Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ABORTUS INKOMPLIT

I. KONSEP TEORI
A. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI
Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian
yaitu: alat reproduksi wanita bagian dalam yang terletak di dalam rongga
pelvis, dan alat reproduksi wanita bagian luar yang terletak di perineum
1. Alat reproduksi wanita bagian luar

Gambar 1.1. Anatomi reproduksi wanita bagian luar


Sumber : https://bocahradiography.files.wordpress.com/2012/05/genetelia-eksterna.jpg

a. Mons veneris / Mons pubis. Disebut juga gunung venus merupakan


bagian yang menonjol di bagian depan simfisis terdiri dari jaringan
lemak dan sedikit jaringan ikat setelah dewasa tertutup oleh rambut
yang bentuknya segitiga. Mons pubis mengandung banyak kelenjar
sebasea (minyak) berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan
hubungan seks.
b. Bibir besar (Labia mayora). Merupakan kelanjutan dari mons
veneris berbentuk lonjong, panjang labia mayora 7-8 cm, lebar 2-3
cm dan agak meruncing pada ujung bawah. Kedua bibir ini
dibagian bawah bertemu membentuk perineum, permukaan terdiri
dari:
1) Bagian luar. Tertutup oleh rambut yang merupakan kelanjutan
dari rambut pada mons veneris.
2) Bagian dalam. Tanpa rambut merupakan selaput yang
mengandung kelenjar sebasea (lemak).
c. Bibir kecil (labia minora). Merupakan lipatan kulit yang panjang,
sempit, terletak dibagian dalam bibir besar (labia mayora) tanpa
rambut yang memanjang ke arah bawah klitoris dan menyatu
dengan fourchette, semantara bagian lateral dan anterior labia
biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora
sama dengan mukosa vagina yaitu merah muda dan basah.
d. Klitoris. Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang
bersifat erektil, dan letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini
mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris
sehingga sangat sensitive analog dengan penis laki-laki. Fungsi
utama klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan
seksual.
e. Vestibulum. Merupakan alat reproduksi bagian luar yang berbentuk
seperti perahu atau lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris
dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar
parauretra, vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum
yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia,
panas, dan friksi.
f. Perinium. Merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara
introitus vagina dan anus. Perinium membentuk dasar badan
perinium.
g. Kelenjar Bartholin Kelenjar penting di daerah vulva dan vagina
yang bersifat rapuh dan mudah robek. Pada saat hubungan seks
pengeluaran lendir meningkat.
h. Himen (Selaput dara). Merupakan jaringan yang menutupi lubang
vagina bersifat rapuh dan mudah robek, himen ini berlubang
sehingga menjadi saluran dari lendir yang di keluarkan uterus dan
darah saat menstruasi.
i. Fourchette. Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan
tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayoradan labia
minora. Di garis tengah berada di bawah orifisium vagina. Suatu
cekungan kecil dan fosa navikularis terletak di antara fourchette
dan himen.
2. Alat reproduksi wanita bagian dalam

Gambar 2.1. Anatomi reproduksi wanita bagian dalam


Sumber : https://bocahradiography.files.wordpress.com/2012/05/genetalia-interna.jpg

a. Vagina. Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat
dan mampu meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas
vagina. Panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan
panjang dinding posterior 11 cm. Vagina terletak di depan rectum dan di
belakang kandung kemih. Vagina merupakan saluran
muskulomembraneus yang menghubungkan rahim dengan vulva.
Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani
dan muskulus levator ani oleh karena itu dapat dikendalikan. Pada
dinding vagina terdapat lipatan-lipatan melintang disebut rugae dan
terutama di bagian bawah. Pada puncak (ujung) vagina menonjol
serviks pada bagian uterus. Bagian servik yang menonjol ke dalam
vagina di sebut portio. Portio uteri membagi puncak vagina menjadi
empat yaitu: fornik anterior, fornik posterior, fornik dekstra, fornik
sinistra. Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang
menghasilkan asam susu dengan PH 4,5. Keasaman vagina memberikan
proteksi terhadap infeksi. Fungsi utama vagina yaitu sebagai saluran
untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi, alat hubungan
seks dan jalan lahir pada waktu persalinan.
b. Uterus. Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular,
pipih, cekung dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang
terletak di pelvis minor di antara kandung kemih dan rectum. Uterus
normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan teraba
padat. Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian
corpus uteri yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi, corpus
uteri merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri dan
berbentuk segitiga, dan seviks uteri yang berbentuk silinder. Dinding
belakang, dinding depan dan bagian atas tertutup peritoneum sedangkan
bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih. Untuk
mempertahankan posisinya uterus disangga beberapa ligamentum,
jaringan ikat dan peritoneum. Ukuran uterus tergantung dari usia
wanita, pada anak-anak ukuran uterus sekitar 2-3 cm, nullipara 6-8 cm,
dan multipara 8-9 cm. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu
peritoneum, miometrium / lapisan otot, dan endometrium.
1) Peritoneum
a) Meliputi dinding rahim bagian luar
b) Menutupi bagian luar uterus
c) Merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan
d) pembuluh darah limfe dan urat saraf
e) Meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen
2) Lapisan otot
a) Lapisan luar: seperti “Kap”melengkung dari fundus uteri
menuju ligamentum
b) Lapisan dalam: berasal dari osteum tuba uteri sampai osteum
uteri internum
c) Lapisan tengah: terletak di antara kedua lapisan tersebut
membentuk lapisan tebal anyaman serabut otot rahim. Lapisan
tengah ditembus oleh pembuluh darah arteri dan vena.
Lengkungan serabut otot ini membentuk angka dan sehingga
saat terjadi kontraksi pembuluh darah terjepit rapat dengan
demikian perdarahan dapat terhenti.
3) Semakin ke arah serviks otot rahim makin berkurang dan jaringan
ikatnya bertambah. Bagian rahim yang terletak antara osteum uteri
internum anatomikum yang merupakan batas dan kavum uteri dan
kanalis servikalis dengan osteum uteri histologikum (dimana terjadi
perubahan selaput lendir kavum uteri menjadi selaput lendir
serviks) disebut istmus. Istmus uteri ini akan menjadi segmen
bawah rahim dan meregang saat persalinan.
4) Kedudukan uterus dalam tulang panggul ditentukan oleh tonus otot
rahim sendiri, tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot-otot
dasar panggul, ligamentum yang menyangga uterus adalah
ligamentum latum, ligamentum rotundum (teres uteri) ligamentum
infindibulo pelvikum (suspensorium ovarii) ligamentum kardinale
machenrod, ligamentum sacro uterinum dan ligamentum uterinum.
a) Ligamentum latum. Merupakan lipatan peritoneum kanan dan
kiri uterus meluas sampai ke dinding panggul. Ruang antara
kedua lipatan berisi jaringan ikat longgar dan mengandung
pembuluh darah limfe dan ureter. Ligamentum latum seolah-
olah tergantung pada tuba fallopi
b) Ligamentum rotundum (teres uteri). Mulai sedikit kaudal dari
insersi tuba menuju kanalis inguinalis dan mencapai labia
mayus. Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat. Fungsinya
menahan uterus dalam posisi antefleksi
c) Ligamentum infundibulo pelvikum. Terbentang dari
infundibulum dan ovarium menuju dinding panggul.
Menggantung uterus ke dinding panggul. Antara tuba fallopi
dan ovarium terdapat ligamentum ovarii proprium
d) Ligamentum kardinale machenrod. Dari serviks setinggi
osteum uteri internum menuju panggul. Menghalangi
pergerakan uterus ke kanan dan ke kiri. Tempat masuknya
pembuluh darah menuju uterus
e) Ligamentum sacro uterinum. Merupakan penebalan dari
ligamentum kardinale machenrod menuju os sacrum
f) Ligamentum vesika uterinum. Dari uterus menuju ke kandung
kemih. Merupakan jaringan ikat yang agak longgar sehingga
dapat mengikuti perkembangan uterus saat hamil dan
persalinan
5) Pembuluh darah uterus
Arteri uterina asenden yang menuju corpus uteri sepanjang
dinding lateral dan memberikan cabangnya menuju uterus dan di
dasar endometrium membentuk arteri spinalis uteri
Di bagian atas ada arteri ovarika untuk memberikan darah
pada tuba fallopi dan ovarium melalui ramus tubarius dan ramus
ovarika.
6) Susunan saraf uterus. Kontraksi otot rahim bersifat otonom dan
dikendalikan oleh saraf. simpatis dan parasimpatis melalui ganglion
servikalis fronkenhouser yang terletak pada pertemuan ligamentum
sakro uterinum.
c. Tuba Fallopi. Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang
antara kornu uterine hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan
jalan ovum mencapai rongga uterus. terletak di tepi atas ligamentum
latum berjalan ke arah lateral mulai dari osteum tubae internum pada
dinding rahim. Panjang tuba fallopi 12cm diameter 3-8cm. Dinding tuba
terdiri dari tiga lapisan yaitu serosa, muskular, serta mukosa dengan
epitel bersilia. Tuba fallopi terdiri atas :
1) Pars interstitialis (intramularis) terletak di antara otot rahim mulai dari
osteum internum tuba.
2) Pars istmika tubae, bagian tuba yang berada di luar uterus dan
merupakan bagian yang paling sempit.
3) Pars ampuralis tubae, bagian tuba yang paling luas dan berbentuk “s”.
4) Pars infindibulo tubae, bagian akhir tubae yang memiliki lumbai yang
disebut fimbriae tubae.
Fungsi tuba fallopi :
1) Sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai kavum uteri.
2) Untuk menangkap ovum yang dilepaskan saat ovulasi.
3) Sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi.
4) Tempat terjadinya konsepsi.
5) Tempat pertumbuahn dan perkembangan hasil konsepsi sampai
mencapai bentuk blastula yang siap mengadakan implantasi.
d. Ovarium. Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan
folikel menjadi ovum, ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon – hormon
steroid. Letak: Ovarium ke arah uterus bergantung pada ligamentum
infundibulo pelvikum dan melekat pada ligamentum latum melalui
mesovarium.

B. DEFINISI
Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah pengeluaran
hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Janin belum mampu
hidup di luar rahim, jika beratnya kurang dari 500 g, atau usia kehamilan
kurang dari 28 minggu karena pada saat ini proses plasentasi belum selesai.
Pada bulan pertama kehamilan yang mengalami abortus, hampir selalu
didahului dengan matinya janin dalam rahim (Manuaba, 2009).
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Reproduksi manusia relatif tidak efisien, dan abortus adalah komplikasi
tersering pada kehamilan, dengan kejadian keseluruhan sekitar 15% dari
kehamilan yang ditemukan. Namun angka kejadian abortus sangat tergantung
kepada riwayat obstetri terdahulu, dimana kejadiannya lebih tinggi pada wanita
yang sebelumnya mengalami keguguran daripada pada wanita yang hamil dan
berakhir dengan kelahiran hidup (Manuaba, 2009).
Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa yang tertinggal dalam
uterus. Pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat
diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium
uteri eksternum. Pada USG didapatkan endometrium yang tipis dan irreguler
(Nugroho, 2010).
Abortus inkompletus yaitu pengeluaran produk konsepsi secara spontan
sebelum minggu ke 24 kehamilan (lebih sering terjadi minggu ke 8-12, lebih
jarang trimester II karena mungkin etiologinya berbeda) (Kusmiyati, 2009).

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi abortus digolongkan menjadi 2 yaitu:
1. Abortus spontaneous yaitu abortus yang terjadi dengan tidak didahului
faktor-faktor mekanis atau medisinalis, tetapi karena faktor alamiah. Aspek
klinis abortus spontaneus meliputi:
a. Abortus Imminens
Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari
uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi
masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosis
abortus imminens ditentukan apabila terjadi perdarahan pervaginam
pada paruh pertama kehamilan. Yang pertama kali muncul biasanya
adalah perdarahan, dari beberapa jam sampai beberapa hari kemudian
terjadi nyeri kram perut. Nyeri abortus mungkin terasa di anterior dan
jelas bersifat ritmis, nyeri dapat berupa nyeri punggung bawah yang
menetap disertai perasaan tertekan di panggul, atau rasa tidak nyaman
atau nyeri tumpul di garis tengah suprapubis. Kadang-kadang terjadi
perdarahan ringan selama beberapa minggu.
b. Abortus insipiens
Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri
yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal
ini rasa mules menjadi lebih sering dan kual perdarahan bertambah.
c. Abortus inkompletus
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Apabila
plasenta (seluruhnya atau sebagian) tertahan di uterus, cepat atau
lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama abortus
inkompletus. Pada abortus yang lebih lanjut, perdarahan kadang-
kadang sedemikian masif sehingga menyebabkan hipovolemia berat.
d. Abortus kompletus
Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah
menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat
dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat
dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap.
e. Abortus Servikalis
Pada abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uterus
dihalangi oleh ostium uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga
semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis dan serviks uteri
menjadi besar, kurang lebih bundar, dengan dinding menipis. Pada
pemeriksaan ditemukan serviks membesar dan di atas ostium uteri
eksternum teraba jaringan. Terapi terdiri atas dilatasi serviks dengan
busi Hegar dan kerokan untuk mengeluarkan hasil konsepsi dari
kanalis servikalis.
f. Missed Abortion
Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu,
tetapi janin yang telah mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu
atau lebih. Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi diduga
pengaruh hormone progesterone. Pemakaian Hormone progesterone
pada abortus imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed
abortion.
g. Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau
lebih berturut turut. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi
hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu
2. Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat) yaitu menghentikan
kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya
dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan
belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badanbayi belum 1000
gram, walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat
terus hidup. Abortus ini terbagi menjadi dua yaitu :
a. Abortus medisinalis (abortus therepeutika)
Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila
kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu ( berdasarkan
indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan dua sampai tiga
tim dokter ahli
b. Abortus kriminalis
Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan – tindakan yang
tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.

D. ETIOLOGI
Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi
beberapa faktor yang berpengaruh adalah :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menimbulkan kematian janin
dan cacat bawaan yang menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan,
gangguan pertumbuhan hasil kosepsi dapat terjadi karena :
a. Faktor kromosom : Gangguan terjadi sejak semula pertemuan
kromosom, termasuk kromosorn seks.
b. Faktor lingkungan endometritum. Endometrium belurn siap untuk
menerima implasi hasil konsepsi. Gizi ibu kurang karena anemia atau
terlalu pendek jarak kehamilan.
2. Pengaruh luar
a. Infeksi endometrium, endometrium tidak siap menerima hasil konsepsi.
b. Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi menyebabkan
pertumbuhan hasil konsepsi terganggu.
3. Kelainan pada plasenta
a. Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga palsenta tidak
dapat berfungsi.
b. Gangguan pembuluh darah palsenta, diantaranya pada diabetes
melitus.
c. Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah palsenta sehingga
menimbulkan keguguran.
4. Penyakit ibu
Penyakit ibu dapat secara langsung mempengaruhi pertumbuhan janin
dalam kandungan melalui plasenta:
a. Penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria,
sifilis.
b. Anemia ibu melalui gangguan nutrisi dan peredaran O2 menuju sirkulasi
retroplasenter.
c. Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati,
penyakit diabetes melitus.
5. Kelainan yang terdapat dalam rahim
Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai keadaan
abnormal dalam bentuk mioma uteri, uterus arkatus, uterus septus,
retrofleksi uteri, serviks inkompeten, bekas operasi pada serviks (konisasi,
amputasi serviks), robekan serviks postpartum.
6. Faktor antibody autoimun, terutama :
Antibody antiphosfolipid :
a. Menimbulkan thrombosis, infrak plasenta, perdarahan
b. Gangguan sirkulasi dan nutrisi menuju janin dan diikuti abortus
c. Antibody anticardiolipin, dalam lupus anticoagulant (LAC)
d. Menghalangi terbentuknya jantung janin sehingga akan menyebabkan
abortus.

D. MANIFESTASI KLINIS

1. Nyeri hebat
2. Perdarahan banyak, Perdarahan memanjang, sampai terjadi keadaan
anemis.
3. Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat.
4. Sudah terjadi abortus dengan mengeluarkan jaringan tetapi sebagian masih
berada di dalam uterus
5. Pemeriksaan dalam :
a. Servik masih membuka, mungkin teraba jaringan sisa
b. Perdarahan mungkin bertambah setelah pemeriksaan dalam
6. Pembesaran uterus sesuai usia kehamilan
7. Tes kehamilan mungkin masih positif akan tetapi kehamilan tidak dapat
dipertahankan.
8. Terjadi infeksi ditandai dengan suhu tinggi.
9. Dapat terjadi degenerasi ganas (kario karsinoma).
10. Setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan, perdarahan
berlangsung terus.
11. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang
di anggap corpusglium, maka uterus akan berusaha mengeluarkan dengan
mengadakan kontraksi. Tetapi kalau keadaan ini di biarkan lama, serviks
akan menutup kembali.

E. PATOFISIOLOGI

1. Narasi

Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian


diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil
konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda
asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi
itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus
desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi
korialis menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak
dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada
kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban
pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan
tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus
ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniature.

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk.


Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil
tanpa bentuk yang jelas dan mungkin pula janin telah mati lama. Apabila
mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu yang cepat maka ia dapat
diliputi oleh lapisan bekuan darah, isi uterus dinamakan mola kruenta.
Bentuk ini menjadi mola karnosa apaila pigmen darah telah diserap dan
dalam sisanya terjadi organisasi sehingga semuanya tampak seperti daging.
Bentuk lain adalah mola tuberose, dalam hal ini amnion tampak berbenjol –
benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi
proses mumifikasi diamana janin mengering dan karena cairan amnion
berkurang maka ia jadi gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat lebih
lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus).

Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak segera dikeluarkan


adalah terjadinya maserasi, kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, perut
membesar karena terisi cairan dan seluruh janin berwarna kemerah –
merahan dan dapat menyebabkan infeksi pada ibu apabila perdarahan yang
terjadi sudah berlangsung lama. (Prawirohardjo, 2005).

2. Pathway

Perdarahan
nekrosis

Hasil konsepsi
terlepas dari uterus
Uterus berkontraksi

Hasil konsepsi keluar Hasil konsepsi keluar


sempurna (abortus tidak sempurna (abortus
kompletus) inkompletus)
Merasa kehilangan perdarahan
Ansietas
Duka cita Kekurangan
Stress volume
cairan
Risiko
Nyeri Akut infeksi

Risiko syok
Intoleransi
aktifitas
Sumber: Nugroho, taufan. 2010.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Ginekologi:
1. Inspeksi vulva
a. Perdarahan pervaginam sedikit atau banyak
b. Adakah disertai bekuan darah
c. Adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian
d. Adakah tercium bau busuk dari vulva
2. Pemeriksaan dalam speculum
a. Apakah perdarahan berasal dari cavum uteri
b. Apakah ostium uteri masih tertutup / sudah terbuka
c. Apakah tampak jaringan keluar ostium
d. Adakah cairan/jaringan yang berbau busuk dari ostium.
3. Pemeriksaan dalam
a. Apakah portio masih terbuka atau sudah tertutup
b. Apakah teraba jaringan dalam cavum uteri
c. Apakah besar uterus sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari usia
kehamilan
d. Adakah nyeri pada saat porsio digoyang
e. Adakah rasa nyeri pada perabaan
f. Adakah terasa tumor atau tidak
g. Apakah cavum douglasi menonjol, nyeri atau tidak

Pemeriksaan kadar Hb, golongan darah dan uji padanan silang (crossmatch)
1. Bila terdapat tanda – tanda sepsis, berikan antibiotic yang sesuai
2. Temukan dan hentikan segera sumber perdarahan
3. Lakukan pemantauan ketat tentang kondisi pasca tindakan dan
perkembangan lanjut

I. PENATALAKSANAAN
Penanganan umum:
1. Kuretase dapat dilakukan untuk mengeluarkan sisa hasil konsepsi dalam
uterus Sebelum dilakukan kuretase, biasanya pasien akan diberikan obat
anestesi (dibius) secara total dengan jangka waktu singkat, sekitar 2-3 jam.
Setelah pasien terbius, barulah proses kuretase dilakukan.Ketika
melakukan kuret, ada 2 pilihan alat bantu bagi dokter. Pertama, sendok
kuret dan kanula/selang. Sendok kuret biasanya dipilih oleh dokter untuk
mengeluarkan janin yang usianya lebih dari 8 minggu karena
pembersihannya bisa lebih maksimal. Sedangkan sendok kanula lebih
dipilih untuk mengeluarkan janin yang berusia di bawah 8 minggu, sisa
plasenta, atau kasus endometrium. Alat kuretase baik sendok maupun
selang dimasukkan ke dalam rahim lewat vagina. Bila menggunakan
sendok, dinding rahim akan dikerok dengan cara melingkar searah jarum
jam sampai bersih. Langkah ini harus dilakukan dengan saksama supaya
tak ada sisa jaringan yang tertinggal. Bila sudah berbunyi “krok-krok”
(beradunya sendok kuret dengan otot rahim) menunjukkan kuret hampir
selesai. Sedikit berbeda dengan selang, bukan dikerok melainkan disedot
secara melingkar searah jarum jam. Umumnya kuret memakan waktu
sekitar 10-15 menit (Fajar, 2007).
2. Lakukan penilaian awal untuk menentukan kondisi pasien (gawat darurat,
komplikasi berat atau masih cukup stabil)
3. Pada kondisi gawat darurat, segera upayakan stabilisasi pasien sebelum
melakukan tindakan lanjutan (yindakan medic atau rujukan)
4. Penilaian medic untuk menentukan kelaikan tindakan di fasilitas kesehatan
setempat atau dirujuk kerumah sakit.
a. Bila pasien syok atau kondisinya memburuk akibat perdarahan hebat
segera atasi komplikasi tersebut
b. Gunakan jarum infuse besar (16G atau lebih besar) dan berikan
tetesan cepat (500 ml dalam 2 jam pertama) larutan garam fisiologis
atau Ringer
Penatalaksanaan berdasarkan jenis abortus (abortus inkomplitus)
1. Bila disertai syok karena perdarahan segera pasang infuse dengan cairan
NaCl fisiologis atau cairan Ringer Laktat, bila perlu disusul dengan
transfuse darah
2. Setelah syok teratasi, lakukan kerokan
3. Pasca tindakan berikan injeksi metal ergometrin maleat intra muscular
untuk mempertahankam kontraksi otot uterus
4. Perhatikan adanya tanda – tanda infeksi
5. Bila tak ada tanda – tanda infeksi berikan antibiotika prifilaksis (ampisilin
500 mg oral atau doksisiklin 100 mg)
6. Bila terjadi infeksi beri ampisilin I g dan metronidazol 500 mg setiap 8
jam

Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan:


1. Melakukan vulva hygiene untuk mengurangi terjadinya infeksi pada area
vagina minimal 2x sehari
2. Menganjurkan pasien istirahat yang cukup
3. Menjelaskan kepada klien tentang penyebab abortus dan penaganan
terhadap abortus
4. Monitor intake dan output cairan klien

J. KOMPLIKASI
Abortus inkomplit yang tidak ditangani dengan baik dapat
mengakibatkan syok akibat perdarahan hebat dan terjadinya infeksi akibat
retensi sisa hasil konsepsi yang lama didalam uterus.Sinekia intrauterin dan
infertilitas juga merupakan komplikasi dari abortus.
Berbagai kemungkinan komplikasi tindakan kuretase dapat terjadi,
seperti perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan, evakuasi jaringan sisa
yang tidak lengkap dan infeksi. Komplikasi ini meningkat pada umur
kehamilan setelah trimester pertama. Panas bukan merupakan kontraindikasi
untuk kuretase apabila pengobatan dengan antibiolik yang memadai segera
dimulai. Komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan kuretase antara lain :
1. Komplikasi Jangka pendek
a. Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntah-muntah,
bradikardi dan cardiac arrest.
b. Perforasi uterus yang dapat disebabkan oleh sonde atau dilatator.
Bila perforasi oleh kanula, segera diputuskan hubungan kanula dengan
aspirator. Selanjutnya kavum uteri dibersihkan sedapatnya. Pasien
diberikan antibiotika dosis tinggi. Biasanya pendarahan akan berhenti
segera. Bila ada keraguan, pasien dirawat.
c. Serviks robek yang biasanya disebabkan oleh tenakulum. Bila
pendarahan sedikit dan berhenti, tidak perlu dijahit.
d. Perdarahan yang biasanya disebabkan sisa jaringan konsepsi.
Pengobatannya adalah pembersihan sisa jaringan konsepsi.
e. Infeksi akut dapat terjadi sebagai salah satu komplikasi.
Pengobatannya berupa pemberian antibiotika yang sensitif terhadap
kuman aerobik maupun anaerobik. Bila ditemukan sisa jaringan
konsepsi, dilakukan pembersihan kavum uteri setelah pemberian
antibiotika profilaksis minimal satu hari.
2. Komplikasi jangka panjang
Infeksi yang kronis atau asimtomatik pada awalnya ataupun karena
infeksi yang pengobatannya tidak tuntas dapat menyebabkan:
a. Infertilitas baik karena infeksi atau tehnik kuretase yang salah sehingga
terjadi perlengketan mukosa (sindrom Asherman)
b. Nyeri pelvis yang kronis.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Membutuhkan kemampuan menganalisa sehingga dapat diketahui
masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu
dikaji adalah :
1. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama,
umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
perkawinan ke-, lamanya perkawinan dan alamat
2. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya
perdarahan pervaginam berulang pervaginam berulang
3. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
a. Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke
Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam
di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
4. Riwayat pembedahan: Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh
klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
5. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah
dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah
ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya
6. Riwayat kesehatan keluarga: Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari
genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan
penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
7. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus
menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya
dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan
yang menyertainya
8. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas: Kaji bagaimana keadaan anak
klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan
kesehatan anaknya.
9. Riwayat seksual: Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi
yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
10. Riwayat pemakaian obat: Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi
oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
11. Pola aktivitas sehari-hari: Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit,
eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik
sebelum dan saat sakit.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas
pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.
Hal yang diinspeksi antara lain :
a. Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi
terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan
kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan
ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya
2. Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan
jari.
a. Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat
kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi
uterus.
b. Tekanan: menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati
turgor.
c. Pemeriksaan dalam: menentukan tegangan/tonus otot atau respon
nyeri yang abnormal
3. Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada
permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ
atau jaringan yang ada dibawahnya.
a. Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
b. Menggunakan palu perkusi: ketuk lutut dan amati ada tidaknya
refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut
apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
4. Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan
stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang
terdengar. Mendengar: mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan
darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau
denyut jantung janin.
C. Pemeriksaan laboratorium
Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang: rontgen, USG, biopsi, pap
smear. Keluarga berencana: Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB,
apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan
KB jenis apa.

D. Diagnosa Keperawatan
Pre kuretase
1. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus, perubahan dinding
endometrium dan jalan lahir.
2. Ansietas berhubungan dengan kemungkinan akan kehilangan janin
Post Kuretase
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya pendarahan
2. Dukacita berhubungan dengan kehilangan calon anak
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi
4. Risiko Infeksi factor resiko perdarahan, dan kondisi vulva lembab
5. Risiko syok factor resiko hipovolemik : perdarahan pervaginam
E. Intervensi

No. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Rasional


Tujuan
Pre Kuretase
1. Nyeri akut berhubungan dengan Pain Management Pain Management
dengan kontraksi uterus, perubahan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Untuk memberikan tindakan
dinding endometrium dan jalan lahir. komprehensif termasuk lokasi, keperawatan yang sesuai
Setelah dilakukan tindakan karakteristik, durasi, frekuensi, 2. Untuk mengetahui kemajuan
keperawatan selama 1x60 menit (1 kualitas dan faktor presipitasi,. persalinan dan ketidaknyamanan
jam) diharapkan nyeri akan 2. Kaji kontraksi uterus dan yang dirasakan ibu
berkurang ketidaknyamanan (awitan, frekuensi, 3. Respon mimik dari nyeri yang
NOC: durasi, intensitas, dan gambaran dirasakan ibu.
ketidaknyamanan) 4. Dapat mengurangi faktor yang
1. Pain level
2. Pain control 3. Observasi reaksi nonverbal dari reaksi memperparah tingkat nyeri
3. Comfort level ketidaknyamanan 5. Membantu mengurangi nyeri
Kriteria Hasil: 4. Kontrol lingkungan yang dapat 6. Untuk diberikan tindakan selanjutnya
mempengaruhi nyeri seperti suhu dalam mengatasi nyeri yang tidak
1. Mampu mengontrol nyeri
2. Menyatakan rasa nyaman ruangan, pencahayaan, dan berhasil tersebut
3. Mengungkapkan penurunan kebisingan
nyeri 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
Analgesic administration
4. Menggunakan tehnik yang tepat 6. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
1. Verifikasi dalam pemberian obat,
untuk mempertahankan kontrol keluhan dan tindakan penanganan
menghindari kesalahan dalam
nyeri. nyeri yang tidak berhasil
pemberian obat
Analgesic administration 2. Menurunkan tingkat nyeri dengan
1. Cek instruksi dokter tentang jenis teknik farmakologi
obat, dosis dan frekuensi 3. Penurunan sirkulasi darah dapat
2. Kolaborasi dengan dokter pemberian terjadi peningkatan kehilangan cairan
obat analgesik pada klien mengakibatkan hipotensi dan
3. Monitor tanda-tanda vital sebelum takikardi
dan sesudah diberikan analgesik

2. Ansietas berhubungan dengan NIC:


kemungkinan akan kehilangan janin Anxiety Reduction Anxiety Reduction
NOC: 1. Kaji, sifat, sumber dan manifestasi 1. mengidentifikasi perhatian pada
Anxiety self-control, anxiety level, kecemasan. bagian khusus dan menentukan arah
coping. 2. Berikan informasi tentang dan kemungkinan pilihan/ intervensi.
Setelah dilakukan tindakan penyimpangan genetic khusus, resiko 2. dapat menghilangkan ansietas
keperawatan selama (1x30 menit) yang dalam reproduksi dan berkenaan dengan ketidaktahuan dan
Ansietas klien teratasi dengan ketersediaan tindakan/pilihan membantu keluarga mengenai stress,
kriteria hasil : diagnosa membuat keputusan, dan beradaptasi
1. Klien mampu 3. Kembangkan sikap berbagi rasa secara positif terhadap pilihan.
mengidentifikasi dan secara terus menerus. 3. kesempatan bagi klien untuk mencari
4. Berikan bimbingan antisipasi dalam pemecahan situasi.
mengungkapkan gejala
hal perubahan fisik/psikologis. 4. dapat menghilangkan kecemasan/
cemas
2. Mengidentifikasi, depresi pada pasangan.
mengungkapkan dan
menunjukkan tekhnik untuk
mengontrol cemas
3. Vital sign dalam batas
normal
4. Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan tingkat
aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan

Post Kuretase
3. Kekurangan volume cairan NIC :
berhubungan dengan adanya Fluid Management Fluid Management
pendarahan 1. Monitor vital sign 1. mengetahui keadaan umum pasien
2. Monitor status hydrasi (kelembaban 2. mengetahui perkembangan rehidrasi
NOC: Fluid Balance, Hydration,
membrane mukosa, nadi adekuat, 3. rehidrasi optimal evaluasi intervensi
Intake
tekanan darah ortostatik), jika 4. mengurangi risiko kekurangan
Setelah dilakukan tindakan selama
diperlukan voume cairan semakin bertambah
1x24 jam, masalah teratasi dengan 5. mengurangi risiko kekurangan
3. Monitor masukan makanan/ cairan
kriteria hasil: voume cairan semakin bertambah
dan hitung intake kalori harian
 Mempertahankan urin output 4. Kolaborasi pemberian cairan IV 6. mengurangi risiko kekurangan
dalam batas normal sesuai dengan 5. Dorong masukan oral voume cairan semakin bertambah
usia, dan BB, 6. Berikan penggantian nasogastric 7. mengurangi risiko kekurangan
 TD, nadi, suhu tubuh dalam batas sesuai output voume cairan semakin bertambah
normal 7. Atur kemungkinan transfusi Hypovolemia Management
 Tidak ada tanda dehidrasi 8. Persiapan untuk transfuse 1. mengetahui perkembangan rehidrasi
 Elastisitas turgor kulit baik. 2. mencegah infeksi dan
Membrane mukosa lembab, tidak mempertahankan input cairan yang
ada rasa haus tambahan. Hypovolemia Management
adekuat
1. Monitor intake dan output cairan 3. mencegah masuknya cairan
2. Pelihara IV line berlebihan
3. Monitor adanya kelebihan cairan 4. mengetahui BB dan membandingkan
4. Monitor BB BB pasien sebelum dan sesudah
5. Monitor tingkat HB dan hemtokrit
diberikan intervensi
6. Pasang urin kateter jika diperlukan
5. memonitor status kebutuhan cairan
7. Kolaborasikan pemberian diuretic
pasien
sesuai interuksi
6. mengetahui jumlah output cairan
7. membantu mempermudah output
cairan, menjaga keseimbangan
cairan
4. Dukacita b.d kehilangan calon anak NIC: Grief Work Facilitation
NOC: Grief resolution Grief Work Facilitation 1. Mengetahui penyebab dari
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi perasaan kehilangan klien kehilangan atau dukacita yang
keperawatan selama 1x45 menit 2. Dengarkan cerita pasien terhadap dialami klien saat ini dan mencari
masalah dukacita klien teratasi perasaan kehilangan yang dialaminya solusi terhadap penyelesaian
dengan kriteria hasil: 3. Buat pernyataan empati tentang kehilangan tersebut
1. Mencari solusi terhadap perasaan dukacita yang dialami klien 2. Memberikan kesempatan kepada
4. Dorong diskusi tentang pengalaman klien untuk mengutarakan semua
kehilangan
2. Melisankan perasaan dan kehilangan atau dukacita sebelumnya perasaan yang berkaitan dengan
penerimaan terhadap kehilangan yang pernah dialami klien kehilangan yang dialami
3. Mengekspresikan harapan positif 5. Ajarkan secara bertahap proses 3. Sikap yang ditunjukkan untuk
terhadap masa depan berduka sebagai progresi dukungan memahami apa yang dirasakan dan
yang tepat kemampuan untuk mengenali,
6. Sertakan orang lain yang dekat dengan
mempresepsi, dan merasakan
klien untuk berdiskusi
7. Komunikasikan kepada klien untuk perasaan orang lain.
bisa menerima terhadap kehilangan 4. Mengetahui pengalaman dukacita
yang dialami dimasalalu yang pernah dialami
klien dan membandingkan perasaan
tersebut dengan saat ini.
5. mengantisipasi kebutuhan emosional
klien dan keluarganya dan juga
rencana intervensi untuk membantu
mereka memahami kesedihan
mereka dan mengatasinya.
6. membantu dalam memberikan
dukungan kepada klien
7. reorganisasi perasaan kehilangan.
Pikiran yang selalu berpusat pada
objek yg hilang akan mulai
berkurang atau bahkan hilang.
Perhatiannya akan beralih pada
objek yg baru.
5. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan, NIC: Activity theraphy
penurunan sirkulasi Activity theraphy 1. Mungkin klien tidak mengalami
NOC: 1. Kaji tingkat kemampuan klien untuk perubahan berarti, tetapi perdarahan
Activity tolerance, energy beraktivitas masif perlu diwaspadai untuk
conservation, self care: ADLs. 2. Evaluasi perkembangan kemampuan menccegah kondisi klien lebih buruk
Setelah dilakukan tindakan klien melakukan aktivitas 2. Aktivitas merangsang peningkatan
keperawatan selama 1x24 jam (1 3. Bantu klien untuk memenuhi vaskularisasi dan pulsasi organ
hari) diharapkan klien dapat toleransi kebutuhan aktivitas sehari-hari reproduks
dengan aktivitas dengan kriteria 4. Bantu klien untuk melakukan 3. Mengistiratkan klilen secara optimal
hasil: tindakan sesuai dengan 4. Menilai kondisi umum klien
5. Mengoptimalkan kondisi klien, pada
1. Mampu melakukanaktifitas kemampuan/kondisi klien
abortus inkomplit, istirahat mutlak
sehari-hari secara mandiri 5. Kaji pengaruh aktivitas terhadap
2. Berpatisipasi dalam aktivitas sangat diperlukan
kondisi uterus/kandungan
fisil tanpa disertai
peningkatan TD, N, RR
3. Mampu berpindah dengan
atau alat bantu

4. Risiko Infeksi f.r perdarahan, dan NIC: Infection control


kondisi vulva lembab Infection control 1. Perubahan yang terjadi pada dishart
NOC: 1. Kaji kondisi keluaran/dischart yang dikaji setiap saat dischart keluar.
1. Immune Status keluar ; jumlah, warna, dan bau Adanya warna yang lebih gelap
2. Knowledge: Infection 2. Terangkan pada klien pentingnya disertai bau tidak enak mungkin
Control perawatan vulva selama masa merupakan tanda infeksi
3. Risk Control perdarahan 2. Infeksi dapat timbul akibat kurangnya
3. Lakukan perawatan vulva kebersihan genital yang lebih luar
Setelah dilakukan tindakan 3. Inkubasi kuman pada area genital
keperawatan selama 4 jam 4. Amati luka dari tanda infeksi
(flebitis) yang relatif cepat dapat menyebabkan
diharapkan diharapkan tidak terjadi infeksi.
5. Anjurkan pada ps untuk melaporkan
infeksi 4. Daerah ini merupakan port de entry
dan mengenali tanda-tanda infeksi
Kriteria Hasil kuman Penanda proses infeksi
6. Anjurkan pada suami untuk tidak
1. Tidak ditemukan tanda-tanda 5. Mencegah infeksi
melakukan hubungan senggama
adanya infeksi. 6. Pengertian pada keluarga sangat
2. Jumlah Leukosit dalam batas se;ama masa perdarahan penting artinya untuk kebaikan ibu;
normal senggama dalam kondisi perdarahan
Infection Control dapat memperburuk kondisi system
1. monitor tanda dan gejala infeksi reproduksi ibu dan sekaligus
2. Pantau hasil laboratorium meningkatkan resiko infeksi pada
3. Amati faktor-faktor yang bisa pasangan.
meningkatkan infeksi
4. monitor Vital Sign Infection Control
5. Kontrol infeksi 1. Proteksi diri dari infeksi
6. Ajarkan tehnik mencuci tangan 2. Mengetahui hasil laboratorium status
7. Ajarkan tanda-tanda infeksi imunitas terhadap kemungkinan
8. Batasi pengunjung
infeksi
9. Cuci tangan sebelum dan sesudah
3. Mencegah infeksi sekunder
merawat ps 4. Mengetahui keadaan umum pasien
10. Tingkatkan masukan gizi yang 5. Meningkatkan daya tahan tubuh
cukup 6. Mencegah terjadinya perpindahan
11. Anjurkan istirahat cukup infeksi
12. Pastikan penanganan aseptic daerah 7. membantu proteksi infeksi
IV 8. Mencegah terjadinya infeksi
13. Berikan PEN-KES tentang risk 9. Mencegah terjadinya infeksi
infeksi 10. Meningkatkan asupan nutrisi pasien
agar meningkatkan status imunisasi
11. Meningkatkan relaksasi
12. Mencegah terjadinya infeksi melalui
IV
13. Meningkatkan pengetahuan pasien
terhadap risiko infeksi

7. Risiko syok f.r hipovolemik: NIC: 1. Memonitor terhadap tanda-gejala syok


perdarahan pervaginam 2. Kebutuhan oksigen dalam tubuh
NOC: Syok prevention minimal 95%
Syok prevention, syok management 3. Suhu tinggi dan nafas cepat
1. Monitor status sirkulasi, warna kulit, mendapatkan terjadinya sepsis
Setelah dilakukan tindakan
suhu, denyut jantung, HR, dan ritme, 4. Untuk mempertahankan intake cairan
keperawatan selama 1x30 menit
nadi perifer dalam tubuh dan menjaga
risiko syok teratasi dengan kriteria
keseimbangan
hasil: 2. Monitor tanda inadekuat oksigenasi
1. TTV dalam batas yang jaringan
diharapkan
2. Mata cekung tidak ditemukan 3. Monitor suhu dan pernafasan
demam tidak ditemukan
3. Irama jantung dalam batas 4. Berikan cairan iv atau oral yang tepat
normal
REFERENSI

https://www.scribd.com/doc/218150715/Laporan-Pendahuluan-Abortus-
inkomplit. Diakses pada tanggal 25 desember 2017.
https://www.scribd.com/doc/99869042/Laporan-Pendahuluan-Abortus.
Diakses pada tanggal 25 desember 2017.
Herdman, T.H. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan:
definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Johnson, Joyce Y (2014). Keperawatan Maternitas
DeMYSTiFied.Yogyakarta : Rapha Publishing.
Kusmiyati, Dkk. 2009. Perawatan ibu hamil. Yogjakarta : Fitramaya.
Kusuma, H & Nurarif, A. H (2014). Handbook for health student. Yogyakarta :
Media action Publishing
Manuaba, 2007. Pengantar kuliah obstetric. Jakarta: EGC.
Nugroho, taufan. 2010. Buku ajar obstetric. Yogjakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai