Informed concent
prinsipnya merupakan hak korban/keluarga korban untuk dilakukan pemeriksaan
berdasarkan informasi dari pihak penyidik (Pasal 134 KUHAP)
penyidik perlu koordinasi dengan tim medis dan keluarga korban untuk,
menentukan macam pemeriksaan (PL, autopsi, TKP, penunjang, dll)
penyidik memiliki Pasal 222 KUHP dalam menentukan pemeriksaan jenazah (PL,
autopsi)
Jadi Informed Consent :
- dari pihak penyidik untuk tim medis dan penyidik berupa surat permintaan V
et R
- dari korban/keluarga korban – antara pihak penyidik, tim medis dan keluarga
korban berupa surat persetujuan keluarga
- dari keluarga korban – untuk :
o pangruti jenazah (agama)
o pengawetan jenazah (penundaan pemakaman dan WNA)
o pengiriman/transportasi jenazah (Ambulance dan pesawat terbang)
Rekam Medis
Rekam medis tertuang/tertulis dalam status korban, berkaitan dengan segala macam
pemeriksaan medis serta hasilnya
V et R adalah merupakan laporan data dari RM murni yang sudah dianalisis dari
data RM dan pertanggungjawabnya
RM bersifat rahasia medis, Rumah Sakit, pribadi dan hukum (HAM, PP 10 tahun
1966 dan Pasal 170 KUHAP).
Pelepasan rahasia di sidang pengadilan bebas sanksi (Pasal 48, 49, 50, 51 KUHP),
bila diluar sidang sanksinya menurut hukum yang berlaku.
RM dan IC berdasarkan hukum tertulis dari Permenkes RI.
PENGERTIAN
Menurut bahasa: berasal dari Bahasa Latin yaitu Visum (sesuatu yang dilihat) dan
Repertum (melaporkan).
Menurut istilah: adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah
jabatannya terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya.
Menurut Lembaran Negara (Staatsblad) 350 tahun 1937: Suatu laporan medik
forensik oleh dokter atas dasar sumpah jabatan terhadap pemeriksaan barang bukti
medis (hidup/mati) atau barang bukti lain, biologis (rambut, sperma, darah), non-
biologis (peluru, selongsong) atas permintaan tertulis oleh penyidik ditujukan untuk
peradilan.
Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang
sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan
berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah
sesuai dengan KUHP pasal 184.
Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Keterangan terdakwa
4. Surat-surat
5. Petunjuk
KLASIFIKASI VISUM
Pada
kesimpulan
terdapat
kualifikasi
Kualifikasi Luka
Ada 3 kualifikasi luka pada korban hidup, yaitu:
1. Luka ringan / luka derajat I/ luka golongan C
Luka derajat I adalah apabila luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau tidak
menghalangi pekerjaan korban. Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 352
ayat 1.
2. Luka sedang / luka derajat II / luka golongan B
Luka derajat II adalah apabila luka tersebut menyebabkan penyakit atau
menghalangi pekerjaan korban untuk sementara waktu. Hukuman bagi
3. Luka berat / luka derajat III / luka golongan A
Luka derajat III menurut KUHP pasal 90 ada 6, yaitu:
- Luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh atau membawa bahaya maut (NB :
semua luka tembus yang mengenai kepala, dada atau perut dianggap membawa
bahaya maut)
- Luka atau penyakit yang menghalangi pekerjaan korban selamanya
- Hilangnya salah satu panca indra korban
- Cacat besar
- Terganggunya akan selama > 4 minggu
- Gugur atau matinya janin dalam kandungan ibu
Syarat pembuat:
Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)
Di wilayah sendiri
Memiliki SIP
Kesehatan baik
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
membuat VeR korban hidup, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau
keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.
3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
5. Ada identitas korban.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
membuat VeR jenazah, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Harus sedini mungkin.
3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi.
Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam,
penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar korban.
Batas waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20 hari.
Bila belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut
umum.
Lampiran visum
Fotografi forensik
Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut
Penjelasan istilah kedokteran
Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi, mikrobiologi)
Mutilasi
Pada beberapa kasus pembunuhan, tidak jarang tubuh korban setelah meninggal
dunia dirusak, dipotong-potong menjadi beberapa bagian; tindakan tersebut dikenal
dengan sebutan mutilasi. Mutilasi serta perusakan tubuh korban yang telah menjadi
mayat dimaksudkan pula untuk menghilangkan identitas korban, dengan demikian
Definisi :
Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun
mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut.
Identifikasi forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang
ditujukan untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.
Peran Identifikasi :
1. Pada Orang Hidup
o semua kasus medikolegal
o penjahat atau prajurit militer yang melarikan diri
o orang yang didakwa pelaku pembunuhan
o orang yang diakwa pelaku pemerkosaan
o identitas bayi baru lahir yang tertukar, untuk menentukan siapa orang tuanya
o anak hilang
o orang dewasa yang karena sesuatu hal kehilangan uangnya
o tuntutan hak milik
o untuk kepentingan asuransi
o tuntutan hak pensiun
Tulang panggul
Indeks tersebut diukur dari ischium dan pubis dari titik dimana
mereka bertemu pada acetabulum
Tengkorak Glabela bony Glabela datar
Margin supraorbita melingkar Margin supraorbita tajam
Luas perluasan processus Luas perluasan processus
mastoideus lebih besar mastoideus lebih kecil
Platum besar, membentuk Palatum kecil, membentuk parabola
huruf U
Occipital condylus besar Occipital condylus kecil
Dibedakan atas ciri-ciri: tonjolan di atas orbita (supra orbita ridges),
processus mastoideus, palatum, bentuk rongga mata dan rahang
bawah. Ciri tersebut tamapk jelas pada usia 14-16 tahun
Tulang Panjang lebih panjang, lebih berat, lebih pendek, lebih ringan, lebih
lebih kasar, dan impressio-nya halus, dan impressio-nya lebih
lebih banyak sedikit
Tulang Dada manubrium sterni wanita separuh panjang corpus sterni
Formula STEVENSON :
o TB = 61,7207 + (2,4378 x panjang Femur) + 2,1756
o TB = 81,5115 + (2,8131 x panjang Humerus) + 2,8903
o TB = 59,2256 + (3,0263 x panjang Tibia) + 1,8916
o TB = 80,0276 + (3,7384 x panjang Radius) + 2,6791
Fase IV
Unit pembanding data (rekonsiliasi)
Cek dan recek hasil unit pembanding data.
Mengumpulkan hasil identifikasi korban.
Membuat surat keterangan kematian untuk korban yang dikenal dan surat-surat lain
yang diperlukan.
Menerima keluarga korban.
Publikasi yang benar dan terarah oleh komisi identifikasi sangat membantu
masyarakat mendapat informasi yang terbaru dan akurat.
Fase V
Dilakukan Evaluasi
Dilakukan evaluasi yang komprehensif terhadap masing-masing fase
Definisi :
Suatu tempat penemuan barang bukti atau tempat terjadinya peristiwa tindak pidana
atau kecurigaan suatu tindak pidana, merupakan suatu persaksian.
Penyidik:
1. melakukan pengamatan/observasi TKP
2. membuat sketsa/foto
3. penanganan korban
4. penanganan terhadap pelaku/kerugian lain
5. penanganan terhadap barang bukti
KUHP pasal 20 minta bantuan dokter, apakah kasus pidana atau tidak
Jika dokter tidak mau sanksi KUHP pasal 24
Vertikal
60-120 cm Bercak bundar dengan tepi
terdapat tonjolan-tonjolan
seperti jarum
Vertikal
Diatas 120 cm
Bercak bundar dengan
tepi bergerigi seperti roda
pedati
Miring
Bervariasi dengan Bentuk lonjong seperti
kecepatan jatuhnya tanda seru atau seperti
bowling
5. identifikasi lanjutan
ada sperma atau tidak
pengambilan darah : jika di dinding kering dikerok, jika pada pakaian
digunting
darah basah/segar masukan termos es kirim ke lab kriminologi
6. identifikasi lanjutan
rambut
sperma kering atau tidak secara visual sinar UV
air ludah, bekas gigitan bisa ditentukan golongan darah
7. membuat kesimpulan di TKP
mati wajar atau tidak
bunuh diri genangan darah, TKP tengang tidak morat-marit, ada luka
percobaan, luka mudah dicapai oleh korban, tidak ada luka tangkisan, pakaian
masih baik
Tugas dokter di TKP untuk membantu visum dan autopsi apakah sesuai dengan TKP
atau tidak.
Kesimpulan
Kesimpulan pada visum TKP harus berisi:
1. Perkiraan saat kematian
Ditentukan berdasarkan :
a. Lebam mayat (livor mortis)
b. Kaku mayat (rigor mortis)
c. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
d. Pembusukan (decomposition)
e. Umur larva lalat yang ditemukan dalam jenazah.
2. Sebab akibat luka
Dari pemeriksaan luka dapat disimpulkan benda yang mengakibatkan luka:
Karena persentuhan benda tumpul
Karena persentuhan benda tajam
Karena tembakan
Ledakan granat dsb
Sebab kematian (cause of death) hanya dapat ditentukan secara pasti dengan
pemeriksaan luar dan dalam, jadi tubuh mayat mutlak harus diotopsi.
3. Cara Kematian (manner of death)
Pengertian
o Thanatos : yang berhubungan dengan kematian
o Logos : ilmu
Adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan
yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Atau
Ilmu yang mempelajari tentang mati dan diagnostik mati dan perubahan postmortem
dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta kegunaan apa saja.
Fungsi Tanatologi :
o Menegakkan diagnosis mati
o Memperkirakan saat kematian
o Untuk menentukan proses cara kematian
o Untuk mengetahui sebab kematian
Penentuan Mati
Dicetuskan DECLARATION OF SYDNEY pada tahun 1968
o Penentuan seseorang telah meninggal harus berdasarkanatas pemeriksaan klinis,
dan bila perlu dibantu denganpemeriksaan laboratoris.
o Apabila hendak dilakukan transplantasi jaringan, makapenentuan bahwa seseorang
telah meninggal harusdilakukan oleh 2 orang dokter atau lebih, dan dokter ini
bukanlah dokter yang akan mengerjakan transplantasi nanti
Definisi Mati
Berhentinya ketiga sistem yaitu kardiovaskular, respirasi , dan sistem saraf pusat,
yang merupakan satu unit kesatuan dan tidak terkonsumsinya oksigen.
Istilah Mati :
o Mati somatis/mati klinis : 3 sistem (SSP, SCV, Sist.respiratory) mati
ireversibel/menetap, tetapi beberapa organ & jaringan masih bisa berfungsi
sementara memungkinkan untuk transplantasi. Aktivitas otak dinyatakan
berhenti bila : EEG mendatar selama 5 mnt
o Mati seluler/molekuler : kematian organ & jaringan, sesaat setelah kematian somatis
( otak & jar.saraf +5 menit setelah mati klinis, otot +4 jam setelah mati klinis,
kornea +6 jam setelah mati klinis). Dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat
mengalami mati seluler dalam waktu 4 menit; otot masih dapat dirangsang (listrik)
sampai kira-kira 2 jam pasca mati, dan mengalami mati seluler setelah 4 jam;
dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan sulfat
atropin 1% ke dalam kamera okuli anterior, pemberian pilokarpin 1% atau
fisostigmin 0,5% akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam pasca mati. Kulit masih
dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam pasca mati dengan cara menyuntikkan
subkutan pilokarpin 2% atau asetilkolin 20%; spermatozoa masih bertahan hidup
beberapa hari dalam epididimis; kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah
masih dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati.
o Mati suri : Dalam stadium somatic death perlu diketahui suatu keadaan yang dikenal
dengan istilah mati suri atau apparent death. Mati suri ini terjadi karena proses vital
dalam tubuh menurun sampai taraf minimum untuk kehidupan, sehingga secara
klinis sama dengan orang mati. Dalam literatur lain mati suri adalah terhentinya
ketiga sistem kehidupan yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan
Diagnosis mati
Hilangnya seluruh ataupun pergerakan/aktivitas refleks hilang
Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus Post Mortem Interval (PMI) oleh
Glaister dan Rentoul :
- Formula untuk suhu dalam derajat Celcius
PMI = 37 o C - RT o C +3
- Formula untuk suhu dalam derajat Fahrenheit
PMI = 98,6 o F - RT o F
1,5
Faktor-Faktor yang mempengaruhi penurunan suhu mayat:
1. Faktor Lingkungan, semakin besar perbedaan antara suhu tubuh dengan suhu
lingkungan semakin cepat penurunan suhu mayat.
2. Suhu Tubub sebelum kematian, kematian karena perdarahan otak, kerusakan
jaringan oatak, penjeratan dan infeksi akan selalu didahului dgn peningkatan
suhumempengaruhi penafsiran dari perkiraan saat kematian.
3. Intensitas dan kuantitas aliran atau pergerakan udara
4. Keadaan tubuh dan pakaian yang menutupi, yaitu lemak tubuh, tebalnya
otot serta tebalnya pakaian.
Perubahan biokimia
Ada 3 contoh perubahan biokimia pada fase lanjut post mortem, yaitu :
1. Perubahan plasma, yaitu peningkatan kadar kalium, pospor, CO & asam laktat dan
penurunan kadar glukosa & pH.
2. Perubahan humor vitreus yang berupa peningkatan kadar kalium yang terjadi
antara 24 sampai 100 jam post mortem.
3. Perubahan jantung berupa adanya chicken fat clot (bekuan lemak ayam) yaitu
bekuan darah post mortem menyerupai lemak ayam yang berwarna merah
kekuningan. Bekuan ini biasanya kita temukan pada jantung mayat yang mati
dengan proses kematian lama.
Terbentuknya lebam mayat terjadi karena kegagalan sirkulasi, dan aliran balik vena
gagal mempertahankan darah mengalir melalui saluran pembuluh darah kapiler
akibatnya butir sel darahnya saling tumpuk memenuhi saluran tersebut dan sukar
dialirkan di tempat lain (fenomena kopi tubruk). Gaya gravitasi meyebabkan darah
yang terhenti tersebut mengalir ke area terendah.
Kepentingan mediko-legal
Secara medikolegal yang terpenting dari lebam mayat ini adalah letak dari warna
lebam itu sendiri dan distribusinya. Perkembangan dari lebam mayat ini terlalu
besar variasinya untuk digunakan sebagai indikator dari penentuan saat mati.
Sehingga lebih banyak digunakan untuk menentukan apakah sudah terjadi
manipulasi posisi pada mayat.
Timbul : 1-3 jam postmortem (rata-rata 2 jam), dipertahankan 6-24 jam, dimulai dari
otot kecil : rahang bawah, anggota gerak atas, dada, perut dan anggota bawah
kemudian kaku lengkap. Menurun setelah 24 jam.
2. Heat stiffening :
o kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas
o serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku,
paha dan lutut,membentuk sikap petinju (pugilistic attitude) pada kasus mati
terbakar
3. Cold stiffening
o terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan
lemak subkutan dan otot
Pembusukan :
a. Autolisis
o Tubuh membentuk enzim merusak sel dari
nukleus→sitoplasma→dinding→hancur
b. Mikroorganisme : bakteri patogen dalam sekum
o Setelah mati → daya tahan tubuh turun karena leukosit menurun → kuman
mudah masuk ke pembuluh darah → media baik untuk tumbuh kuman →
hancurkan darah dan bentuk amonia dan H2S → pertama kali terlihat
didaerah kanan pada fossa iliaka kanan tepatnya disekum terlihat warna ungu
(livide) yang merupakan reaksi Hb dan H2S → methsulf –Hb.
b. Adipocare
o Terjadi karena hidrogenisasi asam lemak tidak jenuh (asam palmitat, asam
stearat, asam oleat) dihidrogenisasi menjadi asam lemak jenuh yang relatif
padat .
o Suhu tinggi → kelembaban tinggi → lemak → asam lemak → pH turun →
kuman tidak bisa berkembang → asam lemak → dehigrogenase →
penyabunan → mayat menjadi kebalikannya mumifikasi.
o Syarat terjadinya adiposera :
Suhu rendah, kelembaban tinggi
Lemak cukup
Aliran udara rendah
Waktu yang lama
Terminologi
Asfiksia berasal dari bahasaYunani, yaitu terdiri dari ―a‖ yang berarti ―tidak‖, dan
―sphinx‖ yang artinya ―nadi‖. Jadi secara harfiah, asfiksia diartikan sebagai ―tidak ada
nadi‖ atau ―tidak berdenyut‖. Pengertian ini sering salah dalam penggunaannya.
Akibatnya sering menimbulkan kebingungan untuk membedakan dengan status anoksia
lainnya
Definisi :
Merupakan suatu keadaan dimana suplai O2 ke jaringan berkurang
Penyebab :
Penyebab asfiksia terbagi 2 yaitu, penyebab asfiksia wajar dan tidak wajar. Penyebab
asfiksia wajar karena penyakit seperti difteri, tumor laring, asma bronkiale,
pneumotoraks, pneumonia, COPD, reaksi anafilaksis, dan lain-lain. Penyebab asfiksia
tidak wajar karena emboli, listrik, racun (barbiturat), dan adanya halangan udara
masuk ke saluran pernapasan secara paksa.
PENGGANTUNGAN
(Hanging/Strangulation By Suspension)
Definisi
Penggantungan (hanging) merupakan suatu strangulasi berupa tekanan pada leher
akibat adanya jeratan yang menjadi erat oleh berat badan korban.
Mekanisme
Saluran udara tertutup karena pangkal lidah terdorong ke atas belakang, kearah
dinding posterior pharynk. Pallatum molle dan uvula terdorong ke atas, menekan
epiglotis sehingga menutup lubang larynk.
Sebab Kematian
1. Asfiksia
2. Gangguan sirkulasi darah otak karena tertekannya vena jugularis dan atau arteri
carotis sehingga terjadi serebral anoxia
3. Vagal reflex (Shock)
4. Kerusakan batang otak atau sumsum tulang belakang
Cara Kematian
1. Bunuh diri (paling sering)
2. Kecelakaan
3. Pembunuhan
Alat penggantung :
- alat penggantung dengan permukaan yang luas (co: sarung) menyebabkan
tekanan hanya pada permukaan saja, sehingga yang terjepit hanya vena (vena
jugularis) sehingga muka bengkak&kebiruan, kongesti vena, mata menonjol
karena bendungan
- alat penggantung dengan permukaan yang kecil (co: tali jemuran) menyebab
tekanan besar ke dalam, selain vena, arteri juga terjepit wajah pucat , mata
tidak menonjol
Adanya air liur yang keluar dari mulut
Lidah menonjol jika gantungan di bawah gld tiroid
Ada air mani atau feses karena ada relaksasi spingter
Ada jejas pada leher tepi meninggi, warna merah kecoklatan, pada palpasi keras
seperti kertas perkamen, arahnya miring ke arah simpul.
Ada resapan darah di bawah kulit di bawah otot pada m. sternokleidomastoideus,
m. supra/infrahyoid, m. hyoglosus.
Fraktur os hyoid
Edema pada plika vokalis
Ada 4 hal yang bukan petunjuk bagi kita tentang cara kematian pada kasus
penggantungan (hanging), yaitu :
1. Mata melotot.
2. Lidah terjulur.
3. Keluar mani, urin, darah, atau feses.
4. Jenis simpul (simpul hidup atau simpul mati).
Ada 8 hal yang perlu kita lakukan pada pemeriksaan tempat kejadian, yaitu :
1. Memastikan korban apakah masih hidup atau telah mati.
2. Mencari bukti yang menunjukkan cara kematian.
3. Memperhatikan jenis simpul tali gantungan.
4. Mengukur jarak antara ujung kaki korban dengan lantai.
5. Memperhatikan letak korban di tempat kejadian.
6. Cara menurunkan korban.
7. Mengamankan bekas serabut tali.
8. Memperhatikan bahan penggantung.
Ada 3 bukti yang bisa menunjukkan kepada kita tentang cara kematian korban, yaitu :
Dada dan perut korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan adanya
perdarahan (pleura, perikard, peritoneum, dan lain-lain) dan bendungan / kongesti
organ.
Darah dalam jantung korban penggantungan (hanging) warnanya lebih gelap dan
konsistensinya lebih cair.
PENJERATAN
(Strangulation By Ligature)
Definisi
Jerat (strangulation by ligature) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher
korban akibat suatu jeratan dan menjadi erat karena kekuatan lain bukan karena berat
badan korban.
Mekanisme
Tertutupnya jalan nafas akibat larynk yang tertekan kebelakang kearah dinding
pharynk sehingga lumen tertutup oleh karena mendapat tekanan dari samping dan dari
depan. Tekanan dari depan akan menutup jalan nafas, sedangkan dari samping akan
menutup pembuluh darah disamping leher, biasanya hanya vena yang tertutup.
Karena tekanan tidak sekeras hanging sehingga muka tidak sianotik. Tekanan
pada vena jugularis dan tekanan tidak komplit pada arteri carotis menyebabkan perdarah
kecil-kecil pada wajah, konjungtiva, scalp, dan fascia m.temporalis. kemungkinan dapat
terjadi pula vagal refleks.
Alat yang biasanya dipakai: sapu tangan, handuk, tali, kaos kaki, dasi, stagen,
selendang, ikat pinggang, kabel listrik dan lain-lain.
Sebab Kematian
1. Asfiksia
2. Gangguan sirkulasi otak
3. Vagal refleks
Cara kematian
1. Pembunuhan (paling sering)
2. Bunuh diri
3. Kecelakaan
Ciri-ciri
kekuatan jerat pada ujung tali jerat, pada gantung kekuatan karena berat
badan
jejas penjeratan bersifat horisontal bersilangan di atas dan dibawah
tanda asfiksia
kausa mati menyerupai gantung diri
pemeriksaan lokal menyerupai gantung diri hanya bedanya pada penjeratan,
jejeas bersifat horisontal
Pembunuhan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita jumpai pada
kejadian infanticide dengan menggunakan tali pusat, psikopat yang saling menjerat, dan
hukuman mati (zaman dahulu).
Pemeriksaan tempat kejadian pada kasus jeratan (strangulation by ligature) kita lakukan
secara rutin sebagaimana pada kasus yang lain. Kita hendaknya memperhatikan jeratan
pada leher korban dan cara melepaskan jeratan dari leher korban.
Ada 5 hal yang penting kita perhatikan pada kasus jeratan (strangulation by
ligature), antara lain :
1. Arah jerat mendatar / horisontal.
2. Lokasi jeratan lebih rendah daripada kasus penggantungan (hanging).
3. Jenis simpul penjerat.
4. Bahan penjerat misalnya tali, kaus kaki, dasi, serbet, serbet, dan lain-lain.
5. Pada kasus pembunuhan biasanya kita tidak menemukan alat yang digunakan
untuk menjerat.
Pemeriksaan autopsi pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mirip kasus
penggantungan (hanging) kecuali pada :
1. Distribusi lebam mayat yang berbeda.
2. Alur jeratan mendatar / horisontal.
3. Lokasi jeratan lebih rendah.
PENCEKIKAN
(Manual Strangulasi/Throttling)
Definisi
Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher
korban yang dilakukan dengan menggunakan tangan atau lengan bawah.
pakai tangan 1 atau 2
bersifat pembunuhan
status lokalis
o luka memer bulat panjang
o luka lecet bentuk bulan sabit jika pakai tangan kiri jempoknya di
kiri
diagnosis menyerupai gantung diri
sebab kematian menyerupai gantung diri
Mekanisme
Tertutupnya jalan nafas dengan satu atau dua tangan menekan leher sehingga menekan
sisi-sisi larynx dan menutup glotis. Bila tangan ditekan pada bagian depan larynx akan
menutup lumen dengan menyempitkan diameter anteropostrior. Bila juga pangkal lidah
terdorong kebelakang atas (seperti pada hanging) dan glotis tertutup. Pada pemeriksaan
rekonstruksi sukar dilakukan karena tekanan pada leher sebentar dan juga karena
elastisitas jaringan leher.
Sebab Kematian
Ada 3 penyebab kematian pada pencekikan , yaitu :
1. Asfiksia
Cara Kematian
Ada 2 cara kematian pada kasus pencekikan yaitu :
1. Pembunuhan (hampir selalu).
2. Kecelakaan, biasanya mati karena vagal reflex.
Ada 3 hal yang penting kita perhatikan pada pemeriksaan luar dari autopsi kasus
pencekikan (manual strangulasi), antara lain :
1. Tanda asfiksia.
2. Tanda kekerasan pada leher (penting).
3. Tanda kekerasan pada tempat lain.
Tanda-tanda asfiksia pada pemeriksaan luar autopsi yang dapat kita temukan antara lain
adanya sianotik, petekie, atau kongesti daerah kepala, leher atau otak. Lebam mayat
akan terlihat gelap.
Ada 2 tanda kekerasan pada leher yang penting kita cari, yaitu :
1. Bekas kuku.
2. Bantalan jari.
Gambar. Pencekikan dengan bekas kuku dan goresan pada sisi leher
Bekas kuku dapat kita kenali dari adanya crescent mark, yaitu luka lecet yang
berbentuk semilunar/bulan sabit. Kadang-kadang kita dapat menemukan sidik jari
pelaku. Perhatikan pula tangan yang digunakan pelaku, apakah tangan kanan (right
SUFFOCATION
Definisi
Obstruksi jalan nafas sehingga menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru yang
mengakibatkan terjadinya asfiksia
Terbagi atas pembekapan (smothering), Chocking, gagging.
1. PEMBEKAPAN (SMOTHERING)
Pembekapan (smothering) adalah suatu suffocation dimana lubang luar jalan napas
yaitu hidung dan mulut tertutup secara mekanis oleh benda padat atau partikel-partikel
kecil.
penutupan pada mulut dan hidung
tanda asfiksia jelas
rekonstruksi tangan yang dipakai pakai tangan kiri jempol di kiri pipi
korban
Edema paru dan hiperaerasi terjadi pada kematian yang lambat dari pembekapan
(smothering).
Ada 3 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan autopsi kasus pembekapan
(smothering), yaitu :
1. Mencari penyebab kematian.
2. Menemukan tanda-tanda asfiksia.
3. Menemukan edema paru, hiperaerasi dan sianosis pada kematian yang lambat.
Ada 3 hal penting yang kita cari untuk menemukan penyebab kematian pada kasus
pembekapan (smothering), yaitu :
1. Jika kita menemukan bantal, cari apakah ada tanda-tanda kekerasan.
2. Cari ada tidaknya trauma tumpul di sekitar hidung dan mulut.
3. Mencari ada tidaknya kain, handuk, dasi, serbet, atau pasir dalam rongga mulut.
2. TERSEDAK (CHOCKING)
Tersedak (chocking) adalah suatu suffocation dimana ada benda padat yang masuk dan
menyumbat lumen jalan udara.
oleh karena benda asing
tanda asfiksia jelas
awalnya batuk keras asfiksia mati
Ada 3 macam kecelakaan yang dapat menimbulkan kematian pada kasus tersedak
(chocking), yaitu :
1. Gangguan refleks batuk pada alkoholisme.
2. Pada bayi atau anak kecil yang gemar memasukkan benda asing ke dalam
mulutnya.
3. Tonsilektomi, aspirasi, dan kain kasa yang tertinggal pada anestesi eter.
Ada 4 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan autopsi kasus tersedak
(chocking), yaitu:
1. Mencari bahan penyebab dalam saluran pernapasan. Juga kadang-kadang ada
tanda kekerasan
1. di mulut korban.
2. Menemukan tanda asfiksia.
3. Mencari tanda-tanda edema paru, hiperaerasi dan atelektasis pada kematian
lambat.
4. Tersedak dapat terjadi sebagai komplikasi dari bronkopneumonia dan abses.
ASFIKSIA TRAUMATIK
Asfiksia traumatik (external pressure of the chest) adalah terhalangnya udara untuk
masuk dan keluar dari paru-paru akibat terhentinya gerak napas yang disebabkan
adanya suatu tekanan dari luar pada dada korban.
penekanan rongga dada, rongga perut, diafragma
penekanan dari luar
co: desak desakan O2 kurang asfiksia
Ada 3 macam kecelakaan yang dapat menimbulkan kematian pada korban kasus
asfiksia traumatik (external pressure of the chest), yaitu :
1. Terjepit antara lantai dengan elevator, antara 2 kendaraan, atau antara dinding
dengan kendaraan yang mundur.
2. Tertimbun runtuhan benda atau bangunan, pasir, atau batubara.
3. Berdesakan di pintu sempit akibat panik.
Ada 2 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan autopsi korban kasus asfiksia
traumatik (external pressure of the chest), yaitu :
1. Mencari tanda kekerasan di dada.
2. Menemukan tanda asfiksia.
TENGGELAM
Tenggelam (drowning) adalah suatu suffocation dimana jalan napas terhalang oleh air /
cairan sehingga terhisap masuk ke jalan napas sampai alveoli paru-paru.
Submerse drowning adalah mati tenggelam dengan posisi sebagian tubuh mayat masuk
ke dalam air, seperti bagian kepala mayat.
Immerse drowning adalah mati tenggelam dengan posisi seluruh tubuh mayat masuk ke
dalam air.
Ada 2 kejadian kecelakaan pada kasus mati tenggelam (drowning) yang dapat kita
jumpai, yaitu :
1. Kapal tenggelam.
2. Serangan asma datang saat korban sedang berenang.
Penyebab mati tenggelam (drowning) yang termasuk undeterminated yaitu sulit kita
ketahui cara kematian korban karena mayatnya sudah membusuk dalam air.
Ada 2 tanda penting yang perlu kita ketahui dari kejadian pembunuhan pada kasus
mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Biasanya tangan korban diikat yang tidak mungkin dilakukan oleh korban.
2. Kadang-kadang dapat kita temukan tanda-tanda kekerasan sebelum korban
ditenggelamkan.
Ada 4 tanda penting yang perlu kita ketahui dari kejadian bunuh diri pada kasus
mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Biasanya korban meninggalkan perlengkapannya.
2. Kita dapat temukan suicide note.
3. Kedua tangan / kaki korban diikat yang mungkin dilakukan sendiri oleh korban.
4. Kadang-kadang tubuh korban diikatkan bahan pemberat.
Pada pemeriksaan luar autopsi, tidak ada patognomonis untuk mati tenggelam. Ada
7 tanda penting yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat dan pakaian basah.
2. Lebam mayat biasanya sianotik kecuali mati tenggelam di air dingin berwarna
merah muda.
3. Kulit telapak tangan / telapak kaki mayat pucat (bleached) dan keriput (washer
woman's hands/feet).
4. Kadang-kadang terdapat cutis anserine / goose skin pada lengan, paha dan bahu
mayat.
5. Terdapat buih putih halus pada hidung atau mulut mayat (scheumfilz froth) yang
bersifat melekat.
6. Bila mayat kita miringkan, cairan akan keluar dari mulut / hidung.
7. Bila terdapat cadaveric spasme maka kotoran air / bahan setempat berada dalam
genggaman tangan mayat.
Ada 5 tanda penting yang yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning) pada
pemeriksaan dalam autopsi, yaitu :
1. Paru-paru mayat membesar dan mengalami kongesti.
2. Saluran napas mayat berisi buih. Kadang-kadang berisi lumpur, pasir, atau
rumput air.
Di daerah tropis, tubuh mayat pada kasus mati tenggelam (drowning) mulai membusuk
pada hari ke-2 sedangkan di daerah dingin, membusuk setelah 1 minggu. Pembusukan
tersebut ditandai oleh terkelupasnya kulit ari. Jika pembusukannya merata, tubuh mayat
akan mengapung di permukaan air. Keadaan ini disebut floaten. Floaten biasanya terjadi
pada hari ke-3 sampai hari ke-6.
Perbedaan Tempat
Air laut Air Tawar
Paru paru besar dan berat Paru-paru besar dan ringan
Basah Relatif ringan
Bentuk besar kadang overlapping Bentuk biasa
Ungu biru dan permukaan licin Merah pucat dan emfisematous
Krepitasi tidak ada Krepitasi ada
Busa sedikit dan banyak cairan Busa banyak
Dikeluarkan dari torak akan mendatad Dikeluarkan dari toraks tapi kempes
dan ditekan akan menjadi cekung
Mati dalam 5-10 menit, 20 ml/kgBB Mati dalam 5 menit, 40 ml.kgBB
Darah: Darah:
1. BJ 1,0595 -1,0600 1. BJ 1,055
2. Hipertonik 2. hipotonik
3. hemokonsentrasi dan edema 3. hemodilusi/hemolisis
paru 4. hiperkalemia
4. hipokalemia 5. hiponatremia
5. hipernatremia 6. hipoklorida
6. hiperklorida
Resusitasi lebih mudah Resusitasi aktif
Tranfusi dengan plasma Tranfusi dengan PRC
Ada 4 macam pemeriksaan khusus pada kasus mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Percobaan getah paru (lonset proef).
2. Pemeriksaan diatome (destruction test).
3. Penentuan berat jenis (BD) plasma.
4. Pemeriksaan kimia darah (gettler test).
Pemeriksaan Histopatologi
Pada pemeriksaan histopatologi dapat kita temukan adanya bintik perdarahan di
sekitar bronkioli yang disebut Partoff spot.
Inhalation of suffocating gasses adalah suatu keadaan dimana korban menghisap gas
tertentu dalam jumlah berlebihan sehingga kebutuhan O2 tidak terpenuhi.
kekurangan O2 di suatu tempat/daerah sekitarnya (daerah tambang)
tanda asfiksia
tanda intoksikasi CO2
tanda trauma seperti kejatuhan batu
Ada 3 cara kematian pada korban kasus inhalation of suffocating gasses, yaitu
menghisap gas:
1. CO
2. CO2
3. H2S
Gas CO banyak pada kebakaran hebat. Gas CO2 banyak pada sumur tua dan gudang
bawah tanah. Gas H2S pada tempat penyamakan kulit.
Definisi :
Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma atau
perlukaan, cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), yang
kelainannya terjadi pada tubuh karena adanya diskontinuitas jaringan akibat kekerasan
yang menimbulkan jejas.
Ada tiga hal yang ciri khas/ hasil dari trauma yaitu :
1. Adanya luka
2. Perdarahan dan atau skar
3. Hambatan dalam fungsi organ
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan,
sengatan listrik , atau gigitan hewan atau juga gangguan pada ketahanan jaringan tubuh
yang disebabkan oleh kekuatan mekanik eksternal, berupa potongan atau kerusakan
jaringan, dapat disebabkan oleh cedera atau operasi.
Deskripsi luka :
1. Lokalisasi (Letak luka terhadap garis ordinat atau aksis pada tubuh. Garis yang
melalui tulang dada dan tulang belakang dipakai sebagai ordinat.)
2. Ukuran, ditentukan :
Ditentukan panjang luka
Jumlah luka
Sifat luka
Ada atau tidaknya benda asing pada luka
Luka terjadi saat masih hidup atau korban sudah mati
Menyebabkan kematian atau tidak
Cara terjadinya luka : bunuh diri, kecelakaan dan pembunuhan
3. Jenis kekerasan yang menjadi penyebab luka
Luka akibat kekerasan mekanis:
Luka akibat kekerasan oleh benda tumpul
Luka akibat kekerasan oleh benda tajam
Luka akibat kekerasan oleh tembakan senjata api
Luka akibat kekerasan fisis:
Luka akibat kekerasan oleh suhu tinggi atau rendah
Luka akibat kekerasan auditorik
Luka akibat kekerasan oleh arus listrik dan petir
Luka akibat kekerasan radiasi
Luka akibat kekerasan kimiawi:
Luka akibat kekerasan oleh asam kuat
Luka akibat kekerasan oleh basa kuat
Intoksikasi
Patofisiologi Trauma
Transmisi energi pada trauma dapat menyebabkan kerusakan tulang, pembuluh darah
dan organ termasuk fraktur, laserasi, kontusi, dan gangguan pada semua sistem organ,
sehingga tubuh melakukan kompensasi akibat ada trauma bila kompensasi tubuh
tersebut berlanjut tanpa dilakukan penanganan akan mengakibatkan kematian
seseorang.
Mekanisme kompensasi tersebut adalah :
1. Aktivasi sistem saraf simpatik menyebabkan peningkatan tekanan arteri dan vena,
bronkhodilatasi, takikardia, takipneu, capillary shunting, dan diaforesis.
2. Peningkatan heart rate. Cardiac output sebanding dengan stroke volume dikalikan
heart rate. Jika stroke volume menurun, heart rate meningkat.
3. Peningkatan frekuensi napas. Saat inspirasi, tekanan intrathoracik negatif. Aksi
pompa thorak ini membawa darah ke dada dan pre-loads ventrikel kanan untuk
menjaga cardiac output.
4. Menurunnya urin output. Hormon anti-diuretik dan aldosteron dieksresikan untuk
menjaga cairan vaskular. Penurunan angka filtrasi glomerulus menyebabkan respon
ini.
5. Berkurangnya tekanan nadi menunjukkan turunnya cardiac output (sistolik) dan
peningkatan vasokonstriksi (diastolik). Tekanan nadi normal adalah 35-40 mmHg.
6. Capillary shunting dan pengisian trans kapiler dapat menyebabkan dingin, kulit
pucat dan mulut kering. Capillary refill mungkin melambat.
7. Perubahan status mental dan kesadaran disebabkan oleh perfusi ke otak yang
menurun atau mungkin secara langsung disebabkan oleh trauma kepala.
