PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian
kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian
makanan kepada konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan
yang optimal melalui pemberian diet yang tepat (Depkes RI, 2006).
Pelayanan makanan (Food service) di rumah sakit merupakan salah satu
bentuk kegiatan pelayanan bagi pasien yang dirawat di rumah sakit yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi pasien dalam upaya
mempercepat penyembuhan penyakit, mencapai status gizi optimal dan
dapat memenuhi ukuran kepuasan pasien (Depkes RI, 2003).
Manajemen rumah sakit pada umumnya menghendaki pengelolaan
rumah sakit yang efektif dan efisien. Efektif dalam arti tingkat
keberhasilan penanganan terhadap pasien cukup tinggi, dan efisien berarti
optimal dalam penggunaan sumber daya rumah sakit yang ada (Makalah
PERSI Award IHMA, 2010). Penggunaaan sumber daya dipenggaruhi
oleh biaya. Biaya merupakan sumber daya yang sangat penting dan
menentukan dalam penyelenggaraan makanan rumah sakit. Biaya ini harus
diperhitungkan dan dikendalikan seefisien serta seefektif mungkin (Utami,
2010). Biaya makanan merupakan salah satu biaya yang cukup besar di
rumah sakit, dan 40% biaya makanan adalah pada biaya bahan makanan
atau food cost (Bartono, 2005).
Selain itu, penyelenggaraan makanan rumah sakit juga harus
memperhatikan mengenai syarat kesehatan (higiene dan sanitasi) baik dari
bahan makanan yang akan digunakan, penjamah makanan, maupun
lingkungan tempat pengolahan makanan tersebut dilakukan. Sehingga
dalam mengurangi bahaya tersebut dilakukan suatu pengendalian untuk
mempertahankan mutu makanan. Salah satu sistem yang digunakan dalam
meminimalisasi risiko bahaya tersebut adalah Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP) atau Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik
Kritis dalam penyelenggaraan makanan. Secara umum HACCP digunakan
1
untuk menetapkan suatu bingkai atau sistem untuk menjalankan
bagaimana implementasi dari prosedur HACCP di setiap sektor yang dapat
digunakan untuk mengembangkan jaminan setiap rantai penyediaan mulai
dari prosedur penyediaan pangan mentah atau proses penyediaan makanan
sampai ke konsumen. Pada setiap perusahaan atau industri makanan
menggunakan sistem HACCP sebagai salah satu sistem dan erat kaitannya
dengan sistem yang lain seperti GMP (Good Manufacturing Practices),
ISO (International Organization for Standardization) dan standar-standar
lain yang berlaku di negara bersangkutan dengan tujuan untuk menjamin
kualitas makanan (Van der Spiegel et al., 2003)
Tidak hanya memperhatikan keamanan pangan. Variasi dalam
pengolahan makanan di rumah sakit sangat dibutuhkan agar pasien tidak
merasa bosan. Hidangan yang dimasak dengan baik dan menarik akan
banyak membantu keadaan dan kesehata pasien dalam upaya
perkembangan pasien melalui asupan makanan yang disajikan di rumah
sakit. Variasi menu makanan di rumah sakit dapat diketahui melalui
manajemen menu yang ada di rumah sakit. Biasanya siklus menu yang
digunakan di RSUD. dr. R. Goeteng Taroenadibrta adalah menu siklus 10
hari + 31 yang terus berotasi, oleh karena itu proses evaluasi menu sangat
diperlukan dengan cara pengembangan resep. Pengembangan resep adalah
suatu kegiatan untuk meningkatkan menu sehingga lebih berkualitas dalam
hal rasa, warna, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Selain itu juga merupakan
cara untuk menambah keanekaragaman menu pada suatu institusi.
Pengembangan resep diperlukan untuk meningkatkan daya terima pasien
terhadap menu yang disajikan, selain itu pengembangan resep dilakukan
untuk memperoleh modifikasi resep dengan menciptakan menu-menu
yang lebih bervariasi dari menu yang telah ada.
Dalam penyelenggaraan makanan, rumah sakit tak luput dari
bantuan sumber daya manusia. Hal ini disebabkan, rumah sakit merupakan
tempat penyediaan layanan kesehatan untuk masyarakat yang memiliki
kedudukan yang sangat penting. Pelayanan yang diberikan sangat
diperhatikan dan diperhitungkan. Sehingga rumah sakit harus memiliki
2
sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis maupun
pendistribusian. Rumah sakit mempunyai tanggung jawab terhadap mutu
pelayanan diantaranya adalah rekrutmen terhadap sumber daya manusia
yang mempunyai kompetensi dan jumlah yang cukup untuk memenuhi
kriteria pelayanan kesehatan di rumah sakit. Maka dalam perencanan
Sumber Daya Manusia (SDM) sangat di butuhkan agar tersedianya tenaga
pelayanan rumah sakit yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan tenaga
pelayanan rumah sakit yang di butuhkan untuk menjamin terselenggaranya
pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya.
Instalasi Gizi RSUD. dr. R. Goeteng Taroenadibrata telah
melaksanakan kegiatan manajemen penyelenggaraan tersebut, oleh karena
itu mahasiswa akan mempelajari dan mengkaji bagaimana manajemen
penyelenggaraan makanan tersebut. Praktik kerja lapangan juga bertujuan
untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan
sesuai dengan tuntutan era globalisasi, sehingga diperlukan adanya
hubungan timbal balik antara dunia usaha/industri serta institusi dengan
lembaga pendidikan. Salah satu bentuk hubungan timbal balik ini adalah
dilaksanakannya kerja sama yang saling menguntungkan dalam proses
kegiatan pembelajaran mahasiswa sebagai upaya peningkatan relevansi
pengetahuan dan kemampuan praktis mahasiswa dengan dunia nyata. Di
sisi lain, pihak lapangan juga dapat meningkatkan mutu pelayanan dalam
hal penyelenggaraan makan berdasarkan data – data yang diperoleh oleh
mahasiswa dari keadaan di lapangan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui sistem penyelenggaraan makanan dan manajemen
pelayanan gizi di instalasi gizi RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui food cost penyelenggaraan makanan di instalasi gizi
RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
3
b. Mengetahui HACCP “Bobor Bayam” menu ke-5 di instalasi gizi
RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
c. Mengetahui pemenuhan kebutuhan tenaga kerja di instalasi gizi
RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
d. Melakukan pengembangan resep makanan di instalasi gizi dalam
penyelenggaraan makanan di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga
4
BAB II
GAMBARAN UMUM INSTALASI GIZI
Sistem Susunan Organisasi Instalasi Gizi RSUD dr. R. Goeteng
Taroenadibrata antara lain sebagai berikut :
Kepala Instalasi Gizi
a. Koordinator Asuhan Gizi
- Rawat Inap
- Rawat jalan
b. Koordinator Penyelenggaraan makanan
c. Koordinator peningkatan mutu
d. Koordinator pemasak
Jenis tenaga yang ada di Instalasi Gizi adalah :
1. Kepala Instalasi
2. Koordinator Bidang
3. Ahli Gizi
4. Adminitrasi
5. Pengolah Makanan
6. Pramusaji Makanan
7. Peracik Bumbu
8. Cleaning Service
5
STRUKTUR ORGANISASI INSTALASI GIZI RSUD dr. R. GOETENG
TAROENADIBRATA PURBALINGGA
DIREKTUR
dr. NONOT MULYONO, M.Kes.
KABID PERLENGKAPAN
MUSLIMIN, S.KM., M.PH
ADMINISTRASI
PANCA WAHYUNINGSIH
6
Uraian Tugas :
1. Kepala Institusi Gizi
a. Melaksanakan fungsi perencanaan (P1) meliputi:
1) Menyusun program kerja tahunan.
2) Perencanaan anggaran belanja makanan dan isi gas LPG untuk
pasien dan karyawan.
3) Menyusun rencana kebutuhan tenaga dari segi jumlah maupun
kualifikasi sesuai kebutuhan.
4) Menyusun rencana kebutuhan peralatan dari segi jumlah maupun
jenis dan kualitas alat.
5) Menyusun program orientasi bagi tenaga kerja baru.
6) Menyusun program pengembangan staf sesuai kebutuhan
pelayanan yang berada di wilayah tanggung jawabnya.
7) Menyusun dan mengadakan pertemuan berkala atau sewaktu-waktu
bila diperlukan.
b. Melaksanakan fungsi penggerakan dan pelaksanaan (P2) meliputi:
1) Melaksanakan sebagian tugas yang dilimpahkan oleh direktur RS.
2) Melaksanakan/ menyelenggarakan pelayanan gizi rawat inap.
3) Menyelenggarakan penyuluhan, konsultasi dan rujukan gizi.
4) Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan gizi.
5) Menyampaikan dan menjelaskan kebijaksanaan pada staf yang
berada di bawah tanggung jawabnya.
6) Memberi bimbingan pelaksanaan kepada seluruh tenaga dalam
lingkup tugasnya sesuai kebijakan.
7) Mengatur menetapkan/ pendistribusian tenaga diwilayah tanggung
jawabnya.
8) Menghadiri pertemuan yang diadakan oleh manajemen RS.
9) Mengadakan pertemuan secara berkala atau sewaktu-waktu bila
diperlukan.
10) Melaksanakan program orientasi kepada tenaga baru/ tenaga lain
yang akan bekerja di wilayah tanggung jawabnya.
11) Membuat usulan mutasi tenaga.
7
12) Menerima laporan rutin dan berkala dari unit yang berada di
wilayah tanggung jawabnya, tenaga SDM, fasilitas, produktivitas,
mutu dan kejadian penting masing-masing koordinator, selanjutnya
menyusun laporan tersebut untuk diserahkan kepada direktur
melalui kepala bidang perlengkapan.
13) Menampung menanggulangi usul-usul serta keluhan-keluhan
karyawan dibawahnya, baik tentang masalah tenaga maupun
pelayanan kepada direktur RS melalui kepala bidang perlengkapan.
14) Membantu memecahkan masalah yang timbul di wilayah tanggung
jawabnya.
15) Mengupayakan pengadaan peralatan dan perlengkapan di instalasi
gizi, sesuai kebutuhan, di wilayah tanggung jawabnya berdasarkan
ketentuan/ kebijakan rumah sakit.
16) Memelihara suasana kerja harmonis di tempat kerja.
17) Membimbing mahasiswa/ siswa praktek di instalasi gizi.
