Anda di halaman 1dari 2

“Dengan merujuk pada puisi-puisi karya dari sedikitnya dua penyair yang telah Anda

pelajari, bandingkan dan bedakan penggunaan perangkat retorika dan bagaimana efeknya”

Puisi yang dipilih: “Beberapa urusan Kita’ dan “Refleksi seorang Pejuang Tua”

Puisi merupakan salah satu bentuk atau jenis karya sastra yang menurut saya paling sukses
terlebih lagi dalam mengungkapkan perasaan seorang penyair. Dalam setiap puisi pastinya
mengandung atau memiliki banyak unsur seperti rima, ritma, diksi, nada, suasana, amanat, gaya
bahasa dan unsur-unsur lainnya yang dimana unsur ini juga membantu para pembaca untuk lebih
mengerti dan merasakan amanat yang sang penyair ingin tekankan atau berikan. Namun unsur-
unsur dari puisi ini pastinya akan berbeda bagi setiap puisi, dan hal ini dikarenakan sang penyair
pastinya memiliki amanat dan perasaan dan cara penulisan yang berbeda-beda. Dan oleh sebab
itu untuk mendukung penjelasan ini, penggunaan perangkat retorika merupakan salah satu
contoh yang paling cocok di dalam dua puisi yang berbeda.

Pada kesempatan kali ini saya akan menggunakan puisi “Beberapa urusan Kita’ dan “Refleksi
seorang Pejuang Tua” yang terdapat dari buku Tirani dan Benteng karya Taufik Ismail. Saya akan
menggunakan dua puisi ini untuk menjelaskan perbedaan dan persamaan dari penggunaan
perangkat pertanyaan retorika. Seperti yang kita tahu, arti dari pertanyaan retorika itu sendiri
adalah untuk menegaskan suatu hal dan disampaikan dengan cara yang implisit. Pertanyaan
retorika ini juga merupakan jenis sebuah pertanyaan yang tidak perlu dijawab melainkan
diggunakan untuk diggunakan juga sebagai suatu pernyataan untuk memberi semangan, kritik,
ataupun gagasan. (Diedukasi.com, 2017)

Dalam puisi “Beberapa urusan Kita”, sang penyair, Taufiq Ismail, menggunakan beberapa
perangkat retorika yang menurut saya memberikan efek-efek yang berbeda bagi para pembaca,
Pada puisi ini, sang penyair menggunakan gaya bahasa seperti pararelisme dan juga pertanyaan
retorik yang dimana membantu untuk menjelaskan perangkat retorik dalam puisi ini, namun
berbeda dengan puisi-puisi lainnya, puisi initidak memiliki unsur enumerasi ataupun simbolisme
yang juga merupakan sarana retorika. Penggunaan pararelisme lebih mempermudah dan
memperjelas makna dan pesan yang sang penyair, Taufiq ingin tekankan yaitu mengenai
perjuangan dan pantang menyerah atau patriotisme dan hal ini dibuktikan dengan penggunaan
pararelisme oleh Taufiq Ismail pada bait ke 4 yang berbunyi Mungkin tidak kau. Tidak aku. Siapa
bisa tahu” Larik tersebut merupakan sebuah perulangan dari larik sebelumnya yaitu “Mungkin
tidak kau. Tidak aku. Siapa bisa tahu” yang dimana digunakan oleh Taufiq Ismail sebagai
penekanan akan nasib mahasiswa yang belum jelas arahnya dan hal ini juga membantu pembaca
juga untuk mengerti arti dari puisi ini secara keseluruhan.

Unsur retorik selanjutnya yang digunakan oleh Taufiq Ismail dalam puisi ini adalah pertanyaan
retorika. Dalam puisi ini memiliki beberapa pertanyaan retorik yang dimana merupakan sebuah
pertanyaan yang tidak harus dijawab melainkan lebih untuk untuk menegasakan dan menkankan
suatu pesan atau makna.PErtanyaan retorik pada puisi ini sepenuhnya terdapat pada bait ke 2
pada puisi ini, yaitu “Apakah cuaca akan cemas di atas” dan “Apakah jantung kita masih
berdegup kencang “ yang dimana merupakan sebuah penekanan oleh sang penyair terhadap
para pembaca untuk tidak duduk diam saja tetapi untuk terus brjaga jaga dan terus berjuang dan
pantang menyerah dari negara ini. Hal ini dimaksudkan Taufiq Ismail Karena pada saat itu
perekonomian masayrakat benar-banar ditindas oleh pemerintah dan mereka pun sudah tidak
kuat lagi dan tidak ada jalan lain selain untuk berjuang dan melawan pemerintahdan untuk terus
berusaha dan pantang menyerah.

