TEKNOLOGI PANGAN
Untuk D-III & D-IV Gizi
Pedoman Praktikum
TEKNOLOGI PANGAN
Untuk D-III & D-IV Gizi
Penyusun:
Yenni Okfrianti, S.TP., MP.
Ayu Pravita Sari, M.Gizi
Penyunting:
Aep Saiful Hamidin
Penata Sampul:
Ripqi Zulfiqor
Penata Aksara:
Teguh Sutanto
Penerbit:
MANGGU MAKMUR TANJUNG LESTARI
(ANGGOTA IKAPI)
Jl. Nata I No. 10 Sayati, Margahayu, Kab. Bandung
Email: manggumedia@gmail.com
Situs: www.manggu.info
P
uji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta karu-
nia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan Pedoman Praktikum Teknologi
Pangan. Adapun tujuan penyusunan Pedoman Praktikum ini adalah untuk memberikan
arahan kepada mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Bengkulu yang menempuh mata
kuliah Ilmu dan Teknologi Pangan dalam melaksanakan kegiatan praktik di laboratorium.
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan Pedoman Praktikum ini
saya sampaikan terima kasih yang tak terhingga. Akhir kata, saya haturkan maaf bila masih ada
kekurangan dalam penyusunan Pedoman Praktikum ini, semoga bermanfaat. Saya berharap sa-
ran dari semua pihak yang dapat disampaikan langsung kepada saya untuk perbaikan Pedoman
Praktikum ini di edisi mendatang.
vii
Tata Tertib Laboratorium Pelaksanaan Praktikum
1. Mahasiswa yang boleh mengikuti Praktikum Ilmu Pangan ialah mereka yang telah mengisi
KRS untuk mata kuliah Ilmu Pangan.
2. Setiap peserta harus hadir tepat waktu. Apabila peserta terlambat lebih dari 10 menit, maka
tidak diperkenankan mengikuti praktikum.
3. Sebelum mengikuti praktikum, peserta diharuskan mengisi pre-test dan mempersiapkan di-
agram alir dan prosedur analisis yang akan dikerjakan.
4. Selama mengikuti praktikum, peserta harus mengenakan jas praktikum.
5. Setiap kelompok praktikum diwajibkan mentabulasi data hasil pengamatan untuk dibahas
oleh masing-masing peserta di dalam lembar kerja praktikum.
6. Setiap peserta praktikum harus mengembalikan alat-alat yang telah dipakai dalam keadaan
bersih dan kering serta mengembalikan ke tempat semula.
7. Setiap mahasiswa harus bertanggung jawab terhadap kebersihan laboratorium sesudah
praktikum selesai.
8. Bagi mahasiswa yang memecahkan/merusak alat harus mengganti alat atau memperbaiki
kerusakan tersebut.
Keterangan:
1. Praktikum dilaksanakan sebanyak 14 kali selama 1 semester dengan 14 acara praktikum.
2. Pelaksanaan Praktikum 1 kelas, 39 orang, dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu A, B, C, dan D.
3. Tiap-tiap kelompok dibimbing oleh 1 orang dosen pembimbing.
4. Selama praktikum berlangsung bertanggung jawab dengan pelaksanaan praktikum sesuai
dengan kelompok bimbingan.
5. Setiap praktikum ada dosen piket yang bertugas mengawasi penuh jalannya praktikum ber-
sama instruktur.
6. Setiap praktikum, mahasiswa dibagi tugas menjadi Curvei alat, CS kebersihan, Merekap ba-
han, dan Belanja.
7. Setelah kegiatan praktikum, masing-masing kelompok melakasanakan kegiatan tutorial ber-
sama dosen pembimbing masing-masing untuk membahas hasil dari praktikum sebelum
mahasiswa membuat laporan.
viii ix
x Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan xi
Praktikum Paraf
Acara Nilai Laporan Nilai Pre-Test Kehadiran
Ke Instruktur
I 1
II 3
III 5
IV 7
V 9
10
VI 11
12
VII 13
14
VIII 15
16
Koordinator MK
Yenni Okfrianti, MP
NIP. 197910072009122001
xii Pedoman Praktikum Teknologi Pangan
A. Judul Praktikum
DAFTAR ISI
B. Tujuan Praktikum
C. Tinjauan Pustaka
D. Alat dan Bahan Praktikum
E. Hasil Praktikum
F. Pembahasan
G. Kesimpulan
xiii
BAB I
Pembagian Kelompok
Praktikum
A. Cara Kerja:
1. Mahasiswa dibagi menjadi 4 kelompok yang terdiri dari 9 atau 10 orang.
2. Tiap-tiap kelompok bertanggung jawab akan tugasnya (Petugas Rekap, Belanja, Bagi ba-
han, CS dan Kurve). Setiap minggu petugas praktikum akan di-rolling.
a. Petugas Rekap, terdiri dari 1 kelompok, bertugas: membuat rekapan besar yang ter-
diri dari rekapan-rekapan kecil setiap anggota kelompok serta melakukan cek stok
(berkoordinasi dengan petugas bagi bahan).
b. Petugas Belanja, terdiri 1 kelompok, bertugas: membeli bahan-bahan yang dibutuh-
kan untuk praktikum sesuai dengan rekapan yang telah disetujui dosen pembim-
bing.
c. Petugas Bagi Bahan, terdiri dari 1 kelompok, bertugas: membagi bahan yang diper-
lukan tiap kelompok serta mengembalikan sisa bahan, petugas bagi bahan datang 20
menit lebih awal.
d. Petugas Kurve, terdiri dari 4 kelompok, bertugas: meminjam alat yang akan diguna-
kan untuk praktikum. Peminjaman alat dilakukan dengan mengisi Form Peminjaman
Alat Lab. Pangan sehari sebelum praktikum. Petugas Kurve juga bertugas mengecek
alat-alat yang ada di box Lab. Pangan serta mengembalikan alat dalam keadaan ke-
ring, bersih dan tidak rusak.
e. Petugas CS, terdiri dari 1 kelompok, bertugas: membersihkan laboratorium setelah
selesai praktikum.
B. Evaluasi
1. Membuat rekapan belanja dan mengisi form peminjaman alat dengan baik dan benar.
2. Mahasiswa melaksanakan setiap kegiatan dengan benar dan teliti.
3. Keselamatan kerja dilakukan setiap melakukan kegiatan.
BAB II
Pengenalan Uji Organoleptik
A. Dasar Teori
Uji Organoleptik
Organoleptik merupakan pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan kesukaan
dan kemauan untuk mempergunakan suatu produk. Dalam penilaian bahan pangan, sifat
yang menentukan diterima atau tidaknya suatu produk adalah sifat indrawinya. Pengujian
organoleptik juga disebut penilaian indra atau penilaian sensorik, merupakan suatu cara
penilaian dengan memanfaatkan pancaindra manusia untuk mengamati tekstur, warna, ben-
tuk, aroma, rasa suatu produk makanan, minuman ataupun obat. Pengujian organoleptik
berperan penting dalam pengembangan produk. Evaluasi sensorik dapat digunakan untuk
menilai adanya perubahan yang dikehendaki atau tidak dalam produk atau bahan-bahan
formulasi, mengidentifikasi area untuk pengembangan, mengevaluasi produk pesaing,
mengamati perubahan yang terjadi selama proses atau penyimpanan, dan memberikan data
yang diperlukan untuk promosi produk (Ayustaningwrno, 2012).
Penilaian indrawi ini ada enam tahapan, yaitu menerima bahan, mengenali bahan,
mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan
menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut. Indra yang digunakan dalam menilai
sifat indrawi suatu produk adalah:
1. Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan bentuk, vo-
lume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta bentuk bahan.
2. Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur meru-
pakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat
diamati dengan mulut atau peraba dengan jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis
dan halus.
3. Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator terjadinya pada
kerusakan pada produk, misalnya bau busuk menandakan produk tersebut telah meng-
alami kerusakan.
4. Indra pengecap dalam hal kepekaan rasa, maka rasa manis dapat dengan mudah dira-
sakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah, rasa asam pada pinggir
lidah, dan rasa pahit pada bagian belakang lidah.