18) Memberi motivasi kepada petugas dalam memelihara kebersihan
lingkungan.
19) Meneliti dan mempertimbangkan surat permohonan cuti, pindah,
berhenti dan lain-lain dari tenaga kerja diwilayah tanggung
jawabnya.
c. Melaksanakan fungsi pengawasan, pengendalian dan penilaian (P3)
meliputi:
1) Mengendalikan pelaksanaan peraturan/ tata tertib/ SOP nya besar,
pelayanan yang berlaku
2) Mengendalikan pendayagunaan peralatan, tenaga secara efektif dan
efisien
3) Melaksanakan supervise secara berkala/sewaktu-waktu agar tujuan
pelayanan yang diinginkan terjamin
4) Menilai mutu pelayanan unit kerja
5) Evaluasi kegiatan belanja bahan makanan untuk pasien dan
karyawan
6) Melaksanakan penilian kinerja staf dibawahnya
8
2. Koordinator Asuhan Gizi
a. Merencanakan sarana peralatan penyuluhan konsultasi dan rujukan
gizi misalnya food model, leaflet, dan poster-poster.
b. Melaksanakan program penyuluhan, konsultasi rujukan gizi
bekerjasama dengan PKMRS.
c. Memonitor pelaksanaan asuhan gizi di ruang rawat inap dan rawat
jalan secara berkala.
d. Membuat standar pelayanan makanan penderita sesuai dengan
penyakitnya.
e. Membuat rancangan bentuk diet bersama tim asuhan gizi.
f. Pengawasan terhadap pelayanan makanan di ruangan.
g. Bekerjasama dan menjalin komunikasi terus-menerus dengan tenaga
pramusaji (Asper).
h. Informasi lain sebagai pelaksana asuhan gizi di ruangan.
i. Mengevaluasi peralatan makan pasien.
j. Evaluasi pelaksanaan penyuluhan, konsultasi, dan rujukan gizi dan
melaporkan secara berkala kegiatan program tersebut kepada Kepala
Instalasi Gizi.
k. Menampung keluhan makan pasien untuk dijadikan bahan evaluasi.
l. Membuat laporan secara berkala maupun insidentil kegiatan tersebut
kepada Kepala Instalasi Gizi.
3. Koordinator Penyelenggaraan Makanan
a. Membuat perhitungan kebutuhan bahan makan, membuat perencanaan
belanja bahan makanan untuk harian dan bulanan.
b. Merencanakan pembuatan siklus menu untuk pasien dan karyawan
bersama tim pembuat menu.
c. Mengatur atau merencanakan sistem jalannya produksi dan distribusi
makanan.
d. Merencanakan sarana peralatan memasak dan alat-alat dapur dan
bekerja dengan bagian inventaris
e. Melakukan pelayanan makanan karyawan untuk buka puasa dan ekstra
9
f. Melaksanakan kegiatan penyimpanan bahan makanan yang tidak
segera digunakan.
g. Membuat laporan pengadaan makanan untuk dilaporkan kepada KA
Instalasi Gizi secara berkala atau insidentil.
h. Informasi lain sebagai pelaksana asuhan gizi di ruangan.
4. Koordinator Peningkatan Mutu
a. Membuat rancangan proposal atau kerangka acuan untuk peningkatan
mutu pelayanan makan pasien dan asuhan gizi di ruang rawat inap.
b. Merencanakan sarana peralatan dan bahan untuk peningkatan mutu.
c. Melaksanakan kegiatan penelitian di bidang mutu makanan di Instalasi
Gizi meliputi penelitian standar menu, resep makanan pasien, standar
porsi dan citarasa makanan.
d. Melakukan uji organoleptik terhadap makanan yang dihasilkan oleh
instalasi gizi.
e. Melaksanakan kegiatan konsultasi gizi di ruangan.
f. Evaluasi pelaksanaan kegiatan peningkatan mutu.
g. Mengkoordinasi dan mengawasi kegiatan unit kerja di lingkungan sub
instalasi peningkatan mutu.
5. Koordinator Pemasak
a. Bersama koordinator pengadaan makanan merencanakan sarana dan
peralatan masak di dapur.
b. Membuat rancangan bersama tim menu secara berkala.
c. Pengawasan terhadap kinerja petugas pemasak di dapur.
d. Bekerjasama dan menjalin komunikasi terus-menurus dengan
koordinator pengadaan makanan.
e. Menampung keluhan petugas memasak untuk dijadikan bahan
evaluasi.
f. Membuat laporan secara berkala maupun insidental kegiatan tersebut
kepada Kepala Instalasi Gizi.
10
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Food cost
Food cost adalah seluruh biaya (cost) yang dikeluarkan untuk
dapat menghasilkan suatu menu makanan dan minuman dengan standart
resep tertentu dari mulai bahan, pengolahan, hingga menjadi menu
makanan dan minuman (Kemenkes, 2015). Suarsana (2007) mengatakan,
bahwa harga pokok makanan adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk
menyiapkan atau mengolah satu porsi makanan sehingga siap untuk
disajikan kepada pelanggan (pasien)
Konsep perhitungan biaya makanan di rumah sakit terdiri dari 3
komponen utama yaitu biaya bahan baku atau bahan dasar, biaya tenaga
kerja dan biaya overhead (Depkes RI, 2003). Biaya bahan baku atau bahan
dasar adalah biaya yang pasti akan dikeluarkan secara langsung dan
digunakan dalam rangka menghasilkan produk dan dalam hal ini biaya
bakunya adalah bahan makanan. Biaya tenaga kerja adalah biaya yang
dikeluarkan untuk tenaga kerja yang terlibat dalam proses kegiatan, baik
tenaga kerja langsung maupun tenaga kerja tidak langsung. Biaya
overhead adalah biaya yang dikeluarkan untuk menunjang operasional
produk yang dihasilkan. Pada penyelenggaraan makan, biaya overhead
yang dimaksud antara lain biaya bahan bakar, alat masak, alat makan, alat
rumah tangga, telepon, listrik dan biaya pemeliharaan.
Hasil perhitungan food cost per menu didapatkan dengan rumus :
11
Berikut perhitungan food cost pelayanan gizi dalam satu hari di kelas VIP
pada menu hari ke V
Tabel 3.1 Perhitungan Bahan makanan tak berbumbu kelas VIP
No Bahan Jumlah Satuan Konvers Harga Harga
makanan i satuan total (Rp)
(gram) (Rp)/kg
1. Beras 240 G 0,24 9.300 2.232
2. Minyak 25,5 G 0,0255 15.250 388,875
goreng
3. Gula 20 G 0,02 15.000 300
4. Santan 13,3 G 0,0133 8.000 106.4
5. Proten 250 G 0,25 9603 2400.75
6. Tepung 41,67 G 0,04167 10.000 416.7
terigu
7. Tepung 20,83 G 0,02083 9.400 195.80
beras
8. Pisang 40 G 0,04 21.300 1.100
mas
9. Semangka 90 G 0,09 10.500 945
10. Nagasari 1 Buah 1 1700 1700
11. Kc.ijo 20 G 0,02 21.800 436
Jumlah harga bahan Rp.10.221,52
Rp.10.222
12
9. Seledri 8 G 0,008 23.500 188
10. Daun 8 G 0,008 11.000 88
bawang
11. Tomat 126,67 G 0,12667 12.500 1.583,37
12. Bayam 50 G 0,05 2.500 125
13. Pokcoy 55 G 0,055 7.500 412.5
14. j.kuping 25 G 0,025 165.000 4.125
15 Kc.panjang 25 G 0,025 11.000 275
Jumlah harga bahan makanan Rp.25.263,12
Rp.25.263
Bumbu 10% dari harga bahan makanan berbumbu Rp. 2.526,3
Rp. 2.526
Jumlah total (Harga BM+Bumbu) Rp. 27.789
Rp.25.263+2.526
Food cost menu ke V adalah = Rp.38.011
Bahan tanpa bumbu+bahan berbumbu
Rp.10.222+27.789
Berikut perhitungan food cost pelayanan gizi dalam satu hari di kelas
I,II,III pada menu hari ke V
Tabel 3.3. Perhitungan bahan makanan tak berbumbu kelas
I,II,III
No Bahan Jumlah Satuan Konvers Harga Harga
makanan i satuan total (Rp)
(gram) (Rp)/kg
1. Beras 240 G 0,24 9.300 2.232
2. Minyak 20,5 G 0,0205 15.250 312.62
goreng
3. Gula 20 G 0,02 15.000 300
4. Santan 13,3 G 0,0133 8.000 106.4
5. Proten 250 G 0,25 9603 2400.75
13
6. Tepung 41,67 G 0,04167 10.000 416.7
terigu
7. Tepung 20,83 G 0,02083 9.400 195.80
beras
8. Nagasari 1 Buah 1 1700 1700
9. Kc.ijo 20 G 0,02 21.800 436
10. Pisang 40 G 0,04 21.300 1.100
emas
Jumlah harga bahan Rp. 9200.27
Rp.9200
14
Bahan tanpa bumbu+bahan berbumbu
Rp. 9.200+21.893
15
3. Menetapkan batas kritis
4. Menetapkan sistem pemantauan pengendalian TKK
5.Menetapkan tindakan perbaikan, jika hasil TKK tidak dalam kendali
6. Menetapkan prosedur verifikasi
7. Menetapkan dokumentasi dan pencatatan.
Tujuan umum dari pelayanan gizi rumah sakit adalah terciptanya
sistem pelayanan gizi di rumah sakit dengan memperhatikan berbagai
aspek gizi dan penyakit, serta merupakan bagian dari pelayanan kesehatan
secara menyeluruh untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu
pelayanan gizi di rumah sakit (Depkes, 2006).
16
penerimaan, pencucian, dan
persiapan bumbu. Pengolahan
bobor bayam hingga matang
Pengolahan
1. Kelapa parut diperas untuk
diambil santannya dan direbus
2. Masukan bumbu yang sudah
dihaluskan
3. Masukan bayam yang sudah
dipotong kecil-kecil
4. Tambahkan garam
5. Masak hingga mendidih ± 15
Komposisi Bayam, kelapa parut, bawang
merah, bawang putih, kencur, dan
garam
Karateristik produk akhir Sayur yang berwarna hijau
berkuah santan yang memiliki
rasa gurih
Kondisi penyimpanan Penyimpanan dilakukan disuhu
ruang
Masa simpan ± 4 jam
Pengemasan Bobor bayam disajikan dengan
plato untuk kelas (I.II,III) dan
mangkok sayur untuk kelas VIP
Metode distribusi Pendistribusian menggunakan
metode sentralisasi, makanan
diolah didapur kemudian
diporsikan, disajikan
menggunakan plato atau
mangkok sayur dan
didistribusikan menggunakan
troli bersih tertutup ke ruangan
pasien, dan langsung disajikan
kepada pasien.