Trauma Mekanik
Trauma tumpul :
swswpul : benda yang permukaannya tidak mampu utk mengiris
a. Luka memar diskontinuitas pembuluh darah & jaringan dibawah kulit tanpa
rusaknya jaringan kulit
Teraba menonjol pengumpulan darah di jaringan sekitar pembuluh darah rusak
Bentuk luka Menyerupai benda yang mengenai
b. Luka Lecet tjd pd epidermis – gesekan dgn benda yang permukaannya kasar
Luka Lecet Tekan arah kekerasan tegak lurus pd permukaan tubuh, epidermis
yang tertekan melesak kedalam
Luka Lecet Geser arah kekerasan miring/membentuk sudut epidermis
terdorong & terkumpul pd tmpt akhir gerak benda tersebut
Luka Lecet Regang diskontinuitas epidermis akibat peregangan yang letaknya
sesuai dengan garis kulit
d. Patah tulang
o Bentuk : bergantung pada sifat benda penyebab
o Perubahan berdasarkan waktu
o Dampak patofisiologi : perdarahan, disfungsi, kerusakan jaringan sekitar, emboli
lemak dan sumsum tulang
Adanya Rhinorea jika bercampur dgn darah kadang2 sulit dibedakan dengan epistaksis.
Beberapa cara untuk membuktikan adanya rhinorea yaitu :
1. Darah tersebut tidak akan membeku karena bercampur CSS
2. Tanda ―Double Ring atau Hallo Sign‖ yaitu jika setetes cairan diletakkan diatas
kertas tissue/koran maka darah akan terkumpul ditengah dan sekitarnya masih
terbentuk rembesan cairan (CSS) yg membentuk cincin kedua yg mengelilingi
lingkaran pertama.
3. Pemeriksaan Beta-2-transferrin yg merupakan marker spesifik untuk CSS.
- Jika terdapat kecurigaan adanya fraktur, jangan memasang NGT krn dapat
melewati lempeng kribriformis yang sudah fraktur dan masuk ke intracranial.
- Jika fraktur melibatkan kanalis optikus, dapat mencederai N. Optikus sehingga
tjd gangguan visus.
Ring fraktur : gaya dari atas ke bawah
Perdarahan intrakranial :
Dapat berbentuk lesi fokal (Perdarahan epidural, perdarahan subdural, kontusio dan
perdarahan intraserebral) maupun lesi difus.
Trauma tajam :
Benda tajam: benda yg permukaannya mampu mengiris shg kontinuitas jaringan hilang
- Luka iris dalam luka < panjang irisan luka
arah trauma sejajar permukaan kulit
- Luka tusuk dalam luka > panjang luka
arah trauma tegak lurus permukaan kulit
- Luka bacok dalam ± = panjang luka
arah trauma ± 45° dari permukaan kulit dan tergantung beratnya benda
yang di pakai.
Ciri-ciri luka karena benda tajam :
Tepinya rata
Sudut luka tajam
Tidak ada jembatan jaringan
Sekitar luka bersih tidak ada memar
Bila lokasinya pada kepala maka rambutnya terpotong
Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa :
1. Luka iris atau sayat (panjang > dalam)
2. Luka Tusuk (dalam > panjang > lebar) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
bentuk luka tusuk seperti reaksi korban atau saat pisau keluar sehingga lukanya
menjadi tidak khas adapun pola yang sering ditemukan yaitu :
a. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan
kembali melalui saluran yang berbeda
b. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut,
sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan
Tabel. Ciri-ciri luka akibat kekerasan benda tajam pada kasus pembunuhan,
bunuh diri atau kecelakaan
Pembeda Pembunuhan Bunuh Diri Kecelakaan
Lokasi luka Sembarang Terpilih Terpapar
luka Banyak Banyak >1
Pakaian Terkena Tidak Terkena
Luka tangkisan (+) (-) (-)
Luka percobaan (-) (+) (-)
Cedera Sekunder Mungkin ada (-) Mungkin ada
LUKA TEMBAK
III. KALIBER
A. Kaliber sebuah senjata ditentukan oleh diameter moncong yang diukur dari land ke
land. Ketentuan ini tidak selalu diikuti bahkan kaliber yang ditetapkan untuk
sebuah senjata sangat perlu diperdebatkan.
1. Dalam sistem metrik yang digunakan di Eropa, kaliber senjata mengenali
diameter peluru dan panjang kelongsongnya dalam milimeter. Jadi sebuah
kelongsong ukuran 7.62 x 39 mm menembakkan peluru berukuran 7.62 mm
dalam diameter yang dilepaskan dari sebuah kelongsong peluru dengan
panjang 39mm.
B. Istilah Magnum dalam pengertian sebuah pistol atau senapan, merujuk pada
kekuatan ekstra sebuah peluru yang didorong dengan kecepatan yang lebih besar.
Pada senapan tabur, istilah Magnum berarti meningkatnya berat mesiu pellet atau
butir-butir peluru tabur dengan kecepatan yang umumnya tidak meningkat.
C. Kaliber sebuah senapan tabur dikenali liwat ukurannya. Ukuran yan paling umum
adalah 12, 16, 20 dan .410. Diameter moncongnya adalah:
1. 0729 inci untuk ukuran 12;
2. 0.615 inci untuk ukuran 20; dan
3. 0.410 inci untuk ukuran .410
D. Apakah senapan tabur itu berukuran 12, 16 atau 20, butir-butir peluru tabur
didorong kira-kira pada kecepatan yang sama. Perbedaannya, kelongsong ukuran
B. Kelongsong Peluru
1. Kelongsong peluru juga punya tanda-tanda yang berasal dari pemantik, pelontar
dan juga dari magasin.
2. Tanda-tanda ini dapat dipakai untuk mengenali asal kelongsong peluru senjata
yang spesifik.
3. Kadang-kadang, sidik jari dapat ditemui pada kelongsong peluru yang telah
ditembakkan.
C. Sidik jari pada senjata, khususnya pistol umumnya jarang dipakai. Jadi, rekomendasi
sidik jari pada sebuah senjata, umumnya tidak menguntungkan.
A B A B
D D
D
D
(C) Aα
B C
Keterangan Gambar
1. (A) anak peluru yang masuk sesara tegak lurus dapat diketahui dari perkiraan
diameter anak peluru adalah AB-CD.
(B) Anak peluru masuk dengan pembentukan sudut, besarnya sudut tersebut (sinus),
adalah CD/AB. Arah anak peluru diketahui dari kelim lecet yang tersebar.
(C) Bila AB adalah jarak antara tumit/lantai dengan luka tembak masuk diketahui
demikian pula besarnya sudut masuknya, dengan demikian jarak BC dan panjangnya
AC dapat di hitung, sisi miring pada segitiga ABC tidak lain adalah merupakan lintasan
anak peluru.
B kaliber
b
a
Sin α = b/a
TRAUMA FISIK
Ada 3 hal yg dapat ditemukan pd autopsi sebagai tanda adanya reaksi heat exhaustion :
1. Arteriosklerosis arteri coronaria.
2. Darah berwarna gelap di jantung.
3. Organ dalam mengalami kongesti.
Heat stroke / sun stroke / pingsan panas diakibatkan oleh terjadinya paralisis centrum
di medulla. Keadaan ini dapat terjadi pada udara yang panas (1000 Fahrenheit) dan
lembab serta telah berlangsung beberapa hari.
Luas dry heat (burn heat / luka bakar) dapat kita tentukan dengan menggunakan RULE
OF NINE, yaitu :
9% : permukaan kepala & leher; dada; punggung; perut; pinggang; ekstremitas atas
kanan; ekstremitas atas kiri.
18% : permukaan ekstremitas bawah kanan; ekstremitas bawah kiri.
1% : permukaan alat kelamin.
Arus listrik bergerak dari tempat yang berpotensial tinggi ke potensial rendah.
Arahnya sama dengan arah gerak muatan-muatan positif (berlawanan arah dengan
elektron-elektron).
Bagian-bagian listrik, antara lain :
1. Arus listrik (I)
a. Arus listrik searah atau direct current (DC)
mengalir secara terus menerus ke satu arah, dipakai dalam industri
elektrolisis, misalnya pada pemurnian dan pelapisan/penyepuhan logam.
Juga digunakan pada telefon (30-50 volt), dan kereta listrik (600-1500 volt).
Sumber misalnya baterai dan accu.
b. Arus listrik bolak-balik atau alternating current (AC)
mengalir bolak-balik, digunakan di rumah-rumah dan pabrik-pabrik,
biasanya 110 volt atau 220 volt, jauh lebih berbahaya daripada arus DC,
tubuh manusia 4-6 kali lebih sensitif terhadap arus AC.
2. Frekuensi listrik
Satuan : cycle per second atau hertz, yang paling sering digunakan 50 dan 60
hertz, yang paling tinggi 1 jt hertz dengan voltage 20.000-40.000 volt tidak
begitu berbahaya dapat digunakan sebagai diatermi. Tubuh sangat tidak peka
terhadap frekuensi yang sangat tinggi atau sangat rendah, contohnya kurang dari
40 hertz atau lebih dari 1.000 hertz.
3. Tegangan (voltage/V)
Cara Kematian
Paling sering : kecelakaan, jarang terjadi karena pembunuhan atau bunuh diri.
Oleh karena itu pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP) sangat penting.
Patofisiologi
Elektron mengalir secara abnormal melalui tubuh menghasilkan cedera dengan atau
kematian melalui depolarisasi otot dan saraf, inisiasi abnormal irama elektrik pada
jantung dan otak, atau menghasilkan luka bakar elektrik internal maupun eksternal
melalui panas dan pembentukan pori di membran sel. Arus yang melalui otak, baik
voltase rendah maupun tinggi mengakibatkan penurunan kesadaran segera karena
depolarisasi saraf otak. Arus AC dapat menghasilkan fibrilasi ventrikel jika jalurnya
melalui dada. Aliran listrik yang lama membuat kerusakan iskemik otak terutama yang
diikuti gangguan nafas. Seluruh aliran dapat mengakibatkan mionekrosis,
mioglobinemia, dan mioglobinuria dan berbagai komplikasi. Selain itu dapat juga
mengakibatkan luka bakar.
Sebab Kematian
Kebanyakan oleh energi listrik itu sendiri. Sering trauma listrik disertai trauma
mekanis. Ada kasus karena listrik yang menyebabkan korban jatuh dari ketinggian,
dalam hal ini sukar untuk mencari sebab kematian yang segera.
Pemeriksaan Korban
1. Pemeriksaan korban di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Korban mungkin ditemukan sedang memegang benda yang membuatnya kena
listrik, kadang-kadang ada busa pada mulut.Yang perlu dilakukan pertama kali adalah
mematikan arus listrik atau menjauhkan kawat listrik dengan kayu kering. Lalu
kemudian korban diperiksa apakah hidup atau sudah meninggal dunia. Bilamana belum
ada lebam mayat, maka mungkin korban dalam keadaan mati suri dan perlu diberi
pertolongan segera yaitu pernafasan buatan dan pijat jantung dan kalau perlu segera
dibawa ke Rumah sakit. Pernafasan buatan ini jika dilakukan dengan baik dan benar
masih merupakan pengobatan utama untuk korban akibat listrik. Usaha pertolongan ini
dilakukan sampai korban menunjukkan tanda-tanda hidup atau tanda-tanda kematian
pasti.
2. Pemeriksaan Jenazah
a. Pemeriksaan Luar
Sangat penting karena justru kelainan yang menyolok adalah kelainan
pada kulit. Dalam pemeriksaan luar yang harus dicari adalah tanda-tanda listrik
atau current mark/electric mark/stroomerk van jellinek/joule burn. Current mark
adalah tanda luka akibat listrik dan merupakan tempat masuknya aliran listrik.
Tanda-tanda listrik tersebut antara lain :
Terkecil sebesar kepala jarum dengan warna kemerahan
Tanda lain berupa bula
Current mark berbentuk oval, kuning atau coklat keputihan atau coklat
kehitaman atau abu-abu kekuningan dikelilingi daerah kemerahan dan edema
sehingga menonjol dari jaringan sekitarnya (daerah halo). Cara mencari t.u
pada telapak tangan atau telapak kaki dan sebelumnya harus dicuci dulu
dengan sabun dan bila perlu disikat. Metalisasi akibat panas yang
ditimbulkan sedemikian besar sehingga ion-ion asam jaringan bereaksi
dengan ion-ion logam dari kawat atau kabel membentuk garam dan
menyebar di jaringan. Warna yang terjadi tergantung bahan logam, misalnya
dari besi akan tampak warna hitam kecoklatan, tembaga warna coklat
kemerahan, dan aluminium warna perak. Luka keluar dari luka listrik
(electrical burn) tidak khas dapat berupa luka lecet, luka robek, atau luka
bakar. Sepatu korban dan pakaian dapat terkoyak.
Tanda yang lebih berat yaitu kulit menjadi hangus arang, rambut ikut
terbakar, tulang dapat meleleh dengan pembentukan butir kapur/kalk parels
terdiri dari kalsium fosfat
Endogenous burn/Joule burn terjadi jika kontak dengan tubuh lama sehingga
bagian tengah yang dangkal dan pucat pada electric mark dapat menjadi
hitam dan hangus terbakar
Eksogenous burn dapat terjadi bila tubuh terkena arus listrik tegangan tinggi
yang sudah mengandung panas, sehingga tubuh akan hangus terbakar dengan
Petir (Lightning)
Lightning / eliksem adalah kecelakaan akibat sambaran petir. Petir termasuk arus searah
(DC) dengan tegangan 20 juta volt dan kuat arus 20 ribu ampere.
Efek ledakan akibat sambaran petir (lightning / eliksem) terjadi akibat perpindahan
volume udara yang cepat & ekstrim. Setelah kilat menyambar, udara setempat menjadi
vakum lalu terisi oleh udara lagi shg menimbulkan suara menggelegar/guntur / ledakan.
Cara kematian korban akibat sambaran petir : kecelakaan.
TRAUMA KIMIAWI
LUKA RINGAN:
Luka ringan adalah :
• Luka yang tidak mengakibatkan sakit atau halangan dalam melakukan pekerjaan
• Misalnya memar atau lecet:
– Yang berdasarkan lokasi dan luasnya dianggap tidak mengakibatkan
gangguan fungsi
Ps 352 kuhp: maks 3 bulan
Luka sedang :
Luka sedang adalah :
Luka/cedera diantara luka berat dan luka ringan
Misalnya :
– Vulnus laceratum
– Vulnus scissum
– Fracture
yang tidak mengancam nyawa namun membutuhkan perawatan lebih lanjut dan
menghalangi pekerjaan untuk sementara waktu
Pasal 351 (2) KUHP: Maks 2 Tahun 8 Bulan
Pasal 353 (1) KUHP: Maks 4 Tahun
LUKA BERAT:
Menurut Pasal 90 KUHP Luka berat adalah :
• Tak dapat diharapkan sembuh
• Mengancam nyawa
• Halangan bekerja permanen
• Kehilangan salah satu indera
• Cacat berat
• Kelumpuhan
• Tak dapat berpikir 4 minggu atau lebih
• Gugurnya kandungan
PS 351 (3) KUHP: Maks 5 Tahun
PS 353 (2) KUHP: Maks 7 Tahun
PS 354 (1) KUHP: Maks 8 Tahun
PS 355 (1) KUHP: Maks 12 Tahun
KLASIFIKASI
Luka iris (incised wound)
Luka tusuk (stab wound)
Luka bacok (chop wound)
CIRI LUKA
Tepi luka rata
Sudut luka lancip
Rambut terpotong
Tidak ditemukan jembatan jaringan
Tidak ditemukan memar atau lecet disekitarnya
DESKRIPSI LUKA
Jumlah luka
Lokasi luka
Ukuran luka
Ciri-ciri luka ( tepi luka,sudut luka, adakah jembatan jaringan, memar atau luka
lecet, adakah rambut ikut terpotong, adakah sesuatu yang keluar dari lubang)
Benda asing
Intravitalitas luka
Luka tersebut mematikan atau tidak
LUKA TUSUK
Bentuk luka :
1. pada parenkim dan tulang : sesuai penampang alat
penyebabnya
2. pada kulit/otot :
- alat pisau
// serat elastis otot : spt celah, serat elastis otot :
menganga, miring thd serat elastis otot : asimetris
- alat ganco/lembing
celah bila luka di daerah pertemuan serat elastis/otot
bulat : sesuai penampang alat
- alat penampang segitiga atau segiempat
bintang berkaki tiga atau empat
- Dijumpai pada :
Serangan manusia (ditinju, dipukul kayu dsb)
Serangan binatang (disepak kuda)
Tubrukan atau jatuh
c. Generalized
- Mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh
- Cara kejadian :
Terlempar (kecelakaan lalu lintas, terjadi dari tempat tinggi
Tergilas/tertindih (tertimpa bangunan runtuh)
Terkoyak kecelakaan lalu lintas
Menurut jaringan atau organ yang terkena dan mengalami kerusakan
Kulit
- Luka lecet (abrasion)
- Luka memar (contusion)
- Luka retak, robek, koyak (laceration)
Kepala
- Mengenai tengkorak
- Jaringan intrakranial
Dada
- Mengenai tulang-tulang
- Mengenai organ dalam
Perut
- Mengenai organ parenkim
- Mengenai organ berongga
Anggota gerak
- Mengenai tulang dan sendi
- Mengenai jaringan lunak
LUKA RETAK
Luka pada kulit daerah tubuh yang ada tulang tepat di bawah kulit tersebut
(Misal : kepala dan tulang kering)
Akibat dari kekerasan benda tumpul yang mempunyai pinggiran (tepi meja, tepi
pintu dll)
Tabel. Perbedaan Luka retak dan luka iris
Pembeda Luka Retak Luka Iris
Tepi Luka Tidak Tajam Tajam
Sudut Luka Tidak Tajam Tajam
Permukaan Luka Tidak Rata Rata
Jembatan Jaringan + -
Rambut Tercabut Terpotong
Memar/ lecet sekitar luka + -
CEDERA KEPALA
PENDAHULUAN
Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa
tumpul/tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara.
Merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia
produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalulintas.
I. FISIOLOGI KEPALA
Cairan serebrospinal dihasilkan oleh plexus khoroideus sebanyak 20 ml/jam.
CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III,
akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam
sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoidea yang terdapat pada sinus sagitalis
superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga
mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial.
III. PATOFISIOLOGI
Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan oedem yang dapat
menyebabkan heniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga jaringan
otak tersebut dapat mengalami iskhemi, nekrosis, atau perdarahan dan kemudian
korban dapat meninggal.Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan
glukosa. Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa,
yang terjadi karena berkurangnya oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru
atau karena aliran darah ke otak yang menurun, misalnya akibat syok.
Simple head injury dan Commotio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera
kepala ringan.Sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai
cedera kepala berat.Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada
saat pasien tiba di Rumah Sakit.
VII. DIAGNOSA
Berdasarkan :Ada tidaknya riwayat trauma kapitis
Gejala-gejala klinis : Interval lucid, peningkatan TIK, gejala laterlisasi
Pemeriksaan penunjang.
VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi jangka pendek :
1. Hematom Epidural
o Letak : antara tulang tengkorak dan duramater
o Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya
o Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala
sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian
timbul gejala-gejala yang memperberat progresif seperti nyeri kepala, pusing,
kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada sisi
perdarahan mula-mula sempit, lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi
terhadap refleks cahaya. Ini adalah tanda-tanda sudah terjadi herniasi tentorial.
o Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)
Interval lucid
Peningkatan TIK
Gejala lateralisasi → hemiparese
o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati
hematoma subgaleal.
o Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada
sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus
piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon meninggi dan refleks patologik
positif.
o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks
o LCS : jernih
2. Hematom subdural
o Letak : di bawah duramater
o Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan
laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri
o Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama
Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma
o CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian
Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent.
Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak
(bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang
tengkorak)
Pelvis
Trauma=> Becken #
Misal: - jatuh dr ketinggian
- tergilas roda=> luksasi sakroiliaka,simpisiolisis, # Rr.os pubis/sacrum
bisa disertai robekan perineum, scrotum,uretra,vagina & anus
TRAUMA THERMIK
Trauma thermik
IDENTIFIKASI KORBAN
- Dilaksanakan pada pemeriksaan TKP maupun pada waktu pemeriksaan jenazah
- Data korban : tinggi badan, berat badan, jenis kelamin, umur, warna kulit, warna
mata dan rambut
- Tanda pengenal khusus pada tubuh : jaringan parut, tatto
- Simpan potongan kain yang tidak terbakar
- Catat dan simpan barang pribadi milik korban
- Kumpulkan sampel rambut yang tidak terbakar
RESUME
Patologis forensik juga disebut penentu cara kematian. Cara kematian diartikan
sebagai gaya dalam terjadinya sebab kematian. 4 cara kematian yaitu alamiah,
kecelakaan, bunuh diri/suicide dan homicide.
Sebab kematian adalah penyakit atau cedera atau luka yang dimulai serangkaian
kejadian yang bertanggung jawab dalam menyebabkan kematian
Mekanisme kematian adalah gangguan atau kelainan fisiologik dan atau
biokimia yang bertanggung jawab terhadap timbulnya kematian.
Trauma penyebab kematian dikelompokkan jadi trauma mekanik, kimiawi,
suhu/fisik, listrik.. Trauma mekanik dibagi kategori tajam dan tumpul. Trauma tumpul
dibagi senjata api dan bukan senjata api. Trauma senjata api dapat dibagi kecepatan
rendah dan kecepatan tinggi. Trauma bedah dibagi trauma penetrasi atau bukan
penetrasi. Trauma penetrasi mencakup luka tembak dan luka tusuk. Trauma bukan
penetrasi primer kecelakaan motor atau terjatuh.
Trauma mekanik
Cedera kekerasan tajam
Trauma mekanik terjadi saat kekerasan fisik melebihi kekuatan regangan
jaringan/kulit saat kekerasan terjadi. Kekerasan tajam menunjukkan cedera dari benda
tajam seperti pisau, pedang, kapak. Factor penting yang benar adalah objek tumpul
menghasilkan laserasi dan objek tajam menghasilkan luka insisi. Sebagai catatan lagi
luka tajam pinggir/tepi luka yang membedakan dengan cedera yang dihasilkan objek
tumpul. Kematian dari trauma tumpul dan tajam melalui berbagai mekanisme, tapi
trauma tajam umumnya menyebabkan kematian dengan perdarahan luar. Artinya
pembuluh darah utama arteri pada jantung harus mengalami kerusakan yang hebat
sehingga dapat menyebabkan kematian akibat trauma tajam.
Trauma tumpul
Trauma tumpul dapat menyebabkan kematian umumnya apabila pada jaringan
otak terdapat kerusakan yang jelas. Namun, trauma tumpul dapat merobek jantung dan
pembuluh aorta, yang menyebabkan perdarahan hebat, atau menghasilkan komplikasi
lainnya.
Luka tembak
Senjata api akan menghasilkan jenis luka tumpul yang khusus. Luka akibat
senjata api adalah luka umum yang terdapat pada kasus pembunuhan dan bunuh diri
pada negara Amerika Serikat. Luka tembak bisa digolongkan berdasarkan bahan yang
digunakan untuk melontarkan peluru. Bahan yang umum digunakan adalah bubuk
mesiu dan bubuk tanpa asap (nitroselulosa). Namun, penggunaan bubuk mesiu sangat
jarang terlihat, karena itu bahan tanpa asap yang sering digunakan.
Perbedaan lainnya yang dapat dilihat adalah senjata laras panjang dan laras
pendek. Kebanyakan kasus kematian didapatkan pada senjata laras panjang – rifle atau
handgun--. Senjata antik atau shotgun digolongkan pada jenis senjata laras pendek.
Luka bisa dibedakan atas dasar lingkar tengah dari proyektil atau peluru.
Umumnya kombinasi dari ukuran metrik dan Inggris digunakan untuk membedakan
jenis senjata yang digunakan.
Lebih penting lagi, berdasarkan luka yang dihasilkan, adalah kecepatan dari
proyektil peluru. Kerusakan luka tembak akan bertambah sebagaimana kecepatan peluru
bertambah. Karena itu, terdapat perbedaan kuantitatif antara proyektil berkecepatan
Trauma kimia
Kematian dari trauma ini meliputi kematian yang dihasilkan dari penggunaan
obat dan racun. Obat yang umum ditemukan dalam praktisi forensik jarang membunuh
secara langsung, namun berperan dalam sebagai 5% faktor kontribusi dalam trauma
kematian. Obat itu adalah etil alkohol, yang juga disebut ethanol. Ethanol merupakan
bahan aktif dalam bir, anggur, dan minuman yang diawetkan. Ethanol mungkin obat
dengan sejarah penyalahgunaan obat terlama, dan merupakan jenis obat yang sering
disalahgunakan pada zaman sekarang. Alkohol merupakan bahan yang diharamkan oleh
agama Islam dan beberapa kepercayaan Kristiani, tapi pelarangan tidak cukup kuat
untuk menghilangkan alkohol sebagai agen penyebab pada kebanyakan luka trauma.
TRAUMA ELEKTRIK
Aliran listrik melalui seseorang dapat menghasilkan kematian oleh sejumlah
mekanisme yang berbeda. Jika rangkaian arus bolak balik (AC) pada tegangan rendah
(di bawah 1000 volt) melintasi jantung, maka akan mengalami fibrilasi ventrikel,
bergetar secara nonpropulsive kemudian tidak dapat diresusitasi dalam beberapa menit.
Fibrilasi jantung karena AC bertindak sebagai alat pacu jantung. AC di Amerika
alternatif dari positif ke negatif 3.600 kali per menit (2500 kali per menit di Eropa).
Fibrilasi ventrikel menghasilkan sekitar 300 quivers per menit,. tegangan rendah
mungkin atau tidak menghasilkan listrikTerbakar, tergantung lamanya paparan dengan
sirkuit. Paparan dalam waktu yang lama diperlukan untuk menghasilkan suatu luka
bakar.
ASFIKSIA
Klasifikasi trauma mekanik terbatas pada kematian karena asfiksia tumpang
tindih dengan sebab lain, kematian karena asfiksia disebabkan gangguan oksigenasi di
otak. Asfiksia ini dapat terjadi dari sebab mekanik (strangulasi), sebab kimiawi (racun
sianida), sebab listrik (listrik tegangan rendah)
Tenggelam adalah kematian akibat sesak napas dari perendaman di dalam air
atau cairan lain. Beberapa kematian akibat terendam terjadi bukan akibat asfiksia namun
karena hipotermi. Paparan pada seseorang dengan suhu air di bawah 20 derajat celcius
(68 derajat Fahrenheit) akan mengakibatkan kematian akibat hipotermia setelah paparan
STUDI KASUS
Kasus 1
Seorang polisi dipanggil oleh seorang pria yang mengatakan bahwa ia
menembak tetangganya. Dia menceritakan pada polisi bahwa tetangganya menyerang
dia dengan sebilah pisau saat ia sedang menggendong anak bayinya. Dia mengatakan
bahwa dia merasa diri dan anaknya terancam, sehingga ia mengambil senjata apinya,
dan menembak tetangganya hingga meninggal. Pegawai toko di seberang jalan tempat
kejadian yang mendengar percekcokan keduanya juga menyatakan hal yang sama
dengan cerita si penembak. Kakak laki-laki si penembak yang datang ke tempat
kejadian sesaat setelah percekcokan terjadi juga menyatakan hal yang sama.
Keluarga korban meminta saya untuk menilik kembali kasus tersebut untuk
menentukan apa yang terjadi. Keluarga korban tidak senang dengan jaksa yang tidak
menuntut si penembak. Saya meninjau foto-foto tempat kejadian, foto autopsy, dan
laporan autopsy, dan setelah itu pergi ke tempat kejadian. Disana, ditemukan lobang
peluru, namun tidak terdapat darah. Gambar 4.19 dan 4.20 menunjukkan lubang peluru
Jenis trauma bisa menimbulkan gangguan fisik tetapi tidak ada discontinuetas dari
jaringan tubuh dan gangguan psikis.
Kekerasan meliputi kekerasan mekanik, fisik dan kimia.
Kekerasan mekanik berupa :
o Persentuhan tajam : Luka memar, lecet dan laserasi.
o Persentuhan tumpul : Luka tusuk, iris dan bacok.
o Senjata api : Luka tembak masuk dan luka tembak keluar. Luka tembak sendiri
berdasarkan jarak terdiri dari : jarak jauh, sangat dekat, dekat dan tempel.
Kekerasan kimia berupa : asam kuat dan basa kuat.
DEFINISI
Abortus berdasarkan definisi medis adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Anak baru mungkin hidup di luar
kandungan kalau beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu.
Ada yang mengambil batas abortus bila berat anak kurang dari 500 gram, setara dengan
umur kehamilan 22 minggu. Berdasarkan variasi berbagai batasan yang ada tentang usia
/ berat lahir janin viable (yang mampu hidup di luar kandungan), akhirnya ditentukan
suatu batasan abortus sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500
gram atau usia kehamilan 20 minggu.(terakhir, WHO/FIGO 1998 = 22 minggu).
Dari aspek kedokteran forensik yang diartikan dengan keguguran kandungan adalah
pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadia perkembangannya sebelum masa
kehamilan yang lengkap tercapai (38-40 minggu). Dari segi medikolegal maka istilah
abortus, keguguran, dan kelahiran prematur mempunyai arti yang sama dan
menunjukkan pengeluaran janin sebelum usia kehamilan yang cukup.
KLASIFIKASI
Umumnya setiap negara ada undang-undang yang melarang abortus buatan, tetapi
larangan ini tidaklah mutlak sifatnya. Di Indonesia berdasarkan undang-undang,
melakukan abortus buatan dianggap suatu kejahatan. Akan tetapi abortus buatan sebagai
tindakan pengobatan, apabila itu satu-satunya jalan untuk menolong jiwa dan kesehatan
Aborsi kriminal adalah kerusakan atau pengguguran janin dari rahim ibu oleh orang lain
secara paksa, yaitu, jika tidak ada indikasi terapeutik untuk operasi. Kejahatan ini
dinyatakan sebagai tindak pidana jika aborsi yang dilakukan berakibat fatal. Jika wanita
tersebut meninggal akibat prosedur yang dilakukan oleh aborsionis dan orang lain yang
berkaitan dengan kejahatan tersebut, seperti ahli anestetik atau perawat, akan dituntut
dengan pasal pembunuhan. Bahkan saudara atau teman yang menemaninya ke
aborsionis dinyatakan bersalah sebagai rekan kejahatan, jika dapat dibuktikan bahwa
Tidak ada perbedaan hukum untuk pengguran fetus pada awal kehamilan atau pada
akhir masa kehamilan, karena keduanya disebut aborsi. Dalam sebagian besar yuridiksi,
fetus pada awal kehamilan sebelum digugurkan dinyatakan memiliki kehidupan yang
sama dengan fetus pada akhir masa kehamilan. Aborsi yang dilakukan pada awal masa
kehamilan sama bersalahnya dengan yang dilakukan pada akhir masa kehamilan.
CARA-CARA ABORTUS
Cara-cara yang dipakai untuk melakukan abortus atas indikasi medik adalah:
1. Vaginal
- Ketuban dipecah
- Dilatasi cervix uterus
- Injeksi 10 unit oxytocin intra-uterin
2. Abdominal : Sectio Caesarea
Cara-cara melakukan abortus criminalis :
1. Mengunakan obat-obatan yang diminum
2. Menggunakan kekerasan mekanik (umum dan lokal)
3. Dilatasi dan kuretasi, biasanya hal ini hanya dilakukan oleh dokter atau
bidan.
Obat-obatan
Biasanya obat-obatan yang diberikan per-oral tidak menyebabkan abortus kecuali
diberikan dalam jumlah besar sehingga bersifat toksik kepada wanita hamil
tersebut.Patut diingat tidak ada satupun obat/kombinasi obat peroral yang mampu
menyebabkan rahim yang sehat mengeluarkan isinya tanpa membahayakan jiwa wanita
yang meminumnya. Karena itulah seorang ―abortir profesional‖ tidak mau membuang-
buang waktu/mengambil resiko melakukan abortus dengan menggunakan obat-obatan.
Klasifikasi obat-obat yang digunakan adalah :
1. Obat yang bekerja langsung pada uterus
o Echolics (golongan obat yang meningkatkan kontraksi uterus).
o Emmenagagonum (merangsang terjadinya menstruasi. Untuk menyebabkan
abortus harus diberikan dalam dosis yang besar dan berulang).
2. Obat-obat yang menimbulkan kontraksi GIT.
o Yang paling sering digunakan adalah emetik tartar.
o Castrol oil; magnesium sulfate / sodium sulfate
3. Obat yang bersifat racun sistemik
o Racun tumbuhan (buah pepaya yang masih mentah, buah nenas yang masih
mentah, madar juice, Buah Daucus carota).
o Racun logam (yang paling sering digunakan adalah cairan timah yang
mengandung oksida timah dan minyak zaitun).
Kekerasan Mekanik
Tindakan kekerasan yang bersifat umum :
o Penekanan pada abdomen, misalnya pukulan, tendangan
o Menggunakan ikatan yang kencang pada bagian abdomen.
o Latihan olahraga yang keras misalnya bersepeda, meloncat, menunggang kuda,
mendaki gunung, berenang, naik turun tangga.
o Mengangkat barang-barang berat.
o Pemijatan uterus melalui dinding abdomen.
Korban hidup
Pada korban hidup perlu diperhatikan tanda kehamilan misalnya perubahan pada
payudara, pigmentasi, hormonal, mikroskopik dan sebagainya. Perlu pula dibukti
adanya usaha penghentian kehamilan, misalnya tanda kekerasan pada genitalia
interna/eksterna, daerah perut bagian bawah.
1. Ibu
1. Tanda-tanda kehamilan
- striae gravidarum
- uterus yang membesar
- hiperpigmentasi aerola mammae
2. Tanda-tanda partus
- ditemukan cairan
- bercak darah pada vagina
- vagina yang longgar
- laserasi dan luka yang terdapat pada vagina
- serviks membuka, bisa terdapat dan bisa juga tidak terdapat robekan.
3. golongan darah
2. Janin
1. umur janin
2. golongan darah janin
Korban mati
Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan abortus
serta interval waktu antara tindakan abortus dan kematian. Abortus yang dilakukan oleh
ahli yang terampil mungkin tidak meninggalkan bekas dan bila telah berlangsung satu
hari atau lebih, maka komplikasi yang timbul atau penyakit yang menyertai mungkin
mengaburkan tanda-tanda abortus kriminal.
Lagi pula selalu terdapat kemungkinan bahwa abortus dilakukan sendiri oleh wanita
yang bersangkutan. Pada pemeriksaan jenazah, TEARE (1964) menganjurkan
pembukaan abdomen sebagai langkah pertama dalam autopsi bila ada kecurigaan akan
abortus kriminalis sebagai penyebab kematian korban.
Pemeriksaan luar dilakukan seperti biasa sedangkan pada pembedahan jenazah, bila
didapatkan cairan dalam rongga perut, atau kecurigaan lain, lakukan pemeriksaan
toksikologik.
Uterus diperiksa apakah ada pembesaran, krepitasi, luka atau perforasi. Lakukan pula
Tes emboli udara pada vena kava inferior dan jantung. Periksa alat-alat genitalia interna
Pemeriksaan Ibu :
1. Pemotretan sebelum memulai pemeriksaan
Identifikasi umum
o Tinggi badan, berat badan, umur. Pakaian; cari tanda-tanda kontak dengan suatu
cairan, terutama pada pakaian dalam.
o Catat suhu badan, warna dan distribusi lebam jenasah.
o Periksa dengan palpasi uterus untuk kepastian adanya kehamilan.
o Cari tanda-tanda emboli udara, gelembung sabun, cairan pada :
- arteri coronaria
- ventrikel kanan
- arteri pulmonalis
- arteri dan vena di permukaan otak
- vena-vena pelvis
o Vagina dan uterus di-insisi pada dinding anterior untuk menghindari jejas,
kekerasan yang biasanya terjadi pada dinding posterior misalnya perforasi
uterus. Cara pemeriksaan: uterus direndam dalam larutan formalin 10% selama
24 jam, kemudian direndam dalam alkohol 95% selama 24 jam, iris tipis untuk
melihat saluran perforasi. Periksa juga tanda-tanda kekerasan pada cervix uteri
(abrasi, laserasi).
o Ambil sampel semua organ untuk menilai histopatologis.
o Buat swab dinding uterus untuk pemeriksaan mikrobiologi.
o Ambil sampel untuk pemeriksaan toksikologis :
- isi vagina
- isi uterus
- darah dari vena cava inferior dan kedua ventrikel
- urin
- isi lambung
- rambut pubis
Pemeriksaan janin
- Umur janin
- Golongan darah
Sebelum kita mengetahui apakah hubungan antara seorang dokter dengan seorang yang
hendak menggugurkan kandungan harus dianggap kontrak terapeutik, yang selanjutnya
menyebabkan pihak lain tertutup kemingkinan untuk mengetahinya termasuk aparat
hukum, maka perlu disikapi oleh kita semua apabila dalam pelayanan dokter tersebut
berdimensi pidana, petugas aparat hukum dimungkinkan untuk menentukan langkah-
langkahnya. Atau dengan kata lain pihak kepolisian boleh melakukan penyidikan dan
juga tindakan lain yang diwenangkan oleh hukum.
Dari dan berdasarkan ketentuan KUHAP, khususnya yang berkaitan dengan penyidikan,
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada larangan bagi pihak penyidik untuk
melakukan penyidikannya pada tempat-tempat yang telah, sedang atau akan terjadinya
tindak pidana, termasuk tempat yang patut diduga didalamnya akan dilakukan tindak
Chrisdiono M. Achadiat dalam artikelnya yang berjudul ―Aborsi dalam Perspektif Etika,
Moral dan Hukum‖, memberikan catatan sebagai berikut :
(1) Bahwa dalam penjelasan Pasal 10 KODEKI disebutkan antara lain, ―Ia (baca;
Dokter Indonesia) harus berusaha mempertahankan hidup mahluk insani.