Penentu bahan makanan pada umumnya sangat ditentukan oleh beberapa faktor, anta-
ra lain: warna, rasa, tekstur, viskositas, dan nilai gizi. Cita rasa suatu makanan terdiri atas
tiga komponen, yaitu: bau, rasa, dan rangsangan mulut. Yang dapat diamati indra pembau
adalah: zat berbau berbentuk uap sedikit larut dalam air, sedikit larut dalam lemak dan mo-
lekul-molekul bau harus sempat menyentuh silia sel olfaktori dan diteruskan ke otak dalam
bentuk impuls listrik oleh ujung saraf olfaktori. Sedangkan yang mempengaruhi rasa yaitu:
senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.
Cita rasa dan aroma pada bahan makanan timbul karena adanya senyawa kimia alamiah
maupun sintetik dan reaksi senyawa tersebut dengan ujung-ujung syaraf indra lidah hidung.
8 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan
Zat-zat warna dan pigmen yang indah dapat menjadi kurang indah atau lebih indah akibat
suatu reaksi kimia bahan (Winarno, 2008).
Untuk melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel. Dalam penilaian suatu
mutu atau analisis sifat-sifat sensori atau suatu komoditi, panel bertindak sebagai interumen
atau alat. Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas sebagai penilai sifat atau
mutu komoditi berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi panel disebut panelis.
Dalam penilaian organoleptik, dikenal tujuh macam panel, yaitu:
1. panel perseorangan.
2. panel terbatas.
3. panel terlatih.
4. panel agak terlatih.
5. panel konsumen, dan
6. panel anak-anak.
Untuk mendapatkan panelis yang diinginkan, khususnya jenis panel terlatih perlu di- BAB III
lakukan tahap-tahap seleksi. Syarat umum untuk menjadi panelis adalah mempunyai per-
hatian dan minat terhadap pekerjaan ini, selain itu panelis jiga dapat menyediakan waktu
khusus untuk penilaian tentang kepekaan yang dibutuhkan. Pemilihan anggota panel perlu
Penentuan Empat Rasa Dasar
dilakukan untuk suatu grup panelis yang baru atau untuk mempertahankan anggota dalam
grup tersebut. Tahap-tahap seleksinya sebagai berikut:
1. wawancara,
2. tahap penyaringan,
3. tahap pemilihan,
4. tahap pelatihan, dan Unit Laboratorium IBM
5. uji kemampuan. Waktu 340 menit
Tujuan Mahasiswa dapat menentukan empat rasa dasar yakni manis,
B. Evaluasi asam, asin dan pahit.
1. Menyiapkan alat dan perlengkapan secara lengkap dan sesuai dengan urutan penggu-
naannya.
2. Mahasiswa melaksanakan setiap kegiatan dengan benar dan teliti.
3. Keselamatan kerja dilakukan setiap melakukan kegiatan .
Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 11
A. Dasar Teori
Analisis sensori adalah suatu proses indentifikasi, pengukuran ilmiah, analisis dan inter-
pretasi atribut-atribut produk melului 5 pancaindra manusia, yaitu: indra penglihatan, pen-
ciuman, pencicipan, peraba, dan pendengar. Analisis sensori juga melibatkan suatu ukuran
yang dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif. Tujuan analisa sensori adalah untuk mengeta-
hui respons atau kesan yang diperoleh pancaindra manusia terhadap suatu ransangan yang
ditimbulkan oleh suatu produk. Analisis sensori umumnya digunakan untuk menjawab per-
tanyaan mengenai kualitas suatu produk dan pertanyaan yang berhubungan dengan pembe-
daaan, deskripsi, dan kerusakan atau penerimaan (afeksi) (Belinda, dkk, 2008).
Uji diukur sesuai respon pribadi panelis. Uji ini bersifat organoleptik karena dalam pe-
nilaiannya menggunakan indra manusia, atau dapat juga disebut sifat sensorik karena peni-
laian atau pengukurannya didasarkan pada ransangan saraf sensori pada alat indra manu-
sia. Mengenali sifat indrawi dengan pengindraan (uji indrawi) kepada panelis memerlukan
pendekatan yang khusus. Pengolah uji harus dapat mengomunikasikan dangan tepat sifat
indrawi yang dimaksudkan karena ada kalanya sifat indrawi itu hanya mudah dirasakan
namun sulit dinyatakan atau dideskripsikan (Ayustaningwarno, 2012).
Sampai saat ini, telah dikenal 4 jenis rasa utama, yaitu: asin, asam, manis, dan pahit, di-
tambah rasa baru umami yang umumnya terdapat pada penyedap rasa masakan Asia. Rasa
asin ditunjukkan paling banyak dengan natrium klorida. Kadang-kadang dinyatakan bahwa
rasa garam natrium klorida sendiri tidak sedap dan tujuan utama garam pada makanan se-
bagai penguat bau rasa atau potensiator bau dan rasa (Winarno, 2008).
2. Bahan
Nama : ..............................................................
a. Garam dapur
Tanggal : ...............................................................
b. Gula pasir
Petunjuk : ................................................................
c. Jeruk nipis
d. Pil kina
Di hadapan saudara disajikan 4 seri sampel masing-masing terdiri dari 5 gelas larutan. Se-
e. Air minum
belum mencicipi setiap larutan, kumur terlebih dahulu dengan air minum yang disediakan dan
dibuang. Istirahat sebentar sebelum mencicipi larutan berikutnya. Saudara diminta untuk mem-
C. Layout Perlakuan
berikan penilaian organoleptik dengan menggunakan skala penilaian sebagai berikut:
Macam Konsentrasi 0 = tidak ada rasa
Macam Rasa Dasar
I II III IV V 1 = ada sedikit sekali rasa
Asin 510 855 030 433 745
2 = rasa lebih meningkat tetapi belum sesuai
Manis 510 855 030 433 745
3 = rasa cocok untuk saya
Asam 510 855 030 433 745
4 = rasa cukup kuat
Pahit 510 855 030 433 745
5 = rasa sangat kuat/mudah dideteksi/tidak diragukan lagi
Komentar:
14 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 15
D. Lembaran Kerja
2. Siapkan larutan gula pasir dengan konsentrasi:
0%; 5%; 10%; 15%; dan 20%
BAB IV
Penilaian Macam Teh
A. Dasar Teori
Tanaman teh pertama kali masuk ke indonesia pada tahun 1684, berupa biji teh dari Je-
pang yang ditanam sebagai tanaman hias. Teh adalah suatu produk yang dibuat dari daun
muda (pucuk daun) dari tanaman teh camelia sinensis L. Teh merupakan sejenis minuman
yang sering diminum dengan campuran es batu maupun dengan kondisi hangat. Minuman
teh ini paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Negara Indonesia karena harga yang
terjangkau dan rasanya cukup menyegarkan.
Teh dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan, yakni teh herbal dan teh nonherbal. Teh
herbal dikelompokkan lagi menjadi 3 jenis, yakni teh hitam, teh hijau, dan teh olong (Winar-
sih, 2011). Daun teh mengalami beberapa proses pengolahan untuk dapat menjadi produk
seperti teh hitam dan teh hijau. Untuk membuatnya, daun biasanya dilayukan dan kemu-
dian digulung dengan alat pemutar OTR (open top roller), kemudian dihamparkan ke udara
agar teroksidasi atau terfermentasi. Daun kemudian dikeringkan dengan udara panas, dan
dihasilkan teh hitam (Rokhyani, 2015).
Teh bukan hanya sebutan untuk minuman yang di buat dari hasil pengolahan daun teh
saja. Berbagai jenis minuman yang dihasilkan dari daun, kulit, akar, bunga tumbuhan lain
selain tanaman teh juga disebut dengan istilah teh. Teh dari daun teh mempunyai senyawa
kimia yang tidak ditemukan dalam teh herbal, yaitu senyawa antioksidan yang disebut ka-
tekin. Selain itu, teh dari daun teh juga mengandung senyawa kafein yang biasanya terdapat
pada buah kopi. Selain katekin dan kafein, daun teh juga mengandung senyawa penting la-
innya seperti asam amino dan senyawa polifenol. Senyawa-senyawa inilah yang akan mem-
pengaruhi kualitas warna, aroma, dan rasa teh (Winarsih, 2011).