Kemudian lanjut dengan puisi ke 2 yang saya pilih yaitu “Refleksi seorang Pejuang Tua”, sang
penyair, Taufiq Ismail juga menggunakan beberapa unsur atau perangkat retorik untuk membuat
para pembaca lebih mengerti puisi ini dan juga lebih mendapatkan makna yang sang penyair
ingin sampaikan. Namun berbeda dengan puisi sebelumnya, Taufiq Ismail menggunakan saraana
retorika enumerasi untuk menekankan gagasan dan makna yang beliau ingin sampaikan yang
dimana arti dari enumerasi sendiri yaitu sebuah sarana retorika pemecahan suatu hal atau
keadaan menjadi beberapa bagian dengan tujuan agar hal atau keadaan itu menjadi lebih jelas
bagi pembaca. Bentuk enumerasi pertama yang dapat kita lihat dari puisi ini adalah pada bait ke
2 yang berbunyikan “Mahasiswa telah meninggalkan ruang-kuliahnya Pelajar muda berlarian ke
jalan-jalan raya Mereka kembali menyeru-nyeru Nama kau, Kemerdekaan Seperti dua puluh tahun
yang lalu”, hal ini berartikan sang penyair Taufiq ingin menekankan dan mendiskrpisikan
hasratnya dan semangat perjuangan untuk mengakan keadilan. Bukti dari enumerasi selanjutnya
yang dapat ditemukan pada puisi ini yaitu pada bait ke 3 yang berbunyi, “Spiral sejarah telah
mengantarkan kita Pada titik ini Tak ada seorang pun tiran Sanggup di tengah jalan mengangkat
tangan Dan berseru: Berhenti!”, pada bait ini juga sang penyair menggunakan enumerasi pada
bait ini untuk mendeskripsikan bahwa para pejuang tidak akan menyerah, seperti yang terjadi 20
tahun yang lalu demi kemerdekaan Indonesia, yang dimana pada waktu pembuatan puisi ini
imerupakan pada tahun 1966 dan 20 tahun yang lalu merupakan kemerdekaan Indonesia tahun
1945, yang dimana semangat perjuangan yang dirasakan sang penyair pada saat itu hampir sama
seperti semangat perjuangan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.

Dapat kita lihat bahwa kedua puisi ini memiliki sarana retorika yang berbeda antara satu dan yang
lain, yang dimana puisi pertama yang saya pilih Yaitu “Beberapa Urusan Kita” memiliki 2 jenis sara
retorika yaitu pararelisme dan juga pertanyaaan retorika, namun pada puisi kedua yang saya pilih
Yaitu puisi “Refleksi seorang Pejuang Tua” yang dimana hanya memiliki 1 jenis sarana retorika
yaitu enumerasi. Akan tetapi walaupun kedua puisi memilikki penggunaan sara retorika yang
berbeda, arti atau makna yang sang penyair ingin tegaskan atau tekankan tetaplah sama yaitu
perjuangan dan untuk tidak pantang menyerah, dan menurut saya ini merupakan suatu hal yang
unik .

Sebagai kesimpulan , menurut saya penggunaan perangkat atau sarana retorik sangatlah berguna
bagi para pembaca dan juga untuk sang penyair yang dimana tidak hanya sang penyair dapat
menekankan makna atau suatu pesan yang ia coba tekankan bagi para pebaca namun dengan
menggunakan sarana retorik sang pembaca juga akan lebih mengerti apa ynag ingin disampaikan
oleh sang penyair dan juga lebih mengerti puisi tersebut secara keseluruhan. Walaupun unutk
puisi yang saya bandingkan memiliki sarana atau perangkat retorik yang berbeda, namun maksud
dan tujuan sang penulis dalam kedua puisi tersebut tetaplah sama.

Anda mungkin juga menyukai