Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah keamanan pangan masih merupakan masalah penting dalam bidang
pangan di Indonesia, dan perlu mendapat perhatian khusus dalam program pengawasan
pangan. Penyakit dan kematian yang ditimbulkan melalui makanan di Indonesia sampai
saat ini masih tinggi, walaupun prinsip-prinsip pengendalian untuk berbagai penyakit
tersebut pada umumnya telah diketahui. Pengawasan pangan yang mengandalkan pada uji
produk akhir tidak dapat mengimbangi kemajuan yang pesat dalam industri pangan, dan
tidak dapat menjamin keamanan makanan yang beredar di pasaran. Pendekatan tradisionil
yang selama ini dilakukan dapat dianggap telah gagal untuk mengatasi masalah tersebut.
Oleh karena itu dikembangkan suatu sistem jaminan keamanan pangan yang
disebut Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control
Point /HACCP) yang merupakan suatu tindakan preventif yang efektif untuk menjamin
keamanan pangan. Sistem ini mencoba untuk mengidentifikasi berbagai bahaya yang
berhubungan dengan suatu keadaan pada saat pembuatan, pengolahan atau penyiapan
makanan, menilai risiko-risiko yang terkait dan menentukan kegiatan dimana prosedur
pengendalian akan berdaya guna. Sehingga, prosedur pengendalian lebih diarahkan pada
kegiatan tertentu yang penting dalam menjamin keamanan makanan.
Bedasarkan latar belakang diatas, sehingga kelompok melakukan observasi tentang
penerapan HACCP dan prinsip HSM di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk Cabang
Pekanbaru pada tanggal 25 April 2019.

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk Mengetahui penerapan prinsip HACCP dan prinsip HSM pada produk mi
instan
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tahapan proses pada produksi mi instan di PT. Indofood Sukses
Makmur Tbk Cabang Pekanbaru
b. Untuk mengetahui kriteria-kriteria pada pembuatan mi instan di PT. Indofood Sukses
Makmur Tbk Cabang Pekanbaru
c. Untuk mengetahui pengendalian pembuatan mi instan di PT. Indofood Sukses
Makmur Tbk Cabang Pekanbaru

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Prinsip HACCP dan Hygiene Sanitasi Makanan