1. Alat
a. Sendok ukur.
PENILAIAN MACAM-MACAM AIR TEH
b. Panci.
c. Gelas organoleptik.
d. Gelas ukur.
Nama : ..............................................................
e. Saringan teh.
Tanggal : ..............................................................
2. Bahan Petunjuk : ..............................................................
a. 4 jenis teh celup 2 gram.
b. 150 ml teh + 15 gram gula pasir. Di hadapan saudara disajikan macam-macam minuman teh. Sebelum mencicipi setiap jenis
minuman teh, kumur terlebih dahulu dengan air minum yang disediakan dan dibuat. Istirahat-
D. Layout Perlakuan lah sebentar sebelum mencicipi minuman teh berikutnya. Saudara diminta untuk memberikan
Macam Teh penilaian organoleptik dengan menggunakan deskripsi sebagaimana disajikan dalam tabel ber-
Faktor Kualitas ikut ini:
A B C D
Kejernihan
Kode
Faktor Kualitas Deskripsi dan Nilai
Aroma
Jernih berkilau (30)
Rasa Kejernihan Sedikit keruh (20)
Keruh dengan partikel (10)
Warna Harum teh kuat ( 30 )
Aroma Aroma cukup baik (20)
Harum teh sedikit (10)
Unit percobaan: macam teh
Rasa teh kuat ( 30 )
Menggunakan rancangan percobaan RAL ( Rancangan Acak Lengkap ) karena kelompok
Rasa Rasa teh cukup baik (20)
yang bersifat homogen
Rasa pahit (10)
Cokelat tua hitam ( 30)
Warna Cokelat sedang (20)
Cokelat muda (10)
Total Nilai
Komentar:
22 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 23
No Langkah-Langkah Gambar
1. Siapkan 2 gram teh dalam 150 ml air (sesuaikan de-
ngan jumlah panelis)
BAB V
Pembuatan Produk Bahan
Makanan Campuran
A. Dasar Teori
Bahan Makanan Campuran (BMC) adalah campuran beberapa bahan makanan dalam
jumlah menurut perbandingan tertentu, sehingga kadar zat gizi dan nilai zat gizinya sesuai
dengan tujuan penggunaannya (Ayustaningwarno, 2012). Bahan makanan campuran (BMC)
secara fungsional merupakan makanan yang mampu memberikan keuntungan bagi kesehat-
an di samping efek nutrisi yang secara prinsip memang dimiliki oleh makanan (Silalahi, 2006
dan Winarti, 2010).
Bahan makanan campuran dapat digunakan sebagai bahan makanan tambahan dalam
melengkapi kekurangan zat gizi dalam hidangan sehari-hari. Selain itu, BMC juga dapat
digunakan sebagai makanan bayi. Penyusunan bahan makanan campuran (BMC) dibuat un-
tuk mendapatkan formula makanan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan pertum-
buhan dan perkembangan bayi dan anak balita untuk pelengkap Air Susu Ibu (ASI), atau
pengganti ASI, sebagai alat pendidikan gizi untuk menunjukkan susunan hidangan yang
baik dan sebagai bahan baku dalam pembuatan bahan makanan jajanan (Zakaria, dkk, 2013).
Dalam penyusunan BMC, perlu memperhatikan beberapa patokan dasar berikut:
1. Jenis keadaan gizi kurang yang akan ditanggulangi.
2. Golongan rawan yang akan diberi BMC.
3. Kemungkinan-kemungkinan untuk memproduksi dan mendistribusikan BMC.
4. Kemungkinan penerimaan konsumen terhadap BMC meliputi cita rasa, kesesuaian de-
ngan pola dan kebiasaan makan.
Bahan makanan campuran dapat disusun menggunakan dua, tiga, atau empat jenis ba-
han makanan. Makin banyak jenis bahan makanan yang digunakan dalam menyusun suatau
BMC, makin baik nilai gizinya.
28 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 29
1. Alat
a. Timbangan.
UJI ORGANOLEPTIK
b. Talenan.
c. Dry mill.
d. Oven.
Nama : ......................................................
e. Baskom plastik.
Tanggal : ......................................................
f. Sendok kayu.
Petunjuk : ......................................................
g. Blender.
h. Nampan.
Di hadapan saudara disajikan macam-macam bahan makanan campuran (BMC). Sebelum
i. Pisau.
mencicipi setiap jenis BMC, kumur terlebih dahulu dengan air minum yang disediakan dan di-
j. Panci pengukus.
buang. Istirahatlah sebentar sebelum mencicipi BMC berikutnya. saudara diminta untuk mem-
k. Loyang.
berikan pilihan organoleptik dengan menggunakan deskripsi sebagaimana disajikan dalam tabel
2. Bahan berikut ini:
a. Ikan (berat bersih) 75 gr. 0 = tidak ada rasa
b. Jagung kuning pipil 100 gr. 1 = sangat tidak suka
c. Pepaya (berat bersih) 100 gr. 2 = tidak suka
d. Minyak kelapa sawit 5 gr. 3 = agak suka
4 = suka
C. Layout Perlakuan 5 = sangat suka
Perlakuan
Pengulangan Ikan Belanak Ikan Beledang Ikan Teri Ikan Tenggiri Penilaian KODE
A B C D Warna
1 A1 B1 C1 D1
Rasa
Keterangan: Tekstur
A1 : bubuk instan BMC dengan sumber protein dari ikan belanak Aroma
B1 : bubuk instan BMC sumber protein dari ikan beledang
C1 : bubuk instan BMC dengan sumber protein ikan teri
Komentar:
D1 : bubuk instan BMC dengan sumber protein ikan tenggiri
D. Cara Kerja
1. Semua bahan dikukus dengan suhu 100oC selama 20 menit.
2. Kemudian bahan dihancurkan dengan blender hingga halus.
3. Tambahkan minyak, menjadi bubur BMC.
4. Pengeringan bubur BMC menggunakan oven dengan suhu 150 – 180oC selama 3 jam.
5. Lalu dihaluskan dengan blender hingga halus.
6. Kemudian ayak tepung BMC dengan menggunakan mesh.
30 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 31
No Langkah-Langkah Gambar
1. Semua bahan dikukus dengan suhu 1000C selama ±20
menit
BAB VI
Pembuatan Makanan
Fortifikasi dan Enrichment
A. Dasar Teori
Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemu-
dian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong dan dilumuri perekat tepung (batter)
dan diselimut tepungi roti (breading). Nugget digoreng setengah matang dan dibekukan un-
tuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan. Nugget merupakan salah satu ben-
tuk produk makanan beku siap saji, yaitu produk yang telah mengalami pemanasan sampai
setengah matang (precooked), kemudian dibekukan (Ayustaningwarno, 2012). Produk beku
siap saji ini hanya memerlukan waktu penggorengan selama 1 menit pada suhu 150ºC. Teks-
tur nugget tergantung dari bahan asalnya (Astawan, 2008).
2. Bahan
a. 125 gr daging cincang (bisa cincang ayam, ikan, daging, dan udang).
b. 1 lembar (40 gr) roti tawar (lebih baik yang whole wheat breade/roti gandum).
c. 1 bh (75 gr) wortel diparut (bisa waluh, labu siam, dan bayam).
d. 1 butir (60 gr) telur dikocok lalu bagi dua.
e. 10 gr bawang bombay.
f. 10 gram keju parut.
g. ½ sdt garam.
h. ½ sdt merica.
i. 1 sdm tepung panir.
j. 1 sdm minyak.
36 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 37
Daging
Sayur
Ayam (1) Ikan (2) Daging (3) Udang (4)
Wortel (A) A1 A2 A3 A4 UJI ORGANOLEPTIK NUGGET
Waluh (B) B1 B2 B3 B4
Labu Siam (C) C1 C2 C3 C4
Bayam (D) D1 D2 D3 D4 Nama : ................................................................
Tanggal : ................................................................
Keterangan: Petunjuk : ................................................................
A1 : wortel dengan ayam
A2 : wortel dengan ikan Di hadapan saudara di sajikan macam-macam nugget. Sebelum mencicipi setiap jenis nug-
A3 : wortel dengan daging get, kumur terlebih dahulu dengan air minum yang disediakan dan dibuang. Istirahatlah seben-
A4 : wortel dengan udang tar sebelum mencicipi nugget berikutnya. Saudara diminta untuk memberikan penilaian organo-
B1 : waluh denga ayam leptik dengan menggunakan deskripsi sebagaimana disajikan dalam tabel berikut ini:
B2 : waluh dengan ikan 0 = tidak ada rasa
B3 : waluh dengan daging 1 = sangat tidak suka
B4 : waluh dengan udang 2 = tidak suka
C1 : labu siam dengan ayam 3 = agak suka
C2 : labu siam dengan ikan 4 = suka
C3 : labu siam dengan daging 5 = sangat suka
C4 : labu siam dengan udang
D1 : bayam dengan ayam Penilaian KODE
D2 : bayam dengan ikan
Warna
D3 : bayam dengan daging
D4 : bayam dengan udang Rasa
Tekstur
D. Cara Kerja Aroma
1. Hancurkan roti tawar sampai halus seperti serpihan (untuk lebih mudahnya bisa mema-
kai blender chooper). Komentar:
2. Tambahkan cincang ayam ( ikan, daging, udang) + wortel + bayang bombay + keju parut
+ setengah bagian telur + garam + merica, aduk rata.
3. Bentuk nugget sesuai selera lalu celupkan dalam telur ( sisanya) lalu gulingkan dengan
tepung panir.
4. Goreng nugget sampai kuning kecokelatan. Nugget siap dihidangkan.
38 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 39
No Langkah-Langkah Gambar
1. Hancurkan roti tawar sampai halus seperti serpihan
(untuk lebih mudahnya bisa memakai blender chooper)
atau gunakan tepung roti.
BAB VII
Pengalengan Daging
A. Dasar Teori
Pengalengan adalah salah satu cara pengolahan dan pengawetan bahan makanan yang
dimasukkan ke dalam wadah kaleng atau gelas jars yang ditutup rapat, supaya udara dan
zat-zat serta mikroorganisme pembusuk tidak dapat masuk dan selanjutnya disterilisasi
pada suhu tertentu dan dalam jangka waktu tertentu guna mematikan mikroorganisme.
Suhu yang digunakan dalam pengalengan adalah suhu tinggi (110 – 120°C), gunanya untuk
mematikan semua mikroorganisme sehingga dicapai sterilisasi komersial yang berarti pro-
duk tersebut tidak 100% steril, tetapi dapat tahan hingga 2 (dua) tahun. Jenis bakteri yang
sangat tahan panas dan hidup dalam suasana anaerob adalah Clostridium botulinum yang
menghasilkan racun mematikan. Bakteri dapat mati pada suhu 120°C selama 4 menit atau
155°C selama 10 menit.
2. Bahan
a. 125 g daging (daging sapi, daging kerbau, daging kambing, daging domba/kuda).
b. 0,35% pala.
c. 0,75% merica.
d. Bawang merah dan bawang putih = 15 : 3 sebanyak 2%.
e. 10% tepung terigu.
f. Minyak kelapa sawit/minyak goreng 3%.
g. 2,5% garam halus + 0,03% garam untuk curing.
h. 1,5% gula halus + 0,02% gula unuk curing.
i. Sendawa 0,005%
C. Layout Perlakuan
Jenis Protein
Variasi
Hewani
Daging Daging sapi Daging kerbau Daging kambing Daging domba/kuda
44 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 45
1. Pilih bagian daging yang baik dan empuk, sedikit lemak dan jaringan ikat, yaitu
pada bagian paha atau dada.
UJI ORGANOLEPTIK DAGING KALENG
2. Buang jaringan ikat. Lakukan curing.
3. Daging dipotong-potong dengan ukuran 2 x 2 x 2 cm dan lakukan blanching
dengan cara merebus selama 30 – 60 menit.
Nama : ................................................................
4. Pisahkan serat-serat dengan alat tertentu atau garpu.
Tanggal : ................................................................
5. Masak bumbu-bumbu, campurkan tepung terigu dan lemak atau minyak goreng.
Petunjuk : ................................................................
6. Campurkan serat-serat daging dengan bumbu, aduk hingga rata.
7. Masukkan ke dalam kaleng atau gelas jars steril (oven 110°C selama 45 menit),
Di hadapan saudara di sajikan macam-macam daging kaleng. Sebelum mencicipi setiap jenis
daging harus diisi sepadat mungkin dengan head space 0,5 – 1 cm.
daging, kumur terlebih dahulu dengan air minum yang disediahkan dan dibuang. Istirahatlah
8. Lakukan exhausting dengan cara memanaskan dengan air mendidih dalam panci
sebentar sebelum mencicipi daging berikutnya. Saudara diminta untuk memberikan penilaian
tertutup selama 30 menit dan gelas jars langsung ditutup rapat.
organoleptik dengan menggunakan deskripsi sebagaimana disajikan dalam tabel berikut ini:
9. Lakukan sterilisasi pada suhu 121°C selama 60 menit. Lakukan pendinginan cepat de-
0 = tidak ada rasa
ngan cara menyiram air dingin atau direndam dalam bak yang berisi air dingin hingga
1 = sangat tidak suka
suhu 37 – 38°C (gelas jars dibiarkan dingin udara). Keringkan dengan lap dan selanjut-
2 = tidak suka
nya disimpan.
3 = agak suka
4 = suka
5 = sangat suka
Penilaian KODE
Warna
Rasa
Tekstur
Aroma
Komentar:
46 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 47
No Langkah-Langkah Gambar
1. Pilih bagian daging yang baik dan empuk, sedikit lemak
dan jaringan ikat yaitu pada bagian paha atau dada. Bu-
ang jaringan ikat.
BAB VIII
Pembuatan Tape
A. Dasar Teori
Tape merupakan jenis makanan mengandung alkohol (3 – 5%), mempunyai rasa asam
manis dan pH sekitar 4. Mikroorganisme yang sering dijumpai pada ragi tape adalah Candi-
da, Endomycopsis, Hansenula, Amylomyses, Aspergillus, Fusarium, Mucor, dan Rhizopus (Stein-
kraus, 1983). Menurut Ko (1972), organisme yang berperan penting dalam pembuatan tape
adalah kapang Amylomyses rouxii tipe Calmette, dan khamir Endomycopsis burtonii (E. chodati).
Proses yang terjadi dalam pembuatan tape adalah karbohidrat kompleks diurai menjadi se-
nyawa yang lebih sederhana dengan bantuan enzim amylase yang diproduksi oleh kapang.
Senyawa yang lebih sederhana kemudian diubah menjadi alkohol oleh khamir. Apabila fer-
mentasi dilanjutkan akan diperoleh produk-produk asam.
2. Bahan
a. Ubi kayu 250 g.
b. Ubi putih 250 g.
c. Ubi ungu 250 g.
d. Ubi kuning 250 g.
e. Ragi tape 1 bungkus.
C. Layout Perlakuan
Variasi
Konsentrasi Ragi
Ubi Kayu Ubi Putih Ubi Ungu Ubi Kuning
0,5 % A1 B1 C1 D1
1, 0% A2 B2 C2 D2
1,5 % A3 B3 C3 D3
Keterangan:
A1 : ubi kayu dengan konsentrasi ragi 0,5%
A2 : ubi kayu dengan konsentrasi ragi 1%
A3 : ubi kayu dengan konsentrasi ragi 1,5%
B1 : ubi putih dengan konsentrasi ragi 0,5%
B2 : ubi putih dengan konsentrasi ragi 1%
B3 : ubi putih dengan konsentrasi ragi 1,5%
52 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 53
Penilaian KODE
Warna
Rasa
Tekstur
Aroma
Komentar:
54 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 55
No Langkah-Langkah Gambar
1 Bahan dibersihkan dan ditimbang sesuai yang dibutuh-
kan (catat berat kotor dan berat bersih).Cuci sampai bersih
(jika perlu dipotong dengan ukuran yang sama) dan kukus
sampai tiga per empat matang.
