Anda di halaman 1dari 9

PEMILIHAN PELARUT DAN OPTIMASI SUHU PADA ISOLASI SENYAWA ETIL PARA METOKSI

SINAMAT (EPMS) DARI RIMPANG KENCUR SEBAGAI BAHAN TABIR SURYA PADA INDUSTRI
KOSMETIK.
Abstrak
Titik Taufikurohmah, Rusmini, Nurhayati

Etil p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur (Kaempferia
Galanga L) yang merupakan bahan dasar senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit dari sengatan sinar
matahari. Isolasi EPMS dapat dilakukan dengan berbagai pelarut karena struktur senyawa EPMS terdiri
dari gugus polar dan nonpolar, untuk lebih efektifnya maka perlu dilakukan pemilihan pelarut untuk
mengekstraknya. Dalam penelitian pemilihan pelarut yang digunakan adalah heksan, etil asetat, alkohol
dan aquades. Selain pelarut suhu juga berpengaruh terhadap proses pelarutan karenanya dilakukan pula
optimasi suhu pada proses isolasi dengan pelarut yang telah terpilih.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah maeserasi yang diikuti dengan perkolasi. Setelah
didapatkan perkolat selanjutnya dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator, selanjutnya dikristalkan
dan direkristalisasi.
Hasil penelitian pada pemilihan pelarut pada suhu kamar didapat bahwa heksan adalah pelarut yang
paling sesuai ditandai dengan % hasil isolasi tertinggi yaitu 2,111% yang diikuti etanol yaitu 1,434%, dan
etil asetat 0,542% sedangkan dengan aquades tidak terdapat kristal. Pada optimasi suhu dengan pelarut
heksan didapat % hasil isolasi tertinggi terjadi pada suhu 50oC yaitu 8,873%, diikuti suhu 60oC yaitu
8,765% dan suhu 40oC yaitu 7,236%, sedangkan suhu 70oC memberikan prosentase terkecil yaitu
7,218%. Seluruh hasil isolasi selanjutnya dilakukan uji kemurnian dengan penentuan TL didapat sekitar
46,5oC mendekati TL EPMS standard, demikian pula pengujian dengan KLT memberikan Rf yang identik
dengan EPMS standard pada berbagai pelarut pengembang. Analisa menggunakan IR menunjukkan pita
serapan IR baik ulur maupun tekuk dengan kemiripan diatas 98%, hal ini menunjukkan adanya struktur
senyawa yang identik antara EPMS standard dengan hasil isolasi.