Pelabelan Khusus -
Persiapan oleh konsumen -
17
18
Gambar 3.1 Diagram alir proses produksi/pengolahan
Penerimaan
Pencucian Dikupas
Dibuang akarnya
Persiapan
Direndam air
Blender Penghalusan
Penyimpanan
Dipotong kecil- di gudang
kecil Penyimpanan kering
di pendingin
Chiller
Dicuci
Pengeluaran kelapa parut dan
/ bumbu
Ditiriskan
Pemerasan kelapa parut Bumbu
setelahs
Penyaji
Santan Penyimpanan Pemorsia Distribusi an ke
Perebusan
n konsum
en
19 Dandang Plato Troli
besar
Keterangan Simbol :
: Tahapan Proses
: Arah Aliran
20
c. Identifikasi bahaya
1. Identifikasi bahaya pada bahan mentah dan cara
pencegahanya
Tabel 3.6 Identifikasi bahaya pada bahan mentah dan cara
pencegahanya
No Bahan Bahaya Jenis Bahaya Cara Pencegahan
Mentah / (B (M)/K/F
Ingridien /
Bahan
Tambahan
1. Bayam Mikrobiologis Mikrobiologis : Jaminan mutu dari pemasok
Fisik Salmonella, E. Coli, yang sesuai peraturan
Kimia ulat sayur maupun Proses penerimaan bahan
mikroorganisme dan sesuai spesifikasi yaitu segar,
organisme lainnya muda, bersih, tanpa akar,
Fisik : daun tidak berlubang, tanpa
berupa debu, tanah, batang bagian bawah bayam,
maupun padatan berat bersih ± 100 gram/ikat
lainnya Penyimpanan bahan yang
Kimia : Pestisida, terkendali sesuai karakteristik
pupuk bahan dan persyaratan
penyimpanan bahan basah
dengan suhu 10-15 0 C
Checking fisik secara rutin
bahan selama penyimpanan
Distribusi bahan yang
terkendali sesuai SOP.
2. Bawang Mikrobiologis Mikrobiologis: Persiapan bahan makanan
Merah Fisik Achromobacter dengan pencucian yang
Kimia Micrococcus bersih
Bacillus careus Proses peneriman sesuai
Kapang busuk dengan spesifikasi yaitu
Belatung kering, utuh, bersih, padat,
Fisik : kotoran/ tua, besar merata, tidak
tanah busuk, kupas
Kimia: Penyimpanan bahan yang
Pestisida,pupuk terkendali sesuai
karakteristik bahan dan
persyaratan penyimpanan
bahan kering 280C
Checking fisik secara rutin
bahan selema penyimpanan
Distribusi bahan yang
21
terkendali sesuai SOP.
3. Bawang Mikrobiologis Mikrobiologis: Persiapan bahan makanan
putih Fisik Achromobacter dengan pencucian yang
Kimia Micrococcus bersih
Bacillus careus Proses peneriman sesuai
Kapang busuk dengan spesifikasi yaitu
Belatung kering, utuh, bersih, padat,
Fisik : kotoran/ tua, besar merata, tidak
tanah busuk, kupas
Kimia: Pestisida, Penyimpanan bahan yang
Pupuk terkendali sesuai
karakteristik bahan dan
persyaratan penyimpanan
bahan kering 280C
Checking fisik secara rutin
bahan selema penyimpanan
Distribusi bahan yang
terkendali sesuai SOP.
4. Kencur Mikrobiologis Mikrobiologis: Jamur Persiapan bahan makanan
Fisik Fisik : Kotoran, dengan pencucian yang
tanah, ulat busuk, bersih
bertunas Penerimaan bahan makanan
sesuai dengan spesifikasi
yaitu segar, tua, bersih, utuh,
bebas kapang dan jamur
Penyimpanan bahan yang
terkendali sesuai
karakteristik bahan dan
persyaratan penyimpanan
bahan kering 280C
Checking fisik secara rutin
bahan selama penyimpanan
Distribusi bahan yang
terkendali sesuai SOP.
Memasak bahan makanan dengan
suhu dan waktu yang sesuai
22
Checking fisik secara rutin
bahan selama penyimpanan
Distribusi bahan yang
terkendali sesuai SOP.
Memasak bahan makanan dengan
suhu dan waktu yang sesuai
23
1. Penerimaaan Mikrobiologis Fisik kualitas Jaminan mutu dari pemasok
Fisik bahan baku yang yang sesuai peraturan yang
Kimia jelek sudah ditetapkan pihak RS
Bayam Penerapan spesifikasi
Mikrobiologis : Pemeriksaan bahan makanan
Salmonella, E. pada penerimaan
Coli, ulat sayur
maupun
mikroorganisme
dan
organisme
lainnya
Fisik :
berupa debu,
tanah, maupun
padatan lainnya
Kimia : Pestisida,
pupuk
Bawang merah
dan bawang putih
Biologis:
Achromobacter
Micrococcus
Bacillus careus
Kapang busuk
Belatung
Fisik:kotoran/
tanah
Kimia:
Pestisida,pupuk
Kencur
Biologi: Jamur
Fisik : Kotoran,
tanah
Kelapa parut
Biologis :
Saccharomyces
carlbergencis,
Psedomonas
cocovenenans
Fisik : Terdapat
benda asing
seperti (kerikil,
sabut kelapa,
kayu)
Garam
Mikrobiologis :
Bakteri hemofilik
24
Fisik : Benda
asing (kerikil)
Kimia : cemaran
logam berat
25
Mikrobiologis Kontaminasi air Membuat santan
dengan E.coli menggunakan air bersih dan
merebus mendidih
26
1. Penjamah Fisik Kontaminasi Mencuci tangan sebelum
Makanan silang bakteri menjamah makan dan memotong
yang kuku
bersumber Memakai APD lengkap yaitu topi,
dari rambut, celemek, sarung tangan serta
tangan, kuku masker
yang kotor Cuci celemek setelah penggunaan
Penggunaan
perhiasan
Celemek kotor
27
d. Analisis resiko bahaya pada produk
Penerimaan bahan makanan dilakukan pagi hari sebelum proses
pengolahan pada sore hari. Pengecekan bahan makanan yang sudah di
terima dengan memperhatikan kualitas dan kuantitas. Bahan utama yaitu
bayam setelah penerimaan langsung mengalami proses persiapan, seperti
pemotongan batang, perendaman, kemudian pemotongan dengan ukuran
kecil, dan penirisan 1 jam sebelum proses pengolahan. Kelapa parut segera
disimpan dalam chiller pada 160C. Bahan rempah yaitu bawang merah,
bawang putih, dan kencur langsung di cuci dan dihaluskan lalu disimpan
dalam freezer. Penghalusan bahan rempah dilakukan pada pagi hari pukul
10.00 WIB.
Pada proses pengolahan kelapa parut dan bumbu rempah
dikeluarkan bersamaan dari chiller dan freezer. Kelapa parut direndam
dengan air panas, kemudian setelah mencair kelapa parut diambil santanya
dan direbus hingga mendidih. Selanjutnya bayam dimasukan dalam santan
yang mendidih dan ditambahkan bumbu rempah yang sudah dihaluskan
berserta garam, kemudian dimasak hingga mendidih dan bumbu meresap
Langkah selanjutnya dalam penerapan HACCP merupakan analisis
bahaya dari bahan dan proses pembuatan bobor bayam sebagai berikut:
Tabel 3.9. Klasifikasi Karakteristik Bahaya
Kategori Karakteristik bahaya Keterangan
resiko
0 0 (tidak ada bahaya) tidak mengandung bahaya A s.d. F
I (+) Mengandung satu bahaya B s.d. F
II (++) Mengandung dua bahaya B s.d. F
III (+++) Mengandung tiga bahaya B s.d. F
IV (++++) Mengandung empat bahaya B s.d. F
V (+++++) Mengandung lima bahaya B s.d. F
VI A+ Kategori resiko paling tinggi
(kategori khusus) (semua makanan yang mengandung
bahaya A, baik dengan/tanpa
bahaya B - F
28
Tabel 3.10 Analisa Resiko Bahaya Pada Produk Bobor bayam
No Bahan / Kelompok Bahaya Katagori
Ingridien Resiko
A B C D E F
Makanan / - V - V - - II
Produk : Bobor
Bayam
Bahan mentah
1. Bayam - V - - V - II
2. Bawang Merah - V - - V - II
3. Bawang Putih - V - - V - II
4. Kencur - V - - - - I
5. Kelapa parut - V - - V - II
6. Garam - V - - - - I
7. Air V - V - - II
29
e. Penentuan CCP
1. Penentuan CCP bahan baku
Q2: Apakah
Q1 : Apakah bahan
Penanganan /
mentah mungkin CCP /
Tahapan Pengolahan (cara
NO mengandung / sensitif Bukan
Proses mengonsumsi) dapat
bahan berbahaya CCP
menghilangkan atau
(mikrobiologis/kimia/fisik)
mengurangi bahaya
Bayam Bukan
1 Ya Ya
CCP
Bawang merah Bukan
2 Ya Ya
CCP
Bawang putih Bukan
3 Ya Ya
CCP
Kelapa parut Bukan
4 Ya Ya
CCP
Kencur Bukan
5 Ya Ya
CCP
Garam Bukan
6 Tidak Tidak
CCP
Air Bukan
7 Ya Ya
CCP
Tabel 3.11 Penentuan CCP bahan baku
Q1 Bukan
CCP Tidak
Ya
CCP Tidak
3.
