Anda di halaman 1dari 5

I.

Tinjauan Pustaka
1.1 Mie
Mie belakangan ini menjadi salah satu makanan yang digemari oleh sebagai
pengganti beras. Mie basah merupakan makanan yang digemari oleh masyarakat,
karena rasanya yang enak dan praktis. Mie yang beredar di pasaran dikenal beberapa
jenis yaitu mie basah dan mie kering. Mie kering merupakan mie yang berbentuk
kering dengan kadar air yang rendah sehingga lebih awet dibandingkan dengan mie
mentah dan mie basah. Sedangkan mie basah adalah jenis mie yang mengalami
proses perebusan dan memiliki kadar air yang tinggi mencapai 52% sehingga
memiliki daya tahan yang singkat. Hal-hal yang, mempengaruhi pembuatan mie
basah adalah pemilihan tepung. Tepung yang digunakan sebaiknya mengandung 812% gluten. Gluten adalah protein yang terdapat pada terigu dan bersifat elastic
sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mie yang dihasilkan.
Prinsip pembuatan mie basah pada dasarnya memiliki prinsip yang sama dengan
pembuatan mie pada umumnya. Pada pembuatan mie basah biasanya ditambahkan
sifat fisiko kimia untuk meningkatkan daya awet mie.
Berdasarkan segi tahap pengolahan dan kadar airnya, mie dapat dibagi menjadi 5
golongan :
a. Mie mentah/segar, adalah mie produk langsung dari proses pemotongan lembaran
adonan dengan kadar air 35 persen.
b. Mie basah, adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami perebusan
dalam air mendidih lebih dahulu, jenis mie ini memiliki kadar air sekitar 52
persen.
c. Mie kering, adalah mie mentah yang langsung dikeringkan, jenis mie ini memiliki
kadar air sekitar 10 persen.
d. Mie goreng, adalah mie mentah sebelum dipasarkan lebih dahulu digoreng.
e. Mie instan (mie siap hidang), adalah mie mentah, yang telah mengalami
pengukusan dan dikeringkan sehingga menjadi mie instan kering atau digoreng
sehingga menjadi mie instan goreng (instant freid noodles).
Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung terigu diperoleh
dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Tepung terigu berfungsi
membentuk struktur mie, sumber protein dan karbohidrat. Kandungan protein utama
tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mie adalah gluten. Gluten dapat

dibentuk dari gliadin (prolamin dalam gandum) dan glutenin. Protein dalam tepung
terigu untuk pembuatan mie harus dalam jumlah yang cukup tinggi supaya mie
menjadi elastis dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses produksinya (Koswara,
2009). Pada pembuatan mie basah, tepung yang digunakan adalah tepung dengan
kandungan protein sedang yaitu sekitar 8- 12% kandungan gluten. Tepung dengan
kandungan protein sedang yaitu tepung segitiga biru.
Bahan-bahan lain yang digunakan antara lain air, garam, bahan pengembang, zat
warna, bumbu dan telur. Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dan
karbohidrat, melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten
akan mengembang dengan adanya air. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH
antara 6 9, hal ini disebabkan absorpsi air makin meningkat dengan naiknya pH.
Makin banyak air yang diserap, mie menjadi tidak mudah patah. Jumlah air yang
optimum membentuk pasta yang baik. Garam berperan dalam memberi rasa,
memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mieserta
mengikat air. Garam dapat menghambat aktivitas enzim protease dan amilase
sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan. Putih
telur akan menghasilkan suatu lapisan yang tipis dan kuat pada permukaan mie.
Lapisan tersebut cukup efektif untuk mencegah penyerapan minyak sewaktu
digoeng dan kekeruhan saus mie sewaktu pemasakan. Lesitin pada kuning telur
merupakan pengemulsi yang baik, dapat mempercepat hidrasi air pada terigu, dan
bersifat mengembangkan adonan. (Koswara, 2009).
1.2 Beras Merah
Beras merupakan salah satu sumber karbohidrat utama di Indonesia. Beras
mempunyai kisaran IG sangat luas, dari IG rendah (< 50) sampai IG tinggi (>70)
(Widowati, 2007). Beras putih, ketan dan merah memiliki IG yang tinggi. Konsumsi
beras yang tinggi dan angka IG yang tinggi dapat meningkatkan jumlah penderita
diabetes mellitus.
Menurut Gropper dkk (2009) IG adalah peningkatan tingkat glukosa darah di atas
tingkat standar selama 2 jam setelah konsumsi 50gram suatu karbohidrat dibandingkan
dengan karbohidrat refference. Indeks Glikemik atau IG adalah klasifikasi karbohidrat
berdasarkan penyerapannya di usus manusia dan pengaruh karbohidrat tersebut dalam
meningkatkan tingkat glukosa dalam darah. Pengaruh karbohidrat terhadap tingkat

glukosa dalam darah bervariasi tergantung waktu perncernaan dan penyerapan


karbohidrat. Konsep IG dikembangkan untuk memberikan nilai numerical untuk
merepresentasikan pengaruh makanan terhadap kadar glukosa dalam darah.
Jumlah (per 100gram)