BAB IX
Pembuatan Susu Tempe
A. Dasar Teori
Tempe adalah makanan dari kacang-kacangan yang dibuat dari proses fermentasi kede-
lai menggunakan kapang Rhizopus (ragi tempe). Proses fermentasi menyebabkan kedelai ter-
ikat dan tertutup seluruhnya menjadi bentuk yang kompak berwarna putih (Buckle, 1987).
Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang dikonsumsi oleh semua lapisan
masyarakat, dan mengandung komponen-komponen gizi tinggi, seperti protein dan vitamin
B, bahkan tempe diketahui mengandung senyawa antioksidan.Tempe memiliki daya simpan
rendah dan mudah rusak. Tempe yang disimpan pada suhu ruang hanya bertahan dua hari,
sedangkan penyimpanan suhu rendah bertahan satu minggu (Hapsari, dkk, 2013). Dalam
upaya peningkatan masa simpan, nilai tambah, dan sifat organoleptik tempe, perlu dilaku-
kan upaya diversifikasi pengolahan tempe, salah satunya pembuatan susu tempe.
Susu tempe merupakan produk hasil ekstraksi tempe dengan air sehingga diperoleh la-
rutan dengan komponen padatan terlarut. Kini produk tempe telah berkembang sampai tiga
generasi. Tempe generasi kedua meliputi tepung tempe, bubur bayi, susu tempe, biskuit, es
krim, burger, sosis dan produk lain yang tidak lagi mempunyai bentuk khas tempe (Ayusta-
ningwarno, 2012).
Prinsip pembuatan sari tempe adalah ekstraksi tempe dengan air melalui tahap pem-
buatan, yaitu pemotongan bentuk dadu, pengukusan 3 menit, penambahan air mendidih,
penggilingan, penyaringan, penambahan bahan tambahan pangan (gula, garam, perisa, pen-
stabil) dan pemanasan pada suhu 900ºC. Susu tempe mempunyai kadar protein 2,5%. Susu
tempe yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses fermentasi tempe (Ayustaningwarno, 2012).
Selama periode kegiatan fermentasi, menyebabkan perubahan karakteristik keseluruhan
bahan dari kedelai menjadi tempe. M.J. R. Nouts dan J. L. Kiers (2005) menyatakan, proses
inkubasi tempe berlangsung pada 24 – 36 jam suhu 300ºC atau 48 – 72 jam suhu 250ºC. Pada
proses pembuatan susu tempe, perlu ditambahkan bahan penstabil untuk menghasilkan
susu tempe yang berkualitas.
Astawan (2004) menyatakan bahwa fungsi bahan penstabil adalah mencegah pengen-
dapan pada proses pembuatan susu kedelai. Beberapa bahan penstabil dapat digunakan
pada susu dari kedelai, di antaranya adalah bahan penstabil carboxymethyl cellulose (CMC).
C. Layout Perlakuan
Konsentrasi Gula Nama :
Bahan Tanggal :
5% (1) 10% (2) 15% (3)
Tempe (A) A1 A2 A3 Petunjuk :
Keterangan: Di hadapan saudara disajikan macam-macam susu tempe. Sebelum mencicipi setiap jenis
A1 : susu tempe dengan konsentrasi gula 5% minuman susu tempe, kumur terlebih dahulu dengan air bersih yang disediakan dan dibuang.
A2 : susu tempe dengan konsentrasi gula 10% Istirahatlah sebentar sebelum mencicipi minuman susu tempe berikutnya. Saudara diminta un-
A3 : susu tempe dengan konsentrasi gula 15% tuk memberikan penilaian organoleptik dengan menggunakan deskripsi sebagaimana disajikan
dalam tabel berikut ini:
D. Cara Kerja 0 = sangat tidak suka
1 = tidak suka
1. Potong tempe kecil-kecil dengan ukuran 1 cm persegi.
2 = agak suka
2. Rebus tempe selama 5 menit untuk mematikan jamur tempe, tiriskan sampai kering.
3 = suka
3. Blender dengan menambahkan sedikit air hangat.
4 = sangat suka
4. Hasil gilingan disaring dengan kain bersih sehingga diperoleh susu tempe mentah.
5. Tambahkan air hangat sampai dengan 1 liter.
Penilaian KODE
6. Rebus susu dan aduk-aduk hingga mendidih, angkat dan dinginkan.
7. Tambahkan gula atau madu sesuai selera. Warna
Rasa
Tekstur
Aroma
Komentar:
62 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 63
No Langkah-Langkah Gambar
1. Potong tempe kecil-kecil dengan ukuran 1 cm persegi.
E. Lembaran Kerja
BAB X
Pembuatan Es Krim
A. Dasar Teori
Es krim merupakan makanan beku yang terbuat dari susu yang melewati tahap pasteu-
risasi, homogenisasi, pematangan es krim dengan penyimpanan di dalam lemari es serta
pembekuan dan pengadukan. Bahan yang digunakan adalah kombinasi susu dengan ba-
han tambahan seperti gula dan madu atau tanpa bahan perasa dan warna stabilizer. bahan
campuran es krim disebut ice cream mix (ICM), dengan pencampuran bahan yang tepat dan
pengolahan yang benar maka dapat dihasilkan es krim dengan kualitas baik (Chan, 2010).
Nilai gizi es krim sangat tergantung pada nilai gizi bahan baku yang digunakan. Es krim
yang memiliki kualitas tinggi bahan bakunya, semakin tinggi nilai gizinya. Misalnya, es krim
dengan bahan utamanya susu tanpa lemak dan lemak susu, menjadikan es krim sebagai ma-
kanan yang hampir sempurna kandungan gizinya (Chan, 2010).
Standar Nasional Indonesia (SNI) menyatakan bahwa es krim adalah sejenis makanan
semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau campuran susu, lemak
hewani maupun nabati, gula, dan dengan atau tanpa bahan makanan lain yang diizinkan.
Campuran bahan es krim diaduk ketika didinginkan untuk mencegah pembentukan kristal
es yang besar. Penurunan temperatur campuran dilakukan dengan cara mencelupkan cam-
puran ke dalam campuran es dan garam (Ayustaningrum, 2012).
Komposisi adonan saat pembuatan es krim akan menentukan kualitas es krim. Faktor
yang mempengaruhi, antara lain: bahan baku, proses pembuatan, proses pembekuan, penge-
pakan, dan sebagainya. Proses pembuatan seluruh bahan baku es krim akan dicampur men-
jadi suatu bahan dasar es krim, salah satunya viskositas atau kekentalan. Kekentalan pada
adonan es krim akan berpengaruh besar pada tingkat kehalusan es krim serta ketahanan es
krim sebelum mencair. Proses pembuatannya melalui pencampuran bahan-bahan menggu-
nakan alat pencampur berputar (Chan, 2010).
Rasa
Tekstur
5. Pemasukan pasta es krim vanila dan aduk hingga
Aroma
rata. Penyimpanan adonan ke dalam freezer selama
minimum 3 jam.
Komentar:
E. Lembaran Kerja
BAB XI
Pembuatan Pangan
Fungsional Lokal
A. Dasar Teori
Makanan fungsional adalah makanan yang memiliki tiga fungsi, yaitu fungsi primer, ar-
tinya makanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan gizi (karbohidrat, protein, lemak, vita-
min, dan mineral), dan fungsi sekunder, artinya makanan tersebut dapat diterima oleh kon-
sumen secara sensoris dan fungsi tersier (makanan tersebut memiliki fungsi untuk menjaga
kesehatan, mengurangi terjadinya suatu penyakit, dan menjaga metabolisme tubuh). Jadi,
makanan fungsional dikonsumsi bukan berupa obat (serbuk), tetapi konsumsi berbentuk
makanan.
