Anda di halaman 1dari 9

BRONKIOLITIS

Pembimbing:

dr. Mas Wisnuwardhana, Sp.A

disusun oleh:

Angelika

030.09.020

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI

PERIODE 27 MEI 2015 – 1 AGUSTUS 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


Definisi

Bronkiolitis adalah suatu infeksi sistem respiratorik bawah akut yang ditandai dengan pilek,
batuk, distres pernapasan dan ekspiratorik effort (usaha napas pada saat ekspirasi), akibat dari
obstruksi inflamasi brokiolus, terutama pada anak – anak dibawah umur 2 tahun.1,2

Etiologi

Bronkiolitis sebagian besar disebabkan oleh Respiratory syncytial virus(RSV), penyebab


lainnya adalah parainfluenza virus, Eaton agent (mycoplasma pneumoniae), adenovirus dan
beberapa virus lainnya.2

Patofisiologi

RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350nm), termasuk
paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian penting dari
RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein )yang mengikat sel dan
protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel
tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. Terdapat
dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala yang
pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari. Virus
bereplikasi di dalam nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke saluran nafas
bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui aspirasi sekresi
nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi dan replikasi virus
pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi awal berupa nekrosis
sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi edema submukosa dan
pelepasan debris dan fibrin kedalam lumen bronkiolus.3
Gambar : bronchial swelling

Infeksi virus pada epitel bersilia bronkus menyebabkan respon inflamasi akut, ditandai
dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mucus, timbunan debris selular/sel-sel
mati yang terkelupas, kemudian diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema
submukosa. Karena tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penampang
saluran pernafasan, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran
udara yang besar, terutama pada bayi yang memiliki penampang saluran pernafasan yang
kecil. Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi, tetapi karena
radius saluran respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air traping
dan hiperinflasi. Ateletaksis dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi total dan udara yang
terjebak diabsorbsi total. 3

Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus tertimbun di
dalam bronkiolus . Kerusakan sel epitel saluran napas juga mengakibatkan saraf aferen lebih
terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin,
substance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya kerusakan
epitel saluran napas juga meningkatkan ekpresi Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-
1) dan produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus
menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-
sel debris dan mukus serta spasme otot polos saluran napas.Adapun respon paru ialah dengan
meningkatkan kapasitas fungsi residu, menurunkan compliance, meningkatkan tahanan
saluran napas, dead space serta meningkatkan shunt.3
Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru. Penurunan kerja
ventilasi paru akan menyebaban ketidakseimbangan ventilasi – perfusi, yang berikutnya akan
menyebabkan hipoksemia dan kemudian terjadi hipoksia jaringan. Resistensi karbondioksida
(hiperkapnea) tidak selalu terjadi, kecuali pada beberapa pasien. Semakin tinggi laju
pernafasan, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernafasan akan meningkat
selama end – expiratory lung volume meningkat dan compliance paru menurun.
Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila respirasi mencapai 60x/menit.4

Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalam 3-4 hari,
sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat sampai 15 hari. Jaringan mati
akan dibersihkan oleh makrofag.4

Gambar 2 : patofisiologi bronkiolitis


Diagnosis5

 wheezing, yang tidak membaik dengan tiga dosis bronkodilator kerja cepat
 ekspirasi memanjang/expiratory effort
 hiperinflasi dinding dada, dengan hipersonor pada perkusi
 tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
 crackles atau ronki pada auskultasi dada
 sulit makan, menyusu atau minum.

Gambar 3: gambaran klinis


Klasifikasi Kegawatan7

Pemeriksaan penunjang1
1. Pemeriksaan radiologis dijumpai gambaran hiperinflasi, dengan infiltrat yang biasanya
tidak luas. Bahkan ada kecenderungan ketidaksesuaian antara gambaran klinis dan
gambaran radiologis. Berbeda dengan pneumonia bakteri, gambaran klinis yang berat
akan menunjukkan gambaran kelainan radiologis yang berat pula, sementara pada
bronkiolitis gambaran klinis berat tanpa gambaran radiologis berat.
2. Pada pemeriksaan laboratorium (darah tepi) umumnya tidak memberikan gambaran
yang bermakna, dapat disertai dengan limfopenia. Pemeriksaan serologis RSV dapat
dilakukan secara cepat, di negara maju pemeriksaan ini menjadi pemeriksaan rutin
apabila dicurigai adanya infeksi RSV.
Pengelolaan7

Antibiotik5
1. Apabila terdapat napas cepat saja, pasien dapat rawat jalan dan diberikan
kotrimoksazol (4 mg TMP/kgBB/kali) 2 kali sehari, atau amoksisilin (25 mg/
kgBB/kali), 2 kali sehari, selama 3 hari.
2. Apabila terdapat tanda distres pernapasan tanpa sianosis tetapi anak masih bisa
minum, rawat anak di rumah sakit dan beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/
kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam
pertama. Bila anak memberi respons yang baik maka terapi dilanjutkan di rumah atau
di rumah sakit dengan amoksisilin oral (25 mg/kgBB/kali, dua kali sehari) untuk 3
hari berikutnya. Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan
yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya,
kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambahkan
kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam) sampai keadaan membaik,
dilanjutkan per oral 4 kali sehari sampai total 10 hari.
3. Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat (pneumonia berat) segera berikan
oksigen dan pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-
gentamisin.
4. Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB/kali IM atau IV sekali sehari).

Oksigen5
1. Beri oksigen pada semua anak dengan wheezing dan distres pernapasan berat.
2. Metode yang direkomendasikan untuk pemberian oksigen adalah dengan nasal
prongs atau kateter nasal. Bisa juga menggunakan kateter nasofaringeal. Pemberian
oksigen terbaik untuk bayi muda adalah menggunakan nasal prongs.
3. Teruskan terapi oksigen sampai tanda hipoksia menghilang.
Daftar Pustaka

1. Supriyatno B. Infeksi Respiratorik Bawah Akut pada Anak. Sari Pediatri [internet].
2006 September [cited 2015 June 6] ; 8 (2) ; 100-106. Available from :
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/8-2-2.pdf
2. Goodman D. Nelson Essential of Pediatric. 19th ed. Saunders. Kliegman, Staton, St.
Geme, Schor, Behrman. Chapter 378.1, Bronchiolitis; P. 1414 – 1415.
3. Mary Ellen B, Wohl, MD. Bronchiolitis in Kendig’s Disorder of The Respiratory
Tract in Children. Seventh Edition, Elsevier Inc, 2006 page : 423 – 431.
4. Magdalena Sidharta Zain, Bronkhiolitis dalam Buku Ajar Respirology Anak, Edisi
Pertama, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Badan Penerbit IDAI, 2008.
5. Bronkiolitis. [internet] International Child Health Review Collaboration [cited 2015
June 6] Avaiable from: http://www.ichrc.org/441-bronkiolitis
6. NWS Kids & Families. Infant and Children – Acute Management of Bronchiolitis.
[internet] 2012 Jan 19. [cited 2015 June 6]Avaiable from :
http://www0.health.nsw.gov.au/policies/pd/2012/pdf/PD2012_004.pdf
7. MS Makmuri, S Retno Asih, Setiawati Landia. Continuing Education Ilmu Kesehatan
Anak XXXV Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak IV “ Hot Topics In Pediatrics”
kuliah Tatalaksana Bronkiolitis ( Treatment og Bronchiolitis). FK Unair RSU Dr,
Soetomo Surabaya. 2005 September 3. [cited 2015 June 6]Avaiable from :
http://old.pediatrik.com/pkb/20060220-vdxukl-pkb.pdf

Anda mungkin juga menyukai