyangraian kopi beras dibedakan atas 3 tingkatan yaitu light roast dengan suhu
1930-199°C, medium roast dengan suhu 204°C dan dark roast dengan suhu 2130-221°C.

4. Kopi bubuk yang berkualitas adalah kopi bubuk yang memiliki aroma khas kopi (body)
karena proses pengolahan yang bersih dan penyangraian dilakukan dengan waktu dan suhu yang
tepat.

1.2 Saran

Saran pada kegiatan praktikum kali ini adalah saat praktikum berlangsung jangan banyak bicara
karena akan mengkontaminasi produk bubuk kopi yang dihasilkan dan ingat selalu jaga
kebersihan dari ruang kerja termasuk alat-alat yang digunakan selama kegiatan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Ciptadi dan Nasution ,1985. Kopi. Kanisius. Jakarta.

Estiasih, Teti dan Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi


Aksara. Malang.

Najiyati, S. dan Danarti. 2001. Budidaya Kopi dan Penanganan Pasca


Panen. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mulato, Sri. 2002. Simposium Kopi 2002 dengan Tema Mewujudkan


Perkopian Nasional Yang Tangguh melalui Diversifikasi Usaha Berwawasan
Lingkungan dalam Pengembangan Industri Kopi Bubuk Skala Kecil Untuk
Meningkatkan Nilai Tambah Usaha Tani Kopi Rakyat. Denpasar : 16 –17
Oktober 2002. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Temanggung, 19 Oktober 2017

Guru Pembimbing
Praktikan

Susanti/xi tphp 5/31/10208

Anda mungkin juga menyukai