Pangan fungsional tidak seperti obat ataupun suplemen makanan sehingga tidak ber-
bentuk kapsul, tablet, ataupun bubuk yang bersumber dari senyawa alami. Pangan fungsi-
onal dapat dikonsumsi bebas seperti makanan dan minuman biasanya, tanpa ada batasan
atau dosis tertentu.
Pangan fungsional lebih digunakan untuk suatu pencegahan penyakit ataupun penu-
runan risiko. Paling utama sering digunakan sebagai pencegahan penyakit degeneraitif dan
dapat meningkatkan sistem imunitas pada tubuh yang mengkonsumsinya. Pangan fungsi-
onal biasanya mengandung serat, asam lemak, vitamin ataupun mineral tertentu, ataupun
produk pangan yang ditambahkan dengan komponen bioaktif seperti fitokimia atau kompo-
nen antioksidan lainnya atau mengandung probiotik (Yuliasari dan Hamdan, 2013).
Pendap (ikan pais) merupakan makanan khas masyarakat Bengkulu yang mam-
pu bersaing dengan sejumlah kuliner modern saat ini. Pendap memiliki cita rasa yang khas,
makanan tradisional ini tetap menggugah selera, terutama aroma khas daun keladi dan daun
pisang yang menjadi pembungkusnya. Untuk membuat pendap, dibutuhkan bahan beru-
pa kelapa muda, asam pede, laos, kunyit, kemiri, ketumbar, bawang putih, bawang merah,
daun jeruk purut, kelapa rendang, cabai, ikan gebur atau bisa diganti dengan ikan jemiin,
ikan kakap merah atau ikan terusan. Sementara bahan lainnya yang juga diperlukan, yaitu
daun pisang dan daun talas untuk membungkus.
Pendap yang telah dibungkus dengan daun talas direbus selama delapan jam di dalam
kuali besar dengan menggunakan kayu bakar. Saat merebus, airnya diberi garam, serai, dan
daun salam, tujuannya agar aroma ikan pais lebh harum dan memiliki rasa yang khas. Pen-
dap biasanya disajikan dengan nasi putih dan sayur-sayuran lainnya yang dapat meningkat-
kan selera makan.
76 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 77
C. Layout Perlakuan
Daun
Ikan
Talas (A) Mangkokan (B) Labu Siam (C) Singkong (D)
Nila/mujair (I) AI BI CI DI
Sarden (II) AII BII CII DII
B. Alat dan Bahan
Ikan tongkol (III) AIII BIII CIII DIII
1. Alat
a. Baskom. Keterangan:
b. Cobekan. A1 : ikan nila dengan daun talas
c. Blender. A2 : ikan sarden dengan daun talas
d. Panci. A3 : ikan tongkol dengan daun talas
e. Sendok. B1 : ikan nila dengan daun mangkokan
f. Piring saji organoleptik. B2 : ikan sarden dengan daun mangkokan
B3 : ikan tongkol dengan daun mangkokan
2. Bahan
C1 : ikan nila dengan daun labu siam
a. Ikan nila 4 ekor, ikan sardin 4 ekor, ikan tongkol 4 ekor (masing-masing berat 200
C2 : ikan sarden dengan daun labu siam
gram).
C3 : ikan tongkol dengan daun labu siam
b. Batang daun bawang dipotong ½ cm.
D1 : ikan nila dengan daun singkong
c. Tangkai daun seledri, diiris kasar.
D2 : ikan sarden dengan daun singkong
d. Lengkuas 12 buah.
D3 : ikan tongkol dengan daun singkong
e. Batang serai 12 buah.
f. Buah asam kandis 12 buah.
g. Kelapa parut kasar, disangrai.
D. Cara Kerja
h. Kelapa muda diparut. 1. Parut kelapa matang, gongseng kemudian dihaluskan.
i. Santan dari ½ butir kelapa. 2. Parut kelapa tua (1/2 matang ) kemudian dihaluskan.
j. Garam secukupnya. 3. Campur atau satukan kedua bahan di atas lalu campurkan dengan cabai, bawang merah,
k. Merica bubuk secukupnya. bawang putih, lengkuas, jahe, kunyit yang sudah dihaluskan menjadi satu.
4. Tambahkan dengan air asam jawa secukupnya.
l. Gula pasir secukupnya.
5. Masukkan ikan ke dalam bumbu yang sudah disiapkan.
m. Minyak makan untuk menumis.
6. Bungkus ikan dan bumbu ke dalam daun keladi. Bungkus lagi dengan daun pisang, ikat
n. Daun pisang untuk membungkus.
dengan benang.
o. Daun talas, daun mangkokan, daun labu siam, daun singkong (masing-masing 25
7. Sebelum merebus terlebih dahulu air rebusan dicampur dengan air asam jawa kemudian
lembar).
rebus bungkusan ikan tersebut. Usahakan air rebusan melebihi bungkusan ikan.
8. Presto selama 2,5 jam, angkat dan sajikan.
78 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 79
Rasa
Tekstur
Komentar:
80 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan
BAB XII
Pembuatan Jam dan Jelly
A. Dasar Teori
Ketika jam (selai) dan jelly (jeli) akan diproduksi untuk tujuan bisnis, maka konsistensi
rasa, penampakan dan tekstur merupakan hal yang harus dikontrol agar mutu produk yang
dihasilkan konsisten dari waktu ke waktu. Selai atau jam dan jelly adalah dua produk yang
umumnya digunakan untuk sebagai teman makan roti. Perbedaan antara jam dan jeli adalah
pada penampakannya dan juga proses pembuatannya. Jam atau selai merupakan makanan
kental semi padat yang terbuat dari hancuran buah dan gula yang kemudian dipekatkan
dengan cara pemasakan (Ayustaningwarno, 2012). Sedangkan jeli adalah bentuk makanan
semi padat yang penampakannya lebih jernih, kenyal, serta transparan. Jeli biasanya dibuat
dari sari buah dengan terlebih dahulu menyaring ampas buah yang telah dihancurkan dan
kemudian dipekatkan dengan cara yang sama seperti pembuatan jam, yaitu pemasakan.
Untuk menghasilkan mutu produk yang baik, maka komponen pektin merupakan ba-
han yang cukup penting peranannya. Pektin secara alami terdapat pada buah, dengan kadar
yang berbeda-beda tergantung jenis buah dan tingkat kematangannya. Karenanya, untuk
mendapatkan hasil yang optimal, kombinasi penggunaan buah yang setengah matang dan
matang merupakan kunci mutu produk yang dihasilkan. Buah setengah matang diperlukan
sebagai sumber pektin, sedangkan buah matang diperlukan untuk memberikan kontribusi
aroma pada produk yang akan dibuat (Ayustaningwarno, 2012).
Pada pembuatan jam (selai) dan jeli, selain pektin, bahan lain yang ditambahkan pada
kedua produk tersebut adalah flavor (perisa). Penggunaan flavor umumnya ditujukan untuk
mempertegas atau penyesuaian rasa buah yang digunakan sebagai bahan baku dalam pem-
buatan jam (selai) atau jeli. Ditinjau dari segi kehalalannya, penggunaan pektin selama ini
aman, karena pektin yang digunakan sebagai BTP berasal dari buah ataupun kulit buah.
Penggunaan pektin terkadang dapat dikombinasikan dengan penggunaan jenis hidrokoloid
lainnya seperti Locust bean gum atau Xanthan gum yang juga aman dari segi kehalalannya.
Pada prinsipnya, hampir semua jenis buah-buahan dapat dibuat jam dan jelly, terutama
buah yang mengandung pektin. Pektin merupakan senyawa polisakarida yang berguna un-
tuk membentuk gel dengan gula pada suasana asam. Buah-buahan yang umum dibuat jam
dan jelly antara lain nanas, jambu biji, pepaya, sirsak, apel, strawberi, dan lain-lain (Ayusta-
ningwarno, 2012).