Berarti bahwa menurut agama dan undang-undang negara maupun menurut
Etika kedokteran seorang dokter tidak dibolehkan :
(a) Menggugurkan kandungan (abortus provocatus)
(b) Mengakhiri hidup seorang penderita, yang menurut ilmu pengetahuan tidak
mungkin akan sembuh (euthanasia).
(2) Bahwa pada bagian lain penjelasan pasal 10 Kodeki tersebut ditegaskan antara
lain bahwa abortus provocatus dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan,
apabila merupakan satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya
maut (abortus provocatus thetapeuticus) (dikutip dari buku Kode Etik
Kedokteran Indonesia terbitan 1986, halaman 33).
Di negara bagian New York, jika seorang dokter dituntut melakukan aborsi ilegal, ijin
praktek kedoktarannya di negara bagian tersebut akan dicabut secara otomatis.
Sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia, setiap usaha untuk mengeluarkan hasil
konsepsi sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai adalah suatu tindak pidana,
apapun alasannya. Dalam tahun-tahun terakhir ini beberapa negara dimana legalisasi
abortus provocatus masih bersifat terbatas, seakan-akan timbul suatu revolusi dalam
sikap masyarakat dan pemerintahannya terhadap tindakan pengguguran kandungan,
sehingga terjadi perubahan-perubahan hukum-hukum abortus yang berlaku, dan muncul
hukum-hukum abortus dengan pembatasan tertentu sampai hadir tanpa pembatasan.
Hukum abortus diberbagai negara dapat digolongkan dalam beberapa kategori sebagai
berikut:
1. Hukum yang tanpa pengecualian melarang abortus, seperti di Belanda dan Indonesia
(sebelum ada UU No. 23 Tahun 1992, tentang kesehatan).
2. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi medik, seperti di Kanada,
Thailand, dan Swiss.
3. Hukum yang memperbolehkan abortus demi keselamatan kehidupan penderita (ibu),
seperti di Prancis dan Pakistan.
4. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial-medik, seperti di
Islandia, Inggris, Skandinavia, dan India.
5. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial, seperti Jepang, Polandia,
dan Serbia. (Menghindari penyakit keturunan, janin cacat)
6. Hukum yang memperbolehkan abortus atas permintaan, seperti di Bulgaria dan
Hungaria.
Meskipun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak terdapat satupun
pasal yang memperbolehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik,
sekalipun untuk menyelamatkan jiwa si ibu, dalam prakteknya dokter yang
melakukannya tidak dihukum, bila ia dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan
tersebut diterima hakim. Abortus atas indikasi medik ini kini diatur dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Pasal 341
Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya,
diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri
dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang
turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu
Berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pihak-
pihak yang dapat mewujudkan adanya pengguguran kandungan adalah:
(1) Seseorang yang melakukan pengobatan atau menyuruh supaya berobat terhadap
wanita tersebut, sehingga dapat gugur kandungannya.
(2) Wanita itu sendiri yang melakukan upaya atau menyuruh orang lain, sehingga dapat
gugur kandungannya.
(3) Seseorang yang tanpa izin menyebabkan gugurnya kandungan seseorang.
(4) Seseorang yang dengan izin meyebabkan gugurnya kandungan seseorang wanita.
(5) Seseorang yang dimaksud dalam angka 1, 2, 3, dan 4 termasuk di dalamnya dokter,
bidan, juru obat, serta pihak lain yang berhubungan dengan medis.
Pasal 80
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2),
dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Para dokter dan tenaga medis lainnya, hendaklah selalu menjaga sumpah profesi dan
kode etiknya dalam melakukan pekerjaan. Jika hal ini secara konsekwendilakukan
pengurangan kejadian abortus buatan ilegal akan secara signifikan dapatdikurangi.
Pandangan Pro-Choice
Pro-choice merupakan pandangan politik dan etik dimana seorang wanita
memiliki kuasa penuh atas kesuburan dan kehamilannya. Hal ini menyangkut hak
reproduksi yang didalamnya terdapat pendidikan seksual, akses terhadap aborsi,
kontrasepsi, dan perawatan kesuburan, serta perlindungan legal terhadap paksaan akan
aborsi. Individu dan organisasi yang mendukung posisi ini melakukan gerakan Pro-
choice.
Penganutpro-choice percaya bahwa wanita harus memiliki akses terhadap aborsi
yang aman dan legal, sama halnya terhadap paksaan aborsi. Beberapa orang menilai
aborsi merupakan pilihan terakhir dan fokus terhadap sejumlah situasi dimana aborsi
merupakan pilihan yang perlu untuk dilakukan. Diantara situasi ini adalah wanita yang
diperkosa, wanita yang kesehatan dan kehidupan dirinya dan janinnya beresiko,
kontrasepsi yang gagal, atau wanita yang merasa tidak dapat membesarkan anak.
Motif Infanticide :
Anak yang tidak sah
Warisan
Orang tua yang terlalu miskin
Pada beberapa keluarga, bayi perempuan dianggap kurang berarti
Wanita tuna susila yang tidak menghendaki kelahiran anak
Pemeriksaan :
1. Dada :
mengembang
diafragma sudah turun sampai sela iga 4-5
tepi paru menumpul
beratnya kira-kira 1/35 berat badan akibat semakin padatnya vaskularisasi
paru
2. Paru
Pemeriksaan makroskopik paru :
Paru sudah mengisi rongga dada & menutupi sebagian kandung jantung
Berwarna merah muda tidak merata
Pleura yang tegang & menunjukkan gambaran mozaik karena alveoli sudah
terisi udara
Konsistensi sperti spons, teraba derik udara
Pada pengisian paru dalam air keluarnya gelembung udara dan darah
Berat paru bertambah hingga dua kali (1/35 kali berat badan) karena
berfungsinya sirkulasi darah jantung paru
Uji apung paru positif
Pemeriksaan mikroskopik paru :
alveoli paru yang mengembang sempurna dengan atau tanpa emfisema obstruktif
3. Saluran Cerna
Adanya udara dalam saluran cerna
Lambung dan usus : terdapat darah, mekonium, & cairan amnion
menunjukkan bahwa bayi telah melakukan usaha pernafasan & pada saat
inspirasi menelan cairan tersebut
Adanya cairan susu menunjukkan bayi telah hidup untuk beberapa waktu
lamanya
4. Perubahan ginjal dan kandung kemih :
(tidak begitu spesifik & tidak bisa diandalkan)
Kristal asam urat mungkin terdapat pada pelvis ginjal.
Pembentukan urin (+/-)
5. Perubahan pada telinga tengah :
(kurang dapat diandalkan)
Pemeriksaan WREDIN diperiksa jaringan konektif gelatin pada telinga tengah
yang akan berubah menjadi berisi udara jika bayi telah melakukan pernafasan
Pengertian
Kejahatan seksual (sexual offences) adalah salah satu bentuk dari kejahatan tubuh yang
merugikan kesehatan dan nyawa manusia. Ilmu Kedokteran Forensik berguna dalam
fungsi penyelidikan, yaitu untuk:
1. menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan
2. menentukan adanya tanda-tanda kekerasan
3. memperkirakan umur
4. menentukan pantas tidaknya korban buat kawin
Kekerasan seksual merupakan segala kekerasan, baik fisik maupun psikologis, yang
dilakukan dengan cara-cara seksual atau dengan mentargetkan seksualitas. Definisi
kekerasan seksual ini mencakup pemerkosaan, perbudakan seksual, dan bentuk-bentuk
lain kekerasan seksual seperti penyiksaan seksual, penghinaan seksual di depan umum,
dan pelecehan seksual.
Pembagian
Terdapat dua macam bentuk kekerasan seksual, yaitu ringan dan berat.
Macam-macam kekerasan seksual ringan :
pelecehan seksual
gurauan porno,
siulan, ejekan dan julukan
tulisan/gambar
ekspresi wajah,
gerakan tubuh
perbuatan menyita perhatian seksual tak dikehendaki korban, melecehkan dan
atau menghina korban.
Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis
kekerasan seksual berat.
Perundang-undangan
Persetubuhan tertera pada Bab XIV KUHP
Tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan
Persetubuhan dalam perkawinan
Pasal 288 KUHP
Persetubuhan di luar Perkawinan
Dengan persetujuan si wanita
- Tanpa ikatan
≈ wanita < 15 tahun : (287 KUHP)
Fungsi Penyelidikan:
1. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan
Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin laki-laki masuk ke dalam
alat kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya dan dengan atau tanpa terjadinya
pancaran air mani.
Pemeriksaan dipengaruhi oleh : besarnya zakar dengan ketegangannya, seberapa
jauh zakar masuk, keadaan selaput dara serta posisi persetubuhan.
Adanya robekan pada selaput dara hanya menunjukkan adanya benda padat/kenyal
yg masuk (bukan merupakan tanda pasti persetubuhan). Jika zakar masuk
seluruhnya &keadaan selaput dara masih cukup baik, pada pemeriksaan diharapkan
adanya robekan pd selaput dara. Jika elastis, tentu tidak akan ada robekan.
Adanya pancaran air mani (ejakulasi) di dalam vagina merupakan tanda pasti
adanya persetubuhan. Pada orang mandul, jumlah spermanya sedikit sekali
(aspermia), sehingga pemeriksaan ditujukan adanya zat-zat tertentu dalam air mani
seperti asam fosfatase, spermin dan kholin. Namun nilai persetubuhan lebih rendah
karena tidak mempunyai nilai deskriptif yang mutlak atau tidak khas.
2. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan
Kekerasan tidak selamanya meninggalkan bekas/luka, tergantung dari penampang
benda, daerah yang terkena kekerasan, serta kekuatan dari kekerasan itu sendiri.
Tindakan membius juga termasuk kekerasan, maka perlu dicari juga adanya racun
dan gejala akibat obat bius/racun pada korban.
Adanya luka berarti adanya kekerasan, namun tidak ada luka bukan berarti tidak
ada kekerasan. Faktor waktu sangat berperan. Dengan berlalunya waktu, luka dapat
sembuh atau tidak ditemukan, racun/obat bius telah dikeluarkan dari tubuh. faktor
waktu penting dalam menemukan sperma.
3. Memperkirakan umur
Tidak ada satu metode tepat untuk menentukan umur, meskipun pemeriksaannya
memerlukan berbagai sarana seperti alat rontgen untuk memeriksa pertumbuhan
tulang dan gigi. Perkiraan umur digunakan untuk menentukan apakah seseorang
tersebut sudah dewasa (> 21 tahun) khususnya pada homoseksual/lesbian serta pada
kasus pelaku kejahatan. Sedangkan pada kasus korban perkosaan perkiraan umur
tidak diperlukan.
4. Menentukan pantas tidaknya korban buat dikawin
Secara biologis jika persetubuhan bertujuan untuk mendapatkan keturunan,
pengertian pantas/tidaknya buat kawin tergantung dari: apakah korban telah siap
dibuahi yang artinya telah menstruasi, namun untuk bukti hal ini korban perlu
diisolir untuk waktu cukup lama. Bila dilihat Undang-Undang Perkawinan, yaitu
pada Bab II pada pasal 7 ayat 1 berbunyi : perkawinan hanya diizinkan jika pria
Pemeriksaan Medis
1. Anamnesis
Anamnesis umum memuat:
- Identitas : Nama, umur, TTL, status perkawinan,
- Spesifik : Siklus haid, penyakit kelamin, peny. kandungan, peny. lain, pernah
bersetubuh, persetubuhan yang terakhir, kondom ?
Anamnesis khusus memuat waktu kejadian
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum memuat :
- Kesan penampilan (wajah, rambut), ekspresi emosional, tanda-tanda bekas
kehilangan kesadaran / obat bius / needle marks.
- Berat badan, tinggi badan, tanda vital, pupil, refleks cahaya, pupil pinpoint,
tanda perkembangan alat kelamin sekunder, kesan nyeri ?
Pemeriksaan fisik khusus memuat:
- Pembuktian persetubuhan :
ada / tidak penetrasi penis ke vagina / anus / oral
ejakulat / air mani pada vagina / anus
- Bukti Penetrasi :
Robekan hymen, laserasi (mencakup perkiraan waktu)
Variasi : - korban 3 hari yang lalu / lebih
- hymen elastis
- penetrasi tidak lengkap
Bukti Ejakulat/air mani (mencakup perkiraan waktu)
Perlekatan rambut kemaluan
Ejakulat di liang vagina
3. Pemeriksaan Pakaian
- rapi / tidak,
- robekan? lama/baru, melintang? pada jahitan? kancing putus?
- bercak darah
- air mani
- lumpur / kotoran lain di TKP ?
4. Pemeriksaan Laboratorium
- cairan dan sel mani dalam lendir vagina
- pemeriksaan terhadap kuman N. gonorrhoea sekret ureter
- pemeriksaan kehamilan
- toksikologik darah dan urin
Pembuktian Adanya Kekerasan
- Luka2 lecet bekas kuku, gigitan (bite marks), luka2 memar
- Lokasi : Muka, leher, buah dada, bagian dalam paha dan sekitar alat kelamin
Perkiraan Umur
Umur berkaitan dengan KUHP
- Dasar berat badan, tinggi badan, bentuk tubuh, gigi, ciri-ciri kelamin sekunder
- Pemeriksaan sinar X : standar waktu penyatuan tulang
Homoseksual
- Homoseksual merupakan salah satu bentuk kejahatan seksual
- Didalam Pasal 292 KUHP, terdapat ancaman hukuman bagi seseorang yang cukup
umur yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang sama kelaminnya
yang belum cukup umur
Penting diketahui:
1. Sperma masih dapat ditemukan dalam keadaan bergerak dalam vagina 4-5 jam
setelah persetubuhan.
2. Pada orang yang masih hidup, sperma masih dapat ditemukan (tidak bergerak)
sampai sekitar 24-36 jam setelah persetubuhan, sedangkan pada orang mati sperma
masih dapat ditemukan dalam vagina paling lama 7-8 hari setelah persetubuhan.
3. Pada laki-laki yang sehat, air mani yang keluar setiap ejakulasi sebanyak 2-5 ml,
yang mengandung sekitar 60 juta sperma setiap mililiter dan 90% bergerak (motile)
4. Untuk mencari bercak air mani yang mungkin tercecer di TKP, misalnya pada
sprei atau kain maka barang-barang tersebut disinari dengan cahaya ultraviolet dan
akan terlihat berfluoresensi putih, kemudian dikirim ke laboratorium.
5. Jika pelaku kejahatan segera tertangkap setelah kejadian, kepala zakar harus
diperiksa, yaitu untuk mencari sel epitel vagina yang melekat pada zakar. Ini
dikerjakan dengan menempelkan gelas objek pada gland penis (tepatnya sekeliling
korona glandis) dan segera dikirim untuk mikroskopis.
6. Robekan baru pada selaput dara dapat diketahui jika pada daerah robekan tersebut
masih terlihat darah atau hiperemi/kemerahan. Letak robekan selaputn dara pada
persetubuhan umumnya di bagian belakang (comisura posterior), letak robekan
dinyatakan sesuai menurut angka pada jam. Robekan lama diketahui jika robekan
tersebut sampai ke dasar (insertio) dari selaput dara.
7. VeR yang baik harus mencakup keempat hal tersebut di atas (fungsi penyelidikan),
dengan disertai perkiraan waktu terjadinya persetubuhan. hal ini dapat diketahui
DEFINISI
Kematian yang terjadi secara tiba-tiba disebabkan penyakit alamiah dimana tidak
ada unsur trauma dan atau keracunan, dimana orang tersebut sebelumnya tampak
sehat
CARA KEMATIAN
Pada umumnya kasus kematian mendadak bervariasi antara 50–80 tahun, dan yang
terbanyak adalah pihak laki-laki mengingat motivasi kerja dan bepergian. Berbagai
penyakit dapat menimbulkan kematian mendadak antara lain penyakit jantung,
hipertensi (cardio vascular), dan penyakit-penyakit metabolisme antara lain diabetes
melitus dan hyperlipidemi (kolesterol, triglycerid) dan metabolisme protein antara lain
asam urat dan urium. Maka pada usia tersebut di atas pada berbagai instansi dilakukan
check up terutama pada menjelang purna tugas.
DEFINISI
Toksikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan sumber,
karakteristik dan kandungan racun, gejala dan tanda yang disebabkan racun, dosis fatal,
periode fatal,dan penatalaksanaan kasus keracunan. Periode fatal merupakan selang
waktu antara masuknya racun dalam dosis fatal rata-rata sampai menyebabkan kematian
pada rata-rata orang sehat.
Dalam berbagai kepustakaan, terdapat berbagai pengertian tentang keracunan
(poisoning) dan intoksikasi. Beberapa kepustakaan menyatakan pengertian keracunan
dan intoksikasi berbeda, dimana keracunan dinyatakan sebagai overdosis yang
mempunyai efek sentral sedangkan intoksikasi merupakan overdosis yang bersifat
umum baik sentral maupun perifer. Namun kepustakaan lain menyatakan keracunan dan
intoksikasi memiliki pengertian yang sama.
Berbagai definisi racun telah dipublikasikan berdasarkan sudut pandang yang
berbeda dari berbagai ahli. Semua definisi memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri
dalam interpretasi dan banyak definisi yang tumpang tindih satu dengan lainnya.
Paracelcus (1493-1541) yang lebih dikenal sebagai Theopraxis Bombastus von
Honhenheim, orang yang pertama mendefinisikan racun, menyatakan semua substansi
di alam adalah racun hanya dosis yang membedakan substansi tersebut racun atau bukan
(sola dosis facit venenum). Ahli toksikologi SEINEN (1989) menyatakan racun adalah
substansi yang diberikan secara berlebihan sehingga toksikologi dianggap sebagai
pengetahuan tentang sesuatu yang berlebihan (toxicology is the knowledge of too much).
SANGSTER secara lebih rinci menyatakan tentang sumber substansi yang
dianggap racun. Keracunan dianggap sebagai cidera yang diakibatkan konsentrasi
berlebihan dari substansi eksogenous (dari luar tubuh manusia).
Racun zat/bahan yang dalam jumlah tertentu bila terjadi kontak atau masuk kedalam
tubuh akan menyebabkan penyakit dan/atau kematian.
Sumber Racun :
Racun rumah tangga : desinfektan, detergen, insektisida
Racun pertanian : pestisida, herbisida
Racun kedokteran : hipnotika, sedatif, analgetika, obat
o penenang, antidepresan, antibiotika
Cara pemberian, pada umumnya racun akan paling cepat bekerja pada tubuh jika
masuk secara inhalasi, kemudian secara injeksi (i.v, i.m, dan s.k), ingesti, absorbsi
melalui mukosa dan yang paling lambat jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh
melalui kulit yang sehat.