Q2
Ya
Bukan
CCP
30
4. 2. PENENTUAN CCP PROSES
Q2: Apakah Q3 : Apakah
Kontaminasi tahap proses
Q1 : Apakah tahap ini bahaya dapat selanjutnya
khusus ditunjukan untuk terjadi/meningka dapat CCP /
Tahapan
NO menghilangkan/menguran t sampai menghilangkan Bukan
Proses
gi bahaya sampai batas melebihi batas? atau CCP
aman? mengurangi
bahaya sampai
batas aman
Penerimaan Bukan
1 Tidak Ya Ya
bahan baku CCP
Pengupasan
2 dan Ya - - CCP
pemotongan
3 Penyimpanan Ya - - CCP
Kelapa parut Ya - - CCP
Bumbu Ya - - CCP
Pencucian
4 Ya - - CCP
bahan baku
Penghalusan Bukan
5 Tidak Ya Ya
bumbu CCP
6 Pemasakan Ya - - CCP
Bukan
7 Pengadukan Tidak Tidak -
CCP
8 Didiamkan Tidak Ya Tidak CCP
9 Pemorsian Tidak Ya Tidak CCP
10 Distribusi Tidak Ya Tidak CCP
Tabel 3.12 Penentuan CCP proses
Ya
Tidak Q1
CCP
Tidak Bukan
Q2 CCP
Tidak
Ya
Tidak CCP
Q3
31
Tabel 3.13 Penentuan pemantuan pada setiap CCP
Tahapan Bahaya Parameter Batas kritis
proses
Penerimaan Fisik kualitas Jumlah Bayam diterima dalam
bahan baku yang sallmonella keadaan yaitu segar,
jelek Bersih dari muda, bersih, tanpa akar,
Bayam pantogen, daun tidak berlubang.
Mikrobiologis : kerikil, rambut, Jumlah Salmonella
Salmonella, ulat benda asing negatif/25g
sayur maupun lainnya Bawang merah dan
mikroorganisme bawang putih bersih dari
dan kotoran, tidak berjamur
organisme dan tidak busuk
lainnya Kencur bebas dari
Fisik : kotoran dan jamur
berupa debu, Kelapa parut bebas dari
tanah, maupun serabut kelapa, benda
padatan lainnya asing
Kimia : Kolifrom 100/g
Pestisida, pupuk Escherichia coli <3/g
Bawang merah Salmonella sp negatif/25
dan bawang putih g
Biologis: Kapang dan khamir
Achromobacter 1x102kol/g
Micrococcus Bersih dari kotoran, tidak
Bacillus careus berair serta bebas
Kapang busuk cemaran logam berat,
Belatung kandungan NaCl 97%,
Fisik:kotoran/ senyawa sulfat tidak
tanah melebihi batas 2,0%,
Kimia: kadar iodium berkisar
Pestisida,pupuk antara 30-80
Kencur
Biologi: Jamur
Fisik : Kotoran,
tanah
Kelapa parut
Biologis :
Koliform
Escherichia coli
Salmonella sp.
Kapang dan
khamir
Fisik : Terdapat
benda asing
seperti (kerikil,
32
sabut kelapa,
kayu)
Garam
Mikrobiologi :
Bakteri hemofilik
Fisik : Benda
asing (kerikil)
Kimia : cemaran
logam berat
33
terkontaminasi
dengan alat dan
pembungkus
Waktu Lalat Tidak ada lalat Holding time tidak ≥ 4
simpan Kotoran dan kotoran dan jam
debu debu
sementara
setelah
produk jadi
Pemorsian Kontaminasi Tidak Alat, ruangan dan
penjamah dan terkontaminasi penjamah yang bersih
peralatan penjamah dan
peralatan
Distribusi Lalat dan kotoran Tidak ada lalat, Holding time tidak ≥4
kotoran jam
34
g. Penetapan Tindakan Koreksi Bila Terjadi Penyimpangan
Tabel 3.14 Tindakan koreksi bila terjadi penyimpangan
35
tidak bersih kebersihan alat yang akan
Penjamah makanan tidak digunakan
memakai APD lengkap Memastikan penjamah
makanan menggunakan APD
lengkap
Distribusi Alat yang digunakan Memastikan kembali
tidak bersih kebersihan alat yang akan
Pramusaji tidak digunakan
memakai masker Memastikan pramusaji
menggunakan masker
h. Penetapan verifikasi
Tabel 3.15 Penetapan verifikasi
36
Bahan Verifikasi
Bayam Pencucian kembali
Mengembalikan bayam yang tidak sesuai dengan
spesifikais
Bawang merah Mengembalikan bawang merah yang tidak sesuai
dengan spesifikasi
Bawang putih Mengembalikan bawang merah yang tidak sesuai
dengan spesifikasi
Kencur Mengembalikan bawang merah yang tidak sesuai
dengan spesifikasi
Kelapa parut Mengembalikan bawang merah yang tidak sesuai
dengan spesifikasi
Garam Mengembalikan bawang merah yang tidak sesuai
dengan spesifikasi
Air Pemeriksaan laboratorium
i. Penetapan dokumentasi
Dokumentasi Sistem HACCP
a. Nama Produk : Bobor bayam
b. Tanggal Pencatatan : 5 September 2017
c. Bahan yang digunakan : Bayam, Bawang merah, Bawang putih,
Kencur, Kelapa parut, dan garam
d. Alat yang digunakan : Baskom, dandang, blender, sendok sayur
e. Proses yang dilakukan :
Tabel 3.16 Penetapan dokumentasi
37
kemudian diperas oleh penjamah
mengunakan sarung tangan untuk
diambil santanya.
Pemasakan Santan direbus sampai mendidih.
Bumbu yang sudah dihaluskan dan
bayam yang sudah di potong kecil-
kecil dimasukan, kemudian dimasak
±15 menit
Waktu simpan sementara Setelah bobor bayam matang, bobor
bayam disimpan didalam ruang
distribusi dengan wadah dandang
besar dalam keadaan tertutup
Pemorsian Bobor bayam di porsikan kedalam
plato yang bersih oleh petugas yang
mengunakan APD lengkap
Pendistribusian Distribusi menggunakan troli yang
bersih dan tertutup oleh petugas
pramusaji yang dilengkapi
penggunaan masker dan sarung
tangan
38
j. RINGKASAN CCP
Nama Produk : Bobor Bayam
Tanggal : 6 September 2017
Pelaksana HACCP : Nur Oktaviani
39
berlubang, tanpa
batang bagian
bawah bayam,
berat bersih ± 100
gr/ikat
Penyimpanan
bahan yang
terkendali sesuai
karakteristik bahan
dan persyaratan
penyimpanan
bahan basah
dengan suhu 10-15
0
C
Checking fisik
secara rutin bahan
selema
penyimpanan
Distribusi bahan
yang terkendali
sesuai SOP
Bawang Biologis: Bukan Persiapan bahan Bersih dari Cek spesifikasi, Pencucian Laporan Mengembalikan
merah dan Achromobacter CCP makanan dengan kotoran, tidak waktu dan hingga bersih penerimaan bawang merah
Bawang Micrococcus pencucian yang berjamur dan pengawasan Revisi bawang putih dan putih yang
putih Bacillus careus bersih busuk penerimaan spesifikasi dan tidak sesuai
Kapang busuk Proses peneriman prosedur dengan
Belatung sesuai dengan penerimaan spesifikasi
Fisik : kotoran/ spesifikasi yaitu Sortasi/
40
tanah kering, utuh, bersih, pemeriksaan
Kimia: padat, tua, besar ulang
Pestisida,pupuk merata, tidak busuk,
kupas
Penyimpanan bahan
yang terkendali
sesuai karakteristik
bahan dan
persyaratan
penyimpanan bahan
kering <220C
Checking fisik
secara rutin bahan
selama
penyimpanan
Distribusi bahan
yang terkendali
sesuai SOP.
Kencur mikrobiologis: Bukan Persiapan bahan Bebas dari kotoran Pemantauan Revisi Laporan Mengembalikan
Jamur CCP makanan dengan dan jamur langsung spesifikasi dan penerimanan kencur yang
Fisik : Kotoran, pencucian yang Penerimaan prosedur kencur tidak sesuai
tanah, ulat, bersih sesuai dengan penerimanan spesifikasi
busuk, bertunas Penerimaan bahan spesifikasi kencur
makanan sesuai
dengan spesifikasi
yaitu segar, tua,
bersih, utuh
Penyimpanan bahan
41
yang terkendali
sesuai karakteristik
bahan dan
persyaratan
penyimpanan bahan
kering
Checking fisik
secara rutin bahan
selema
penyimpanan
Distribusi bahan
yang terkendali
sesuai SOP.
Memasak bahan
makanan dengan suhu
dan waktu yang
sesuai
Kelapa Biologis : Bukan Mendeteksi secara Bebas dari serabut Pemantauan Revisi Laporan Mengembalikan
parut Koliform, CCP terperinci pada saat kelapa, benda langsung spesifikasi dan penerimanan kelapa parut
Escherichia coli, penerimaan, untuk asing Penerimaan prosedur kelapa parut yang tidak
Salmonella sp., memastikan kelapa Kolifrom 100/g sesuai dengan penerimaan sesuai
Kapang dan benar-benar bersih Escherichia coli spesifikasi kelapa parut spesifikasi
khamir untuk diolah <3/g
Fisik : Terdapat Penerimaan bahan Salmonella sp
benda asing sesuai dengan negatif/25 g
seperti (kerikil, spesifikasi yaitu Kapang dan
sabut kelapa, bersih, tidak khamir 1x102kol/g
42
kayu) tengik, tanpa kulit,
segar
Penyimpanan pada
suhu chiller
dengan suhu 160C
Checking fisik
secara rutin bahan
selema
penyimpanan
Distribusi bahan
yang terkendali
sesuai SOP.
Memasak bahan
makanan dengan
suhu dan waktu
yang sesuai
Garam Fisik : Benda Bukan Pemeriksaan bahan Bersih dari Kondisi waktu Revisi Laporan Mengembalikan
asing (kerikil) CCP baku yang datang kotoran, penyimpanan spesifikasi dan penerimanan kelapa garam
Kimia : cemaran sesuai dengan Tidak berair serta garam yang prosedur garam yang tidak
logam berat spesifikasi yaitu bebas cemaran sesuai penerimaan dan sesuai
Mikrobiologi : bersih, murni, tidak logam berat pegawasan penyimpanan spesifikasi
Bakteri hemofilik kotor, halus, warna Kandungan NaCl gudang kering
putih, beryodium, 97%,
kemasan bungkus Senyawa sulfat
250 gr/bks, min 6 tidak melebihi
bulan sebelum batas 2,0%, kadar
kadaluwarsa iodium berkisar
43
Suhu dan tempat antara 30-80
penyimpanan yang
tepat
Jauh dari panas
langsung
Air Fisik : kotoran, Bukan Spesifikasi air : Bebas E.coli 0 Pemantauan Penyaringan Laporan Pemeriksaan
ranting, CCP bersih, jernih, bebas ppm air dan saluran air/filterisasi pengecekan laboratorium
Kimia: cemaran cemaran logam, dan Bebas dari air air, saluran
logam mikroorganisme cemaran logam air, serta
desinfektan berat penyaringan
Mikrobiologis: Tidak berwarna
E.coli Tidak berasa
Tidak berbau
44
organisme Salmonella
lainnya negatif/25g
Fisik : Bawang merah
berupa debu, dan bawang
tanah, maupun putih bersih
padatan lainnya dari kotoran,
Kimia : tidak berjamur
Pestisida, pupuk dan tidak
Bawang merah busuk
dan bawang Kencur bebas
putih dari kotoran
Biologis: dan jamur
Achromobacter Kelapa parut
Micrococcus bebas dari
Bacillus careus serabut kelapa,
Kapang busuk benda asing
Belatung Kolifrom
Fisik:kotoran/ 100/g
tanah Escherichia
Kimia: coli <3/g
Pestisida,pupuk Salmonella sp
negatif/25 g
Kencur
Kapang dan
Biologi: Jamur
khamir
Fisik : Kotoran,
1x102kol/g
tanah
Bersih dari
Kelapa parut
kotoran, tidak
Biologis :
berair serta
45
Koliform bebas cemaran
Escherichia logam berat,
coli kandungan
Salmonella sp. NaCl 97%,
Kapang dan senyawa sulfat
khamir tidak melebihi
Fisik : Terdapat batas 2,0%,
benda asing kadar iodium
seperti (kerikil, berkisar antara
sabut kelapa, 30-80
kayu)
Garam
Mikrobiologi :
Bakteri
hemofilik
Fisik : Benda
asing (kerikil)
Kimia :
cemaran logam
berat
Pengupasan Kontaminasi alat CCP Pisau yang Bahan bebas Pemantauan Membuang bagian Laporan Memastikan
dan dan penjamah digunakan bebas mikroba langsung bahan yang busuk proses bagian yang
pemotongan dari karat Bahan bersih proses pengupasan busuk
Penjamah memakai dari tanah dan pengupasan dan
APD lengkap ada kerikil dan Menggunakan alat pemotongan Mengecek
Bahan tidak pemotongan pemotong yang bebas penggunaan
terkontaminasi karat alat pemotong
46
karat dari alat yang bebas
pemotong karat
Penghalusan Kontaminasi alat Bukan Mencuci alat Bebas dari Pengawasan Memastikan kembali Laporan pada Menggunakan
bumbu dan penjamah CCP hingga bersih dan kotoran dan pada saat kebersihan alat yang saat alat yang
mencuci tangan debu penghalusan akan digunakan pembersihan bersih dan
hingga bumbu alat dan melakukan
Memastikan penghalusan pengawasan
penjamah makanan bumbu
menggunakan APD
lengkap
Penyimpanan Kontaminasi dari CCP Bahan makanan Suhu tempat Mengontrol Dilakukan pengontrolan Laporan Memastikan
penjamah dan tertutup/dibungkus penyimpanan dan suhu tempat penyimpanan suhu berada
peralatan plastik sesuai dengan memastikan penyimpanan bahan keadaan yang
jenis bahan suhu dan makanan optimal untuk
makanan sanitasi penyimpanan
tempat Menggunakan wadah dengan melihat
Wadah bahan penyimpanan kedap udara kembali alat
makanan yang pengukur suhu
digunakan Memerikasa Membuang bahan
steril tanggal makanan yang sudah
kadarluasa kadarluasa
Selalu
memeriksa
tanggal
kadarluasa
Pencucian Kontaminasi CCP Mencuci dengan Air yang Memastikan Melakukan uji sampel Laporan Memastikan
47
dengan E.Coli bersih digunakan bahan air di laboratorium pencucian hasil uji
pada air menggunakan air bebas E. Coli makanan laboratorium
yang bersih dengan dan Salmnella bersih dan Menghilangkan/mencuc sampel air
air yang mengalir. bebas dari i tanah yang masih (melihat kadar
Penjamah Tanah dan kotoran menempel serta bakteri dalam
menggunakan bagian bahan membuang bagia yang air)
sarung tangan makanan yang tidak layak digunakan
tidak layak Mengecek
digunakan kembali
sudah hilang kondisi bahan
makanan yang
sudah di cuci.
Pemasakan Kontaminasi dari CCP Sanitasi alat, Makanan Pemantauan Memastikan penjamah Laporan Pengamatan
kotoran (rambut, pemasakan matang dan langsung makanan menggunakan pemasakan selama proses
kuku) dan udara dilakukan selama 2 tidak gosong proses APD lengkap pemasakan
jam pemasakan
Penyimpanan Lalat CCP Penyimpanan Makanan Pemantauan Memastikan alat yang Laporan Pengamatan
produk jadi Kotoran makanan dengan bebas dari langsung digunakan tepat penyimpanan visual
menggunakan kontaminasi proses sementara langsung
dan debu
wadah yang tepat mikrobiologi, penyimpanan selama
dan dalam keadaan serangga, dan sementara penyimpanan
tertutup penjamah sementara
makanan
Makanan
dalam keadaan
tertutup
Holding time
48
tidak ≥ 4 jam
Makanan
dalam keadaan
tertutup
Pemorsian Kontaminasi CCP Alat yang Bebas dari Pemantauan Memastikan kembali Laporan Pengamatan
alat dan digunakan bersih kotoran dan langsung kebersihan alat yang pemorsian visual
penjamah Penjamah makanan debu proses akan digunakan langsung
menggunakan APD pemorsian Memastikan selama
Kotoran dan lengkap pemorsian
penjamah makanan
debu
menggunakan
Lalat
masker
Distribusi Lalat CCP Penggunaan wadah Holding time Pemantauan Memastikan kembali Laporan Pengamatan
Kotoran yang tepat dan tidak ≥ 4 jam langsung kebersihan alat yang pendistribusia visual
dalam keadaan Makanan proses akan digunakan n langsung
tertutup dalam keadaan distribusi selama
tertutup Memastikan distribusi
pramusaji
menggunakan
masker
49
Lingkun Jenis CCP Cara Batas Kritis Prosedur Tindakan Koreksi Catatan/ Prosedur
gan Bahaya Pencegahan Pemantauan Dokumentasi Verifikasi
Penjama Tangan Tangan Cuci tangan Kebersihan Pemeriksaan Pemeriksaan Observasi ulang Peringatan dan
h kotor, bersih sebelum dan tangan, kuku, kebersihan tangan kembali penjamah Pemeriksaan sanksi
rambut, kuku Rambut sesudah rambut dan dan kuku makanan kesehatan
dan celemek bersih memegang celemek
Kuku makanan
bersih Keramas 2 hari
sekali
Mencuci
celemek setelah
dipakai
Wadah Karat dan Tidak Memastikan Kebersihan alat Pemeriksaan Pemeriksaan Laporan Peringatan dan
dan Alat kotoran berkarat kebersihan alat yang digunakan kebersihan alat kembali kebersihan kebersihan alat sanksi
Tidak ada dan wadah alat
kotoran sebelum dan
sesudah dipakai
Menggunakan
alat yang terbuat
dari stainles steel
50
Resiko terjadinya kontaminasi silang dalam pengolahan makanan di rumah
sakit jauh lebih besar karena banyaknya hidangan yang dimasak atau disiapkan
secara bersamaan. Seringnya, pada saat makanan disajikan untuk banyak orang,
sejumlah besar makanan telah dipersiapkan berjam - jam untuk mendukung
pelayanan yang cepat. Jika selama selang waktu antara penyiapan dan penyajian
makanan tersebut tidak disimpan pada kondisi yang dapat mencegah pertumbuhan
mikroba, sebuah bahaya akan terbentuk. Kerentanan konsumen merupakan faktor
risiko yang mendukung terjadinya foodborne disease (Sudarmadji, 2005). Pasien
di rumah sakit merupakan salah satu kelompok yang rentan dan lebih mudah
terkena infeksi penyakit melalui makanan. Daya tahan tubuh yang rendah akan
dialami oleh orang dalam keadaan sakit (Zulfana et al., 2008).
Konsep HACCP dikembangkan pada awal tahun 1970 sebagai sistem untuk
meyakinkan keamanan produk pangan. HACCP memuat peralihan penekanan dari
pengujian produk akhir menjadi pengendalian dan pencegahan aspek kritis
produksi pangan. Sistem ini telah mendapat pengakuan dunia internasional,
penerapannya di dalam produksi makanan yang aman telah diakui WHO sebagai
metode yang efektif untuk mengendalikan foodborne disease. Penerapan HACCP
tidak hanya terbatas pada industri pangan modern tetapi juga dapat diterapkan
dalam pengelolaan makanan untuk pasien di rumah sakit, katering atau jasa boga,
makanan untuk hotel dan restoran, bahkan dalam pembuatan makanan jajanan.
Penerapan HACCP sangat penting karena pengawasan pangan yang
mengandalkan uji produk akhir (sistem konvensional) tidak dapat menjamin
keamanan pangan. Unit gizi rumah sakit memiliki aturan tertentu dalam
pengelolaan makanan yang aman dengan jumlah besar yang berbeda dengan
aturan dalam penyiapan makanan untuk keluarga.
Penerapan HACCP pada bahaya bahan makanan meliputi cemaran baik
secara Hazard fisik, kimia, dan mikrobiologis. Hazard fisik yang biasa ditemui
pada bahan baku. Menurut Zulfana et al., (2008) hampir setiap tahap produksinya,
makanan dapat terkontaminasi dengan bahan asing yang dapat menjadi hazard
fisik bagi konsumennya. Tindakan pencegahan dapat dilakukan, seperti pembelian
pada pemasok atau penjual yang disetujui, pemeriksaan visual sebelum
51
pengolahan merupakan cara terbaik untuk mencegah hazard fisik ini. Sehingga
hazard fisik ini kurang signifikan terhadap bahaya keamanan makanan karena
kurang memiliki peluang untuk menyebabkan cedera atau bahaya kesehatan
pasien. Bahaya biologi atau mikrobiologi pada bahan makanan yang
teridentifikasi yaitu pada bayam Salmonella sp, E. coli. Dalam proses ini penting
untuk mempertimbangkan masukan dari ahli mikrobiologi dan mengumpulkan
informasi mengenai mikroorganisme patogen. Hazard kimia berupa pestisida
berpotensi ditemukan pada bayam, bawang merah, dan bawang putih yang
merupakan residu bahan kimia pada pertanian.
Penerapan proses CCP pada tahapan proses :
a. Penerimaan
Penerimanan bahan makanan terdiri dari dua bahan yaitu bahan basah dan
kering. Bahan mentah basah yang diperoleh dari rekanan seperti bayam,
bawang merah, bawang putih, kencur, kelapa parut ditimbang kemudian
dibawa ke ruang persiapan untuk dilakukan pencucian sekaligus diperiksa
spesifikasinya bila ada kualitas yang tidak sesuai. Untuk kelapa parut langsung
disimpan dalam chiller dengan suhu 160C dalam keadaan tertutup. Bahan
mentah kering seperti garam memiliki spesifikasi mengandung yodium dan
kering.
b. Persiapan
Persiapan pada pengolahan bobor bayam meliputi sortasi, pemotongan
batang, perendaman, pencucian, pemotongan bentuk menjadi kecil, penirisan.
Proses persiapan yang menjadi CCP adalah pencucian bahan makanan.
Pencucian bahan makanan dijadikan CCP karena dapat mengurangi bahaya
sampai batas yang dapat dikendalikan terutama bahaya fisik berupa debu,
tanah, pasir. Untuk bahaya biologi yang dapat dikendalikan berupa ulat,
sedangkan bahaya kimia yang dapat diminimalkan berupa residu pestisida yang
kemungkinan dapat menempel pada bahan makanan. Perendaman bayam
bertujuan agar bayam dalam kondisi segar. Setelah direndam bayam dipotong
menjadi bentuk yang lebih kecil. Pada saat proses pemotongan, tenaga
persiapan bahan pemasak tidak menggunakan APD berupa celemek, penutup
kepala, dan sarung tangan. Selain itu ada beberapa alat persiapan yang kurang
52
bersih yaitu telenan yang digunakan untuk bayam. Alat yang tidak bersih
memungkinkan terjadinya kontaminasi dari alat ke makanan.
c. Penyimpanan
- Penyimpanan bahan baku
Penyimpanan dilakukan setelah proses penerimaan bahan
makanan. Proses penyimpanan bumbu halus dan santan di chiller
dengan suhu 16oC. Suhu di chiller khusus sudah sesuai dengan
SOP yaitu 0o-20oC sehingga aman untuk digunakan sebagai tempat
penyimpanan bumbu. Apabila suhu lebih tinggi dari 20 oC maka
bakteri akan berkembang biak sehingga terjadi kontaminasi pada
bumbu. Penyimpanan menjadi CCP karena penyimpanan di chiller
dapat mengendalikan bahaya yang kemungkinan muncul yaitu
pertumbuhan bakteri dapat dihambat
- Penyimpanan bahan jadi
Penyimpanan makanan jadi merupakan CCP dikarenakan
makanan yang telah dimasak dan disimpan atau didiamkan sampai
waktu penyajian atau hingga pendistribusian ke pasien, sangat
rentan terhadap pertumbuhan bakteri patogen. Menurut Adams dan
Motarjemi (2004), makanan yang siap disajikan harus dijaga agar
tidak berada dalam kisaran suhu yang potensial terhadap
pertumbuhan bakteri, karena dengan kondisi yang tepat satu jenis
bakteri dapat menggandakan diri dengan sangat cepat dari jumlah
yang sangat rendah menjadi jumlah yang cukup besar sampai
melebihi dosis infeksiusnya. Dalam beberapa kondisi, makanan
dapat lebih memungkinkan memberikan dosis infeksius minimum
dari suatu patogen daripada air yang tercemar. Batas kritis pada
makanan jadi yang siap dikonsumsi pasien juga menggunakan
parameter kritis jumlah E coli. Hal ini tercantum dalam Kemenkes
RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan rumah sakit, yang menyebutkan angka kuman E. coli
pada makanan jadi harus 0 per gram sampel makanan
53
d. Pemasakan
Pemasakan bahan makanan merupakan CCP karena proses ini
dirancang untuk memusnahkan peluang munculnya hazard sampai ke
tingkat yang dapat diterima. Menurut Adams dan Motarjemi (2004), cara
yang paling efektif dan mudah untuk membunuh mikroorganisme adalah
dengan pemanasan karena di atas suhu maksimum yang menyokong
pertumbuhannya, mikroorganisme akan mati. Waktu atau lamanya
pemanasan untuk membuat makanan menjadi aman juga bergantung pada
berapa banyak organisme pada awalnya
e. Pemorsian
Proses pemorsian merupakan CCP karena mengendalikan bahaya
yang ada. Petugas pemorsian telah menggunakan masker agar makanan
tidak terkontaminasi dengan mikrobia yang ada pada mulut petugas.
Penggunaan sarung tangan dilakukan oleh tenaga pemorsian, serta
menggunakan alat pada saat mengambil makanan yang telah matang agar
makanan tidak menyentuh secara langsung oleh penjamah makanan.
Makanan disajikan di dalam plato tertutup yan telah disterilkan terlebih
dahulu
f. Pendistribusian
Proses pendistribusian merupakan CCP karena mengendalikan
bahaya yang ada. Petugas pramusaji telah menggunakan masker agar
makanan tidak terkontaminasi dengan mikroba yang ada pada mulut saat
para pramusaji sedang berbicara. Makanan yang telah selesai pemorsian
dimasukkan ke dalam kereta makan tertutup dan didistribusikan kepada
pasien. Bobor bayam merupakan makanan dalam bentuk cair, sehingga
masa simpan bobor menjadi lebih pendek hanya sekitar 2 jam oleh karena
itu konsumen diharapkan segera menghabiskan bobor bayam setelah
didistribusikan. Apabila bobor bayam tidak segera dikonsumsi
dikhawatirkan mikroorganisme berbahaya dapat berkembang biak
sehingga makanan sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Pada saat
pendistribusian pramusaji belum memberikan informasi kepada pasien
tentang batas waktu mengkonsumsi bobor bayam.
54
Dari semua uraian diatas, tingkat resiko produk bobor bayam pasien kelas
I,II III, dan VIP di RSUD. dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dapat
dikategorikan beresiko rendah walapun beresiko rendah, makanan tetap dalam
pengawasan makanan dengan baik sebab makanan tersebut dikonsumsi untuk
pasien atau orang sakit.
55
C. Pengkajian Ketenagaan
Perhitungan kebutuhan tenaga di Instalasi Gizi RSUD dr. R. Goeteng
Taroenadibrata menggunakan metode WISN ( Work Indicators of Staffing
Needs) sesuai dengan keputusan mentri no 81/Menkes/SK/I/2004. Workload
Indicator of Staffing Need (WISN) adalah suatu metode yang memberikan
atau menghasilkan pengukuran beban pekerjaan dari masing-masing kategori
tenaga kerja. Metode WISN menunjukkan perbedaan kebutuhan tenaga kerja
pada layanan kesehatan. Aturan perhitungan metode WISN adalah
berdasarkan pada perbandingan populasi atau standar jadwal kerja tenaga
kesehatan pada umumnya. Analisis beban kerja dilaksanakan untuk mengukur
dan menghitung beban kerja setiap jabatan atau unit kerja dalam rangka
efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan meningkatkan kapasitas
organisasi (Ratna, 2009).
Berikut rincian jumlah tenaga kerja yang ada di instalasi gizi RSUD dr. R.
Goeteng Taroenadibrata :
1. Ahli Gizi : 10 orang
2. Adminitrasi : 2 orang
3. Juru masak putra : 6 orang
4. Juru masak putri : 9 orang
5. Pramusaji diruangan : 13 orang
6. Pramusaji didapur : 1 orang
7. Pramubumbu : 1 orang
8. Gudang : 1 orang
9. Cleaning service : 2 orang
Berikut perhitungan kebutuhan tenaga pramusaji di instalasi gizi dengan
menggunakan metode WISN . Pramusaji yang ada di instalasi gizi RSUD dr.
R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga sebanyak 13 orang dengan waktu
kerja 360 menit.
Rincian uraian tugas pramusaji di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
dan waktu yang diperlukan untuk shift pagi adalah sebagai berikut:
1. Mengambil air seka pasien : 45 menit
2. Mengambil buku pesanan makanan dari ruang rawat inap : 20 menit
56
3. Menyiapkan peralatan makanan : 30 menit
4. Menyiapkan minuman pasien : 30 menit
5. Melakukan distribusi makanan : 45 menit
6. Mengambil alat makan kotor : 35 menit
7. Mencuci alat makan kotor : 35 menit
8. Mendistribusikan snack pasien : 45 menit
9. Menyimpan peralatan makan pasien : 30 menit
10.Membersihkan troli makanan : 45 menit
Jumlah : 360 menit
Tabel 3.20 Perhitungan ketenagaan
No Perhitungan Hasil
1 Jam kerja Efektif 360 x 13
waktu= =78 jam
60 menit
2 Jam kerja perhari 7
hari= x 78 jam
6
= 91 jam
3 Jam kerja dalam 1 tahun = 365 x 91 jam
tahun = 33.215 jam
4 Hari efektif efektif = 85 hari
= 365 – 85
= 280 x 7 jam
= 1960 jam
57
kepada konsumen atau pasien dirumah sakit. Pramusaji yang kurang
perhatian akan memberikan penilaian yang kurang memuaskan
(Ernalia,2014). Selaian pramusaj Staff yang mempengaruhi kepuasan
pasien diantaranya dokter, perawat, ahli gizi, dan apoteker (Arora et
al., 2010). Pramusaji merupakan staff yang setiap hari berinteraksi
dengan pasien, pada saat mengantarkan makanan dan minuman.
Pramusaji memegang peranan penting terhadap kepuasan pasien dalam
memperoleh pelayanan makanan. Pramusaji diharapkan dapat
berkomunikasi, baik dalam bersikap maupun berekspresi. Senyum dan
raut muka pramusaji akan mempengaruhi pasien untuk menikmati
makanan dan akhirnya akan menimbulkan kepuasan (Ernalia,2014).
Kepuasan pelayanan makanan dipengaruhi oleh sikap ahli gizi
dan pramusaji, dan makanan yang disajikan kepada pasien. Pasien
mendapatkan makanan yang aman, sehat dan bervariasi adalah hak
asasi yang fundamental, pelayanan gizi di rumah sakit untuk
mempercepat tingkat kesembuhan dan untuk kualitas hidup pasien
yang lebih baik (Kondrup, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh
Sudian (2012) mengemukakan bahwa ada hubungan antara sikap ahli
gizi dan pramusaji terhadap kepuasan pasien di Rumah Sakit Cut
Mutia Kab Aceh Utara (p=0,000). Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Anjaryani (2009) didapatkan hasil bahwa ada
hubungan antara sikap ahli gizi dan pramusaji terhadap kepuasan
pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Tugurejo dengan nilai p=0,012. Oleh karena itu, pengkajian
ketenagaan termasuk jumlah dan tugas pramusaji dan tenaga lainnya
perlu dilakukan secara berkala.
58
D. Pengembangan Resep
Pengembangan resep adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan
menu sehingga lebih berkualitas dalam hal rasa, warna, aroma, tekstur, dan
nilai gizi. Selain itu juga merupakan cara untuk menambah
keanekaragaman menu pada suatu institusi. Pengembangan resep
diperlukan untuk meningkatkan daya terima pasien terhadap menu yang
disajikan, selain itu pengembangan resep dilakukan untuk memperoleh
modifikasi resep dengan menciptakan menu-menu yang lebih bervariasi
dari menu yang telah ada. Variasi dalam pengolahan makanan terutama di
rumah sakit sangat dibutuhkan agar pasien tidak merasa bosan. Hidangan
yang dimasak dengan baik dan menarik akan banyak membantu keadaan
dan kesehatan pasien dalam upaya perkembangan pasien melaui asupan
makanan yang disajikan di rumah sakit.
Selingan merupakan bagian dari menu sehari dalam Rumah sakit.
Selingan yang ada dirumah sakit diantaranya adalah puding. Puding yang
terdapat dalam menu di Instalasi Gizi RSUD. dr. R. Goeteneg
Taroenadibrata Purbalingga terbuat dari labu kuning yang penampilannya
kurang menarik. Oleh karena itu, untuk meningkatkan daya tarik pasien,
maka dilakukan pengembangan resep dari resep awal yaitu “puding labu
kuning” menjadi “puding ceplok labu kuning lava mangga”.
Puding ceplok labu kuning lava mangga merupakan puding yang
berbahan dasar labu kuning dan buah mangga. Labu kuning dan buah
mangga merupakan bahan yang memiliki indeks glikemik < 55, serta
bahan lain yang digunakan merupakan bahan yang rendah lemak dan gula.
Diharapkan dari hasil pengembangan resep nantinya dapat menjaga kadar
gula pasien, mengurangi rasa bosan pasien, dan meningkatkan daya terima
pasien.
59
Berikut merupakan uraian pengembangan resep puding ceplok
labu kuning lava mangga
A. Waktu Pelaksanaan
- Tempat : Instalasi Gizi RSUD. dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga
- Tanggal : 7 September 2017
B. Alat
Alat yang digunakan dalam pengolahan puding ceplok labu
kuning lava mangga , antara lain:
- Blender - Pisau
- Panci - Cetakan puding
- Baskom - Frezzer
- Sendok
C. Resep awal
Nama resep : Puding Labu kuning
1. Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam pengolahan puding
labu kuning, antara lain:
- Tepung agar 1 bungkus
- Gula pasir 250 gram
- Susu skim bubuk 4 sdm
- Labu kuning 1 kg
2. Analisis kandungan gizi
Kandungan gizi dalam 1 porsi puding labu kuning, tertera
dalam tabel berikut.
Tabel 3.21 Kandungan gizi puding labu kuning
Bahan Gram E P L Kh
Tepung agar 7g 20,1 - - 10
Gula pasir 10 g 38,7 - - 10
Susu skim 0,96 3,5 0,3 0,5
bubuk
Labu kuning 40 15,6 0,4 0,2 3,5
Total 77,9 0,7 0,3 24
60
3. Analisis biaya
Biaya yang digunakan dalam pengolahan puding labu
kuning 25 porsi adalah Rp. 11.000, sehingga biaya yang
dikeluarkan untuk 1 porsi adalah Rp. 440
Tabel 3.22 analisis biaya produksi untuk 25 porsi
No Bahan Harga
1. Tepung agar-agar Rp. 2.500
2. Gula pasir Rp. 2.000
3. Susu laktona Rp. 1.800
4. Labu kuning Rp. 4.700
Total Rp. 11.000
D. Pengembangan Resep
Nama resep : Puding ceplok labu kuning lava mangga
1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan untuk pengolahan puding ceplok
labu kuning lava mangga, antara lain:
- Labu kuning 1 kg - Susu Skim 200 ml
- Tepung agar-agar 2 bungkus - Telur 1 butir
- 1 ½ kg buah mangga kecil - 2 sdm tepung
maizena
- Gula tropicana 37,5 gram - Mangga
2. Analisis nilai gizi
Kandungan gizi pada puding ceplok labu kuning lava
mangga, tertera pada tabel berikut
Tabel 3.23 Kandungan gizi puding ceplok labu kuning lava
mangga dalam 1 porsi
Bahan Gram E P L Kh
Tepung agar 14 g 40,2 - - 16
Gula tropicana 2,5 g 5 - - -
Susu skim 10 3,5 0,3 0,5
Labu kuning 50 19,5 0,4 0,3 4,4
Kuning telur 0,56 1,6 0,1 0,1 -
61
Mangga 20 13 0,1 0,1 3,4
Total 82,8 0,9 0,5 24,3
3. Analisis biaya
Biaya yang dikelurkan dalam pengolahan puding ceplok
labu kuning lava mangga adalah Rp. 31.200, sehingga biaya
satu porsi adalah Rp. 1560
Tabel 3.24 analisis biaya produksi untuk 20 porsi
Nama barang Harga
1 kg labu kuning Rp. 4.400
2 bungkus agar-agar Rp. 5.000
1 ½ buah mangga kecil Rp. 10.000
Gula pasir tropicana Rp. 6.500
200 ml susu cair plan Rp. 3.500
Telur 1 butir Rp. 1.500
2 sdm tepung maizena Rp. 300
Total Rp. 31.200
E. Hasil Penilaian
Tabel 3.25 Hasil penilaian pengembangan resep puding ceplok
labu kuning lava mangga
62
Modifikasi resep dievaluasi dengan melakukan uji
organoleptik. Pengujian organoleptik adalah pengujian yang
didasarkan pada proses penginderaan. Bagian organ tubuh yang
berperan dalam penginderaan adalah mata, telinga, indera perasa,
indera pembau dan indera peraba. Kemampuan alat indera
memberikan kesan atau tanggapan dapat dibedakan berdasarkan
jenis kesan. Luas daerah kesan adalah gambaran dari sebaran atau
cakupan alat indera yang menerima rangsangan. Kemampuan
memberikan kesan dapat dibedakan berdasarkan kemampuan
reaksi dari alat indra terhadap rangsangan yang diterima.
Kemampuan tersebut meliputi kemampuan mendeteksi, mengenali,
membedakan, membandingkan, dan kemampuan menyatakan suka
atau tidak suka (Saleh, 2004).
Melakukan penelitian organoleptik diperlukan panelis.
Dalam penilaian mutu atau analisis sifat-sifat sensori suatu
komoditi, panelis bertindak sebagai instrument atau alat. Panelis ini
terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau
mutu komoditi berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi
anggota panelis disebut panelis. Panelis pada uji organoleptik
berjumlah 10 orang panelis yang terdiri ahli gizi, pramusaji,
pramuboga, dan petugas gudang di Instalasi Gizi RSUD dr. R.
Goeteng Taroenadibrata.
Penilaian yang diambil dalam uji organoleptik ini terdiri
dari warna, aroma, tekstur, rasa, bentuk, besar porsi, kesesuaian
diet, cara menghidangan, penampilan, tingkat kematangan. Standar
pengukuran yang digunakan dibagi menjadi tiga nilai yaitu; (1)
sesuai, (2) cukup sesuai, (3) tidak sesuai.
Berikut hasil uji kesukaan warna, aroma, tekstur, rasa,
bentuk, besar porsi, kesesuaian diet, cara menghidangkan,
penampilan, tingkat kematangan terhadap puding ceplok labu
kuning lava mangga dari 10 panelis melalui lembar kuesioner.
a. Warna
63
Warna merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu
dan secara visual warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang
sangat menentukan, sehingga warna dijadikan atribut
organoleptik yang penting dalam suatu bahan pangan (Winarno,
2002). Warna dapat menentukan mutu bahan pangan, dapat
digunakan sebagai indikator kesegaran bahan makanan, baik
tidaknya cara pencampuran atau pengolahan. Presentasi
penilaian warna produk puding ceplok labu kuning lava mangga
dapat dilihat pada Gambar 3.2
Menarik
20% Cukup Menarik
80%
64
pencium. Aroma yang khas dan menarik dapat membuat
makanan lebih disukai oleh konsumen sehingga perlu
diperhatikan dalam pengolahan suatu bahan makanan. Presentasi
penilaian aroma puding ceplok labu kuning lava mangga dapat
dilihat pada Gambar 3.3
harum
20% Cukup harum
40% Tidak Harum
40%
65
Gambar 3.4 Presentasi penilaian tekstur
10% Lunak
Cukup
Lunak
90%
66
mangga enak, sebanyak 70% (7 orang) merasa cukup sesuai, dan
10% (1 orang) merasa rasa tidak enak. Adanya perbedaan penilaian
ini dikarenakan, panelis yang menyatakan rasa tidak enak
beranggapan bahwa rasa puding hambar, hal ini disebabkan karena
puding mengunakan gula khusus untuk DM dimana gula tersebut
memiliki rasa manis yang kurang. Namun ditemukan juga panelis
yang mengatakan bahwa puding ceplok labu kuning lava mangga
enak, karena panelis tidak suka makanan yang terlalu manis.
e. Bentuk
Rupa makanan yang disajikan disebut dengan bentuk
makanan. Bentuk makanan akan menambah daya tarik dari
makanan tersebut. Hal yang perlu diperhatikan adalah makanan
yang disajikan harus beraneka ragam bentuknya serta serasi dalam
penyajiannya. Selain itu ukuran potongan menjadi daya tarik bagi
konsume. Ada beberapa bentuk penyajian makanan sewaktu
disajikan yaitu bentuk makanan yang disajikan sesuai dengan
aslinya, bentuk makanan yang harus dipotong dengan teknik
tertentu, bentuk makanan dengan saji khusus (Khan, 1998).
Presentasi penilian bentuk produk puding ceplok labu kuning lava
mangga dapat dilihat pada Gambar 3.6
Sesuai
40%
Cukup sesuai
60%
67
Berdasarkan hasil penilaian dari 10 panelis, didapati 60%
panelis merasa bentuk puding ceplok labu kuning lava mangga
sesuai. Adapun 40% (4 orang) panelis beranggapan bahwa bentuk
puding cukup sesuai, hal ini dikarenakan bentuk puding telur
ceplok memiliki bentuk yang berbeda yaitu memiliki bentuk
ceplokan kotak tidak bundar seperti telur ceplok pada umunya.
f. Besar porsi
Porsi adalah banyaknya makanan yang disajikan. Porsi
makanan akan mempengaruhi daya tarik dari konsumen karena
tiap-tiap konsumen memiliki besar porsi makanan yang berbeda
dalam setiap aktivitas makannya. Besar porsi akan mempengaruhi
penampilan makanan, sehingga setiap penyajian makanan sudah
ditentukan porsi standarnya yang disebut standard portion size
(Fiani dan Japarianto, 2012).
Besar porsi untuk setiap individu berbeda sesuai dengan
kebiasaan makan. Pentingnya besar porsi makanan bukan saja
berkenaan dengan penampilan makanan waktu disajikan tetapi juga
berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan
makanan. (Muchatab, 1991). Presentasi penilaian porsi produk
puding ceplok labu kuning lava mangga dapat dilihat pada Gambar
3.7
Diterima
Cukup diterima
30%
70%
68
mangga diterima. Sementara 30% (3 orang) menyatakan bahwa
besar porsi cukup diterima. Hal ini dapat dikarenakan puding
ceplok labu kuning memilik bentuk porsi yang terlalu besar.
Bentuk porsi terlalu besar dikarenakan kemasan puding/cetakan
memiliki ukuran terlalu besar untuk satu porsi dan antara kuning
telur dan putih telur memiliki ukuran yang tidak imbang.
g. Kesesuaian diet
Presentasi kesesuaian diet produk puding ceplok labu
kuning lava mangga dapat dilihat pada Gambar 3.8
sesuai
100%
69
makanan dengan cita rasa tinggi tidak akan berhasil (Puckett,
2004)
Presentasi
Gambar 3.9 Presentasi penilaian cara
menghidangkan penilaian cara
menghidangkan
Rapi
produk puding
ceplok labu
kuning lava
100%
mangga dapat
dilihat pada
Gambar 3.9
i. Penampilan
Penampilan makanan adalah penampakan yang ditimbulkan
oleh makanan yang disajikan (Puckett, 2004). Presentasi penilaian
penampilan produk puding ceplok labu kuning lava mangga dapat
dilihat pada Gambar 3.10
70
Gambar 3.10 Presentasi penilaian penampilan
4% Menarik
Cukup menarik
96%
j. Tingkat kematangan
Presentasi penilaian tingkat kematangan produk puding ceplok
labu kuning lava mangga dapat dilihat pada Gambar 3.11
90%
didapati 90%
dari panelis
menilai
kematangan puding ceplok labu kuning lava mangga matang.
Sementara 10% (1 orang) menyatakan bahwa kematangan puding
ceplok labu kuning lava mangga cukup matang. Adanya
perbedaan penilaian ini dikarenakan satu panelis merasa
kematangan pada kuning puding kurang matang.
71
Berdasarkan hasil kandungan gizi adanya kenaikan energi,
protein, lemak, dan karbohidrat. Namun kenaikan tidak begitu
signifikan, sehingga masih aman untuk dikonsumsi oleh pasien
DM. Dengan adanya modifikasi resep untuk snack ini, diharapkan
dapat meningkatkan kepuasaan pasien terhadap pelayanan makan
di rumah sakit
Berdasarkan hasil analisis biaya mengalami kenaikan dari
resep awal yaitu Rp. 11.000 menjadi Rp. 31.200, sehingga biaya
yang dikelurkan untuk puding telur ceplok labu kuning lava
mangga bertambah sebesar Rp 20.200. Kenaikan biaya ini
disebakan karena penambahan penggunaan bahan dan ada
beberapa bahan memiliki harga yang relatif mahal
BAB VI
72
a. Perhitungan kebutuhan bahan makanan adalah kegiatan menyusun biaya
yang diperlukan untuk penyelenggaraan makanan. Berdasarkan hasil
perhitungan food cost di RSUD.dr.R.Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
untuk kelas VIP sebesar Rp.38.011, sedangkan hasil perhitungan food cost
kelas I,II,dan III sebesar Rp.31.093 untuk satu pasien sesuai dengan
kebutuhan.
b. Critical Control Point (CCP) pada ada pada Produk Bobor bayam, adalah
RESIKO RENDAH, walapaun beresiko rendah pihak penyelenggaraan
makan tetap memperhatikan jaminan suplier sesuai spesifikasi dan
menetapkan spesifikasi bahan makanan, penyimpanan sesuai dengan
karateristik bahan, pengolahan yang optimal, dan meningkatkan higenisasi
dan sanitasi peralatan, penjamah, dan lingkungan sekitar.
c. Perhitungan kebutuhan tenaga pramusaji dengan metode WISN, pramusaji
yang dibutuhkan di instalasi gizi RSUD. dr.R. Goeteng Taroenadibrata
sebanyak 17 orang, pada saat ini hanya tersedia 13 orang sehingga masih
dibutuhkan tambahan 4 orang pramusaji
d. Pengembangan resep dilakukan pada puding labu kuning yaitu menjadi
puding ceplok labu kuning lava mangga sebagai snack untuk pasien diet
DM, dibuat untuk 10 porsi. Setelah dilakukan analisis nilai gizi, ada
peningkatan antara sebelum dan sesudah modifikasi resep, kemudian
dilakukan uji kesukaan kepada 10 panelis melalui kuesioner, yang
sebagian besar panelis menyukai warna, aroma, tekstur, rasa, bentuk, besar
porsi, kesesuaian diet, penyajian, penampilan, dan tingkat kematangan
hasil modifikasi resep yang disajikan.
A. Saran
1. Perhitungan food cost dilakukan secara berkala.
73
2. Perlu adanya pengkajian ulang terhadap kebutuhan tenaga kerja .
3. Perlu adanya pengembangan resep secara berkala untuk
meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan makan di
RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
74
DAFTAR PUSTAKA
Adams dan Motarjemi. 2004. Dasar - Dasar Keamanan Makanan untuk Petugas
Kesehatan. Jakarta : EGC
Anjaryani, W. D. 2009. “Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan
Perawat di RSUD Tugurejo Semarang”. Semarang: Universitas
Diponegoro Semarang. https://core.ac.uk/download/files/3
79/11722783.pdf. Diakses tanggal 13 September 2017
Arora, V., Philp, S., Nattress, K., Pather, S., Dalrymple, C., Atkinson, K.,Carter, J.
2010. Patient satisfaction with inpatient care provided by the Sydney
Gynecological Oncology Group. Patient related outcome measures. Vol.
1(1):179.
Depkes RI. 2003. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942.
Tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan.
Jakarta: Depkes
Depkes RI. 2006. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat
Rumah Sakit. Khusus dan Swasta, Dit. Jen. Yanmedik
Ernalia, Y. 2014. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepuasan Pasien Di
Ruang Penyakit Dalam dan Ruang Bersalin Terhadap Pelayanan
Makanan Pasien Di RSUD Mandau Duri. SKRIPSI. Riau: STIKes
Tuanku Tamburai Riau.
Fiani, M., & Japarianto, E. (2012). Analisa pengaruh food quality dan brand
image terhadap keputusan pembelian roti kecik toko roti Ganep’s di
Kota Solo. Jurnal manajemen pemasaran. Vol. 1(1):1-6.
Franz M. 2012. Medical Nutrition Therapy For Diabetes Millitus and
Hypoglicemia of Nondiabetic Origin. Philadelphia: WB Saunders
Company. p. 675-710
Hendrasty, Henny Krissetiana. 2003. Tepung Labu Kuning, Pembuatan dan
Pemanfaatannya. Yogyakarta: Kanisius.
75
Muchatab, E. 1991. Pedoman Manajemen Pelayanan Gizi Makanan berkelompok.
Jakarta : DepKes RI
Novia, C., Syaiful, S., Utomo, D. 2015. Diversifikasi Mangga Off Grade Menjadi
Selai dan Dodol. Jurnal Teknologi Pangan. Vol.6(2).
Nurdjanah, N. dan S. Usmiati. 2006. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Kulit
Labu Kuning. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian. Vol.3(1):13–23
Puckett, RP. 2004. Food Service Manual For Health Care Institution. Third
Edition.San Fransisco : American Hospital Association.
RS Islam Cempaka Putih. 2010. Porsi Kecil Manfaat Besar. Makalah PERSI
AWARD IHMA.
Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Sumatera
Utara: Universitas Sumatera Utara Press. Hal 2-7
Utami, S. 2010. Perhitungan Biaya Bahan Makanan dari Resep Masakan Pada
Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit dalam Materi Short Course
Food Service. Bandung: Asosiasi Dietisien Indonesia.
76
Van der Spiegel, M., P.A. Luning, G.W. Ziggers, and W.M.F Jongen. 2003.
Towards a Conceptual Model to measure Effectiveness of Food Quality
Systems. Journal Trends in Food Science & Technology.
Vol.14(1):424-43
Wahyuni, D. T., & Widjanarko, S. B. 2014. Pengaruh Jenis Pelarut Dan Lama
Ekstraksi Terhadap Ekstrak Karotenoid Labu Kuning Dengan Metode
Gelombang Ultrasonik Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol.3(2):390-
401.
Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Winarno, F. G., 2002. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Yuliani, S., E.Y. Purwani, W. Setyanto, S. Usmiati dan P. Raharto. 2003.
Pengembangan Agroindustri Aneka Tepung dari Bahan Pangan Sumber
Karbohidrat Lokal: Kegiatan Penelitian Labu Kuning (Laporan Akhir).
Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Badan Litbang Pertanian,
Departemen Pertanian.
Zulfana, I., & Sudarmaji, S. 2008. Hazard Analysis And Critical Control Point
(Haccp) Pada Pengelolaan Makanan Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit
Islam Lumajang. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 4(2):57-68
77
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi HACCP “Bobor Bayam”
78