Kandungan
gizi

Beras

Beras

Beras

Merah

Beras

Merah

Merah

Merah

varietas

pratanak

tumbuk

kukus

Memberano

instan varietas

[1]

[1]

[2]

Memberano
[2]

Karbohidrat

76,2

32,5

69,03

67,43

Serat

0,8

0,3

Protein

7,3

2,8

18,39

18,69

Lemak

0,9

0,4

8,39

8,97

Abu

0,3

4,19

4,61

Air

14,6

64

12,88

13,68

Vitamin B1

0,34

0, 06

Indeks

67

56

Glikemik
Tabel 1 Kandungan gizi beras merah. Sumber: [1]Direktorat Gizi Departemen
Kesehatan RI, 1981 [2] Widowati, 2007
Berbagai faktor dapat menyebabkan IG pangan yang satu berbeda dengan pangan
lainnya. pangan jenis yang sama bila diolah dengan cara berbeda, dapat memiliki IG
yang berbeda karena pengolahan dapat menyebabkan perubahan struktur dan komposisi
kimia pangan. Dampak dari perubahan tersebut antara lain ialah perubahan daya serap

zat gizi. Pengolahan pada umumnya meningkatkan daya cerna pangan. Semakin cepat
karbohidrat dapat diserap tubuh, maka IG nya semakin tinggi (Widowati, 2007)
Beras merah telah dikenal sejak 2800 SM dan digunakan sebagai obat oleh para tabib
pada masa itu. Warna merahnya berasal dari aleuron yang mengandung gen yang
memproduksi antosianin (pigmen pemberi warna merah atau ungu yang juga berperan
sebagai antioksidan). Beras merah mengandung beragam zat antikanker, yaitu serat,
selenium, dan senyawa fitokimia seperti fenolat dan lignan (Ide, 2010).
Beras merah merupakan beras yang belum melalui proses penggilingan atau
pengelupasan kulit seutuhnya, sehingga lapisan kulit yang menyelimuti bijirin masih
ada. Lapisan kulit inilah yang mengandung nutrisi dan serat yang penting bagi tubuh.
Berbeda dengan beras merah, beras putih telah melalui proses penggilingan atau
pengelupasan kulit dan hanya tersisa bijirin, sehingga tidak memiliki kandungan serat
dan bahkan bisa meningkatkan kadar gula. Hal itu menjadi alasan bahwa
mengkonsumsi beras merah memberikan manfaat kesehatan lebih baik jika
dibandingkan dengan beras putih (Adlan, 2009).
Menurut Santika dan Rozakurniati (2010), beras merah umumnya dikonsumsi tanpa
melalui proses penyosohan, tetapi hanya digiling menjadi beras pecah kulit sehingga
kulit arinya masih melekat pada endosperma. Kulit ari beras merah kaya akan serat,
minyak alami, dan lemak esensial. Komposisi gizi per 100 g beras merah adalah 7,5 g
protein, 0,9 g lemak, 77,6g karbohidrat, 16 mg kalsium, 163 mg fosfor, 0,3 g zat besi,
dan 0,21 mg vitamin B1. Menurut Ide (2010), beras merah memiliki keunggulan, yaitu
kandungan serat dan seleniumnya yang lebih tinggi dibandingkan beras putih.
Kandungan serat dan asam lemak sehat dalam beras merah dapat membantu
menurunkan kadar kolesterol LDL penyebab penyakit jantung. Kandungan vitamin dan
mineral beras merah 2 3 kali lebih tinggi dibanding beras putih.
1.3 Mie

Daftar Pustaka
Adlan 2009

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Pangan.
Jakarta : Bhatara Karya Aksara
Gropper, Sareen S, Smith, Jack L. dan Groff, James L. 2009. Advance Nutrition And
Human Metabolism. Kanada : Nelson education, ltd. Diperoleh dari :
https://books.google.co.id/books?id=rXSO9YLr72YC (diakses pada 29
November 2015)
Ide, P. 2010. Agar Jantung Sehat. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Widowati, Sri. 2007. Pemanfaatan Ekstrak Teh Hijau (Camellia Sinensis O. Kuntze) dalam
Pengembangan Beras Fungsional untuk Penderita Diabetes Melitus, Thesis, s-2,
diperoleh dari : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40897 (diakses pada
28 November 2015)
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai