Anda di halaman 1dari 16

Kualitas Kehidupan Kerja

Kualitas kehidupan kerja atau Quality of Work Life (QWL) merupakan salah satu bentuk fisafat

yang diterapkan manajemen dalam mengelola organisasi pada umumnya dan sumberdaya manusia

pada khususnya. Sebagai filsafat, kualitas kehidupan kerja merupakan cara pandang manajemen

tentang manusia, pekerja dan organisasi. Unsurunsur pokok dalam filsafat tersebut ialah:

kepedulian manajemen tentang dampak pekerjaan pada manusia, efektifitas organisasi serta

pentingnya para karyawan dalam pemecahan keputusan teutama yang menyangkut pekerjaan,

karier, penghasilan dan nasib mereka dalam pekerjaan. Ada dua pandangan mengenai maksud dari

kualitas kehidupan kerja. Pandangan pertama mengatakan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah

sejumlah keadaan dan praktek dari tujuan organisasi. Contohnya: perkayaan kerja, penyeliaan

yang demokratis, keterlibatan pekerja dan kondisi kerja yang aman. Sementara yang lainnya

menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah persepsi-persepsi karyawan bahwa mereka

ingin merasa aman, secara relatif merasa puas dan mendapat kesempatan mampu tumbuh dan

berkembang selayaknya manusia (Wayne, 1992 dalam Noor Arifin, 1999). Konsep kualitas

kehidupan kerja mengungkapkan pentingnya penghargaan terhadap manusia dalam lingkungan

kerjanya. Dengan demikian peran penting dari kualitas kerja adalah mengubah iklim kerja agar

organisasi secara teknis dan manusiawi membawa kepada kualitas kehidupan kerja yang lebih baik

(Luthansm, 1995 dalam Noor Arifin, 1999).

Sedangkan Prof. Siagian (dalam Noor Arifin, 1999) menyatakan bahwa QWL sebagai filsafat

manajemen menekankan:

1. QWL merupakan program yang kompetitif dan mempertimbangkan berbagai kebutuhan dan

tuntutan karyawan.
2. QWL memperhitungkan tuntutan peraturan perundang-undangan seperti ketentuan yang

mengatur tindakan yang diskriminan, perlakuan pekerjaan dengan cara-cara yang manusiawi, dan

ketentuan tentang system imbalan upah minimum.

3. QWL mengakui keberadaan serikat pekerja dalam organisasi dan berbagai perannya

memperjuangkan kepentingan para pekerja termasuk dalam hal upah dan gaji, keselamatan kerja

dan penyelesaian pertikaian perburuhan berdasarkan berbagai ketentuan normative dan berlaku di

suatu wilayah negara tertentu.

4. QWL menekankan pentingnya manajemen yang manusiawi, yang pada hakekatnya berarti

penampilan gaya manajemen yang demokratik termasuk penyeliaan yang simpatik.

5. Dalam peningkatan QWL, perkayaan pekerjaan merupakan bagian integral yang penting.

6. QWL mencakup pengertian tentang pentingnya tanggung jawab social dari pihak manajemen

dan perlakuan manajemen terhadap para karyawan yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis.

Istilah kualitas kehidupan kerja pertama kali diperkenalkan pada Konferensi Buruh Internasional

pada tahun 1972, tetapi baru mendapat perhatian setelah United Auto Workers dan General Motor

berinisiatif mengadopsi praktek kualitas kehidupan kerja untuk mengubah sistem kerja.

Ada dua pandangan mengenai maksud dari kualitas kehidupan kerja. Di satu sisi dikatakan bahwa

kualitas kehidupan kerja adalah sejumlah keadaan dan praktek dari tujuan organisasi ( contohnya

: perkayaan kerja, penyeliaan yang demokratis, keterlibatan pekerja dan kondisi kerja yang

nyaman ). Sementara pandangan yang lain menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah

persepsi-persepsi karyawan bahwa mereka ingin merasa aman, secara relatif merasa puas dan

mendapat kesempatan mampu untuk tumbuh dan berkembang sebagai layaknya manusia ( Cascio,

1991 ) Konsep kualitas kehidupan kerja mengungkapkan pentingnya penghargaan terhadap


manusia dalam lingkungan kerjanya. Dengan demikian peran penting dari kualitas kehidupan kerja

adalah mengubah iklim organisasi agar secara tehnis dan manusiawi membawa kepada kualitas

kehidupan kerja yang lebih baik ( Luthans, 1995 ). Kualitas kehidupan kerja merumuskan bahwa

setiap proses kebijakan yang diputuskan oleh perusahaan merupakan sebuah respon atas apa yang

menjadi keinginan dan harapan karyawan mereka, hal itu diwujudkan dengan berbagi persoalan

dan menyatukan pandangan mereka ( perusahaan dan karyawan ) ke dalam tujuan yang sama yaitu

peningkatan kinerja karyawan dan perusahaan.

Seorang masuk menjadi anggota organisasi, salah satu tujuannya adalah untuk memenuhi

kebutuhan yang mereka inginkan. Kualitas kehidupan kerja akan menyangkut pada pemenuhan

kebutuhan karyawan dalam organisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Gery Dessler dalam

Wahtini (2002: 25) mengatakan bahwa “kualitas kehidupan kerja merupakan suatu keadaan

dimana para pegawai dapat memenuhi kebutuhan mereka yang penting dengan bekerja dalam

organisasi”. Sedangkan menurut Karl Alberc dalam Wahtini (2002: 25) “kualitas kehidupan kerja

adalah kualitas yang dirasa (dalam hati para pegawai) dari semua aspek keanggotaannya dalam

organisasi”. Pengertian kualitas kehidupan kerja menurut John M Ivancevich (2001) kualitas

kehidupan kerja adalah: konsep yang agak umum yang berhubungan dengan beberapa aspek dari

pengalaman kerja yang meliputi beberapa faktor antara lain: manajemen, gaya kepengawasan,

kebebasan dan otonomi untuk membuat keputusan terhadap pekerjaan, pemuasan kebutuhan psikis
terhadap lingkungan sekitar, keamanan kerja, kepuasan jam kerja dan tugas penting. Menurut John

W Newstroom dan Keith Davis dalam Rafikah (2002: 19) “quality of work life atau kualitas

kehidupan kerja merupakan perasaan suka atau tidak suka dari individu-individu terhadap

lingkungan kerjanya”. Pengertian kualitas kehidupan kerja yang lain menurut Wayne F Cascio

(1998) kualitas kehidupan kerja merupakan persepsi pegawai bahwa mereka merasa aman, secara

relatif merasa puas dan dapat berkembang sebagai manusia seutuhnya. Berdasarkan dua pengertian

di atas, kualitas kehidupan kerja mengacu pada keadaan lingkungan kerja yang dapat memenuhi

kebutuhan pribadi anggota organisasi. Lingkungan kerja merupakan tempat para inidividu ketika

terlibat dengan pekerjaannya sehari-hari. Dengan demikian kualitas kehidupan kerja

bermula dari persepsi individu terhadap lingkungan kerjanya, apakah dengan lingkungan kerjanya

tersebut dia dapat memenuhi kebutuhan pribadinya atau tidak. Apabila individu mengatakan

bahwa dia merasa tidak dapat memenuhi kebutuhannya melaui lingkungan kerjanya tersebut maka

hal itu bisa berarti bahwa kualitas kehidupan kerjanya tersebut tidak baik dan individu tersebut

tidak suka dengan keadaan tersebut dan demikian pula sebaliknya. Menurut HM Sonny Sumarsono

(2004: 212) bahwa “kualitas kehidupan kerja telah memberikan harapan terhadap kepuasan

pekerja mengenai kebutuhankebutuhan personil melalui pengkayaan pengalaman dalam

organisasi”. Filosofi dasar dari konsep tersebut adalah peningkatan kualitas kehidupan kerja

berasal dari semua effort pada setiap level organisasi untuk mendapatkan human dignity (sesuatu

yang sangat bernilai) dan growth (pertumbuhan).