Bab I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara dengan iklim tropik di mana sinar matahari menyinari wilayah Indonesia
sepanjang tahun. Sinar matahari merupakan sumber kehidupan bagi makhluk yang tinggal di bumi ini.
Banyak manfaat yang dapat diambil dari kehadiran matahari, namun ada juga yang kurang
menguntungkan yaitu sengatan panasnya matahari yang dapat membakar kulit terutama sinar UV. Untuk
mengurangi sengatan sinar UV ini dapat digunakan pelindung misalnya berteduh atau memakai payung,
namun dalam beberapa hal keduanya tak mungkin dilakukan misalnya pada saat harus keluar rumah dan
beraktivitas. Menggunakan lotion pelindung matahari adalah solusi yang tepat dan mudah dilakukan.
Tanaman kencur (Kaempferia Galanga L) telah lama digunakan oleh nenek moyang kita dalam
campuran bedak yaitu bedak dingin beras kencur yang dapat mengurangi sengatan sinar matahari dan
memberikan rasa sejuk pada permukaan kulit. Penelitian telah membuktikan kebenaran pengalaman
nenek moyang kita bahwa dalam tanaman kencur memang mengandung senyawa tabir surya yaitu etil p-
metoksisinamat.
Etil p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur (Kaempferia
Galanga L) yang merupakan bahan dasar senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit dari sengatan sinar
matahari. Senyawa tabir surya terutama yang berasal dari alam dirasa sangat penting saat ini dimana
tidak hanya wanita saja yang memerlukan perlindungan kulit akan tetapi pria pun memerlukan tabir surya
untuk melindungi kulit agar tidak coklat atau hitam tersengat sinar matahari. Kulit dengan perlindungan
akan tampak lebih baik dalam hal warna yaitu akan terlihat lebih bersih dan lebih putih.
EPMS merupakan senyawa aktif yang ditambahkan pada lotion kulit ataupun pada bedak setelah
mengalami sedikit modifikasi yaitu perpanjangan rantai dimana etil dari ester ini digantikan oleh oktil, etil
heksil, atau heptil melalui transesterifikasi maupun esterifikasi bertahap. Modifikasi yang dilakukan
diharapkan mengurangi kepolaran EPMS sehingga kelarutannya dalam air berkurang yang merupakan
salah satu syarat senyawa sebagai tabir surya. Selain dari itu juga untuk mengurangi tingkat bahaya
terhadap kulit, EPMS bila terhidrolisa akan melepaskan etanol yang bersifat karsinogenik terhadap kulit
sedangkan hasil modifikasinya akan melepaskan alkohol dengan rantai lebih panjang yang tidak
berbahaya.
Mengingat kebutuhan akan senyawa tabir surya yang terus meningkat maka mengisolasi dari alam
dengan bahan dasar yang murah adalah salah satu pilihan yang menguntungkan dipandang dari
berbagai kepentingan. Industri kosmetik lebih diuntungkan dengan tersedianya bahan tabir surya yang
lebih murah bila dibanding dengan import di satu sisi, sementara disisi lain petani kencur juga akan
merasakan perbaikan harga dari hasil pertaniannya. Kenyataan inilah maka sangat perlu pengembangan
bagaimana menyediakan EPMS ini di dalam negeri terutama karena Indonesia sangat potensi akan
tanaman kencur. Saat ini yang terpenting adalah mengupayakan bagaimana mengoptimasi isolasi EPMS