Umur, pada umunya anak-anak dan orang tua lebih sensitif terhadap racun bila
dibandingkan dengan orang dewasa, tetapi pada beberapa jenis racun, seperti barbiturat
dan belladonna, justru anak-anak lebih tahan.
Kesehatan, pada orang-orang yang menderita penyakit hati atau penyakit ginjal
biasanya akan lebih mudah keracunan bila dibandingkan dengan orang yang sehat. Pada
mereka yang menderita penyakit yang disertai dengan peningkatan suhu atau penyakit
pada saluran pencernaan, penyerapan racun biasanya jelek, sehingga jika pada penderita
tersebut terjadi kematian, kita tidak boleh terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa
kematian penderita diakibatkan oleh racun.
Kebiasaan, faktor ini berpengaruh dalam hal dosis racun yang dapat menimbulkan
gejala-gejala keracunan atau kematian, yaitu karena terjadinya toleransi.
Hipersensitif (alergi-idiosinkrasi), banyak preparat-preparat seperti vitamin B1,
penisilin, streptomisin dan preparat-preparat yang mengandung yodium menyebabkan
kematian, karena si korban sangat rentan terhadap oreparat-preparat tersebut.
Dosis, besar kecilnya dosis racun akan menentukan berat ringannya akibat yang
ditimbulkan, dalam hal ini tidak boleh dilupakan adanya toleransi/intoleransi individu.
Pada intoleransi, gejala keracunan akan tampak walaupun racun yang masuk ke dalam
tubuh belum mencapai level toksik.
Konsentrasi, untuk racun-racun yang kerjanya dalam tubuh bersifat lokal, misalnya
zat-zat korosif, konsentrasi lebih penting bila dibandingkan dengan dosis total. Keadaan
tersebut berbeda dengan racun yang bekerja secara sistemik, dimana dalam hal ini
dosislah yang berperan dalam menentukan berat ringannya akibat yang ditimbulkan
oleh racun tersebut.
Bentuk, racun yang berbentuk cair tentunya akan lebih cepat menimbulkan efek
bila dibandingkan dengan racun yang berbentuk padat.
Seseorang yang menelan racun dalam keadaan lambung kosong, tentu akan lebih cepat
keracunan bila dibandingkan dengan orang yang menelan racun dalam keadaan
lambungnya berisi makanan.
Addisi dan sinergisme. Barbiturate misalnya, jika diberikan bersama-sama dengan
alkohol, morfin atau CO, dapat menyebabkan kematian, walaupun dosis barbiturate
yang diberikan jauh dibawah dosis letal
Antagonisme, kadang-kadang dijumpai kasus dimana seseorang memakan lebih
dari satu macam racun, tetapi tidak mengakibatkan apa-apa, oleh karena racun-racun
tersebut saling menetralisir.
Dalam hal klinik sifat antagonistik ini dimanfaatkan untuk pengobatan, misalnya
nalorfin dan naloxone dipakai untuk mengatasi depresi pernafasan dan oedema paru-
paru yang terjadi pada keracunan akut obat-obat golongan narkotika.
Salah satu tujuan pelayanan forensik klinik adalah memberikan informasi atau
fakta-fakta yang membuat terang kasus keracunan yang mencurigakan termasuk motif
yang melatarbelakangi kasus tersebut. Dalam kasus tindak pidana harus dibuktikan
adanya perbuatan yang salah (actua rheus) dan situasi batin yang melatarbelakangi
tindakan tersebut (men rhea). Motif keracunan harus ditentukan sebagai unsur men
rhea, apakah timbul akibat kecerobohan (recklessness), kealpaan (negligence) atau
kesengajaan (intentional).
Secara umum, motif keracunan dapat dibedakan menjadi dua bentuk (tipe)
berdasarkan korban keracunan, yaitu:
1. Tipe S (spesific target)
Menunjukkan bahwa korban keracunan hanya orang tertentu dan biasanya antara
pelaku dan korban sudah saling kenal. Motivasi yang biasanya melatarbelakangi,
antara lain: uang, membunuh, pembunuhan lawan politik dan balas dendam.
Keracunan tipe S berdasarkan terjadinya dibagi ke dalam dua sub grup yaitu:
a. Sub grup S tipe S/S (spesific/slow) dimana keracunan terjadi secara perlahan dan
direncanakan oleh pelaku.
b. Sub grup Q tipe S/Q (spesific/quick) dimana keracunan terjadi secara mendadak
dan tanpa perencanaan sebelumnya.
Pemeriksaan terhadap korban keracunan tipe S/S perlu mendapat perhatian lebih
sebab kegagalan pembuktian tanda-tanda keracunan oleh dokter sangat sering
membuat kasus tersebut menjadi kasus tersebut menjadi kasus pembunuhan yang
sempurna (the perfect murder). Pembunuhan yang sempurna adalah kematian
korban yang sesungguhnya akibat tindaan pidana tetapi dokter menyatakan sebagai
kematian wajar karena faktor penyakit. Kasus pembunuhan yang sempurna terjadi
bukan karena keahlian si pembunuh, tetapi akibat kegagalan dokter mengenali
tanda-tanda keracunan pada korban.
2. Tipe R (random target)
Terjadi pada korban yang acak. Motivasi bentuk keracunan ini biasanya ego,
sadistik, dan teror. Berdasarkan kejadiannya keracunan tipe R dibagi:
a. Sub grup S tipe R/S (random/slow), terorisme merupakan salah satu benuk
keracunan tipe ini bila racun yang dipakai sebagai alat untuk menjalankan teror.
b. Sub tipe Q tipe R/Q (random/quick).
Dalam pembuktian kasus keracunan sebagai tindak pidana, banyak hal yang
harus dibuktikan dan dalam pembuktiannya banyak melibatkan dokter forensik klinis.
Hal yang dibuktikan antara lain :
1. Bukti hukum (legally proving): bukti hukum yang dapat diterima di pengadilan
(adminissible) sangat tergantung dari keaslian bukti tersebut sehingga
penatalaksanaan terhadap bukti-bukti pada korban sangat diperlukan. Terlebih lagi
pada kasus tindak pidana yang memerlukan standar pembuktian dengan tingkat
kepercayaan yang lebih tinggi yaitu sampai tidak ada keraguan yang beralasan.
2. Pembuktian motif keracunan
3. Kondisi yang memungkinkan dapat diperolehnya racun seperti adanya resep, toko
obat atau toko yang menyediakan substansi yang digunakan.
4. Bukti-bukti pada korban seperti kebiasaan korban, gangguan kepribadian, kondisi
kesehatan, dan penyakit serta kesempatan dilibatkannya racun.
5. Bukti kesengajaan (intentional)
6. Bila korban meninggal harus ditentukan sebab kematian korban adalah racun
dengan menyingkirkan sebab kematian yang lainnya.
7. Bukti peracunan adalah homicide.
1. Racun yang bekerja lokal atau setempat, zat-zat korosif : lisol, asam kuat, basa kuat,
yang bersifat iritan : arsen, HgCl2, yang bersifat anestetik : kokain, asam karbol
2. Racun yang bekerja secara sistemik
- narkotika, barbiturat dan alkohol; terutama berpengaruh terhadap susunan saraf
pusat
- digitalis dan asam oksalat; terutama berpengaruh terhadap jantung
- karbonmonoksida dan sianida, terutama berpengaruh terhadap sistem enzim
pernafasan dalam sel
- insektisida golongan ―chlorinated hydrocarbon‖ dan golongan fosfor organik
- cantharides dan HgCl2, terutama berpengaruh terhadap ginjal.
3. Racun yang bekerja secara lokal dan sistemik
- asam oksalat
- asam karbol
- arsen
- garam Pb
KERACUNAN SIANIDA
Sianida adalah racun yang digunakan baik untuk bunuh diri, kecelakaan atau
pembunuhan. Meskipun diagnosis autopsi tentang keracunan sianida sangat jarang
diragukan, analisis toksikologi mungkin sulit untuk interpretasi akibat destruksi maupun
produk sianida dalam tubuh yang sudah mati dan bahkan pada sampel darah yang
disimpan untuk menunggu diperiksa. Keracunan sianida akut merupakan kasus yang
paling sering dilaporkan sendiri, dalam beberapa kasus biasanya garam natrium maupun
kalium ikut masuk ke saluran cerna. Hal ini bisa tiba-tiba maupun dalam kecelakaan
kerja (industri) yang dalam beberapa kasus garam-garam tersebut ikut dilibatkan, atau
mungkin gas-gas yang dibebaskan dari beberapa proses komersil.
Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik, cara masuk ke dalam tubuh
dapat secara :
- inhalasi, misalnya gas HCN (gas penerangan, sisa pembakaran seluloid, fumigasi
kapal)
- oral, yaitu garam CN yang dipakai pada peyepuhan emas, pengelasan besi dan baja,
serta fotografi dan amigdalin yang didapat dari singkong, ubi dan biji apel
Setelah diabsorbsi, CN masuk ke dalam sirkulasi sebagai CN bebas dan tidak
dapat berikatan dengan Hb kecuali dalam bentuk methemoglobin akan terbentuk
sianmethemoglobin. CN akan mengaktifkan enzim oksidatif beberapa jaringan secara
radikal, terutama sitokrom oksidase juga merangsang pernapasan bekerja pada ujung
sensorik sinus (kemoreseptor) sehingga pernapasan cepat. Dengan demikian proses
oksidasi-reduksi dalam sel tidak berlangsung dan oksihemoglobin tidak dapat
berdisosiasi melepaskan O2 ke sel jaringan sehingga timbul anoksia jaringan. Hal ini
merupakan keadaan paradoksal karena korban meninggal akibat hipoksia tetapi
darahnya kaya akan O2.
Takaran toksik per oral untuk HCN adalah 60-90 mg, sedangkan KCN atau
NaCN adalah 200 mg. Gas CN 200-400 ppm akan menyebabkan kematian dalam 30
menit sedangkan gas CN 20000 ppm akan menyebabkan meninggal seketika.
Tanda dan gejala keracunan akut CN yang ditelan dapat dengan cepat
menyebabkan kegagalan pernafasan dan kematian dapat timbul dalam beberapa menit.
Analisis Toksikologi
KERACUNAN KARBONMONOKSIDA
Karbonmonoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak merangsang selaput lendir. Sumber CO berasal dari hasil pembakaran tidak
sempurna motor yang menggunakan bahan bakar bensin. CO diserap melalui paru,
sebagian besar diikat oleh Hb, afinitas COHb 208-245 kali afinitas O2. Bila korban
dipindahkan ke udara bersih, kadar COHb berkurang 50% dalam waktu 4,5 jam dan
setelah 6-8 jam darah tidak mengandung COHb lagi. Gejala keracunan CO berkaitan
dengan kadar COHb dalam darah
KERACUNAN INSEKTISIDA
Keracunan kronis
Biasanya akibat inhalasi atau penyerapan kulit dalam jangka waktu yang lama.
Gejala-gejala:
- tidak nafsu makan
- gelisah
- insomnia
- tremor
- kejang dan koma
Penatalaksanaan:
1. Hindari makanan mengandung minyak dan lemak
2. Fenobarbital dapat digunakan untuk mengendalikan tremor
KERACUNAN ORGANOFOSFAT
Cara Kerja
Racun mempengaruhi neuromuscular junction dan sinaps pada ganglion. Efeknya
adalah:
a. efek muskarinik, misalnya mual, muntah, kejang otot abdomen, keringat,
salvias, dan spasme bronkus
b. efek nikotinik, misalnya fasikulasi dan fibrilasi otot, takikardi, takipne
c. efek pada sistem saraf pusat, misalnya pusing, tremor, ataksia, koma, dan
meninggal
d. air mata merah; yaitu karena berkumpulnya porfirin pada kelenjar lakrimalis.
Gejala-gejala
Bergantung dari cara masuknya racun kedalam tubuh.
Tahap awal: sakit kepala, mual, muntah, dada terasa tertekan, miosis, pandangan kabur
dan mulut berbusa
Tahap lanjut: muntah, 53-150 mg intramuscular atau 100-400 mg melalui oral.
Periode fatal : 1 sampai 3 jam
Autopsi
1. ditemukan tanda-tanda asfiksia
2. mukosa lambung mengalami inflamasi disertai dengan perdarahan petekia
3. paru-paru tampak mengalami edema, inflamasi dan perdarahan
KERACUNAN ARSEN
As2O3 atau arsen trioksida atau disebut juga acidum arsenicosum merupakan
senyawa yang sering dan penting artinya dalam hubungannya dengan keracunan. As 2O3
ini berupa serbuk putih atau kadang kristal halus dengan sedikit rasa (lemah) bahkan
dapat dikatakan tidak berasa sama sekali dan tidak berbau. Mudah larut dalam asam
lambung, dalam bentuk gas biasanya berbau bawang putih. Senyawa arsenik ini banyak
ditemukan dalam bidang pertanian (rodenticide), industri (sebagai pengotoran dari zat
warna, mordant) maupun dalam bidang pengobatan (sedian-sedian yang mengandung
arsenikum baik sebagai senyawa anorganik maupun organik). Bentuk lain dari
arsenikum ini adalah Arsine dan Ethylarsine dimana berada dalam bentuk gas.
Arsen dalam bentuk metal tidak beracun, yang beracun adalah dalam bentuk
garam. Arsen mengiritasi jaringan, menekan sisem saraf dan menghalangi respirasi.
Arsen tidak berwarna, tadak berbau (As2O3) dan tidak berasa. Bentuknya seperti bubuk
giling, tidak larut dalam air. Jumlah yang sangat sedikit sudah dapat membunuh
seseorang (30-300 mg). Cara kerja keracunan akut berupa gangguan metabolisme
seluler dengan menghambat sistem enzim sulfhidril, selain itu arsen dianggap
merupakan racun kapiler dan menyebabkan dilatasi kapiler. Timbulnya gejala biasanya
dalam waktu 2 jam setelah masuknya racun. Arsen menyebabkan :
- rasa terbakar pada tenggorokan, retrosternum dan epigastrium; rasa sangat haus
disertai mual, muntah dan diare
- nyeri akut pada abdomen, mungkin karena perforasi lambung
- tenesmus yang disertai tinja berwarna hitam karena banyak mengandung darah dan
banyak mengandung cairan seperti diare pada kolera
- berkurangnya produksi urin, terdapatnya sel darah merah pada urin dan selanjutnya
dapat mengalami gagal ginjal
- gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit mengakibatkan dehidrasi dan kejang
otot. Pasien menjadi gelisah
- tanda syok akan menonjol pada tahap menjelang kematian
- koma, kejang dan meinggal
2. Gastrointestinal Type
Merupakan gejala yang paling utama dijumpai dan khas, akibat lesi-lesi pada lambung,
usus maupun organ-organ parenchym segera setelah keracunan, timbul muntah dan
diikuti diarrhea setelah 1-2 jam kemudian.
- Rasa sakit dan cramp pada perut
- Rasa haus yang hebat, sakit tenggorokan
- Mulut terasa kering
- Muntah berkepanjangan, kadang-kadang bercampur darah
- Profuse diarrhea dengan faeces bercampur darah.
Gejala klinis diatas sangat inddividual, dimana satu penderita condong menunjukkan
gejala profuse diarrhea sebagai gejala utama, yang lain lebih condong menunjukkan
gejala muntah atau kombinasi dari gejala-gejala tersebut pada penderita lainnya.
Bila kasus keracunan lebih hebat maka timbul gejala seperti muka kebiruan dan cemas,
kulit pucat dan dingin, cramp pada kaki bagian atas, delirium, albuminuria, retensi urin,
serta dehidrasi akibat hilangnya cairan tubuh.
Kematian terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari dan apabila penderita dapat
melewati serangan pertama, masih ada kemungkinan untuk bertahan hidup.
3. Subacute Type
Timbul apabila senyawa arsenikum diberikan dalam dosis kecil berulang kali dalam
interval waktu tertentu, atau akibat pemberian dalam dosis besar tetapi tidak segera
menimbulkan kematian dan menimbulkan efek keracunan selama dieksresikan (slow
excretion).
Gejalanya:
- Degenerasi toksik pada hepar yang kemudian berkembang menjadi
acute/subacuteyellow atrophy disertai toxic jaundice hebat.
- Perdarahan multiple pada lapisan sub serosa jaringan
- Traktus Gastrointestinal mengalami inflamasi dan kronis serta diarhea
berkepanjangan
- Cramp dan dehidrasi
- Ginjal mengalami nephrosis dengan albuminuria dan hematuria
- Skin eruption, bengkak seluruh tubuh, beberapa kasus tampak penderita
mengalami keratosis kulit, berat badan menurun serta keadaan umum korban
makin buruk.
Kematian dapat terjadi beberapa hari kemudian.
Pada kasus racun arsen dalam bentuk serbuk arsen, pasien akan batuk darah
dengan dahak yang berbusa, gangguan pernapasan dan sianosis. Selanjutnya mungkin
mengalami edema paru akut. Kematian mendadak akibat syok mungkin terjadi karena
arsen dalam dosis tinggi. Tetapi pada beberapa kasus, arsen dalam jumlah besar akan
menyebabkan muntah sehingga mengeluarkan sebagian besar racun tersebut dan
pasiennya selamat. Pada beberapa kasus, gejala-gejala pada sistem pencernaan sangat
minimal, bahkan tidak sama sekali. Pasien merasa pusing, nyeri prekordium, delirium,
kehilangan kesadaran dan meninggal. Paralisis seluruh anggota badan mungkin terjadi
sebelum kematian.
Pada kasus kematian akibat keracunan arsen, pemeriksaan luar didapatkan
tanda-tanda dehidrasi, seperti mata cekung dan penonjolan tulang-tulang wajah. Pada
pemeriksaan dalam, mukosa mulut biasanya normal tetapi bisa tampak tanda-tanda
inflamasi. Mukosa sistem pencernaan mengalami inflamasi, berwarna merah disertai
perdarahan submukosa. Membran mukosa mempunyai rugae dan di antara rugae bisa
ditemukan lendir yang kental dan mengikat partikel racun. Isi lambung berwarna gelap.
Untuk mendiagnosis keracunan akibat arsen dilakukan pemeriksaan
toksikologi pada isi lambung. Pada kasus keracunan kronis, pemeriksaan terhadap
rambut, kuku, dan tulang akan memberikan hasil positif.
KERACUNAN ALKOHOL
Dosis fatal
Dosis bukan hanya tergantung dari jumlah yang diminum, tetapi juga
bergantung pada kebiasaan seseorang dan jenis minumannya. Misalnya alkohol absolut
sebanyak 5 oz dapat berakibat fatal. Untuk anak-anak berusia dibawah 12 tahun, alkohol
absolut sebanyak 2 oz juga sudah dapat berakibat fatal.
Pada buku lain juga mengatakan takaran alkohol untuk menimbulkan keracunan
bervariasi tergantung dari kebiasaan minum dan sensitivitas genetik perorangan.