Keunggulan Program

Organisasi yang mempraktekkan program kualitas kehidupan kerja dengan efektif akan

memperoleh beberapa keunggulan seperti yang dikemukakan Harsono (2005: 154-155): “

1) Meningkatkan moral kerja, mengurangi stress dan turn over,

2) Meningkatkan motivasi,

3) Meningkatkan kebanggaan kerja,

4) Meningkatkan kompetensi,

5) meningkatkan kepuasan,

6) Meningkatkan komitmen,

7) Meningkatkan produktivitas”.

Dari beberapa keunggulan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

1) Meningkatkan moral kerja, mengurangi stress dan turn over Moral kerja karyawan dapat

ditingkatkan, tingkat stress menurun dan turn over dapat ditekan dengan mengembangkan

program-program seperti waktu kerja yang fleksibel, desain pekerjaan yang tepat serta sistem

benefit yang fleksibel.

2) Meningkatkan motivasi Motivasi merupakan faktor yang cukup berperan dalam menciptakan

prestasi kerja. Praktek manajemen yang memberikan kesempatan bagi karyawan untuk

memberikan masukan kepada organisasi akan membangun motivasi yang tinggi sehingga dapat

mencapai target pekerjaan yang efektif.


3) Meningkatkan kebanggaan kerja Berbagai praktek pengelolaan sumber daya manusia yang

memberikan kesempatan partisipasi terhadap desain program seperti sistem benefit, penilaian

prestasi kerja, kebijakan shift kerja, dan praktik lain akan meningkatkan kebanggaan kerja.

4) Meningkatkan kompetensi Peningkatan kompetensi karyawan secara berkesinambungan dapat

tercapai dalam organisasi yang mampu menghilangkan hambatan-hambatan pengembangan karier

mereka. Untuk itu diperlukan program yang mendorong kearah tujuan tersebut.

5) Meningkatkan kepuasan Karyawan yang merasakan kepuasan kerja akan menunjukkan sikap

perilaku positif dan mengarah kepada peningkatan kinerja. Pengembangan praktek sumber daya

yang mencerminkan kualitas kehidupan kerja seperti; menciptakan kondisi kerja yang mendukung,

kebijakan kompensasi, desain pekerjaan, kesempatan partisipasi dan kesempatan karier akan

mendorong terciptanya kepuasan yang tinggi.

6) Meningkatkan komitmen Karena karyawan merasakan kepuasan terhadap pekerjaannya, hal

ini akan menimbulkan rasa bahwa pekerjaannya itu merupakan bagian dari hidupnya sehingga

pekerjaan itu akan dilakukan dengan sebaik-baiknya karena itu juga merupakan salah satu

komitmen dalam hidupnya.

7) Meningkatkan produktivitas Kesempatan mengembangkan diri dan partisipasi yang diberikan

akan mendorong produktivitas yang lebih tinggi. Sehingga dapat dikemukakan bahwa kualitas

kehidupan kerja memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan organisasi dalam menarik dan

mempertahankan karyawan yang berkualitas, dengan demikian akan mengurangi tingkat

perputaran tenaga kerja yang berdampak pada peningkatan produktivitas. Berdasarkan beberapa

keunggulan di atas dapat dikemukakan bahwa dengan pelaksanaan program kualitas kehidupan

kerja akan berdampak pada pengurangan tingkat turn over, stress kerja dengan pengaturan waktu
kerja yang fleksibel, sehingga akan berdampak pada peningkatan produktivitas. Beberapa

organisasi yang berkeinginan untuk mengembangkan program kualitas kehidupan kerja pertama-

tama harus menetapkan tujuan yang ingin diraih dengan program tersebut. Tujuan serta tindakan

yang ditetapkan merupakan tanggung jawab manajemen, pekerja, serikat pekerja, serta anggota

organisasi lain. Menurut Lee dan Yudith dalam HM Sonny Sumarsono (2004: 213) bahwa untuk

melaksanakan program kualitas kehidupan kerja terdapat beberapa pedoman:

1) Memahami bahwa program kualitas kehidupan kerja bukanlah program jangka pendek, yakni

program yang secara cepat dapat dilaksanakan secara sempurna.

2) Organisasi harus membuat definisi baru tentang bagaimana kita mengerjakan dalam organisasi.

3) Merelakan orang-orang yang ada dalam organisasi berpartisipasi pada semua level organisasi.

4) Membangun komitmen sejak dari pemimpin organisasi sampai ke tingkat bawah, dengan

memberikan persetujuan dan dukungan, dan harus dicerminkan dengan perilaku sehari-hari.

5) Melakukan integrasi tentang tujuan, strategi ke dalam bentuk operasi bisnis sehari-hari.

6) Manajemen dan pimpinan karyawan bekerja dengan konsekuensi untuk menguji dan

menyelesaikan usul-usul internal sebelum bergerak menuju cooperative problem solving dalam

sebuah komite, manajemen menunjukkan komitmennya dalam menyelaraskan usul-usul serta

hambatan-hambatan, sehingga dapat menyumbangkan suatu dukungan dan tanggung jawab bagi

perilaku dan tindakan pada bagian-bagian lain organisasi.

7) Pendekatan-pendekatan baru dan proses di dalam organisasi. Proses tersebut tidak pernah

menjadi statis dan perlu perhatian secara konstan, responsive terhadap perkembangan.

Berdasarkan pedoman di atas dapat dikemukakan bahwa dalam implementasi pelaksanaan kualitas

kehidupan kerja dalam suatu organisasi tidak hanya merupakan program jangka pendek tetapi
diharapkan dapat berjalan dalam jangka waktu lama serta melibatkan semua karyawan dalam

tingkatan level organisasi untuk ikut berpartisipasi baik dalam memberikan konstribusi ide

maupun dalam pemecahan suatu masalah (problem solving), sehingga seperti.

slogan yang dikemukakan organisasi PBB dibidang ketenagakerjaan (ILO), “To make more

human”, artinya bahwa setiap organisasi harus dapat memperlakukan pekerja sebagai manusia

yang bermartabat (memanusiakan manusia). c. Faktor-Faktor Kualitas kehidupan kerja Menurut

Bernadin Russel (1998) mengemukakan bahwa kualitas kehidupan kerja mengacu kepada level

dari kepuasan, motivasi, keterlibatan, komitmen pengalaman individu terhadap kehidupan kerja

mereka. Pada umumnya kualitas kehidupan kerja mencoba memotivasi karyawan dalam hal

perasaan aman, keseimbangan, harga diri, demokrasi keluarga, kepemilikan, otonomi, tanggung

jawab dan fleksibilitas. Kualitas kehidupan kerja adalah derajat setiap individu dimana mereka

dapat memuaskan kebutuhan penting pribadi mereka (contoh, keinginan untuk berdiri sendiri).

Menurut Bernadin Russel (1998) hampir semua program kualitas kehidupan kerja fokus kepada:

1) Kondisi pekerjaan (keamanan, kesehatan, lingkungan fisik)

2) Jumlah bayaran, keuntungan, dan bonus atau hadiah lainnya

3) Perlindungan terhadap pekerjaan

4) Interaksi social

5) Kepercayaan diri

6) Demokrasi (partisipasi dalam pembuatan keputusan)

7) Kepuasan kerja

8) Pendapatan yang memadai


9) Kesediaan secara sukarela dari karyawan

10) Training untuk karyawan, manajer staff pendukung dalam peran dan tanggung jawab mereka

11) Ketersediaan dari training kemampuan yang berkelanjutan

12) Pengenalan kepada pengembangan multiskills dan rotasi pekerjaan (job rotation)

13) Partisipasi dari serikat buruh

14) Team building. Menurut HM Sonny Sumarsono (2004) menyatakan bahwa faktor kualitas

kehidupan kerja meliputi;

a) Partisipasi dalam pengambilan keputusan,

b) Advancement (kesempatan untuk berkembang),

c) Rasa bangga,

d) Pendidikan yang dimiliki seseorang karyawan.

Menurut Alex S Nitisemito (1992) dengan memberikan gaji yang cukup akan mampu memberikan

semangat dan kegairahan kerja yang nantinya akan meningkatkan produktivitas karyawan. Cukup

di sini dalam artian jumlah yang mampu dibayarkan tanpa menimbulkan kerugian. Sedangkan

menurut Sjafri Mangkuprawira (2003) menyatakan kompensasi meliputi bentuk pembayaran tunai

langsung, pembayaran tidak langsung dalam bentuk manfaat karyawan, dan insentif untuk

memotivasi karyawan agar bekerja keras untuk mencapai produktivitas yang semakin tinggi.

Berdasarkan pendapat di atas, dalam penelitian ini dapat diambil faktor kualitas kehidupan kerja

yaitu

1) partisipasi dalam pengambilan keputusan,


2) kesempatan berkembang,

3) pendapatan yang memadai,

4) pendidikan.

a. Partisipasi dalam pengambilan keputusan Partisipasi dalam pengambilan keputusan merupakan

suatu bentuk keterlibatan karyawan dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh organisasi terutama

menyangkut pengambilan keputusan yang digunakan dalam penentuan kebijakan yang akan di

ambil. Hal ini dapat dilakukan ditempuh dengan jalan mengadakan rapat-rapat yang membahas

suatu permasalahan yang nantinya karyawan dapat memberikan masukan yang berupa ide, saran

maupun kritikan yang diharapkan dapat mempermudah pencapaian tujuan yang diharapkan oleh

suatu organisasi.

b. Kesempatan untuk mengembangkan diri Pengembangan menurut Hasibuhan (1997: 68) adalah

“suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan

sesuai dengan kebutuhan pekerjaan melalui pendidikan dan latihan”. Pendidikan peningkatan

keahlian teoritis, konseptual dan moral karyawan, sedangkan latihan bertujuan untuk

meningkatkan keterampilan teknis pelaksanaan pekerjaan karyawan. Indikator yang digunakan

untuk mengukur pengaruh kesempatan untuk mengembangkan diri terhadap produktivitas kerja

karyawan meliputi kadar memberi kesempatan, berinisiatif, kebebasan memecahkan persoalan,

jenjang karier. Menurut Sondang P Siagian (2001: 183-184) bagi organisasi terdapat paling sedikit

7 manfaat yang dapat dipetik melalui penyelenggaran program pelatihan dan pengembangan,

antara lain:

1) Peningkatan produktivitas,

2) Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan,


3) Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat,

4) Meningkatkan semangat kerja,

5) Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya manajerial yang partisipasif,

6) Memperlancar jalannya komunikasi yang efektif,

7) Menyelesaikan konflik secara fungsional.

c. Pendapatan yang memadai Pada dasarnya setiap Pegawai Negeri Sipil beserta keluarganya

harus dapat hidup layak dari gajinya, sehingga dengan demikian ia dapat memusatkan perhatian

dan kegiatannya untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Dalam Undang-

Undang republik Indonesia Nomor 8 tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

menjelaskan bahwa gaji adalah balas jasa atau penghargaan atas hasil kerja seseorang. Pada

umumnya sistem penggajian dapat digolongkan dalam dua sistem, yaitu sistem skala tunggal dan

sistem skala ganda. Sistem skala tunggal adalah sistem penggajian yang memberikan gaji yang

sama kepada pegawai yang berpangkat sama dengan tidak atau kurang memperhatikan sifat

pekerjaan yang dilakukan dan beratnya tanggung jawab yang dipikul dalam melaksanakan

pekerjaan itu. Sistem skala ganda adalah sistem penggajian yang menentukan besarnya gaji yang

bukan saja didasarkan pada pangkat, tetapi juga didasarkan pada sifat pekerjaan yang dilakukan,

prestasi kerja yang dicapai, dan beratnya tanggung jawab yang dipikul dalam melaksanakan

pekerjaan itu. Selain daripada kedua sistem penggajian yang dimaksut di atas, dikenal pula sistem

penggajian ketiga, yang biasa disebut sistem skala gabungan, yang merupakan perpaduan antara

sistem skalatunggal dan sistem skala ganda. Dalam sistem skala gabungan gaji pokok ditentukan

sama bagi Pegawai Negeri yang berpangkat sama, disamping itu diberikan tunjangan bagi pegawai

yang memikul tanggung jawab yang berat, mencapai prestasi yang tinggi atau melakukan
pekerjaan tertentu yang sifatnya memerlukan pemusatan perhatian dan pengarahan tenaga secara

terus menerus.

d. Tingkat pendidikan Pengertian tingkat pendidikan atau jenjang pendidikan menurut

UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah “tahapan

pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan

dipakai, dan kemampuan yang dikembangkan”. Sedangkan tingkat pendidikan meliputi:

1) Pendidikan dasar Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah

Pertama (SMP) atau yang sederajat.

2) Pendidikan menengah Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA),

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau bentuk lain sederajat.

3) Pendidikan tinggi Pendidikan tinggi mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister

yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.


2.4. Penelitian Terdahulu

Nama Judul Penelitian Permasalahan Variabel Hasil Penelitian

Peneliti Penelitian Penelitian

ENDAH Pengaruh kualitas Untuk Penelitian ini hasil perhitungan

YULIATI kehidupan kerja mengetahui menggunakan data untuk

(2010) (quality of work Pengaruh metode deskriptif variabel

life) terhadap kualitas jenis studi kasus. partisipasi dalam

produktivitas kerja kehidupan kerja Populasinya pengambilan

karyawan kantor (quality of work adalah seluruh keputusan

kecamatan bringin life) terhadap karyawan kantor memiliki tingkat

kabupaten ngawi produktivitas Kecamatan signifikansi

kerja karyawan Bringin sejumlah 0,016, variabel

kantor 35 karyawan. kesempatan untuk

kecamatan Teknik mengembangkan

bringin pengumpulan diri memiliki

kabupaten data tingkat

ngawi menggunakan signifikansi

angket, observasi 0,036, variabel

dan dokumentasi. pendapatan yang

Tryout dilakukan memadai

terhadap 20 memiliki tingkat

responden di luar signifikansi


sampel, dengan 0,000, variabel

20 item soal valid tingkat

dan reliabel. pendidikan

Teknik analisis memiliki tingkat

data yang signifikansi

digunakan adalah 0,000.

analisis regresi

linear berganda.

FRIDA Analisis pengaruh Untuk menguji Teknik kualitas

AGASTI kualitas kehidupan dan pengambilan kehidupan kerja

INDASWARI kerja dan menganalisis sampel dalam berpengaruh

(2014) komitmen pengaruh penelitian ini positif terhadap

organisasi kualitas menggunakan kinerja karyawan

terhadap kinerja kehidupan kerja census sampling. dan komitmen

karyawan dan komitmen Jumlah sampel organisasi

(studi pada pd bpr organisasi yang diperolah berpengaruh

bkk kendal) terhadap kinerja sebanyak 128 positif terhadap

karyawan karyawan PD kinerja karyawan.

(studi pada pd BPR BKK

bpr bkk kendal) Kendal. Analisis

data dalam

penelitian ini
menggunakan

regresi linier

2.5. Struktur Penelitian

(Variabel independen) (Variabel dependen)

Kualitas
Kinerja
Kehidupan Kerja

D. Hipotesis Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 67) “hipotesis dapat diartikan sebagai suatu

jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data

yang terkumpul”. Adapun hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diduga bahwa ada pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor dalam kualitas kehidupan kerja

(partisipasi dalam pengambilan keputusan, kesempatan dalam mengembangkan diri, pendapatan

yang memadai dan tingkat pendidikan) secara individual terhadap kinerja karyawan di PT. Asia

Forestama Raya Pekanbaru.

2. Diduga bahwa ada pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor dalam kualitas kehidupan kerja

(partisipasi dalam pengambilan keputusan, kesempatan dalam mengembangkan diri, pendapatan

yang memadai dan tingkat pendidikan) secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan di PT.

Asia Forestama Raya Pekanbaru


3. Diduga bahwa faktor pendapatan yang memadai mempunyai pengaruh yang lebih besar

dibandingkan faktor-faktor kualitas kehidupan kerja lainnya terhadap kinerja karyawan di PT. Asia

Forestama Raya Pekanbaru.

Anda mungkin juga menyukai