ini dari tanaman kencur agar didapatkan hasil dengan prosentase tertinggi.
EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi
yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga
dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol,
etil asetat, metanol, air, dan heksan.
Isolasi yang telah dilakukan sejauh ini adalah pada suhu kamar, sedangkan kelarutan suatu zat selalu
meningkat dengan kenaikan suhu. Kelarutan suatu zat padat dan zat cair pada suatu pelarut meningkat
dengan kenaikan suhu bila proses pelarutannya adalah endoterm, sedangkan untuk proses pelarutan
yang bersifat eksoterm pemanasan justru menurunkan harga kelarutan zat. Fenomena yang kedua ini
jarang dijumpai di alam yang umum adalah proses pelarutan yang bersifat endoterm yaitu memerlukan
kalor. Beberapa zat dalam larutan akan rusak atau terurai dam menguap dengan pemanasan sehingga
suhu ekstraksi harus diperhatikan agar senyawa yang diharapkan tidak rusak.
Dalam ekstraksi suatu senyawa yang harus diperhatikan adalah kepolaran antara pelarut dengan
senyawa yang diekstrak, keduanya harus memiliki kepolaran yang sama atau mendekati sama. EPMS
adalah suatu ester yang mengandung cincin bensen dan gugus metoksi yang bersifat non polar dan
mengandung gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat agak polar menyebabkan senyawa ini
mampu larut dalam beberapa pelarut dengan kepolaran bervariasi, dimana dalam eksperimen ini dicoba
heksana, etil asetat, alkohol dan air dalam pencarian pelarut yang tepat.
Selain pelarut, suhu juga ikut berpengaruh terhadap proses ekstraksi suatu bahan, dimana hampir semua
zat padat dan zat cair kelarutannya dalam pelarut akan meningkat dengan kenaikan suhu. Beberapa
senyawa akan rusak atau terurai dengan kenaikan suhu sehingga tidak mungkin suhu dinaikkan terus
selama proses ekstraksi karena itu perlu diketahui suhu optimum untuk proses ekstraksi EPMS ini
dengan pelarut yang sesuai yaitu pelarut yang diperoleh dari optimasi pelarut sebelumnya.
Dengan asumsi-asumsi dari teori diatas maka rumusan masalah yang ingin di jawab dalam penelitian ini
adalah ;
Pelarut apa yang sesuai untuk proses ekstraksi dalam isolasi EPMS dari rimpang kencur agar
menghasilkan prosen isolat tertinggi.
Pada suhu berapa proses isolasi EPMS dengan pelarut terpilih yang menghasilkan prosen isolat tertinggi.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pelarut yang paling sesuai dan suhu optimum proses isolasi
EPMS dari rimpang kencur. Pemilihan pelarut dan optimasi suhu bertujuan agar didapatkan prosen isolat
yang tinggi, dan bisa diterapkan dalam skala yang lebih besar guna pemenuhan kebutuhan akan
senyawa EPMS sebagai bahan dasar tabir surya di kalangan industri kosmetik Indonesia.
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah dapat mengisolasi EPMS dari rimpang kencur
dengan pelarut dan suhu yang tepat, manfaat yang lain yaitu dari kalangan industri kosmetik yang dapat
membeli bahan kosmetik yang lebih murah dibanding dengan bila harus mengimport bahan kosmetik
tersebut