1. Pengertian HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
HACCP adalah suatu sistem yang mampu mengidentifikasi hazard (ancaman)
yang spesifik seperti ancaman biologi, kimia, serta sifat fisik yang merugikan yang
dapat berpengaruh terhadap keamanan pangan dan dilengkapi dengan langkah-langkah
pencegahan untuk mengendalikan ancaman (hazard) tersebut. Menurut WHO, Analisis
Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis and Critical Control Points,
HACCP) didefinisikan sebagai suatu pendekatan ilmiah, rasional, dan sistematik untuk
mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan bahaya.
Menurut Bryan (1990), sistem HACCP didefinisikan sebagai suatu manajemen
untuk menjamin keamanan produk pangan dalam industri pengolahan pangan dengan
menggunakan konsep pendekatan yang bersifat logis (rasional), sistematis, kontinyu
dan menyeluruh (komprehensif) dan bertujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan
mengendalikan bahaya yang beresiko tinggi terhadap mutu dan keamanan produk
pangan.
Konsep HACCP ini disebut rasional karena pendekatannya didasarkan pada
data historis tentang penyebab suatu penyakit yang timbul (illness) dan kerusakan
pangannya (spoilage). HACCP bersifat sistematis karena konsep HACCP merupakan
rencana yang teliti dan cermat serta meliputi kegiatan operasi tahap demi tahap, tatacara
(prosedur) dan ukuran kriteria pengendaliannya.Konsep HACCP juga bersifat kontinyu
karena apabila ditemukan terjadi suatu masalah maka dapat segera dilaksanakan
tindakan untuk memperbaikinya. Disamping itu, sistem HACCP dikatakan bersifat
komprehensif karena sistem HACCP sendiri berhubungan erat dengan ramuan
(ingredient), pengolah/proses dan tujuan penggunaan/pemakaian produk pangan
selanjutnya (Bryan, 1990).
Sementara itu, tujuan dan sasaran HACCP adalah memperkecil kemungkinan
adanya kontaminasi mikroba pathogen dan memperkecil potensi mereka untuk tumbuh
dan berkembang. Oleh karena itu, secara individu setiap produk dan sistem
pengolahannya dalam industri pangan harus mempertimbangkan rencana
pengembangan HACCP. Dengan demikian, setiap produk dalam industri pangan yang
dihasilkannya akan mempunyai konsep rencana penerapan HACCP-nya masing-
masing disesuaikan dengan sistem produksinya.
Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis), adalah langkah
dimana pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau
menghilangkan bahaya atau menguranginya sampai titik aman .Titik pengendalian
kritis (CCP) dapat berupa bahan mentah, lokasi, praktek, prosedur atau pengolahan
dimana pengendalian dapat diterapkan untuk mencegah atau mengurangi bahaya. Ada
dua titik pengendalian kritis:
a. Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana bahaya dapat
dihilangkan
b. Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik dimana bahaya dikurangi.
2. Prinsip HACCP
Sistem HACCP sendiri terdiri dari tujuh poin, yang mana antara poin-poin
tersebut saling berkaitan, diantaranya :
a. Analisis bahaya.
Mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan
pada semua tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan, pengolahan di pabrik dan
distribusi, sampai kepada titik produk pangan dikonsumsi. Penilaian kemungkinan
terjadinya bahaya dan menentukan tindakan pencegahan untuk pengendaliannya.
1) Penggolongan Karakteristik Bahaya (Hazard)
a) Hazard A: merupakan kelompok yang dapat menyebabkan produk yang
didesain dan ditujukan untuk kelompok b erisiko (bayi, lanjut usia, orang sakit,
ataupun orang dengan daya tahan tubuh rendah) menjadi tidak steril.
b) Hazard B: produk mengandung bahan yang sensitif terhadap
Hazardmikrobiologi.
c) Hazard C: proses yang dilakukan tidak diikuti dengan langkah pengendalian
yang efektif untuk merusak mikroorganisme yang berbahaya.
d) Hazard D: produk terkontaminasi ulang setelah pengolahan dan sebelum
pengepakan.
e) Hazard E: terdapat bahaya yang potensial pada penanganan saat distribusi atau
penanganan oleh konsumen sehingga menebabkan produk berbahaya jika
dikonsumsi.
f) Hazard F: tidak ada proses pemanasan akhir setelah proses pengepakan atau
ketika dimasak di rumah.
2) Pengukuran Tingkat Risiko Berdasarkan Karakteristik Hazard
Berdasarkan National Advisory Committee on Microbiology Criteria for
Food (1989), karakteristik hazard bisa dikelompokkan menjadi:
a) Kategori VI: jika produk makanan mengandung hazard A atau ditambah
dengan hazard yang lain.
b) Kategori V: jika produk makanan mengandung lima karakteristik
hazard(B,C,D,E,F).
c) Kategori IV: jika produk makanan mengandung empat karakteristik hazard
(antara B - F).
d) Kategori III: jika produk makanan mengandung tiga karakteristik hazard
(antara B - F).
e) Kategori II: jika produk makanan mengandung dua karakteristik hazard (antara
B - F).
f) Kategori I: jika produk makanan mengandung satu karakteristik hazard (antara
B - F).
g) Kategori 0: jika tidak terdapat bahaya (USDA, 1993).
b. Mengidentifikasi Critical Control Point (CCP)
CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau
prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat
dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Pada
setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat
ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan.
Masing-masing titik penerapan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan diuji
dengan menggunakan CCP decision tree untuk menentukan CCP. Decision tree ini
berisi urutan pertanyaan mengenai bahaya yang mungkin muncul dalam suatu
langkah proses, dan dapat juga diaplikasikan pada bahan baku untuk
mengidentifikasi bahan baku yang sensitif terhadap bahaya atau untuk menghindari
kontaminasi silang. Suatu CCP dapat digunakan untuk mengendalikan satu atau
beberapa bahaya, misalnya suatu CCP secara bersama-sama dapat dikendalikan
untuk mengurangi bahaya fisik dan mikrobiologi.

P1. Apakah terdapat bahaya dalam bahan baku ini?

YA TIDAK Bukan CCP

P2. Apakah proses atau konsumen akan menghilangkan bahaya tersebut?

YA TIDAK CCP

P3. Apakah ada risiko kontaminasi silang lerhadap fasilitas alau produk lain yang tidak dapat dikendalikan ?

TIDAK YA

CCP
Bukan CCP

Gambar 2.1. Decision Tree Untuk Penetapan CCP Pada Bahan Baku

P1. Apakah formulasi atau komposisi adonan atau campuran penting unluk mencegah terjadinya
peningkatan bahaya ?

Bukan
YA TIDAK
CCP

CCP

Gambar 2.2. Decision Tree Untuk Penetapan CCP Pada Formulasi/Komposisi

P1. Apakah terdapat bahaya pada tahaplproses ini?

YA TIDAK Bukan CCP

P2. Apakah ada tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tsb?

YA TIDAK Modifikasi proses/Produk

Apakah pengendalian YA
diperlukan untuk TIDAK Bukan
meningkatkan keamanan? CCP

P3. Apakah proses ini dirancang khusus untuk menghilangkan /mengurangi bahaya sampai aman?

TIDAK YA CCP

P4. Apakah bahaya dapat meningkat sampai batas tidak aman?

YA TIDAK Bukan CCP

P5. Apakah proses selanjutnya dapat menghilangkanlmengurangi bahaya?

YA TIDAK CCP

Bukan CCP

Gambar 2.3. Decision Tree Untuk Penetapan CCP Pada Tahapan Proses
c. Menetapkan batas kritis setiap CCP
Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP berada
dalam kendali.
d. Menetapkan sistem monitoring setiap CCP.
Menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring) dari CCP dengan
cara pengujian atau pengamatan.
e. Menetapkan tindakan koreksi untuk penyimpangan yang terjadi.
Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pemantauan
menunjukan bahwa CCP tertentu tidak terkendali.
f. Menetapkan prosedur verifikasi.
Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup dari pengujian tambahan dan
prosedur penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan efektif.
g. Menetapkan penyimpanan catatan dan dokumentasi
Mengembangkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan pencatatan yang
tepat untuk prinsip-prinsip ini dan penerapannya (SNI 01-4852-1998).
3. Jaminan Keamanan Pangan Dengan Sistem HACCP
Jaminan Keamanan Pangan dengan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical
Control Point). Sektor pertanian merupakan sektor penting yang masih harus
dikembangkan serta membutuhkan penanganan serius guna menunjang laju
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk dapat bersaing di pasar yang bebas dan
kompetitif saat ini, komoditas pertanian yang dipasarkan harus benar-benar dapat
menarik minat pembeli. Hal ini perlu ditanamkan terhadap pelaku agribisnis bahwa di
dalam produk yang akan dipasarkan haruslah terdapat unsur jaminan kepastian mutu.
Jaminan mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan
persyaratan konsumen, Keamanan pangan merupakan persyaratan utama dan
terpenting dari seluruh parameter mutu pangan yang ada. Betapapun tinggi nilai gizi
suatu bahan pangan atau makanan, penampilannya baik , juga lezat rasanya, tetapi bila
tidak aman, maka makanan tersebut tidak ada nilainya lagi.
Hal ini membawa dampak perubahan mulai dari bisnis pangan tanpa adanya
pengawasan, pengawasan produk akhir, hingga pengawasan proses produksi bagi
jaminan mutu secara total. Pada tahun-tahun terakhir, konsumen menyadari bahwa
mutu pangan khususnya keamanan pangan tidak dapat hanya dijamin dengan hasil uji
produk akhir dari laboratorium. Mereka berkeyakinan bahwa produk yang aman
didapat dari bahan baku yang ditangani dengan baik, diolah dan didistribusikan dengan
baik akan menghasilkan produk akhir yang baik.
Suatu langkah yang tepat untuk mengantisipasi hal tersebut, serta adanya
tuntutan dalam pasar bebas, telah dikembangkan suatu sistem jaminan mutu oleh
Komite Standar Internasional/ Codex Allimentarius Commission yang telah diakui
secara internasional yaitu Sistem Jaminan Mutu berdasarkan HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Point). Secara umum konsep HACCP ini merupakan suatu sistem
jaminan mutu yang menekankan pada pengawasan yang menjamin mutu sejak bahan
baku hingga produk akhir.
a. Pendekatan HACCP
Ada tiga pendekatan penting dalam pengawasan mutu pangan:
1) Food Safety/Keamanan Pangan.
Aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya
penyakit atau bahkan kematian. Masalah ini umumnya dihubungkan dengan
masalah biologi, kimia dan fisika.
2) Wholesomeness/Kebersihan.
Merupakan karakteristik-karakteristik produk atau proses dalam kaitannya
dengan kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan hygiene.
3) Economic Fraud /Pemalsuan
Adalah tindakan-tindakan yang illegal atau penyelewengan yang dapat
merugikan pembeli. Tindakan ini mencakup diantaranya pemalsuan species
(bahan baku), penggunaan bahan tambahan yang berlebihan, berat tidak sesuai
dengan label, overglazing dan jumlah komponen yang kurang seperti yang tertera
dalam kemasan.
4. Keuntungan Dan Kerugian HACCP
a. Keuntungan HACCP
Penerapan HACCP sebagai alat pengatur keamanan pangan dapat
memberikan keuntungan, yaitu mencegah terjadinya bahaya sebelum mencapai
konsumen, meminalkan risiko kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi
makanan, meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan olahan sehingga
secara tidak langsung mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha makanan.
b. Kerugian HACCP
Beberapa kerugian dari HACCP adalah tidak cocok bila diaplikasikan untuk
bahaya atau proses yang hanya sedikit diketahui, tidak melakukan kuantifikasi
(penghitungan) atau memprioritaskan risiko, dan tidak melakukan kuantifikasi
dampak dari tambahan kontrol terhadap penurunan risiko.
Pedoman Penerapan Sistem HACCP Sebelum menerapkan HACCP untuk
setiap sektor rantai pangan, sektor tersebut harus telah menerapkan Prinsip Umum
Higiene Pangan dari Codex, Pedoman Praktis dari Codex yang sesuai, serta
peraturan keamanan pangan terkait. Tanggung jawab manajemen adalah penting
untuk menerapkan sistem HACCP yang efektif. Selama melaksanakan identifikasi
bahaya, penilaian dan pelaksanaan selanjutnya dalam merancang dan menerapkan
sistem HACCP, harus dipertimbangkan dampak dari bahan baku, bahan tambahan,
cara SNI 01-4852-1998 5 dari 12 pembuatan pangan yang baik, peran proses
pengolahan dalam mengendalikan bahaya, penggunaan yang mungkin dari produk
akhir, katagori konsumen yang berkepentingan dan bukti-bukti epidemis yang
berkaitan dengan keamanan pangan.
Maksud dari sistem HACCP adalah untuk memfokuskan pada Titik Kendali
Kritis (CCPs). Perancangan kembali operasi harus dipertimbangkan jika terdapat
bahaya yang harus dikendalikan, tetapi tidak ditemukan TKK (CCPs). HACCP
harus diterapkan terpisah untuk setiap operasi tertentu. TKK yang diidentifikasi
pada setiap contoh yang diberikan dalam setiap Pedoman praktek Higiene dari
Codex mungkin bukan satu-satunya yang diidentifikasi untuk suatu penerapan yang
spesifik atau mungkin berbeda jenisnya.
Penerapan HACCP harus ditinjau kembali dan dibuat perubahan yang
diperlukan jika dilakukan modifikasi dalam produk, proses atau tahapannya.
Penerapan HACCP perlu dilaksanakan secara fleksibel, dimana perubahan yang
tepat disesuaikan dengan memperhitungkan sifat dan ukuran dari operasi.
5. Prinsip-Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan
Hygiene sanitasi makanan adalah suatu upaya untuk menjaga atau
mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau
mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Dalam pengelolaan
makanan, ada 6 prinsip hygiene sanitasi yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Pemilihan Bahan Baku Makanan
Perlindungan terhadap bahan baku dari bahaya-bahaya bahan kimia atau
pertumbuhan mikroorganisme patogen dan pembentukan toksin selama transportasi
dan penyimpanan bahan baku mutlak diperhatikan. Bahan-bahan yang dimakan
dalam keadaan mentah harus diangkut dan disimpan terpisah dari bahan baku lain
dan bahan-bahan yang bukan bahan pangan. Bahan pangan harus dikirim
sedemikian rupa sehingga mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen atau
pembentukan toksin dengan mengatur lamanya waktu pengiriman, suhu dan
aktifitas air.
b. Penyimpanan Bahan Makanan
Kerusakan bahan makanan dapat terjadi karena tercemar bakteri, karena
alam dan perlakuan manusia. Adanya enzim dalam makanan yang diperlukan
dalam proses pematangan seperti pada buah-buahan. Untuk mencegah terjadinya
kerusakan dapat dikendalikan dengan pencegahan pencemaran bakteri. Sifat dan
karakteristik bakteri seperti sifat hidupnya, daya tahan panas, faktor lingkungan
hidup, kebutuhan oksigen dan berdasarkan pertumbuhannya. Penyimpanan
makanan yang sesuai dengan suhunya terbagi menjadi 4 (empat) cara yaitu
penyimpanan sejuk (cooling), penyimpanan dingin (chilling), penyimpanan dingin
sekali (freezing), penyimpanan beku (frozen).
c. Pengolahan Makanan
Pengolahan makanan adalah proses perubahan bentuk dari bahan mentah
menjadi makanan yang siap saji. Pengolahan makanan yang baik adalah yang
mengikuti kaidah dan prinsip-prinsip hygiene sanitasi seperti:
1) Dapur yang memenuhi persyaratan berdasarkan Kepmenkes No.
942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan
Jajanan
2) Peralatan masak harus mudah dibersihkan, tidak boleh mempunyai sudut/
berlekuk, tidak boleh digunakan untuk keperluan lain selain memasak.
3) Wadah penyimpanan makanan harus dalam keadaan bersih.
4) Penggunaan APD seperti Apron, Penutup Rambut, Sarung Tangan, Masker, dan
lain-lain
d. Pengangkutan Makanan
Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan dalam mencegah
terjadinya pencemaran makanan. Pencemaran pada makanan masak lebih tinggi
risikonya daripada pencemaran bahan makanan pada saat pengangkutan makanan.
e. Penyimpanan Makanan
Kontaminasi dapat terjadi sewaktu proses pengolahan makanan maupun
melalui wadah dan atau penjamah makanan yang membiarkan makanan pada suhu
ruangan. Kondisi optimum mikroorganisme patogen dalam makanan siap saji
adalah 1-2 jam. Beberapa karakteristik lingkungan yang sesuai dengan
pertumbuhan bakteri antara lain; makanan banyak protein dan banyak air
(moisture), pH normal (6,8 – 7,5), serta suhu optimum (100 – 600 C). Sementara
beberapa penelitian menyimpulkan bahwa faktor risiko kejadian foodborne disease
terjadi pada saat pembersihan alat makan, ketidaksesuaian dengan temperatur
waktu penyimpanan dan rendahnya personal hygiene.
f. Penyajian Makanan
Proses ini merupakan tahap akhir proses pengelolaan makanan. Prinsip
penyajian makanan wadah untuk setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah
terpisah, dan diusahakan tertutup. Tujuannya agar makanan tidak terkontaminasi
silang, bila satu makanan tercemar yang lain dapat diselamatkan, serta
memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan pangan.

Anda mungkin juga menyukai