Umumnya 35 gram alkohol menyebabkan penurunan kemampuan untuk menduga jarak
dan kecepatan serta menimbulkan euforia. Alkohol sebanyak 75-80 gr akan
menimbulkan keracunan akut dan 250-500 gram alkohol takaran fatal. Kadar alkohol
darah dari konsumsi 35 gram alkohol dengan menggunakan rumus:
A= C x P x R
A : jumlah alkohol yang diminum
C : kadar alkool darah(mg%)
P : berat badan(kg)
R : konstanta (0,0007)
Bagi orang dewasa, dosis sebanyak 150-200 mL alkohol absolut sudah dianggap
bisa berakibat fatal.
Periode fatal
Jika alkohol diminum dalam jumlah yang banyak oleh seseorang yang tidak mempunyai
kebiasaan minum alkohol bisa menyebabkan kematian dalam beberapa menit. Periode
fatal bisanya antara 12-24 jam, pada beberapa kasus bisa agak panjang yaitu antara 5-6
hari
Penatalaksanaan
Jika pengobatan diberikan pada saat yang tepat sebelum pasien masuk dalam tahap
koma, yaitu ketika refleks tubuh sudah tidak ada dan mata mengalami konstriksi dan
tidak bereaksi terhadap cahaya, maka kemungkinan besar dapat sembuh.
Untuk mengeluarkan racun bisa diupayakan agar pasien muntah secara mekanis
yaitu dengan menekan orofaring. Zat kimia perangsang muntah hanya digunakan
jika keadaan umum pasien cukup baik.
Bilas lambung harus dilakukan walaupun pasien dalam keadaan tidak dapat
dikendalikan. Bahan yang dperoleh dari bilasan lambung yang pertama diambil
untuk bilasan kimia, kemudian bilas lambung dilanjutkan sampai hasil bilasan
lambung tidak mengandung bau alkohol.
Berikan minuman hangat seperti teh atau kopi
Keadaan ini terjadi karena meminum alkohol dalam jangka waktu yang lama. Korban
biasanya adalah penderita psikosis atau neurosis, sehingga alkohol digunakan sebagai
pelarian dari kenyataan hidup.
Mabuk Alkohol
Keadaan mabuk adalah jika seseorang meminum alkohol dalam jumlah yang sangat
banyak sehingga orang tersebut tidak dapat menguasai dirinya baik secara fisik dan
mental, dengan demikian dia tidak mampu untuk bertindak dengan baik dan aman pada
dirinya sendiri dan orang lain di sekitarnya.
Kepentingan dari segi medikolegal
1. Alkoholisme adalah keadaan dimana setelah meminum alkohol secara berlebihan
seseorang tidak dapat menjaga kesehatannya, tidak mampu melakukan kegiatan
bermasyarakat atau keduanya. Secara farmakologi dampak yang terjadi adalah
akibat toleransi dan ketergantungan tubuh.
Dampak yang terjadi dari segi medikolegal adalah:
Kecelakaan lalu-lintas
Kecelakan industri
Gangguan hubungan antar pribadi (masalah perkawinan)
Cedera
Pembunuhan
2. Alkohol bisa diperiksa melalui darah dan urin. Hal ini sangat berguna untuk
menerangkan mengenai kasus kematian mendadak, kecelakaan lalu lintas dll. Pada
beberapa kecelakaan industri, sering seseorang tersangka menyatakan bahwa dirinya
dalam keadaan mabuk sebagai upaya pembelaan.
Kadar alkohol dalam darah sangat bervariasi tergantung kepada oksidasi jaringan.
Kadar alkohol dalam urin lebih stabil tetapi hasil pemeriksaan melalui urin ini
menjadi kurang bermakna karena senyawa lainnya seperti aseton, eter, paraldehida
juga bisa menunjukkan hasil pemeriksaan seperti alkohol.
Kadar alkohol dalam darah dan dampaknya adalah sebagai berikut:
0,1% Orang akan merasa gembira
0,15% Batas keamanan untuk mengemudikan kendaraan
bermotor di jalan raya
0,2% Tingkat intoksikasi menengah
0,2-0,4% Kesadaran menurun mengakibatkan delirium
stupor
0,5% Koma
0,6% Asfiksia darah
Laboratorium
Untuk korban meninggal dapat diperiksa kadar alkohol dalam otak, hati atau
cairan tubuh seperti cairan serebrospinal. Penentuan kadar alkohol dalam daram
lambung saja tanpa menentukan kadar alkohol dalam darah hanya menunjukkan orang
tersebut telah minum alkohol. Pada mayat, alkohol dapat berdifusi dari lambung ke
jaringan sekitarnya termasuk ke dalam jantung sehingga bisa diambil darah dari
pemeriksaan darah vena perifer seperti di daerah cubiti dan femoralis.
KERACUNAN NARKOTIKA
Investigasi kematian akibat keracunan dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Mengumpulkan keterangan riwayat keracunan dan spesimen yang sesuai
Saat ini, terdapat banyak bahan yang beredar di masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian jika dicerna, diinjeksi, atau terinhalasi. Ahli toksikologi
harus membatasi sejumlah material yang dianalisis. Sebelum memulai analisis,
penting sekali dilakukan pengumpulan informasi yang mungkin berkaitan dengan
fakta keracunan. Ahli toksikologi harus memperhatikan usia, jenis kelamin, berat
badan, riwayat kesehatan, dan pekerjaan korban, pemberian terapi sebelum
meninggal, temuan pada autopsi, obat yang terdapat pada korban, dan interval
waktu antara onset gejala dan kematian.
Pengumpulan spesimen untuk analisis toksikologi biasanya dilakukan saat
dilakukan autopsi. Spesimen dari sejumlah cairan tubuh dan organ penting untuk
mengambarkan afinitas obat dan racun terhadap jaringan tubuh. Spesimen harus
dikumpulkan sebelum jenazah diawetkan, dimana proses ini dapat merusak atau
melarutkan racun dan membuat deteksi menjadi tidak memungkinkan. Contohnya
CN dirusak oleh proses pembalseman.
PEMBEDAHAN MAYAT
Mayat yang dibedah diletakkan terlentang dengan bagian bahu ditinggikan
(diganjal) dengan sepotong balok kecil.
Pemeriksa berada disebelah kanan jenazah untuk yang menggunakan tangan kanan
tetapi jika menggunakan tangan kiri, pemeriksa berada disebelah kiri jenazah.
Insisi kulit dilakukan mengikuti garis pertengahan badan mulai di bawah dagu,
diteruskan kearah umbilicus dan melingkari umbilicus di sisi kiri dan seterusnya
kembali mengikuti garis pertengahan badan sampai di daerah simfisis pubis. Potong
agak tegas sehingga tidak merusak kulit.
Buka daerah dalam, pada daerah dada potong sampai ke tulang, lepaskan otot.
Insisi pada dinding perut biasanya dimulai pada daerah epigastrium dengan
membuat irisan pendek yang menembus sampai peritoneum. Dengan jari telunjuk
dan jari tengah tangan kiri yang dimasukkan ke dalam lubang insisi ini, maka
dinding perut dapat ditarik atau diangkat ke atas untuk menghindari terpotongnya
alat-alat dalam.
Kulit thorax dan jaringan otot dibawahnya dipegang dengan erat dengan tangan
kiri, yaitu sebaiknya dijepit diantara ibu jari disebelah medial dan jari-jari lain
disebelah lateral. Kemudian jaringan kulit dan otot tersebut ditarik kearah lateral
hingga jaringan yang menegang tersebut dapat dipotong dengan pisau pada tangan
kanan; pisau diarahkan ke bagian lateral dan posisi pisau kurang lebih tegak lurus
pada costae dan sewaktu mengiris otot-otot yang masih melekat pada costae
dibersihkan.
Pada bagian leher, yang dilepaskan adalah bagian kulitnya saja, sedangkan otot-
ototnya dibiarkan saja.
Memeriksa ketinggian diafragma untuk mendeteksi adanya pneumothorax atau
hematothoraxyang ditandai dengan penurunan diafragma.
Memeriksa rongga perut apakah terdapat darah, cairan atau pus. Perhatikan juga
dinding perut. Dinding perut yang normal adalah licin, putih, tidak ada fibrin, tidak
ada resapan darah pada otot dan kulit agak tebal.
Rongga dada dibuka dengan jalan mengiris rawan-rawan iga pada tempat ± 1 cm
medial dari batas tulang rawan dengan masing-masing iga. Posisi pisau miring
dengan ditekan oleh tangan kiri. Dimulai dari iga kedua terus kea rah caudal.
Lepaskan dengan tajam agar tidak memotong alat-alat didalamnya. Pemeriksa
berdiri dibagian kepala jenazah.
Melepaskan daerah clavicula dengan memotong iga kesatu kearah lateral dan
medial pada sendi sternoclavicula.
Lakukan pemeriksaan lebar mediastinum dan periksa juga apa yang ada di rongga
dada kiri dengan menarik paru kiri dan jantung untuk mengetahui apakah ada cairan
atau darah.
Kantung jantung dibuka dengan melakukan pengguntingan pada dinding depan
mengikuti bentuk huruf Y terbalik dari tengah. Perhatikan apah rongga kandung
OTOPSI
Membuka kepala
Dalam bermasyarakat, terdapat interaksi antara satu warga dengan warga lain.
Orang akan menilai suatu perbuatan tertentu apakah perbuatan yang baik atau tidak.
Bila kebanyakan orang sudah memiliki penilaian yang sama maka terjadilah suatu
―nilai‖. Masyarakat kemudian menggunakan ―nilai‖ tersebut dalam kehidupan sehari-
hari, mengajarkannya kepada anaknya, dan seterusnya sehingga menjadi kebiasaan.
Kebiasaan yang sudah diterima secara umum (kadang memiliki sanksi bila dilanggar)
akan dianggap sebagai suatu ―norma‖. Norma tersebut dapat berupa ―perintah‖, dapat
pula berupa ―larangan‖ dan ―anjuran‖.
Adapun norma yang berlaku di masyarakat adalah:
1. Norma Agama:
norma yang mengatur hubungan manusia dengan penciptanya dan sesama manusia.
2. Norma Kesusilaan:
mengatur hidup orang pribadi
3. Norma Kesopanan:
mengatur hidup antar manusia
4. Norma Hukum:
mengatur ketertiban hidup masyarakat
Begitu juga dalam profesi kedokteran ada norma-norma yang berlaku yang
disebut sebagai norma profesi. Ada 3 macam norma yang mengikat dokter dalam
pelaksanaan profesi kedokteran yaitu:
1. Norma disiplin (disciplinary norm)
2. Norma etika (ethical norm)
3. Norma hukum (legal norm)
Dokter Pasien
Aktif Pasif
Superior ?
Kepercayaan
Pola Hubungan Dokter Pasien berdasarkanKeadaan Sosial Budaya dan Penyakit Pasien
Activity-Passivity
Pola hubungan klasik, disini dokter ―seolah-olah‖ dapat melaksanakan ilmunya tanpa
campur tangan pasiennya, dengan motivasi altruistis
Dalam keadan: pasien tidak sadar atau gawat darurat atau gangguan mental berat
Guidance-Cooperation
Membimbing dan kerjasama. Walaupun dokter mengetahui banyak, ia tidak semata-
mata menjalankan kekuasaan, namun mengaharapkan kerjasama pasien yang
diwujudkan dengan menuruti anjuran dan nasihat dokter
Dalam keadaan penyakit pasien yang tidak terlalu berat.
Penyakit baru.
Mutual Participation
Filosofi pola ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap manusia memiliki martabat dan
hak yang sama. Pasien berperan secara aktif dalam pengobatan dirinya.
Dalam keadaan pasien cukup intelek, penyakit kronis atau ingin memelihara
kesehatannya
Hubungan Karena Kontrak (Transaksi Terapeutik)
Hubungan kontraktual terjadi karena para pihak yaitu dokter dan pasien diyakini
mempunyai kebebasan dan kedudukan yang setara. Kedua belah pihak lalu mengadakan
suatu perikatan/perjanjian dimana masing-masing pihak harus melaksanakan peran atau
fungsi terhadap yang lain. Peranan tersebut berupa hak dan kewajiban .
Secara yuridis sering dipermasalahkan apakah tidndakan medis yang tidak
mengenakkan/menyakitkan itu dapat dimasukkan dalam pengertian
penganiayaan yang merupakan konsep hukum pidana .
Sebenarnya kualifikasi yuridis mengenai tindakan medik tidak hanya mempunyai arti
bagi hukum pidana saja, melainkan juga bagi hukum perdata dan administratif.
Hubungan Dokter-Pasien
Pada awalnya hubungan dokter-pasien bersifat vertikal (hubungan atas-bawah).
Hubungan dokter-pasien pada masa itu dipengaruhi oleh doktrin medical
paternalism (doctor knows his patient’s best interest).
Doktrin medical paternalism adalah perwujudan dari asas beneficence.
Hubungan semacam ini dikatakan juga sebagai hubungan yang bersifat paternalistik,
sebagaimana hubungan antara bapak dengan anak.
Hukum Perikatan
Sebagai sebuah perikatan, maka hubungan dokter dan pasien tunduk pada hukum
perikatan.
Hukum perikatan adalah seperangkat aturan hukum yang mengatur tentang
perikatan
Aturan-aturan hukum yang mengatur tentang perikatan terdapat dalam Buku ke 3
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW).
Buku ke 3 BW antara lain menerangkan tentang sumber-sumber perikatan dan
syarat sahnya perjanjian.
Sumber Perikatan
Perikatan bisa terjadi karena 2 macam sebab:
1. Karena Undang-undang
Hubungan hukum antara Bapak dengan Anak merupakan contoh perikatan yang
lahir karena UU. Anak berhak mendapatkan warisan karena memang UU
menentukan demikian.
2. Karena Perjanjian
Hubungan hukum antara penjual dg pembeli merupakan contoh perikatan yang lahir
karena suatu perjanjian.
Perikatan Dokter-Pasien
Perikatan dokter-pasien bisa terjadi baik karena undang-undang maupun karena
perjanjian. Ketika dokter memberikan pertolongan kepada pasien gawat darurat yang
berada dalam keadaan tidak sadar, terjadilah sebuah perikatan antara si dokter dan si
pasien.
Jenis Perikatan
Perikatan antara dokter dan pasien bisa berbentuk resultaats verbintenis ataupun
berbentuk inspanning verbintenis
Resultaat verbintenis adalah perikatan yang didasarkan pada hasil kerja (outcome)
tertentu.
Inspanning verbintenis adalah perikatan yang didasarkan pada usaha yang sungguh-
sungguh.
Resultaats Verbintenis
Dalam perikatan semacam ini, dokter dianggap telah memenuhi perikatan apabila
hasil kerja (outcome) yang dijanjikan kepada si pasien telah dipenuhi
Misalnya dalam tindakan pencabutan gigi, dokter dianggap telah memenuhi
perikatan secara sempurna bila gigi yang dimaksudkan telah dicabut secara
sempurna.
Inspanning Verbintenis
Dalam perikatan semacam ini, dokter dianggap telah memenuhi perikatan apabila ia
telah berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mengobati si pasien.
Obyek perikatan adalah berupa ‗usaha sungguh-sungguh untuk kesembuhan pasien‘
dan bukan kesembuhan itu sendiri.
Hubungan perikatan semacam ini sering dinamakan pula dengan istilah transaksi
terapetik.
Prestasi
Memenuhi perikatan sama dengan memenuhi kewajiban dalam perikatan
Obyek perikatan dalam ilmu hukum disebut dengan istilah prestasi. Seseorang yang
telah memenuhi kewajibannya dengan sempurna di dalam suatu perikatan dikatakan
telah memberikan prestasi atau telah berprestasi
Prestasi dapat berupa memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak
melakukan sesuatu.
Hak-hak pasien
1. Hak pasien atas perawatan
2. Hak untuk menolak cara perawatan tertentu
3. Hak untuk memilih dokter yang merawat
4. Hak atas informasi
5. Hak untuk menolak perawatan tanpa izin
6. Hak atas rasa aman
7. Hak untuk mengakhiri perawatan
8. Meminta pendapat dokter lain
9. Mendapatkan isi rekam medis
Kewajiban pasien
1. Memberikan informasi secara lengkap dan jujur tentang kesehatannya
2. Mematuhi nasehat & petunjuk dokter
3. Mematuhi ketentuan yang berlaku
4. Memberikan imbalan jasa
Kewajiban dokter
1. Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan SOP
2. Merujuk pasien bila tidak mampu
3. Menjaga rahasia pasien
5. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan
6. Menambah & mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
Hak dokter
1. Memperoleh perlindungan hukum
2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi & standar prosedur
operasional
3. Memperoleh informasi yang lengkap & jujur dari pasien atau keluarganya
4. Menerima imbalan jasa
Rekam Medis
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam
Medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan
lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.
Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud dengan
rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien.
Selain dokter dan dokter gigi yang membuat/mengisi rekam medis, tenaga kesehatan
lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien dapat membuat/mengisi
ASPEK MEDIKOLEGAL
Dalam pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun diluar rumah sakit
tidak tertutup kemungkinan timbul konflik. Konflik tersebut dapat terjadi antara tenaga
kesehatan dengan pasien dan antara sesama tenaga kesehatan (baik satu profesi maupun
antar profesi). Untuk mencegah dan mengatasi konflik biasanya digunakan etika dan
norma hukum yang mempunyai tolok ukur masing-masing. Oleh karena itu dalam
praktik harus diterapkan dalam dimensi yang berbeda. Artinya pada saat kita berbicara
masalah hukum, tolok ukur norma hukumlah yang diberlakukan. Pada kenyataannya
kita sering terjebak dalam menilai suatu perilaku dengan membaurkan tolok ukur etika
dan hukum.
A. Sejarah Medikolegal
o 2980-2900 SM : Imhotep
o 1700 SM : Hammurabi
o 1400 SM : Hittites
o 44 M : Anthitius, Julius Caesar, Forum
o 600 M : Ming Yuang Shih Lu
o 1241-1253 M : ― Kematian yang Mencurigakan ―:
Record of Washing Away of Wrongs
(Cina)
o 1302 M : Autopsi Medikolegal di Bologna
o 1823 M : Sidik Jari
o 1958 M : Patologi Forensik sebagai Spesialis
o Di Indonesia : Sejak zaman Kolonial; terutama
Jakarta-Surabaya.
- 70 Spesialis Forensik di 15 Kota
- PUSLABFOR di 5 Kota besar Indonesia
C. Prosedur Medikolegal
Tata cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang berkaitan
dengan pelayanan untuk kepentingan hokum.
MALPRAKTIK MEDIS
Istilah malpraktik berasal dari kata mala, artinya tidak baik, dan praktik yang
artinya pelaksanaan pekerjaan. Dalam bidang kesehatan, malpraktik medis merupakan
pelaksanaan pekerjaan dokter secara tidak baik. Jadi, malpraktek adalah praktek
kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi atau standar prosedur
operasional. Untuk malpraktek dokter dapat dikenai hukum kriminal dan hukum sipil.