Bab II. KAJIAN PUSTAKA


Tabir surya adalah suatu senyawa yang digunakan untuk menyerap secara efektif sinar matahari
terutama daerah emisi gelombang UV sehingga dapat mencegah gangguan pada kulit akibat pancaran
secara langsung sinar UV tersebut (Kreps,1972).
Sinar matahari yang membahayakan kulit adalah radiasi ultraviolet dimana sinar ini dibedakan menjadi
tiga, yaitu sinar ultraviolet A (UV-A), UV-B dan UV-C yang ketiganya mempunyai panjang gelombang dan
efek radiasi yang berbeda. Sinar UV-A dengan panjang gelombang 320-400 nm mempunyai efek
penyinaran, dimana timbul pigmentasi yang menyebabkan kulit berwarna coklat kemerahan. Sinar UV-B
dengan panjang gelombang 290-320nm memiliki efek penyinaran, dimana dapat mengakibatkan kanker
kulit bila terlalu lama terkena radiasi. Sedangkan Sinar UV-C dengan panjang gelombang 200-290nm
yang tertahan pada lapisan atmosfer paling atas dari bumi dan tidak sempat masuk ke bumi karena
adanya lapisan ozon, efek penyinarannya paling kuat karena energi radiasinya paling tinggi diantara
ketiganya yaitu dapat menyebabkan kanker kulit dengan penyinaran yang tidak lama (Harry, 1982).
Secara alamiah kulit manusia telah mempunyai sistim perlindungan terhadap sinar UV yaitu penebalan
stratum corneum, pembentukan melanin, dan juga pengeluaran keringat. Namun pada penyinaran yang
berlebihan sistim pertahanan alamiah ini tidak mencukupi lagi sehingga menyebabkan beberapa
gangguan pada kulit, karena itu diperlukanlah senyawa tabir surya untuk melindungi kulit dari radiasi UV
secara langsung (Cumpelick, 1972).
Senyawa tabir surya ada dua macam yaitu senyawa yang melindungi secara fisik dan senyawa yang
menyerap secara kimia. Adapun senyawa yang melindungi secara fisik contohnya adalah senyawa
titanium oksida, petroleum merah, dan seng oksida, sedangkan senyawa yang menyerap secara kimia
contohnya adalah turunan asam p-aminobenzoat, turunan ester p-metoksisinamat, dan oksibenzena
(Shaath, 1986).
Ciri senyawa tabir surya yang menyerap secara kimia adalah mempunyai inti benzena yang tersubstitusi
pada posisi orto maupun para yang terkonjugasi dengan gugus karbonil. Senyawa-senyawa demikian
diantaranya adalah turunan asam para amino benzoat (PABA), turunan salisilat, turunan antranilat,
turunan benzofenon, turunan kamfer dan senyawa-senyawa turunan sinamat. Senyawa turunan sinamat
yang telah digunakan sebagai tabir surya antara lain adalah oktil sinamat, etil4-isopropil sinamat,
dietanolamin p-metoksisinamat, dan isoamil p-metoksisinamat (Shaath, 1990). Selain itu sebagai
senyawa tabir surya juga masih harus memenuhi persyaratan yaitu senyawa tersebut tidak atau sukar
larut dalam air. Beberapa turunan sinamat yang memenuhi persyaratan ini diantaranya oktil p-
metoksisinamat, isoamil p-metoksisinamat, sikloheksil p-metoksisinamat, 2-etoksi etil p-metoksisinamat,
dietanolamin p-metoksisinamat dan turunan-turunan lain dari sinamat yang mempunyai rantai panjang
dan sistem ikatan rangkap terkonjugasi yang akan mengalami resonansi selama terkena pancaran sinar
UV.
Berbagai jenis rempah-rempah diantaranya kencur (Kaempferia galanga) selain digunakan sebagai
bumbu dapur juga dapat digunakan sebagai obat-obatan tradisional karena khasiatnya dapat juga
digunakan menjaga kesehatan dan dapat menyembuhkan berbagai penyakit, antara lain sebagai
penimbul rasa hangat, analgesik, penyembuh bengkak-bengkak, obat batuk, penambah nafsu makan
dan lain-lain (Kusumaningati, 1994).
Tanaman kencur mempunyai klasifikasi sebagai berikut: termasuk dalam divisi Spermatophyta, sub divisi
Angiosperma, kelas Monocotyledoneae, bangsa Scitamineae, suku jahe-jahean (Zingiberaceae), marga
Kaempferia, dan jenis Kaempferia galanga L, dengan nama lokal (Jawa) adalah kencur. Rimpang
tanaman ini banyak digunakan sebagai bumbu masak, dan bahan bobok tradisional, baik digunakan
sendiri maupun bersama rempah yang lain. Campuran dari rempah kencur dengan tanaman lain dapat
digunakan sebagai obat luar yang bersifat analgesik, antipiritik, anti inflamasi dan anti mikroba. Kencur
juga digunakan sebagai bahan kosmetik yaitu dalam ramuan tradisional bedak dingin beras kencur
(Kusumaningati, 1994).
Kandungan senyawa kimia dari rimpang kencur (menurut J.J. Afriastini, 1990) antara lain minyak atsiri
berupa sineol sebanyak 0.02%, asam metil kanil, pentadekana, ester etil sinamat, asam sinamat,
borneol, kamfena, paraeumarina, asam anisat, alkaloid, gom mineral sebanyak 13.7% dan pati 4.14%.
Kandungan minyak atsiri dalam rimpang kencur yaitu 2-4% yang terdiri dari etil sinamat, etil p-
metoksisinamat, p-metoksi stirena, n-pentadekana, borneol, kamfen, 3,7,7-trimetil bisiklo [4,1,0] hept-3-
ena (Didik, dkk, 1989).
Larutan adalah campuran yang homogen, artinya setelah kedua zat dicampur, maka keduanya akan
menghasilkan satu fasa (homogen) yang mempunyai sifat dan komposisi yang sama antara satu bagian
dengan bagian lain dalam campuran tersebut. Larutan terdiri dari pelarut (komponen yang besar
jumlahnya) yang biasa disebut solven dan zat terlarut (solut).
Macam-macam larutan

==========================================================
zat terlarut pelarut contoh
gas gas udara
gas cair oksigen dalam air
gas padat hidrogen dalam serbuk Pt
cair padat raksa dalam almagam padat
cair cair alkohol dalam air
padat padat emas dalam perak
padat cair gula dalam air

Jika kelarutan zat kurang dari 0,1 gram dalam 1000 gram pelarut disebut tidak larut (insoluble), misal
kaca dan plastik dalam air.
Konsentrasi larutan menyatakan komposisi larutan secara kuantitatif atau perbandingan jumlah zat
terlarut dengan pelarut.
Beberapa satuan konsentrasi:
Fraksi mol (X) = mol zat terlarut/(mol zat terlarut+mol pelarut)
Molaritas (M) = mol zat terlarut/ liter larutan
Molal (m) = mol zat terlarut/ 1000 g pelarut
Normal (N) = mol ekivalen zat terlarut/ liter larutan
% massa = (gram zat terlarut/ gram larutan) x 100%
5 volume = (liter zat terlarut/ liter larutan) x 100%
Ppm = mg zat terlarut/ kg larutan
Walaupun suatu zat bisa larut dalam pelarut cair, tetapi jumlah yang dapat larut selalu terbatas dan batas
itu disebut kelarutan. Suatu larutan lewat jenuh merupakan kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan
bergeser bila suhu dinaikkan. Pada umumnya kelarutan zat padat dalam larutan bertambah bila suhu
dinaikkan, karena umumnya proses pelarutan bersifat endotermik, tapi ada pula yang sebaliknya.
Kelarutan dalam cairanZat padat
T

Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda-beda. Hal ini merupakan dasar pemisahan secara
kristalisasi bertingkat, misal memisahkan kristal KNO3 dan KBr yang bercampur. Dengan menaikkan
suhu kristal KNO3 segera mencair sedang KBr tidak. Bila menggunakan pelarut air, maka KNO3 akan
larut sedang KBr tidak, dengan menyaring keduanya terpisah (dalam keadaan panas).

Bab III. METODE PENELITIAN

Desain Penelitian.
S-------------- P1-------------H1
P2-------------H2
P3-------------H3
P4-------------H4---------------H Opt / P Opt
S--------------P Opt T1----------H5
P Opt T2----------H6
P Opt T3----------H7
P Opt T4----------H8------------T Opt
Keterangan;
S = sampel berupa rimpang kencur
P1-P4 = Pelarut ( 1=Heksan, 2=Etil asetat, 3= Etanol dan 4 = air)
H1-H4 = %isolat dengan Pelarut 1-4
H opt = %isolat paling besar
P opt = Pelarut dengan %isolat paling besar
T1-4 = Suhu (1=30oC, 2=50oC, 3=70oC dan 4= 90oC)
H5-8 = %isolat dengan pelarut terpilih pada suhu (1=30oC, 2=50oC, 3=70oC, 4=90oC)

Teknik pengumpulan data dimulai setelah prosedur berikut ini dilakukan yaitu: Isolasi etil p-metoksi
sinamat ( EPMS ) dari rimpang kencur

Rimpang kencur dicuci dengan air hingga bersih, ditiriskan lalu diiris-iris tipis agar mudah kering.
Selanjutnya dikeringkan dengan sinar matahari tidak langsung, setelah kering dihaluskan menjadi serbuk
dan direndam dalam perkolator dengan pelarut selama 24 jam. Cairan perkolat ditampung dalam
erlenmeyer dan residu direndam lagi sampai beberapa kali hingga diperoleh perkolat yang warnanya
kuning pucat dengan total perkolat 5 liter tiap kg serbuk. Perkolat selanjutnya dipekatkan dengan rotary
vacuum evaporator hingga diperoleh larutan pekat yang selanjutnya didinginkan dalam penangas es
hingga terbentuk kristal. Kristal yang didapat masih kotor dan dicuci dengan pelarut sedikit saja lalu
direkristalisasi dengan metanol hingga didapat kristal jarum yang tidak berwarna. Isolasi dengan proses
ekstraksi di atas dilakukan menggunakan beberapa pelarut yaitu etanol, etil asetat, air dan hexana untuk
mendapatkan pelarut paling sesuai yaitu pelarut yang mampu mengekstrak EPMS terbanyak dalam berat
bahan yang sama dan volume pelarut sama. Setelah diperolah pelarut yang sesuai selanjutnya dilakukan
Isolasi dengan ekstraksi menggunakan pelarut tersebut pada berbagai suhu yaitu suhu kamar (30 oC),
50 oC, 70 oC, dan 90 oC.Untuk mempertahankan suhu digunakan waterbath dan agar rendaman tidak
kehilangan pelarut maka diusahakan tutup yang memungkinkan pelarut yang menguap akan masuk
dalam rendaman kembali.
Instrumen penelitian melipuli peralatan iolasi yaitu seperangkat alat perkolasi berupa peralatan gelas, alat
pemekat berupa Rotary Vacum Evaporator, peralatan gelas untuk kristalisasi dan rekristalisasi, instrumen
pengukur Titik leleh dan dilanjutkan dengan instrumen analisis yaitu UV-Vis, GC-MS, IR dan NMR.
Data Instrumen senyawa hasil isolasi dibuat tabel dan dibandingkan dengan data instrumen senyawa
EPMS murni sebagai pembanding.
Data pada optimasi jenis pelarut berupa massa hasil isolasi yang diperoleh untuk tiap jenis pelarut
dihitung prosentasenya dengan rumus. Hasil prosentase tertinggi menunjukkan proses ekstraksi untuk
senyawa EPMS paling sesuai artinya pelarut tersebut mengekstrak EPMS paling sempurna karena
mempunyai kepolaran yang paling mendekati kepolaran EPMS itu sendiri. Hasil dari optimasi ini
didapatkan pelarut optimum dan selanjutnya digunakan untuk optimasi suhu.
Data pada optimasi suhu dengan menggunakan pelarut terpilih berupa massa hasil isolasi juga dihitung
prosentasenya dengan rumus. Hasil prosentase tertinggi menunjukkan bahwa pada suhu tersebut
senyawa EPMS terekstrak dengan sempurna, senyawa tidak terurai dan tidak rusak pada suhu tersebut.
Hasil dari optimasi ini diperoleh suhu optimum proses ekstraksi EPMS dengan pelarut terpilih.
Untuk menafsirkan data instrumen EPMS senyawa hasil isolasi dibandingkan dengan senyawa EPMS
murni. Data titik leleh senyawa dikatakan identik bila range titik leleh keduanya sama atau berbeda 0,5-1
oC. Data IR senyawa dikatakan identik bila serapan-serapan pada wilayah panjang gelombang yang
sama terhadap sinar infra merah. Data NMR suatu senyawa dikatakan identik bila menghasilkan
spektogram yang sama. Data MS suatu senyawa dikatakan identik bila pola fragmentasi keduanya sama.
Data UV-Vis senyawa dikatakan identik bila keduanya mempunyai serapan pada wilayah panjang
gelombang yang sama.

Bab IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil Penelitian
Hasil Pemilihan Pelarut Pada Proses Isolasi EPMS Pada suhu Kamar

Jenis Pelarut
Prosentase Hasil Isolasi
Heksana
2,111%
Etil Asetat
0,542%
Etanol
1,434%
Aquades
-

Hasil Optimasi Suhu Pada Proses Isolasi EPMS Dengan Pelarut Heksana

Suhu Ekstraksi
Prosentase Hasil Isolasi
40oC
7,236%
50oC
8,873%
60oC
8,765%
70oC
7,218%

Harga Rf Etil p-metoksisinamat dari hasil pemilihan pelarut pada suhu kamar

Harga Rf
Jenis eluen
Heksana
E-Aset
Etanol
Aquades
Stand.
Heksan : etil asetat = 4:1
0,65
0,66
0,66
-
0,65
Heksan: etil asetat : aseton
= 13 : 3 : 1
0,73
0,72
0,72
-
0,73
Heksan : kloroform : As.Asetat Glasial = 5:4:1
0,92
0,93
0,93
-
0,93

Harga Rf Etil p-metoksisinamat dari hasil optimasi suhu dengan pelarut heksan

Harga Rf
Jenis eluen
40oC
50oC
60oC
70oC
Stand.
EPMS
Heksan : etil asetat = 4:1
0,60
0,57
0,57
0,63
0,63
Heksan: etil asetat : aseton
= 13 : 3 : 1
0,63
0,60
0,60
0,63
0,63
Heksan : kloroform : As.Asetat Glasial = 5:4:1
0,90
0,85
0,87
0,87
0,87

Titik Leleh EPMS standard adalah 46,5oC


Titik Leleh hasil isolasi dengan beberapa pelarut

Jenis pelarut
Titik leleh
Heksan
46,5oC
Etil asetat
46,0oC
Etanol
46,5oC
Air
-

Titik Leleh hasil isolasi dengan pelarut heksan pada berbagai suhu

Suhu ekstraksi
Titik leleh
40oC
46,0oC
50oC
46,5oC
60oC
46,0oC
70oC
46,5oC
4.2. Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil pemilihan pelarut dalam penelitian ini terlihat bahwa heksan lebih sesuai hal ini ditunjukkan oleh
prosentase hasil yang lebih besar dibandingkan dengan pelarut lain pada suhu kamar. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa kepolaran EPMS lebih mendekati heksan karena dalam EPMS ada dua gugus yang
mendukung sifat nonpolar yaitu gugus eter dan lingkar benzen, sedang gugus yang mendukung ke arah
polar hanya satu yaitu adanya karbonil dalam gugus ester.
Hasil optimasi suhu menunjukkan bahwa suhu optimum dalam isolasi menggunakan pelarut terpilih yaitu
heksan adalah 50oC. Kenyataan ini memberikan gambaran jelas bahwa proses pelarutan EPMS dalam
heksan tergolong endoterm yaitu memerlukan kalor dimana kenaikan kalor pada proses ekstraksi diikuti
dengan kenaikan prosentase hasil isolasi. Pada suhu diatas 50oC terjadi penurunan hasil isolasi
disebabkan karena EPMS yang telah terekstrak sebagian mengalami penguraian struktur karena
pemanasan.
Hasil Analisa kemurnian dengan penentuan titik leleh menunjukkan angka mendekati titik leleh EPMS
standard yaitu 46,5oC, dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa hasil isolasi telah murni dan
senyawa yang diperoleh benar EPMS selanjutnya siap untuk dilakukan analisis lebih lanjut.
Dari Uji KLT dengan berbagai komposisi dan jenis pelarut pengembang menunjukkan bahwa hasil RF
tidak berbeda dengan senyawa EPMS standard pada pelarut pengembang yang sama, hal ini
menunjukkan bahwa benar hasil yang kita dapat dalam isolasi ini adalah EPMS
Analisa IR yang dilakukan terhadap senyawa hasil isolasi dibandingkan dengan EPMS standard ternyata
terdapat kemiripan lebih dari 98%, hal ini memberikan informasi bahwa hasil isolasi identik dengan EPMS
standard.

Bab V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Pelarut yang paling sesuai dalam penelitian ini adalah Heksan
2. Suhu optimum proses pelarutan EPMS dalam heksan adalah 50oC

5.2. Saran
Dari hasil isolasi EPMS dengan heksan ternyata lebih efektif pada suhu di atas suhu kamar berarti
terdapat penambahan kalor selama proses ekstraksi. Heksan merupakan pelarut yang mudah terbakar
maka sebaiknya melakukan pemanasan dengan pemanas yang sekaligus dapat mengontrol suhu yaitu
hot plate jangan sekali-kali menggunakan kompor listrik yang pemanasannya tak terkendali.

DAFTAR PUSTAKA

Afriastini. JJ., 1990, Bertanam Kencur, Cetakan V, Jakarta:PT. Penebar Swadaya , hal 3

Adams S. R, Jonhson J.R, Wilcox C.F, 1970, Laboratory Experimens Inorganic Chemistry, 6th edition,
The Macmilam Company, London, p.76-78

Anonimus, 1987, Programme and Abstracts Handbook Unesco Sub-Regional Seminar/Workshoop on


Trasnformation and synthesis Related to Natural Products, organized by Airlangga University and
Sepuluh Nopember Institute of Technology with The Sponsorship of Unesco, p. 27-28

Crabtree, R H., 1992, The Organometallic Chemistry Of The Transition Metals, second edition, A Wiley-
Interscience Publication, John Wiley & Sons, New York
Cumpelik, B.M.,1972, Analitycal Procedures and Evaluation Of Sunscreen, J.Soc. Cosmet. Chemist, 2,
333-345.

Fessenden, RJ., 1994, Kimia Organik, edisi ketiga, (alih bahasa oleh A. Hadyana Pudjaatmaka), Jakarta ;
Penerbit Erlangga, Hal 86

Harrwood, Laurence M., Moody, Christoper S., 1989, Experimental Organic Chemistry, Principles and
Practice, Blacwell Sciencetific Publication, London.
Harry R.G., 1982, Harry’s Cosmeticology, 6th edition, The Principle and Practice Of Modern Cosmetic,
Leonard Hill Book, London

Hidayati N., 1997, Sintesa Oktil p-metoksisinamat dan etil heksil p-metoksisinamat dari etil p-
metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang Kencur (Kaempferia Galanga L), Tesis, Universitas Airlangga,
Surabaya

Hery Suwito, Mulyadi Tanjung, Sri Sumarsih, Nanik Siti Aminah, Sofiyan Hadi, 1994, Sintesis Beberapa
Deret Homolog Turunan Ester p-metoksisinamat dengan bahan baku Kaempferia galanga OPF Lembaga
Penelitian Unair.

Kreps, S.I., Goldenberg, 1972, Suntan Preparation in Balsam MS, Cosmetic Sciense and Technology,2nd
ed, John Wiley & Sons, Inc, 241-305.
Kusumaningati S., 1994, Kaempferia Galanga L dalam Jamu, makalah pada seminar Nasional Tanaman
Obat Indonesia VI , Bandung.

Norman R O C. 1978 Principles Of Organic Synthesis, second edition, A Halsted Press Book, John Wiley
& Sons, New York.

Shaath N.A., 1990, Sunscreens, Development, Evaluation, and Regulatory Aspects, Marcel Dekker, INC,
New York.

Sudjadi, 1986, Metode Pemisahan, cetakan I, Kanisius , Jogyakarta, halaman 167-177. Dan halaman 74

Soeratri W., 1993, Studi Proteksi Radiasi UV sinar Matahari Tahap 1 : Studi Efektivitas Protektor Kimia ,
Lembaga Penelitian Universitas Airlangga.

Tanjung M , 1997, Dari Isolasi Dan Rekayasa Senyawa Turunan Sinamat Kaempferia Galanga L Sebagai
Tabir Surya, Lembaga Penelitian Universitas Airlangga.

Vogel A.I, 1978 Vogel’s Text Book Of Practical Organic Chemistry, Ebflish Language Book Society
Longman, London p-1078.

Wahjo Dyatmiko, Mulya H.S, Achmad Fuad, Anik SB (1995) , Validasi Analisis etyl p-metoksisinamat
secara densitometer dalam standarisasi produk jadi yang mengandung ekstrak etanol dari rimpang
kencur (Kaempferia Galanga L), Laporan Penelitian SPP/DPP Lembaga Penelitian Unair.
Diposting oleh Titik_Taufikurohmahdi 07.57

1 komentar:

Anda mungkin juga menyukai