84 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 85
d. Jelly keruh
Hal ini disebabkan penyaringan yang tidak sempurna. Penyaringan yang baik tan-
pa penekanan.
e. Jelly tersuspensi
Terjadi bila sebelumnya jelly sudah mengalami sineresis.
f. Jelly bertekstur keras
Disebabkan oleh konsistensi penambahan gel yang terlalu tinggi, proporsi air terlalu
rendah dan karakterisasi gula akibat pemanasan yang tinggi dan lama. Menurut He-
len (1980), Jelly yang baik mempunyai sifat bersih, mengkilat, tembus pandang, dan
warna yang menarik. Tekstur jelly juga harus empuk dan mudah dipotong namun
cukup kaku untuk mempertahankan bentuk, tidak lengket, tidak pecah, dan punya
karakteristik permukaan yang baik.
Kualitas fisik dan organoleptik jelly buah-buahan dinyatakan oleh Cross (1984) se-
1. Pengertian Jelly
bagai berikut:
Jelly didefinikan sebagai bahan pangan setengah produk yang dibuat dengan tidak
• Harus bersih, mengkilat, transparan, berwarna menarik, bila dipotong maka sisa
kurang dari 45% bagian berat sari buah dan 55% berat gula. Campuran ini dikentalkan
potongan tajam dan halus.
sampai mencapai kadar zat terlarut tidak kurang dari 65%, zat warna dan cita rasa dapat
• Mampu mempertahankan bentuk, tidak meleleh dan tidak menjadi sirup.
ditambahkan untuk melengkapi kekurangan yang ada dalam buah itu sendiri. Jelly da-
• Mampu mempertahankan aroma, cita rasa, flavour, dan buah aslinya.
pat dibuat dari bahan yang matang, buah yang ukuran dan mutu di bawah standar dan
buah-buahan yang jatuh dari pohon. Menurut Ayustaningwarno (2012), prinsip pembu- 2. Mekanisme Pembentukan Jelly
atan jelly adalah menghasilkan produk yang seragam dalam warna, cita rasa dan kete- Pembentukan gel sangat dipengaruhi oleh 3 komponen, yaitu pektin, gula dan ke-
garan yang disukai serta jernih. asaman. Substrat buah-buahan, pektin adalah koloid bermuatan negatif. Penambahan
Buah yang baik untuk pembuatan jelly adalah buah yang memiliki flavour yang gula akan mempengaruhi keseimbangan pektin, air, dan meniadakan kemantapan pek-
kuat karena flavour buah dilarutkan dalam sejumlah besar gula yang diperlukan untuk tin. Pektin akan menggumpal dan membentuk serabut halus. Struktur ini mampu me-
menghasilkan konsistensi yang baik dan mempertahankan kualitas. Selain itu buah juga nahan cairan. Makin tinggi kadar gula makin padat struktur serabut tersebut. Kondisi
dapat melengkapi asam dan garam mineral yang dibutuhkan untuk pembuatan gel. yang sangat asam menghasilkan struktur gel yang sangat padat atau bahkan merusak gel
Jelly berkualitas rendah disebabkan oleh beberapa hal berikut: karena hidrolisis pektin. Keasaman yang rendah menghasilkan serabut yang lemah se-
a. Kegagalan jelly untuk menjendal hingga tidak mampu menahan cairan (Ayustaningwarno, 2012).
Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentuk gel, gula, dan asam Pendidihan merupakan tahap yang penting dalam pembuatan jelly. Sari buah di-
(pH), serta pengaruh garam–garam mineral. kentalkan dengan cepat sampai terbentuk gel dari sistem pektin-gula-asam. Pendidi-
b. Kristalisasi jelly han yang terlalu lama dapat menyebabkan hidrolisis pektin dan penguapan asam. Se-
Gula dalam jumlah yang terlalu banyak, asam terlalu rendah dan pemasakan yang lain itu juga dapat menyebabkan hilangnya flavor dan warna. Setelah pembentukan
terlalu lama adalah sebab terjadinya kristalisasi pada jelly. gel tercapai, jelly dipindahkan ke dalam wadah pada suhu 85 – 9000C untuk menjamin
c. Sineresis setting point yang optimum, distribusi buah yang merata akan meminimalkan perubahan
Jelly dapat menjadi encer disebabkan asam yang terlalu tinggi hingga menyebabkan berat karena perubahan densitas. Selanjutnya pendinginann produk dilakukan dengan
strukturnya pecah karena terjadi hidrolisis konsistensi gula terlalu rendah atau pa- menyemprotkan air bersih dengan suhu 600C untuk mencegah thermal shock, lalu setelah
datan terlarut sehinggga konsistensinya tidak begitu kuat karena bahan pembentuk itu dengan air bersuhu 200C (Ayustaningwarno, 2012).
gel mengikat air terlalu banyak, konsistensi pembentuk gel yang terlalu sedikit me-
nyebabkan jaringan tidak kuat menahan cairan gula.
86 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 87
2. Bahan
a. Masing-masing buah dengan berat bersih 500 gram.
b. Gula pasir 4 kg.
c. Roti tawar 4 bungkus.
88 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 89
Di hadapan suadara disajikan macam-macam jam dan jelly. Sebelum mencicipi setiap jenis
jam dan jelly, kumur terlebih dahulu dengan air minum yang disediakan dan dbuang. Istirahat- 2. Kemudian dimasukkan ke dalam wajan atau penggorengan.
lah sebentar sebelum encicipi jam dan jelly berikutnya. Saudara diminta untuk memberikan pe-
nilaian organoleptik dengan menggunakan deskripsi sebagaimana disajikan dalam tabel berikut
ini:
1 = sangat tidak suka
2 = tidak suka
3 = agak suka
3. Tambahkan gula pasir dalam perbandingan yang benar,
4 = suka yaitu campuran buah tua dan masak 45 bagian dan gula 55
5 = sangat suka bagian.
Penilaian KODE
4. Kemudian dimasak sambil diaduk hingga cukup matang.
Warna Kecukupan pemasakan diuji dengan cara ambil selai dengan
Rasa sendok dan jatuhkan dari atas wajan, jjika jatuhnya terpu-
tus-putus atau tidak menguncur, maka selai sudah masak.
Tekstur
Aroma
Komentar:
90 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 91
No Langkah-Langkah Gambar
1. Buah dipotong kecil, lalu direbus selama 5 – 10 menit.
Setelah itu dihancurkan dengan blender lalu disaring
dengan kain saring (blacu)
BAB XIII
Pemindangan
A. Dasar Teori
Pemindangan adalah salah satu cara pengolahan ikan segar dengan kombinasi perlaku-
an antara penggaraman dan perebusan, garam yang digunakan berperan sebagai pengawet
sekaligus memberikan cita rasa pada ikan sedangkan perebusan mematikan sebagian besar
bakteri pada ikan terutama bakteri pembusuk. Pindang memiliki penampakan, khas rasa,
tekstur, dan keawetan yang khas dan sangat bervariasi tergantung dengan jenis ikan, Kadar
garam, dan lama perebusan (Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, 2011). Proses ini dimak-
sudkan agar produk bisa lebih tahan lama sehingga dapat dipasarkan ketempat yang cukup
jauh, karena ketahanan produk ikan dengan teknik ini mencapai 3-4 hari, dan lebih dari
masa itu ikan akan mengalami proses pembusukan (Farida, 2008).
Ikan yang sering digunkaan sebagai bahan baku dari pemidangan adalah ikan yang
masih segar. Ikan pindang yang dihasilkan dari ikan yang kurang segar akan mempunyai
penampakan yang jelek karena daging ikan mudah hancur pada saat perebusan dan rasa
yang terlalu asin karena penetrasi garam akan berlangsung dengan cepat (Jurusan Teknologi
Pangan dan Gizi, 2011).
Pemindangan dapat dikelompokkan berdasarkan proses, wadah yang digunakan, jenis
ikan, perlakuan atau bumbu yang ditambahkan, dan daerah asal. Perkembangan peningkat-
an suhu pada pusat thermal setiap ekor ikan didalam wadah tidaklah sama, tergantung dari
posisi letak ikan didalam wadah. Ikan yang terletak paling bawah akan cepat mengalami
perubahan suhu serta mencapai suhu yang paling tinggi, sebaaliknya ikan yaang terletak
paling ats berada pada posisi tingkatan suhu yang paling rendah hal ini menunjukkan tidak
meratanya dan tidak efisiensinya penyebaran panas yang mungkin disebabkan oleh teknik
pemindangan yang diterapkan (Farida, 2008).
Sejalan dengan meningkatnya suhu pada setiap lapisan ikan akan terlihat pula penurun-
an kadar air serta peningkatan kadar garam. Semakin lama waktu perebusan akan semakin
rendah kadar air produk dan semakin tinggi kadar garamnya. Gejala ini juga tergantung
pada letak posisi ikan didalam wadah, sehingga pada proses pemindangan perlu diusaha-
kan teknik yang lebih baik agar produk akhir pindang yang diperoleh lebih seragam mutu-
nya (Winarno, 2008)
C. Layout Perlakuan
Jenis Ikan
Variasi Konsentrasi Garam
Bandeng ( A ) Nila ( B ) Mas ( C ) Mujair ( D )
5%(I) AI BI CI DI
10 % ( II ) AII BII CII DII
15 % ( III ) AIII BIII CIII DIII
Keterangan:
AI : Bandeng dengan variasi garam 5 %
AII : Bandeng dengan variasi garam 10 %
AIII : Bandeng dengan variasi garam 15 %
BI : Nila dengan variasi garam 5 %
BII : Nila dengan variasi garam 10 %
BIII : Nila dengan variasi garam 15 %
CI : Mas dengan variasi garam 5 %
CII : Mas dengan variasi garam 10 %
CIII : Mas dengan variasi garam 15 %
DI : Mujair dengan variasi garam 5 %
DII : Mujair dengan variasi garam 10 %
DIII : Mujair dengan variasi garam 15 %
98 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 99
Nama :…………………………………………...
Tanggal :…………………………………………...
Petunjuk :…………………………………………...
Warna
Rasa
Tekstur
5 Penyusunan ikan dengan rapi dan teratur didalam presto
Aroma
Komentar:
100 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan
E. Lembaran Kerja
BAB XIV
Pembuatan Sirup
A. Dasar Teori
Prinsip pengolahan sirup buah-buahan adalah sari buah ditambahkan air dan gula de-
ngan perbandingan tertentu, dilakukan pengentalan dengan proses pemasakan sehingga di-
peroleh larutan kental dengan konsentrasi gula 65%. Sirup buah-buahan biasanya mengan-
dung gula dan asam, di samping bahan pengawet kimia seperti SO2, asam benzoat atau
garam-garamnya, dan kadang-kadang juga gliserol. Kadar gula sekitar 25 ─ 50% saja sudah
cukup untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme bila sirup disimpan pada suhu
kamar. Oleh karena itu, sirup adalah sejenis minuman ringan berupa larutan gula kental de-
ngan citarasa beranekaragam. Berbeda dengan sari buah, penggunaan sirup tidak langsung
diminum, akan tetapi harus diencerkan terlebih dahulu. Pengenceran diperlukan karena ka-
dar gula sirup adalah tinggi, sekitar 65%.
Dalam pengolahan sirup sering ditambahkan rasa, pewarna, asam sitrat, atau asam tar-
trat untuk menambah rasa dan aroma. Berdasarkan bahan baku utama, sirup dikelompok-
kan menjadi:
1. Sirup Essence, sirup yang citarasanya ditentukan oleh essence yang ditambahkan,
2. misalnya essence jeruk, mangga, nenas dan lain-lain.
3. Sirup Glukosa, hanya mempunyai rasa manis saja dan sering disebut gula encer. Sirup
4. ini biasanya tidak langsung dikonsumsi tapi lebih merupakan bahan baku industri
5. minuman sari buah dan lain-lain. Sirup glukosa dapat dibuat dari tepung kentang,
6. tepung jagung, tepung beras dan lain-lain.
7. Sirup Buah, sirup yang citarasanya ditentukan oleh bahan dasarnya, yaitu buah segar.
Misalnya jambu biji, sirup markisa, sirup nenas dan lain-lain.
8. Alat dan Bahan
2. Bahan
a. Buah jeruk 1 kg
b. Buah mangga 1 kg
c. Buah nangka 1 kg
d. Buah nanas 1 kg
e. Gula pasir 4 kg
f. Asam sitrat 1 bks
104 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 105
Penilaian KODE
Warna
Rasa
Tekstur
Aroma
Komentar:
106 Pedoman Praktikum Teknologi Pangan Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 107
Prosedur Pelaksanaan
D. Lembaran Kerja
Pedoman Praktikum Teknologi Pangan 109
Yuliasari, Shannora & Hamdan. 2013. “Peluang Pemanfaatan Ubi Jalar sebagai Pangan Fung-
Daftar Pustaka sional dan Mendukung Diversifikasi Pangan.” Jurnal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Bengkulu.
Zakaria, dkk, 2013. “Pemanfaatan Tepung Kelor (Moringa Oleifera) dalam Formulasi Pembuatan
Makanan Tambahan untuk Balita Gizi Kurang.” Jurnal Media Gizi Pangan, Vol.XV, Edisi 1.
Astawan, Made. 2008. Sehat dengan Hidangan Hewani. Jakarta: Penebar Swadaya.
Astawan. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Farida, Ariyani & Yenie, Yusmi. 2008. “Pengawetan Pindang Ikan Layang (Decapterus Ruselli)
Menggunakan Kitoson.” Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Vol. 3,
No. 2, Desember 2008.
Hapsari Titi P. dan M. Saihullah. 2013. “Pembuatan Susu Tempe Kajian Pengaruh Lama Fermen-
tasi Tempe dan Penggunaan Carboxymethyl Cellulose (CMC).” Jurnal Teknologi Pangan, Vol.
5, No. 1.
https://bengkuluprov.go.id
https://www.researchgate.net
Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi-IPB. 2011. “Teknologi Pangan & Agroindustri.” Volume 1
Nomor 8, hal. 116-119. Bogor: IPB.
Rokhyani, Ida. 2015. Aktivitas Antioksidan dan Uji Organoletik Teh Celup Batang dan Bunga Kecom-
brang pada Variasi Suhu Pengeringan. Tp.
Silalahi J. 2006. Antioksidan dalam Diet dan Karsinogenesis. Cermin Dunia Kedokteran.
Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah. 2000. Buku Panduan Teknologi Pangan. Pusat Informasi
Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerja sama dengan Swiss Develoment Coopera-
tion 1993.
Uji Organoleptik-Produk-Pangan.pdf
108
Profil Penulis
Yenni Okfrianti, S.TP., MP., lahir di Bengkulu, 7 Oktober 1979. Penulis menempuh pendidikan
tinggi S-1 di Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta Bidang Ilmu Teknologi Pangan (1998-
2002) dan S-2 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Bidang Ilmu Teknologi Pangan (2003-
2005). Saat ini penulis berprofesi sebagai Dosen di Poltekkes Kemenkes Bengkulu yang mengam-
pu mata kuliah Ilmu Pangan Dasar dan Lanjut, Ilmu Teknologi Pangan, Mikrobiologi Pangan,
dan Pengawasan Mutu Makanan.
Ayu Pravita Sari, M. Gizi., lahir di Bengkulu, 18 Desember 1990. Penulis menempuh pendidikan
tinggi D-III Gizi di Poltekkes Kemenkes Bengkulu (2009-2012), D-IV Gizi di Poltekkes Kemen-
kes Bengkulu (2013-2014), dan Magister Gizi di Universitas Sebelas Maret Surakarta (2014-2016).
Pengalaman kerja penulis, antara lain: Enumerator Studi Diet Total (SDT) di Kota Bengkulu ta-
hun 2014, Enumerator Penilaian Status Gizi (PSG) & Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG) di Jawa
Tengah tahun 2016, dan Dosen Tidak Tetap di Poltekkes Kemenkes Bengkulu tahun 2017-2018.
110