Progam Keselamatan Pasien Rumah Sakit merupakan kegiatan yang cikal bakalnya telah lama
ada, yakni dijaman Hippocrates 400 tahun sebelum Masehi, namun gerakan global baru dimulai
oleh WHO tahun 2004 dengan di bentuk nya Global Alliance for Patient Safety. Dalam
publikasinya tahun 2000 intitute of Medicine, A.S. yang bertopik too err is human, diperkirakan
antara 44.000 – 98.000 kematian tiap tahun di Amerika Serikat disebabkan oleh kesalahan medis,
ini membuktikan bahwa problem keselamatan pasien adalah nyata dan tersebar luas.
Non blaming culture (budaya tidak menyalahkan ) merupakan pendekatan baru dalam mencari
akar masalah atas insiden/kejadian yang tak diharapkan pada pasien, penghayatan dan
pengalaman prinsip seperti ini tidak selalu mudah dilakukan, perlu pendekatan komprehensif dari
pimpinan rumah sakit untuk mengadakan perubahan menuju keselamatan pesien di rumah sakit
untuk mengadakan perubahan menuju keselamatan pasien di rumah sakit seperti yang
diharapkan.
LATAR BELAKANG.
Pembentukan Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) oleh PERSI dan Pencanangan
Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit tahun 2005 oleh Menteri Kesehatan Republik
Indonesia merupakan awal sejarah berdirinya Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS) pada tanggal 31 Agustus 2007.
Kegiatan KKPRS secara berthap telah dilaksanakan di semua bagian rumah sakit, dalam
pelaksanaan progam tersebut , salah satu hambatan yang sering terjadi adalah ketidak tahuan staf
dan karyawan rumah sakit tentang progam Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS), termasuk
tata cara penanganan insiden, pencatatan dan pelaporannya, mengingat bahwa hal ini tidak saja
mencakup karyawan ditingkat bawah tapi juga jajaran pimpinan rumah sakit, maka sebuah
bukun saku tentang KPRS dirasa amat perlu untuk segerab di susun, sebagai wujud sosialisasi
progam KPRS.
TUJUAN UMUM
Untuk dipergunakan sebagai panduan kerja seggenap staf rumah sakit dalam mencapai
tujuan, yakni memberikan asuhan pelayanan kesehatan yang lebih aman dan
pencegahan cedera melalui progam keselamatan pasien rumh sakit.
TUJUAN KHUSUS
1. Sosialisasi progam KPRS secara aktif pada semua staf rumah sakit.
2. Mempermudah proses penanganan, pencatatan dan pelaporan insiden keselamatan pasien
rumah sakit.
3. Membantu staf/ karyawan rumah sakit supaya lebih mudah memahami cara mencegah
Kejadian Tak Diharapkan agar tidak berkembang menjadi litigasi (tuntunan hukum).
RUANG LINGKUP.
Buku saku ini mencakup hal hal yang menjadi tugas dan wewenang Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit, yakni pencegahan dan penanganan insiden
keselamatan pasien dirumah sakit, termasuk tat cara pencatatan, pelaporan dan
analisis insiden, metode untuk menentukan kapan diperlukan suatu RCA (Root Cause
Analisis).
SASARAN
Sasaran yang igin di capai dalam program keselamatan pasien rumah sakit adalah
keberhasilan mencegah cidera pada pasien, ini di wujudkan dengan langkah-langkah
sederhana yang di landasi kejujuran dan rasa saling percaya dan kebersamaan dalam
sistem keselamatan pasien sehingga akhirnya pencegahan KDT bisa menjadi bagian
dari perilaku seluruh staf.
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan eveluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Uraian lebih lanjut mengenai hal diatas dapat dilihat di buku Pedomn Komite
keselamatan pasien rumah sakit, dan buku panduan nasional keselamatan pasien
rumah sakit depkes RI , tahun 2008.
TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT.
Berdasarkan standar keselamatan pasien yang harus dilaksanakan oleh rumah sakit,
perlu di susun rancangan baru atau perbaikan dari pross/sistm yang ada , perancangan
tersebut di sesuaikan dengan visi, misi dan kondisi rumah sakit, langkah-langkah dalam
proses eprancangan tersebut disebut tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah
sakit dengan uraian sebagai berikut :
Pelaporan insiden dilakukan oleh individu yang pertama melihat kejadian (tidak harus
perawat atau dokter), tindak lanjut proses pelaporan insiden keselamatan pasien rumah
sakit.
1. Dampak (consequences)
Penilaian dampak/akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat yang di alami
pasien mulai dari tidak ada cidera sampai meninggal.
1. Probabilitas/Frekwensi/Likelihood
Penilaian tingkat probabilitas/frekwensi risiko adalah seberapa seringnya insiden
tersebut terjadi.
Tabel 2 : PENILAIAN DAMPAK KLINIS/KONSEKWENSI/SEVERITY
Tingkat
Resiko Deskripsi Dampak
3 Mungkin/Posible (1 – 2 thn/kali)
BANDS RISIKO.
Bands risiko adalah derajad risiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu : biru,
hijau, kuning, merah. Warna bands akan menentukan ivestigasi yang akan dilakukan
(Tabel 4).
Bands BIRU dan HIJAU : Investigasi sederhana.
Bands KUNING dan MERAH : Investigasi Komprehensif/RCA.
CARA MENCEGAH IKP/ KTD AGAR TIDAK MENJADI MASALAH MEDIKO LEGAL/
LITIGASI
DOKTER:
1. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan/ DPJP selalu menjelaskan dan menuliskan rencana
pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dan atau keluarganya di berkas rekam medis
yang tersedia (RM-1h)
2. Dalam menjelaskan rencana pelayanan selalu diungkapkan kemungkinan terjadinya
Kejadian Tak Diharapkan (KTD), baik yang dapat di cegah (medical error), maupun yang
tidak dapat di cegah (mis. Efek samping obat, ketidakberhasilan pengobatan, dll.)
3. Dokter tidak menjanjikan hasil pelayanan yang terlalu optimistik diluar literatur atau
pengetahuan berbasis bukti (evidence-based)
4. Memberi keleluasaan kepada pasien untuk ikut menentukan pelayanan yang di berikan
sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan finansial pasien, hal ini dilakukan saat DPJP
mendidik pasien/ keluarga pasien tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam
asuhan pesien, dan dituliskan dalam berkas rekam medis yang ada (RM-1i)
5. Bila pasien dirawat lebih dari satu dokter, diusahakan pelayanan bersifat tim, tidak
sendiri-sendiri dan penjelasan masing-masing berprofesi ditulis dilembar rencana pelayanan
agar dapat di mengerti oleh DPJP utama (dokter primer menurut istilah lama).
6. Bila telah terjadi IKP/ KTD, Dokter Penanggung Jawab Pelayanan dapat memilih
beberapa opsi dalam berkomunikasi dengan pasien atau keluarganya antara lain:
a. Full disclosure (menerangkan apa adanya)
b. Partial disclosure (menerangkan dengan cara di perhalus)
c. No disclosure (menyamarkan causa prima dari KTD)
Pilihan tergantung dari situasi dan kondisi saat itu, bila situasi sangat konduktif, opsi
pertama adalah yang terbaik, bila tidak memungkinkan opsi yang lain dikerjakan.
PERAWATAN / BIDAN:
1. Setiap rencana perawatan di jelaskan kepada pasien dan keluarganya, dan dituliskan di
lembar perawatan yang ada
2. Setiap tindakan perawatan (suntik, ambil darah dll), didahului komunikasi dengan dengan
pasien sesuaidengan standar prosedur operasional yang ada
3. Apabila terjadi insiden, petugas yang pertama mengetahui harus bersikap tenang dan
tidak memprovoksi kepanikan pasien/ keluarganya, serta tidak mengeluarkan komentar yang
tidak perlu.
4. Apabila pasien/ keluarganya telah diduga sebelumnya akan banyak tuntutan dan
komplain, semua rencana perawatan harus dimintakan persetujuan tertulis dari pihak pasien,
termasuk bila pasien/ keluarga menolak rencana pelayanan yang diberikan.
5. Selalu mengingatkan DPJP agar mendidik pasien tentang kewajibannya terhadap rumah
sakit, dan mengisi form tentang hal itu (RM-1i)
6. Bila telah terjadi IKP/KTD, perawat diharapkan mengikuti metoda pilihan DPJP dalam
berkomunikasi dengan pasien/ keluarga pasien (full disclosure, partial disclosure, atau no
disclosure)
1. Pembantu keperawatan (dulu disebut POS atau PP) dan staf non keperawatan lain dapat
berperan serta mencegah berkembangnya IKP/ KTD menjadi ligitasi (tuntutan hukum)
dengan selalu bersikap santun, berempati dan membantu meneruskan informasi/ keluhan
dari pasien maupun keluarganya ke perawat atau dokter.
2. Bila terjadi IKP/ KTD, pembantu keperawatan dan non keperawatan dapat membantu
mencegah usaha provokasi pihak luar yang mungkin sedang berada di tempat terjadinya
IKP/ KTD dengan cara persuasif.
PENUTUP.
Program keselamatan pasien merupakan proses tiaa henti, karena itu diperlukan
motivasi yang tinggi untuk bersedia melaksanakan program secara berkesinambungan.
Buku saku ini diharakan membantu segenap staf menjalankan visi untuk
mewujudkan menjadi rumah sakit pilihan dengan menjamin asuhan pelayanan
kesehatan yang lebih aman untuk pasien.