Malpraktek kedokteran terdiri dari 4 hal yaitu tanggung jawab kriminal, malpraktik
secara etik, tanggung jawab sipil, dan tanggung jawab public.
JENIS MALPRAKTIK
Praktik kedokteran bukanlah pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siapa saja,
melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok profesional kedokteran tertentu yang
berkompetensi dan mendapatkan izin dari institusi yang berwenang dan bekerja sesuai
dengan standar dan profesionalisme yang ditetapkan oleh organisasi profesinya.
Untuk memastikan bahwa para dokter yang berpraktik adalah benar telah
memiliki kompetensi dan kewenangan medis dan yang sesuai dengan standar medis
dan etika profesi maka perlu adanya UU Praktik Kedokteran. UU Praktik Kedokteran
dimaksudkan untuk mencapai akuntabilitas profesi dan layanan kedokteran.
Ilustrasi Kasus
1. Seorang ibu membawa anaknya yang menderita penyakit gondong/bengok
(parotitis), kepada dokter. Oleh dokter anak tersebut diberi injeksi Penisilin, anak
tersebut ternyata tidak tahan dan kemudian segera meninggal.
Dokter dalam kasus ini telah melakukan penyimpangan yaitu di dalam hal
pemberian injeksi Penisilin oleh karena penyebab penyakit gondong adalah virus,
sedangkan virus tidak dapat dimatikan oleh Penisilin.
2. Seorang dokter memberikan injeksi Penisilin kepada pasien penderita penyakit
kencing nanah, si pasien ternyata meninggal tidak lama setelah penyuntikan.
Kesalahan dokter di dalam kasus ini ialah : ia tidak melakukan anamnesa,
menanyakan apakah pasien tersebut tahan terhadap Penisilin, apakah ia tidak punya
penyakit alergi dan tidak dilakukan skin test terlebih dahulu.
3. Seorang dokter ahli ilmu ural dalam sakit (patologanatom) melakukan kekeliruan di
dalam diagnosa dari jaringan yang diperoleh dari ahli kandungan, akibat dari
kekeliruan tersebut ahli kandungan melakukan operasi pengangkatan rahim
(histerektomi), yang seharusnya tidak perlu dilakukan.
4. Seorang penderita kanker payudara diberi pengobatan dengan penyinaran, yang
menyebabkan hangusnya kulit penderita tersebut. Dalam kasus ini dokter bersalah
oleh karena, ia tidak memberikan penjelasan terlebih dahulu akan komplikasi yang
dapat terjadi bila seseorang mendapat penyinaran.
5. Seorang wanita meninggal dunia beberapa saat setelah dilakukan tindakan
pengguguran kandungan. Di dalam pemeriksaan ternyata rahim wanita robek
sehingga terjadi pendarahan yang berakibat fatal. Dokter yang melakukan tindakan
tersebut ternyata kurang berhati-hati di dalam melakukan pengguguran tersebut
sehingga terjadi robekan pada rahim.
Di dalam menghadapi kasus-kasus seperti tersebut di atas yaitu terjadinya luka-luka
atau kematian pada seseorang sehubungan dengan tindakan kedokteran, maka penyidik
memerlukan visum et repertum (VER), di mana di dalam VER tersebut harus memuat
kejelasan di dalam hal :
a. Bagaimana keadaan korban/pasien yang sebenarnya dalam kaitan dengan upaya
pembuktian apakah diagnosa yang dibuat dokter tersebut tepat, ini untuk dapat
menjelaskan tepat tidaknya tindakan/pengobatan yang dilakukan oleh tersebut
dengan kata lain apakah indikasinya tepat.
b. Apakah terdapat hubungan sebab akibat antara tindakan dokter dengan kematian
atau perlukaan pada tubuh korban. Dengan perkataan lain apakah penyebab
kematian korban disebabkan tindakan yang dilakukan oleh dokter, apakah luka-luka
yang terdapat pada tubuh korban memang disebabkan oleh tindakan dokter.
Selain mendapatkan kejelasan seperti yang dimaksud di atas, maka di dalam
menghadapi kasus penyimpangan di dalam praktek kedokteran, penyidik perlu
mengadakan konsultasi/meminta keterangan dari organisasi profesi yang bersangkutan
(IDI dan organisasi spesialisasi yang terdapat dalam tubuh IDI), yaitu dalam kaitannya
untuk mendapatkan kejelasan apakah dalam kasus yang dihadapi itu memang terdapat
penyimpangan, khususnya di dalam melakukan prosedur kedokteran yang sudah
digariskan oleh Ikatan Indonesia atau organisasi spesialisasi lainnya.
Perlu diketahui bahwa untuk mengetahui apakah seorang dokter telah melakukan
penyimpangan atau tidak tergantung dari berbagai faktor di antaranya : kondisi dan
Kematian akibat
tindakan medis
Sengaja Lalai
Resiko
Lalai
BAB XVI
Pengertian Autopsi
Berdasarkan tujuannya ada 2 jenis autopsi, autopsi klinik dan autopsi forensik/
autopsi mediko-legal.
Untuk autopsi klinik mutlak diperlukan izin dari keluarga terdekat mayat yang
bersangkutan.
Sebab mati adalah penyakit atau cedera/luka yang bertanggung jawab atas
terjadinya kematian.
Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab kematian.
Cara kematian wajar (natural death) bila akibat suatu penyakit semata-mata.
Cara kematian tidak wajar (unnatural death) bila akibat kecelakaan, bunuh diri
dan pembunuhan.
Mekanisme kematian adalah gangguan fisiologik dan atau biokomiawi yang
ditimbulkan oleh penyebab kematian sedemikian rupa sehingga seseorang tidak dapat
terus hidup.
Tehnik Autopsi :
Tehnik Virchow :
Tehnik ini mungkin merupakan tekhnik autopsi tertua. Setelah dilakukan
pembukaan rongga tubuh, organ-organ dikeluarkan satu per satu dan langsung
diperiksa. Dengan demikian kelainan-kelainan yang terdapat pada masing-masing organ
dapat segera dilihat, namun hubungan anatomik antar beberapa organ yang tergolong
dalam satu sistem menjadi hilang. Dengan demikian, tekhnik ini kurang baik bila
digunakan pada autopsi forensik, terutama pada kasus penembakan dengan senjata api
dan penusukan dengan senjata tajam, yang perlu dilakukan penentuan saluran luka, arah
serta dalamnya penetrasi yang terjadi.
Tehnik Rokitansky :
Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan melakukan
beberapa irisan in situ, baru kemudian seluruh organ-organ tersebut dikeluarkan dalam
kumpulan-kumpulan organ (en bloc). Tekhnik ini jarang dipakai, karena tidak
menujukkan keunggulan yang nyata. Tekhnik ini pun tidak baik digunakan autopsi
forensik.
Tehnik Letulle:
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher, dada, diafragma, dan perut
dikeluarkan sekaligus (en masse), Kepala diletakkan diatas meja dengan permukaan
Pemeriksaan Luar
Sistematika pemeriksaan adalah :
1. Label mayat
2. Tutup mayat
3. Bungkus mayat
4. Pakaian mayat
5. Perhiasan mayat
6. Benda Disamping mayat
Disertakan pula pengiriman benda disamping mayat (misal bungkusan atau tas).
Lakukan pencatatan teliti dan lengkap
7. Tanda Kematian
Pencatatan tanda kematian berguna untuk penentuan saat kematian,. Jangan lupa
mencatat waktu/saat dilakukan pemeriksaan.
a. Lebam mayat
Catatan letak/distribusi lebam mayat, adanya bagian tertentu di daerah lebam
mayat yang justru tidak menunjukkan lebam (karena tertekan pakaian terbaring
di atas benda keras dan lain-lain). Warna dari lebam mayat serta intensitas
(hilang dengan penekanan/sedikit hilang/tidak menghilang sama sekali).
b. Kaku mayat
Catat distribusi kaku mayat serta derajat kekakuan pada beberapa sendi (daerah
dagu/tengkuk, lengan atas, siku, pangkal paha, sendi lutut) dngan menentukan
apakah mudah/sukar dilawan
Apabila ditemukan spasme kadaverik (cadaveric spasm), harus dicatat dengan
sebaik-baiknya, karena spasme kadaverik memberi petunjuk apa yang dilakukan
korban saat terjadi kematian).
PEMBEDAHAN MAYAT
Pengeluaran Alat Tubuh
Mayat yang akan dibedah diletakkan terlentang dengan bagian bahu ditinggikan
(diganjal) dengan sepotong balok kecil. Dengan demikian, kepala akan berada dalam
keadaan fleksi maksimal dan daerah leher tampak jelas.
Insisi kulit dilakukan mengikuti garis pertengahan badan mulai dibawah dagu,
diteruskan kearah umbilicus dan melingkari umbilicus disisi kiri dan seterusnya kembali
mengikuti garis pertengahan badan sampai di daerah simpisis pubis.
Setelah autopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan ke dalam rongga tubuh.
Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan otak
dikembalikan ke dalam rongga tengkorak.
Jahitkan kembali tulang dada dan iga yang dilepaskan pada saat membuka
ronggadada.
Jahitlah kulit dengan rapi menggunakan benang yang kuat, mulai dari bawah dagu
sampai ke daerah simfisis.
Pada kekerasan yang mengenai daerah dada, dapat terjadi patah tulang iga yang
mengakibatkan tertusuknya paru dan selanjutnya menimbulkan pnemotoraks. Dalam hal
demikian, pembuktian dapat dilakukan dengan mudah, yaitu dengan cara membuka
rongga dada di bawah permukaan air untuk melihat keluarnya gelembung udara.
Kulit daerah dada yang telah dilepaskan dan dinding dada dipegang pada tepi
bebasnya sedemikian rupa sehingga membentuk semacam kantong dengan dasar
dinding dada. Ke dalam kantong ini kemudian diisi air. Dengan sebuah skapel, dinding
dada diiris di bawah permukaan air sampai menembus ke rongga dada. Pengumpulan
udara dalam rongga dada pada pnemotoraks akan menyebabkan ke luar gelembung
udara dari lubang.
Pemeriksaan pnemotoraks dapat pula dilakukan dengan menggunakan semperit
gelas yang besar (ukuran 25 sentimeter kubik) dan jarum trokar. Semperit diisi setengah
penuh, lalu dengan jarum trokat, sela iga ditusuk. Adanya pengumpulan udara dalam
rongga dada akan menyebabkan keluar gelembung udara ke dalam air dalam semperit.
Kematian akibat emboli lemak dapat terjadi pada kasus trauma tumpul terhadap
jaringan lemak atau patah tulang panjang pada orang dewasa. Butir lemak yang berasal
dari jaringan lemak atau sumsum tulang dapat memasuki aliran darah dan menyebar ke
eluruh tubuh. Pada otak, butir lemak ini dapat menyumbat pembuluh otak yang kecil
dan mengakibatkan kematian.
Diagnosa emboli lemak dapat ditegakkan bila dalam pembuluh darah dapat
ditemukan butir lemak ini ( fat globule). Untuk melihat ini, dilakukan pemeriksaan
histopatologik dengan pewarnaan khusus untuk lemak, misalnya SUDAN III. Butir
lemak akan diwarnai menjadi berwarna merah-jingga. Pada pengerjaan/ processing
jaringan untuk pembuatan preparat histopatologik, hendaknya dihindari proses rutin
yang dalam perjalanannya akan melarutkan butir lemak yang terdapat dalam pembuluh
darah tersebut.
Untuk dapat melihat kelainan pada leher dengan lebih baik, perlu diusahakan
agar daerah leher bersih dari kemungkinan terdapatnya ‖genangan‖ darah. Untuk itu
dilakukan usaha agar darah yang terdapat dalam pembuluh darah leher dapat dialirkan
ke tempat lain.
Pemotongan kulit dimulai dari incisura jugularis ke arah simfisis pubis.
Pembukaan rongga dada dan perut dilakukan seperti pada autopsi rutin. Pengeluaran
alat leher ditangguhkan untuk sementara.
Lakukanlah pemotongan kulit kepala, penggergajian tengkorak serta
pengeluaran otak. Pindahkan ganjal yang semula terdapat pada daerah tengkuk
sedemikian rupa sehingga daerah leher terletak paling tinggi. Dengan mengeluarkan
otak dan alat dada dengan jalan memotong trachea setinggi incisura jugularis (atau
dapat pula hanya jantung saja yang dikeluarkan) maka darah yang terdapat dalam
pembuluh darah leher dapat dialirkan ke arah kepala dan dada, dan lapangan leher
menjadi bersih. Dengan demikian, kelainan berupa resapan darah yang kecil pun dapat
terlihat jelas.
Setelah pemeriksaan daerah leher selesai, maka pengeluaran/pengangkatan alat
leher dapat dilakukan seperti pada autopsi rutin.
Pada pemeriksaan mayat, akan ditemukan tanda asfiksi berupa lebam mayat
yang gelap dan luas, bendungan bola mata, busa halus pada lubang hidung, mulut dan
saluran nafas, bendunagn pada alat dalam, serta Tardieu spot.
Peristiwa yang menjadi penyebab dan tanda-tandanya :
1. Mati akibat pembekapan
Terdapat tanda kekerasan berupa luka memar atau lecet tekan sekitar hidung &
mulut. Paling sering merupakan pembunuhan.
2. Mati akibat penyumbatan
Ada benda asing pada rongga mulut, atau sisanya jika telah dikeluarkan.
3. Mati akibat pencekikan
ada luka memar atau lecet tekan pada leher, karena kuku pelaku. Tulang lidah
kadang patah unilateral.
4. Mati akibat penjeratan
kadang masih ada jerat/tali pada leher korban, simpulnya tetap dipertahankan. Jerat
biasanya horizontal dan letaknya rendah. Dia juga meninggalkan jejas lecet tekan
Pada kasus mati tenggelam, harus dibuktikan masuknya air ke dalam paru
bagian distal. Caranya dengan memeriksa kadar elektrolit darah dari jantung kiri
dibandingkan jantung kanan, karena tenggelam akan menimbulkan terjadinya
hemodilusi atau hemokonsentrasi, tergantung pada tekanan osmotik cairan tempat
tenggelam. Dapat juga dilakukan pemeriksaan diatome melalui pemeriksaan getah paru.
Pada mayat dapat ditemukan kedua paru mengembang berisi air, juga lambung
dan benda asing yang tertelan. Selain itu, terdapat gambaran cutis anserina akibat
kontraksi mm.erector pilli. Bila mayat terendam cukup lama, bisa ditemukan kulit
telapak tangan dan kaki yang keriput (washer woman hand). Bila ada cadaveric spasm
bisa ditemukan benda atau tumbuhan air yang tergenggam.
Pada dugaan mati akibat racun, pertama kali harus dicium bau yang keluar dari
tubuh mayat karena hidung pemeriksa dapat beradaptasi jika berlama-lama bersama
mayat. Setelah itu, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium toksikologi untuk
pemastian racun penyebab.
Kematian Akibat Keracunan Insektisida
Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan luka bakar warna coklat agak cekung di
kulit sekitar mulut, juga ada bendungan serta warna lebam mayat yang biru gelap dan
ujung jari serta kuku yang kebiruan.
Pada bedah mayat ditemukan tanda bendungan alat dalam, dua lapis cairan di
lambung yaitu asam lambung dan larutan insektisida. Untuk toksikologi dapat diambil
isi lambung, darah dan jaringan hati.
Kematian akibat gas CO
Pada pemeriksaan luar ditemukan lebam mayat yang berwarna merah terang.
Pemastian sebab kematian dengan penemuan kadar CO-Hb yang tinggi dalam darah.
Pada bedah mayat terdapat bintik perdarahan pada substansi putih otak atau gambaran
infark yang simetrik. Hal ini disebabkan terjadinya anoksi otak.
Kematian akibat sianida
Pada pemeriksaan mayat sering tercium bau sianida (bau amandel) dan lebam
mayat merah terang. Pemeriksaan selanjutnya tidak memberikan gambaran yang khas.
Diagnosis pasti dengan periksa toksikologi terhadap isi lambung dan darah.
Kematian Akibat Keracunan Barbiturat
Sering terjadi akibat bunuh diri atau kecelakaan karena over dosis. Terjadi
depresi nafas yang menjadikan hipoksia sehingga lebam mayat berwarna gelap.
Terdapat juga vesikel atau bula simetrik pada kulit.
Pada bedah mayat ditemukan bendungan alat dalam, paru yang edem dengan
busa halus dalam saluran nafas, bintik darah pada substansi putih otak. Pemastian
dengan ditemukan barbiturat dalam darah dan urine juga toksikologi isi lambung.
Kematian akibat narkotika
Mati mendadak adalah kematian yang terjadi dalam waktu relatif singkat pada
orang yang sebelumnya tampak sehat, dan kematian yang tidak/belum jelas sebabnya.
Untuk penyebabnya harus selalu diingat kemungkinan terjadinya keracunan yang
memerlukan pemeriksaan toksikologi.
Penyebab mati mendadak biasanya menyangkut sistem kardiovaskular (SKV),
pernafasan dan susunan saraf pusat (SSP). Pada SKV meliputi infark miokard, penyakit
jantung iskemik, sumbatan mendadak pembuluh koroner, pecahnya aneurisma aorta
atau miokarditis akibat virus. Pada sistem nafas biasanya berupa kelainan paru akibat
perdarahan kavernae atau peradangan. Sedangkan pada SSP umumnya perdarahan
akibat pecahnya a.lentikulostriata, akibat ruptur aneurisma pada Circulus willisi,
kelainan degeneratif atau malaria serebri. Diagnosis pasti seringkali memerlukan
pemeriksaan Histo PA berbagai organ tubuh.
Biasa terjadi pada wanita yang mengalami abortus tersebut. Terjadi perdarahan
karena ruptur uteri akibat kekerasan yang ditimbulkan oleh pengurutan dengan tangan
atau alat yang membuat perforasi uterus. Selain perdarahan, kematian juga dapat akibat
emboli udara saat pembuluh darah atau sinus marginalis terbuka. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan dengan menemukan udara dalam bilik jantung kanan atau vena cava
inferior.
Gambar 4. Pembusukan
(Decomposition)
Pembusukan dapat diawali dengan kulit
yang berubah menjadi hijau dan tampak
perut mengembung karena ada nya
penumpukan gas-gas yang dibentuk oleh
bakteri
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology
Gambar 5. Pembusukan
(Decomposition)
Adanya peningkatan tekanan organ
dalam mengakibatkan keluarnya dara
dari lubang hidung dan mulut, sehingga
harus dibedakan dengan adanya
trauma.
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology
Gambar 7. Mummifikasi
Proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup
cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan.
Pada mummifikasi tidak terjadi pembusukan, mayat mengecil,
kulit padat hitam seperti kertas perkamen, struktur anatomi
masih lengkap sampai bertahun-tahun
Gambar 9. Pendarahan
Adanya gambaran resapan darah
yangberasal dari pendarahan multipel dari
bawah kulit kepala
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology