Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun


leiomioma, merupakan tumor jinak paling sering pada uterus dan juga merupakan
tumor jinak paling sering pada wanita. Mioma uteri merupakan neoplasma jinak
yang berasal dari otot polos uterus dan jaringan ikat penyokongnya.1
Mioma uteri sering terjadi pada wanita usia produktif. Prevalensinya
meningkat pada usia dekade keempat dan sekitar 70%-80% pada wanita usia 50
tahun. Kejadian mioma uteri ini lebih sering terjadi pada wanita kulit hitam
dibandingkan dengan wanita kulit putih. Di Amerika Serikat insidensinya
30.9/1000 pada wanita kulit hitam dan 8.9/1000 pada wanita kulit putih dalam
rentang usia 25-44 tahun.2,3 Di Indonesia, angka kejadian mioma uteri ditemukan
2,39% - 11,87% dari semua penderita ginekologi yang dirawat.4
Mioma uteri juga bisa terjadi sebelum atau bersamaan dengan kehamilan.
Insidensi mioma uteri pada kehamilan berkisar 0.1%-3.9%.5 Penegakan diagnosa
pada mioma uteri selama kehamilan sangatlah rumit. Oleh karena itu pasien harus
diskrining secara detail selama Antenatal Care (ANC). Hanya 42% mioma ukuran
besar (> 5 cm) dan 12.5% mioma ukuran kecil (3-5 cm) yang dapat didiagnosa
melalui pemeriksaan fisik.6
Efek mioma terhadap kehamilan sangat tergantung pada letak dan ukuran
mioma. Adanya mioma berhubungan dengan terjadinya abortus spontan,
persalinan prematur, solusio plasenta, malpresentasi, distosia, seksio sesaria, dan
perdarahan postpartum. walaupun pada beberapa pasien tidak mengalami
komplikasi dalam kehamilan dan persalinannya.6,7
Penelitian yang dilakukan oleh De Vivo A, et al (2011) yang mengevaluasi
perubahan volume mioma selama kehamilan. Penelitian dilakukan pada 38 wanita
hamil didapati bahwa rerata volume massa mioma meningkat selama kehamilan
dimana 71,4% ukuran mioma uteri meningkat pada trimester pertama dan kedua
sedangkan 66,6% pada trimester kedua dan ketiga.8
Kebanyakan mioma uteri merupakan asimtomatik dan tidak membutuhkan
terapi walaupun 20%-50% bersifat simtomatik yanng menyebabkan AUB, anemia
defisiensi besi, gangguan reproduksi dan membutuhkan terapi. Terapi pada

1
2

mioma uteri sangat tergantung pada pasien, gejala, ukuran dan lokasi mioma,
fertilitas pasien, usia, ketersedian terapi dan pengalaman tenaga medis. Mioma
uteri simtomatik dapat diterapi secara medikamentosa, operatif atau gabungan
keduanya. Terapi mioma uteri pada kehamilan harus diperhatikan kesejahteraan
ibu dan janin. Miomektomi hanya dilakukan pada pasien yang gagal dalam
tindakan konservatif.3,6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Mioma Uteri


Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun
leiomioma, merupakan tumor pelvis yang paling sering pada alat reproduksi
wanita. Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos
uterus.9
2.2 Insidensi
Mioma uteri sering terjadi pada wanita usia produktif. Prevalensinya
meningkat pada usia dekade keempat dan sekitar 70%-80% pada wanita usia 50
tahun. Kejadian mioma uteri ini lebih sering terjadi pada wanita kulit hitam
dibandingkan dengan wanita kulit putih. Di Amerika Serikat insidensinya
30.9/1000 pada wanita kulit hitam dan 8.9/1000 pada wanita kulit putih dalam
rentang usia 25-44 tahun.2,3 Di Indonesia, angka kejadian mioma uteri ditemukan
2,39% - 11,87% dari semua penderita ginekologi yang dirawat.4 Mioma uteri juga
ditemukan pada kehamilan dengan prevalensi mencapai 10%.5
2.3 Etiologi
Etiologi dari mioma uteri sampai saat ini belum diketahui pasti, diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Faktor – faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik antara lain estrogen,
progesteron, dan growth factors.10
1. Estrogen (E)
Dalam beberapa studi menunjukkan bahwa mioma uteri tumbuh menjadi lebih
besar pada kehamilan dan mengalami regresi pada wanita menopause. Hal ini
menunjukkan bahwa estrogen memegang peranan penting dalam pertumbuhan
mioma.
2. Progesteron (P)
Studi terbaru menunjukkan bahwa Progesteron memegang peranan penting
tersendiri dalam pertumbuhan mioma uteri, antara lain :
- Regulasi aktivitas mitosis
- Meningkatkan aktivitas mitosis pada fase sekretorik

3
4

- Menghambat analog GnRH yang berperan dalam hipoestrogenism dan


penyusutan mioma
- Meningkatkan ekspresi protein Bcl-2 yang berperan sebagai penghambat
apoptosis sel mioma
- Meningkatkan Ki-67 cell nuclear proliferation yang berperan dalam
pertumbuhan sel mioma
3. Growth Factors
Terdapat 3 growth factors utama yang berperan dalam pertumbuhan mioma
antara lain :
- Epidermal Growth Factor (EGF)
- Vascular Endothelial Growth Factor (VEG-F)
- Insulin-like Growth Factor (IGFs I-II)
Selain itu, Matriks Ekstraseluler juga memegang peranan penting sebagai
reservoir dari growth factors yang meningkatkan pertumbuhan mioma uteri.

2.4 Jenis – Jenis Mioma Uteri


Klasifikasi Mioma Uteri berdasarkan International Federation of
Gynecology and Obstetrics (FIGO) yaitu :11
1. Submukosa (SM)
0 – Bertangkai ke dalam cavum uteri
1 - < 50% intramural
2 - >= 50% intramural
2. Other (O)
3 – Berhubungan dengan endometrium, tapi 100% intramural
4 – Intramural
5 – Subserosa, >= 50% intramural
6 – Subserosa, < 50% intramural
7 – Subserosa bertangkai
8 – Lainnya (contoh : Cervix atau parasitic)
3. Hybrid Leiomyoma, yaitu yang mengenai lapisan endometrium dan juga serosa
5

Gambar 2.1 Klasifikasi Mioma Uteri1


A. Mioma Intramural
Secara umum mioma terletak intramural yaitu pada otot polos uterus
(miometrium) namun beberapa dapat tumbuh menuju luar dan dalam lapisan
uterus. Sekitar 70% mioma merupakan mioma intramural.1
B. Mioma Subserosa
Merupakan mioma yang tumbuh menuju luar lapisan uterus yaitu cavum
peritoneal. Tingkat kejadian mioma subserosa adalah sekitar 15%. Mioma
subserosa dapat ditutupi oleh peritoneum secara parsial ataupun komplet. Jika
ditutupi secara komplet biasanya akan bertangkai dan disebut pedunculated
subserous myoma. Jika tangkainya tumbuh lebih masif dapat menempel pada
omentum dan mesenterium dan disebut Parasitic Myoma. Terkadang mioma juga
dapat tumbuh dalam ligamentum latum dan disebut Broad Ligament Myoma.1
C. Mioma Submukosa
Merupakan mioma yang tumbuh menuju lapisan dalam uterus yaitu cavum
uterina. Tingkat kejadian mioma submukosa adalah sekitar 5%. Mioma
submukosa ini dapat menyebabkan cavum uterina irreguler dan berubah bentuk
Pedunculated Submucous Myoma dapat tumbuh hingga ke serviks. Mioma
submukosa jarang terjadi tapi memberikan gejala yang bermakna.1
6

Gambar 2.2 Lokasi Mioma Uteri9

2.5 Gejala Klinis


Kebanyakan mioma uteri asimptomatik yaitu sekitar 75% Gejala yang
disebabkan oleh mioma uteri bergantung pada lokasi, ukuran, dan jumlah mioma.
Lokasi mioma lebih berpengaruh dibandingkan ukuran miomanya. Mioma
submukosa berukuran kecil akan memberikan gejala yang lebih besar
dibandingkan mioma subserosa berukuran besar.1
Gejala yang paling sering adalah :10
1. Perdarahan uterus yang abnormal.
Perdarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis yang paling
sering terjadi. Gejala ini terjadi pada 30% pasien dengan mioma uteri.
Mekanisme yang menyebabkan perdarahan uterus abnormal pada mioma
uteri antara lain peningkatan ukuran permukaan endometrium lebih dari 15
cm2, kompresi pada plexus vena miometrium, gangguan kontraktilitas
uterus, ulserasi endometrium pada mioma submukosum dan kegagalan
7

endometrium dan miometrium mempertahankan homeostasis. Semua


faktor tersebut saling berhubungan untuk menyebabkan perdarahan uterus
abnormal.
2. Penekanan dan Nyeri
Pada mioma uteri yang besar dapat menimbulkan penekanan terhadap
organ sekitar. Penekanan mioma uteri dapat menyebabkan gangguan
berkemih, defekasi, maupun dispareunia. Pada kasus yang jarang dapat
menekan ureter dan menyebabkan obstruksi dan hidronefrosis. Selain itu
penekanan juga dapat menyebabkan nyeri dan nyeri ini berhubungan
dengan lokasi dan ukuran mioma. Nyeri abdomen yang terlokalisir juga
dapat terjadi pada mioma yang mengalami perubahan menjadi “degenerasi
merah”dan torsi (pada mioma subserosum pedunculated).9,10
3. Infertilitas dan Abortus
Infertilitas lebih sering terjadi pada mioma submukosa dibandingkan
mioma subserosa dan intramural. Infertilitas pada mioma submukosa tidak
hanya disebabkan iritasi lokal dan gangguan lingkungan intrauterin karena
adanya mioma tapi juga mengurangi kepekaan endometrial intrauterine
dengan mengganggu specific molecular markers berupa HOXA 10-11,
LIF dan BTEB-1. Abortus juga bisa terjadi dikarenakan gangguan
kontraktilitas dan iritabilitas uterus, defisiensi oxytocinase dan cystyl
aminopeptidase dan gangguan aliran darah janin.10

2.6 Diagnosis
Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan :1,11
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditemukan gejala seperti menoragia (menstruasi
dalam jumlah banyak), perut terasa penuh dan membesar, dan nyeri panggul
kronik (berkepanjangan). Nyeri bisa terjadi saat menstruasi, setelah
berhubungan seksual, atau ketika terjadi penekanan pada panggul. Nyeri
terjadi karena terpuntirnya mioma yang bertangkai, pelebaran leher rahim
akibat desakan mioma atau degenerasi (kematian sel) dari mioma. Gejala
lainnya adalah gejala gangguan berkemih akibat mioma yang besar dan
8

menekan saluran kemih menyebabkan gejala frekuensi (sering berkemih)


dan hidronefrosis (pembesaran ginjal), penekanan rektosigmoid (bagian
terbawah usus besar) yang mengakibatkan konstipasi (sulit BAB) atau
sumbatan usus, prolaps atau keluarnya mioma melalui leher rahim dengan
gejala nyeri hebat, luka, dan infeksi, dan bendungan pembuluh darah vena
daerah tungkai serta kemungkinan tromboflebitis sekunder karena
penekanan pelvis (rongga panggul). Gejala gangguan reproduksi seperti
infertilitas ataupun abortus berulang dapat terjadi sesuai lokasi dan besarnya
mioma.
2. Pemeriksaan fisik
Hampir kebanyakan mioma uteri dapat didiagnosa melalui pemeriksaan
bimanual rutin maupun dari palpasi abdomen bila ukuran mioma yang
besar. Diagnosa semakin jelas bila pada pemeriksaan bimanual diraba
permukaan uterus yang berbenjol akibat penonjolan massa maupun adanya
pembesaran uterus. Palpasi abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian
bawah. Pemeriksaan ginekologik dengan pemeriksaan bimanual didapatkan
tumor tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum Douglas.
Konsistensi padat, kenyal, mobil, permukaan tumor umumnya rata dan
massa ikut bergerak saat serviks digerakkan.
3. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan laboratorium. Anemia merupakan akibat paling sering dari
mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan
habisnya cadangan zat besi.
- USG atau TVS untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan
endometrium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Histeroskopi
dapat dilakukan untuk melihat cavum uteri dan mendeteksi mioma
submukosa. Histeroskop diinsersi melalui vagina dan cervix.
Histerosalfingografi dapat digunakan untuk melihat perubahan abnormal
ukuran dan bentuk uterus dan tuba fallopi. Laparoskopi dapat digunakan
untuk melihat mioma di bagian luar dinding uterus. Mioma juga dapat
dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu
lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Selain itu juga
9

dapat dilakukan kuretase uterus untuk dilakukan biopsi dan


diindikasikan pada pasien dengan perdarahan irreguler untuk
menyingkirkan penyebab lain.

Gambar 2.3 Sonography uterin menunjukkan : 1. kiri, sebuah intramural


fibroid dan 2. kanan, sebuah pedunculated fibroid10

2.7 Tatalaksana
Kebanyakan mioma uteri merupakan asimtomatik dan tidak membutuhkan
terapi walaupun 20%-50% bersifat simtomatik yanng menyebabkan AUB, anemia
defisiensi besi, gangguan reproduksi dan membutuhkan terapi. Terapi pada
mioma uteri sangat tergantung pada pasien, gejala, ukuran dan lokasi mioma,
fertilitas pasien, usia, ketersedian terapi dan pengalaman tenaga medis. Mioma
uteri simtomatik dapat diterapi secara medikamentosa, operatif atau gabungan
keduanya.3,12
1. Manajemen Ekspektatif
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah ataupun
medikamentosa terutama bila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan
gangguan atau keluhan. Studi prospektif radiologi menunjukkan bahwa 3%-
7% mioma uteri premenopause mengalami regresi sendirinya dalam 6 bulan
hingga 3 tahun dan ukuran serta gejala mioma uteri juga berkurang saat
menopause.
10

2. Medikamentosa
Bila diperlukan terapi, maka yang dapat diberikan adalah:
a. Non hormonal : NSAID yang dapat mengurangi perdarahan pada
mioma uteri
b. Terapi hormonal :
- Kontrasepsi oral: dapat mengatasi perdarahan namun tidak
mempengaruhi ukuran mioma.
- Asam traneksamat : 1300 mg dalam 3 dosis per hari selama 5 hari
dapat mengurangi menoragia pada pasien
- Preparat progesteron oral atau injeksi: dapat mengatasi perdarahan
namun tidak mempengaruhi ukuran mioma.
- Agonis GnRH : meningkatkan parameter hematologi, mengurangi
perdarahan selama operasi, nyeri post operasi dan lama rawatan di
rumah sakit
- Selektive Progesteron Receptor Modulators : Mengurangi ukuran
mioma dan mengontrol perdarahan uterus
3. Tindakan Operatif3,13
a. Miomektomi
- Tindakan ini merupakan pilihan yang tepat bagi wanita yang masih
ingin mempertahankan fertilitas.
- Miomektomi laparoskopi pilihan pada mioma subserosa dan
intramural
- Miomektomi histeroskopi dilakukan pada mioma submukosa
- Abdominal miomektomi dilakukan jika :
- Mioma intramural multipel yang memerlukan insisi multipel
- Mioma dengan ukuran sangat besar atau uterus yang sangat
besar
b. Histerektomi
- Tindakan ini merupakan pilihan yang tepat bagi wanita yang tidak
ingin mempertahankan fertilitas dan beresiko tinggi berulang
11

c. Embolisasi Arteri Uterina


- Embolisasi berarti menghentikan vaskularisasi ke uterus. Dengan
menghentikan vaskularisasi ke uterus, massa mioma akan
mengalami nekrosis dan pengkerutan.
- Merupakan pilihan pada wanita yang ingin mempertahankan
fertilitasnya
- Kontraindikasi pada mioma multipel atau ukuran mioma > 10 cm
d. Ablasi Endometrium, dilakukan untuk mengatasi perdarahan uterus jika
cavum uterina tidak mengalami perubahan bentuk signifikan dan pasien
tidak menginginkan kehamilan lagi
e. Myolisis, dilakukan pada wanita dengan mioma subserosa dan
intramural yang ingin mempertahankan uterus namun tidak
menginginkan fertilitas lagi

Gambar 2.4 Algoritma Manajemen Mioma Uteri3

2.8 Mioma Uteri Pada Kehamilan


Mioma uteri sering muncul bersamaan atau telah ada sebelum kehamilan.
Insidensi mioma uteri pada kehamilan berkisar 0.1%-3.9%.5 Penegakan diagnosa
pada mioma uteri selama kehamilan sangatlah rumit. Oleh karena itu pasien harus
12

diskrining secara detail selama Antenatal Care(ANC). Hanya 42% mioma ukuran
besar (> 5 cm) dan 12.5% mioma ukuran kecil (3-5 cm) yang dapat didiagnosa
melalui pemeriksaan fisik. Pemeriksaan dengan USG pun terbatas pada 1.4%-
2.7% dalam penegakan diagnosis dikarenakan sulit dibedakan dengan penebalan
fisiologis pada miometrium.6,7
Penelitian yang dilakukan oleh De Vivo A, et al (2011) yang mengevaluasi
perubahan volume mioma selama kehamilan. Penelitian dilakukan pada 38 wanita
hamil didapati bahwa rerata volume massa mioma meningkat selama kehamilan
dimana 71,4% ukuran mioma uteri meningkat pada trimester pertama dan kedua
sedangkan 66,6% pada trimester kedua dan ketiga. Hal ini bisa disebabkan oleh
peningkatan vaskularisasi, edema, hipertrofi dan hiperplasia jaringan
fibromuskular.8,14
Efek mioma terhadap kehamilan sangat tergantung pada letak dan ukuran
mioma. Adanya mioma berhubungan dengan terjadinya abortus spontan,
persalinan prematur, solusio plasenta, malpresentasi, distosia, seksio sesaria, dan
perdarahan postpartum. walaupun pada beberapa pasien tidak mengalami
komplikasi dalam kehamilan dan persalinannya.6,7
Mayoritas mioma pada kehamilan bersifat asimpomatik. Bila terjadi
degenerasi merah dan torsi, mioma akan menimbulkan nyeri terutama pada
trimester kedua kehamilan. Mioma yang torsi akan kekurangan aliran darah
sehingga akan mengalami nekrosis. Selain itu akan terjadi inflamasi yang
mensekresikan prostalglandin sebagai perangsang efektor nyeri. Pada sebuah
penelitian pada 113 pasien hamil dengan mioma, 9% mioma menunjukkan hasil
heterogen ekogenik pada ultrasonografi.6

2.9 Efek Mioma Uteri Pada Kehamilan


Sekitar 10-30% wanita dengan mioma uteri akan berkomplikasi terhadap
kehamilan. Komplikasi yang terjadi tergantung lokasi, besar massa, dan usia
kehamilan. Beberapa komplikasi mioma uteri dalam kehamilan adalah sebagai
berikut.6,14
13

a) Kehamilan trimester awal


- Abortus
Tingkat abortus spontan meningkat pada kehamilan dengan mioma
uteri dibandingkan dengan wanita tanpa mioma uteri (14% vs 7,6%
secara berurutan). Beberapa penelitian menunjukkan ukuran mioma
yang semakin besar tidak akan meningkatkan resiko terjadinya
abortus, namun mioma uteri multipel dapat meningkatkan resiko
abortus dibandingkan dengan mioma tunggal (23,6% vs 8%). Lokasi
mioma juga penting. Abortus lebih sering terjadi pada mioma yang
berada pada korpus uterus dibandingkan dengan mioma pada segmen
bawah rahim dan mioma uteri intramural atau submukosum.
Mekanisme mioma uteri menyebabkan abortus masih belum jelas.
Peningkatan iritabilitas uterus dan kontraktilitas, efek kompresi
mioma, dan gangguan aliran darah uteroplasenta akibat massa mioma.
- Perdarahan
Perdarahan pada kehamilan trimester awal terjadi apabila plasenta
berimplantasi dekat dengan massa mioma bila dibandingkan dengan
implantasi plasenta yang tidak kontak dengan mioma uteri (60% vs
90%).
b) Kehamilan Trimester Akhir
- Persalinan Prematur dan Ketuban Pecah Dini
Persalinan preterm ditemukan lebih tinggi insidensinya (16,1% vs
8,7%) pada wanita hamil dengan mioma uteri dibandingkan yang
normal. Pada suatu meta analisis juga ditunjukkan mioma uteri dalam
kehamilan berkaitan dengan peningkatan risiko ketuban pecah dini.
- Solusio Plasenta
Pada wanita hamil dengan mioma uteri akan meningkatkan resiok
terjadinya solusio plasenta hingga tiga kali lipat. Mioma submukosum,
mioma retroplasenta, dan volume mioma melebihi 200 cm3
merupakan faktor resiko terjadinya solusio plasenta.
14

- Plasenta Previa
Hubungan antara mioma uteri dan plasenta previa sudah diteliti pada
dua studi dimana adanya mioma uteri berhubungan dengan
peningkatan resiko terjadinya plasenta previa sebanyak dua kali lipat.
- Pertumbuhan Janin Terhambat dan Anomali Fetus
Jarang mioma uteri menyebabkan pertumbuhan janin terhambat.
Namun pada beberapa kasus mioma dapat menekan dan menyebabkan
distorsi pada kavum uterus sehingga menyebabkan deformitas pada
fetus.
c) Persalinan
- Malpresentasi, distosia, dan seksio sesaria
Resiko malpresentasi meningkat pada wanita dengan mioma uteri
dibandingkan dengan kontrol (13% vs 4,5%). Mioma uteri yag besar,
multipel mioma dan mioma pada segmen bawah rahim. Beberapa
studi menunjukkan bahwa mioma uteri meningkatkan resiko seksio
sesaria. Pada studi sistematik wanita dengan mioma uteri
meningkatkan resiko seksio sesaria 3,7 kali lipat (48,8% vs 13,3%).
Hal ini disebabkan karena terjadinya distosia pada persalinan.
- Perdarahan Postpartum
Beberapa studi menunjukkan bahwa adanya peningkatan resiko
perdarahan postpartum dibandingkan dengan kontrol (2,5% vs 1,4%).
- Retensio Plasenta
Suatu studi menunjukkan peningkatan resiko retensio plasenta pada
wanita hamil dengan mioma uteri terutama bila mioma uteri berada
pada segmen bawah rahim.
- Ruptur Uterus Setelah Miomektomi
Ruptur uterus setelah miomektomi jarang terjadi. Pada studi
restrospektif yang dilakukan terhadap 120 wanita yangg dilakukan
miomektomi pada kehamilan aterm menunjukkan bahwa tidak ada
terjadinya ruptur uteri. Pada studi yang lain menunjukkan adanya
peningkatan resiko ruptur uteri setelah miomektomi sebesar 0,5%-1%.
15

Tabel 1. Beberapa Komplikasi Mioma Uteri Pada Kehamilan6

2.10 Pengaruh Mioma Uteri Terhadap Fertilitas


Mioma uteri sering terjadi pada wanita dengan riwayat infertilitas. Mioma
uteri menyebabkan infertilitas pada 5-10% kasus. Belum diketahui dengan pasti
bagaimana mekanisme mioma uteri menyebabkan infertilitas. Ada beberapa
dugaan efek mioma uteri terhadap infertilitas. Keadaan hiperestrogenisme,
perubahan endometrium yang patologis seperti atrofi endometrium, distorsi
kelenjar endometrium, ulserasi endometrium merupakan penyebab terjadinya
kegagalan implantasi. Disfungsi kontraktilitas uterus berkontribusi terhadap
transpor sperma, ovum, dan embrio serta dapat menyebabkan kegagalan nidasi.
Selain itu, lokasi mioma uteri merupakan penyebab penting terjadinya infertilitas.
Mioma dapat mendistorsi kavum uteri atau menyumbat ostium tuba yang akan
mengganggu transport sperma dan embrio. Mioma uteri juga dapat menyebabkan
infertilitas karena kerusakan aliran darah endometrium dimana akan mengganggu
proses nidasi. Inflammasi lokal yang disebabkan oleh ulserasi mioma uteri
submukosa berperan pada perubahan lingkungan biokimiawi yang normal.2,15
Walaupun dampak mioma uteri masih dalam perdebatan, banyak studi yang
menunjukkan bahwa mioma submukosa dan intramural yang menyebabkan
distorsi endometrium berhubungan dengan penurunan implantasi dan tingkat
16

kehamilan. Hal ini terjadi pada massa yang kecil (<4 cm) dan massa yang besar
(>4 cm) mioma intramural. Beberapa studi juga menunjukkan kegagalan IVF
pada mioma uteri subserosum. Pada beberpa penelitian menunjukkan bahwa
penurunan tingkat implantasi dan kehamilan dilaporkan pada mioma intramural
dan submukosum karena berhubungan dengan distorsi endometrium. Suatu meta-
analisis studi IVF oleh Prits menyimpulkan bahwa mioma uteri submukosum
secara signifikan menghambat keberhasilan IVF sementara mioma uteri
subserosum ataupun intramural tidak memiliki dampak terhadap fertilitas.15,16
Pada penelitian di Italia, membandingkan tingat kehamilan dan abortus pada
wanita infertil dengan mioma uteri submukosum yang dilakukan miomektomi dan
tidak. Setelah pembedahn diinstruksikan untuk melakukan hubungan seksual dan
tidak mendapat pengobatan apapun. Tingkat kehamilan meningkat menjadi 43%
setelah pembedahan, tingkat abortus menurun menjadi 38%. Di Australia,
dilakukan studi dengan membandingkan tingkat kehamilan pada wanita dengan
mioma uteri submukosum, intramural, subserosum ataupun tanpa mioma uteri
pada suatu program IVF. Hanya 1% wanita dengam mioma uteri submukosum
yang memperoleh kehamilan, 16% pada wanita dengan mioma uteri intramural,
34% pada mioma uteri subserosum dan 30% pada wanita tanpa mioma uteri. Pada
penelitian di Israel melaporkan bahwa tingkat kehamilan yang lebih rendah dan
tingginya abortus pada program IVF pada wanita dengan mioma uteri
submukosum. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa wanita dengan mioma uteri
submukosum memiliki tingkat kehamilan 10% dan tingkat abortus sebesar 40%
bila dibandingkan dengan wanita tanpa mioma uteri, dimana tingkat kehamilan
sebesar 25% dan tingkat abortus sebesar 25%. 15,16
Penelitian yang dilakukan untuk membandingkan keberhasilan IVF pada
112 wanita dengan mioma uteri intramural yang kecil (≤ 5 cm) dan wanita tanpa
mioma uteri dengan usia rerata 36,4 tahun pada kelompok wanita dengan mioma
uteri dan 34,6 tahun pada wanita tanpa mioma. Dari penelitian ini didapatkan
bahwa tingkat kehamilan dua kali lebih tinggi (28%) bila dibandingkan dengan
wanita dengan mioma (15%). 15
Mioma subserosum hanya memiliki dampak kecil terhadap fungsi
reproduksi wanita. Pada beberapa penelitian, tingkat keberhasilan IVF pada
17

wanita dengan mioma uteri subserosum sama dengan wanita tanpa mioma
uteri.5,15

2.11 Tatalaksana Mioma Uteri Dalam Kehamilan


Nyeri mioma saat kehamilan biasanya diterapi dengan tirah baring, hidrasi,
dan analgesik. Penggunaan NSAIDs harus mempertimbangkan segala risiko pada
trimester ketiga bila digunakan >48 jam dengan efek penutupan duktus arteriosus
prematur, hipertensi pulmonal, perdarahan intrakranial, enterokolitis nekrotikan,
dan oligohidramnion.6
Miomektomi jarang dipilih sebagai pilihan terapi pada kehamilan trimester
awal. Bila diperlukan, bagaimanapun, beberapa penelitian telah melaporkan
bahwa miomektomi antepartum dapat dilakukan secara aman pada trimester
pertama dan kedua kehamilan. Miomektomi pada trimester awal dilakukan
dengan indikasi meliputi nyeri dari fibroid, ukuran fibroid >5 cm pada segmen
bawah uterus, dan gagal dilakukan tindakan konservatif. Komplikasi yang dapat
terjadi adalah risiko perdarahan sampai nantinya diperlukan tindakan seperti
histerektomi puerpural. Miomektomi pada saat sectio caesaria hanya dilakukan
jika tidak dapat dihindari dan untuk keselamatan janin.6
Karimov et al. (2011) melakukan penelitian pada 28 wanita hamil dengan
mioma uteri pada kehamilan. Indikasi dilakukan pembedahan meliputi riwayat
miomektomi konservatif, mioma yang tumbuh dengan sangat cepat, trophopati,
nekrosis mioma, dan risiko tinggi aborsi. Dilakukan operasi dengan insisi
Pfannenstiel. Miomektomi dilakukan dengan cross seksi miometrium dengan
elektrokauter pada proyeksi konveks terbesar. Setelah itu, dilaukan juga insisi
pada bagian superfisial tumor. Secara hati-hati, kemudian dialkukan enukleasi
intrakapsular KGB mioma dengan koagulator bipolar hemostasis. Rongga yang
terbentuk dijahit dengan simple suture bahan absorbablet polomer. Diberikan
spasmolitik dan infus magnesium sulfat postoperatif. Hasil penelitian
menunjukkan 4 dari 28 pasien mengalami aborsi 12-22 hari setelah dilakukan
mioma konservatif. Pada 24 pasien lain, gejala mioma menghilang dan dapat
dilakukan persalinan normal.17
18

Embolisasi arteri uterina bilateral sejak lama dilakukan oleh radiologis


intervensional untuk mengontrol perdarahan postpartum. Lebih lanjut lagi, ligasi
arteri uterina telah digunakan sebagai prosedur terapi mioma dengan ukuran besar
pada wanita yang tidak hamil dan lebih penting lagi tidak menginginkan fertilitas
kembali. Studi prospektif mengenai ligasi arteri uterina bilateral yang dilakukan
setelah sectio caesaria efektif menurunkan perdarahan postpartum dan
meminimalisir risiko miomektomi atau histerektomi dengan memicu penyusutan
fibroid.6
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien

Nama : Yunita Asry


Tanggal Lahir/Umur : 23 Januari 1987/ 29 tahun
Alamat : Blang Kejeren, Gayo Lues
Agama : Islam
Suku : Gayo
CM : 0-90-57-68
Jaminan : BPJS
Tanggal masuk : 21 Desember 2016

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Hamil dengan mioma uteri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengaku hamil 9 bulan. HPHT 2-04-2016, TTP: 9-01-2017. Pasien
datang untuk persiapan operasi atas indikasi hamil dengan mioma uteri.
Kehamilan ini merupakan kehamilan pertama pasien. Selama ini pasien ANC di
dokter spesialis obgyn sebanyak 1 kali dan di poliklinik obgyn sebanyak 2 kali.
USG terakhir tanggal 19 Desember 2016 dikatakan janin dalam keadaan baik.
Gerakan janin aktif dirasakan. Pasien tidak mengeluhkan mules-mules. Keluhan
keluar air-air tidak dikeluhkan, keluhan keluar darah tidak dikeluhkan dan keluhan
keputihan tidak dikeluhkan. Pasien mengaku sudah menderita mioma uteri sejak
sebelum hamil.
Riwayat Penyakit Dahulu : Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), asma (-), alergi (-).
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat keluhan
yang sama seperti pasien.
Riwayat Pemakaian Obat : Tidak ada.
Riwayat Kebiasaan Sosial : Pasien sehari-hari bekerja sebagai seorang ibu
rumah tangga, suami pasien bekerja sebagai wiraswasta.
Riwayat Menarche : Usia 13 tahun, selama 6-7 hari, 3x ganti pembalut, dismenore (-).
Riwayat Pernikahan : Pernikahan satu kali, saat berusia 24 tahun.

19
20

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :


I. Hamil saat ini.
Riwayat ANC: Pasien rutin melakukan Antenatal Care, menurut keterangan
pasien pada kehamilan yang terakhir pasien melakukan ANC di Dokter Sp.OG
sebanyak 1 kali dan di poliklinik obgyn sebanyak 2 kali.
Riwayat KB : Tidak ada

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Vital Sign
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Denyut nadi : 82 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,7 C
3.3.2 Status Generalisata
- Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-), pucat (-)
- Mata : Konjunctiva pucat (-/-), ikterik (-/-), sekret (-/-)
- Telinga/ Hidung/Mulut : Dalam batas normal
- Leher : Simetris, Pembesaran KGB (-)
- Thorax : Simetris, Vesikular (+/+), Rh (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung : BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-)
- Abdomen : Tampak luka bekas operasi, Soepel, peristaltik
(+), laserasi (-), nyeri tekan (-)
TFU 2 jari dibawah pusat.
- Ekstremitas : Edema (-/-), Sianosis (-/-), akral dingin (-/-)
3.3.3 Status Obstetri
TFU 2 jari dibawah pusat, ASI dijumpai dan sudah mulai menyusui, BAB
belum, BAK lancar, dan Lochea rubra.
21

3.4 Pemeriksaan Penunjang


3.4.1 Laboratorium

Jenis Tanggal Tanggal Nilai Satuan


Pemeriksaan 19-12-16 22-12-16 Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 9,8 8,9 12,0-15,0 g/dL
Hemotokrit 31 27 37-47 %
Eritrosit 3,9 3,5 4,2-5,4 10 /mm3
3

Leukosit 11,8 16,5 4,5-10,5 103 /mm3


Trombosit 428 344 150-450 103 /mm3
MCV 80 78 80-100 fL
MCH 25 26 27-31 Pg
MCHC 31 33 32-36 %
RDW 15,9 15,5 11,5-14,5 %
MPV 9,3 8,9 7,2-11,1 fL
Eosinofil 1 1 0-6 %
Basofil 1 0 0-2 %
Neutrofil Batang 0 0 2-6 %
Neutrofil Segmen 72 78 50-70 %
Limfosit 17 14 20-40 %
Monosit 9 7 2-8 %
W. Perdarahan 2 1-7 Menit
W. Pembekuan 7 5-15 Menit
Imunoserologi
HbsAg Negatif Negatif
Kimia Klinik
Natrium (Na) 140 132-146 mmol/L
Kalium (K) 4,0 3,7-5,4 mmol/L
Klorida (Cl) 112 98-106 mmol/L
GDS 105 < 200 mg/dL
AST/SGOT 18 < 31 U/L
ALT/SGPT 13 < 34 U/L
Albumin 3,05 3,5-5,2 g/dL
22

3.4.2 Pemeriksaan USG

Kesimpulan :
Hamil dengan janin presentasi kepala tunggal hidup dan mioma di fundus ukuran
91,4mm x 72,1mm.
23

3.4.3 Pemeriksaan CTG

Kesimpulan:
Baseline 140 bpm, variabilitas 6-25 bpm, akselerasi (+), deselerasi tidak ada,
gerak janin dirasakan, dan kontraksi positif.

3.5 Resume

Datang dengan rencana operasi pada hamil dengan mioma uteri

Dilakukan pemeriksaan didapatkan keadaan belum inpartu

Dilakukan SC + Miomektomi

Observasi

3.6 Diagnosa Kerja


POD I post SC + Miomektomi a/i Multiple Mioma Uteri, Infertilitas Primer
5 tahun
Lahir bayi laki-laki dengan berat badan lahir 3100 gr; A/S 8/9

3.7 Tatalaksana
a. Terapi Operatif
- Sectio cesarean
24

- Miomektomi multiple
b. Terapi post operasi
- Inj. Ceftriaxone 2 gr/24 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
- Inj. Tramadol 1 amp/12 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
- Inj. Transamin 500 mg/ 12 jam
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang pasien perempuan datang ke RSUDZA mengaku hamil 9 bulan.


HPHT 2-04-2016, TTP: 9-01-2017. Pasien datang untuk persiapan operasi atas
indikasi hamil dengan mioma uteri. Kehamilan ini merupakan kehamilan pertama
pasien setelah 5 tahun menikah. Selama ini pasien ANC di dokter spesialis obgyn
sebanyak 1 kali dan di poliklinik obgyn sebanyak 2 kali. USG terakhir tanggal 19
Desember 2016 dikatakan janin dalam keadaan baik. Gerakan janin aktif
dirasakan. Pasien tidak mengeluhkan mules-mules. Keluhan keluar air-air tidak
dikeluhkan, keluhan keluar darah tidak dikeluhkan dan keluhan keputihan tidak
dikeluhkan. Pasien mengaku sudah menderita mioma uteri sejak sebelum hamil.
Dari pemeriksaan fisik pasien dalam batas normal. Tidak ditemukan adanya
kelainan dari pemeriksaan generalisata maupun pemeriksaan ginekologi. Setelah
dilakukan pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan Hb, hematokrit,
peningkatan leukosit dan hipoalbuminemia. Pada pemeriksaan USG ditemukan
adanya mioma di fundus dengan ukuran 91,4mm x 72,1mm. Pasien dilakukan
sectio cesaria disertai miomektomi dan didapatkan mioma multipel.
Pasien ini tidak mengeluhkan gejala dari mioma uteri dan secara teori
kebanyakan mioma uteri memang asimptomatik yaitu sekitar 75%. Gejala yang
muncul pada mioma uteri sangat bergantung pada lokasi, ukuran, dan jumlah
mioma.
Pasien baru hamil pertama kali setelah 5 tahun menikah. Mioma uteri bisa
menyebabkan infertilitas pada 5-10% kasus. Ada beberapa dugaan efek mioma
uteri terhadap infertilitas. Keadaan hiperestrogenisme, perubahan endometrium
yang patologis seperti atrofi endometrium, distorsi kelenjar endometrium, ulserasi
endometrium merupakan penyebab terjadinya kegagalan implantasi. Disfungsi
kontraktilitas uterus berkontribusi terhadap transpor sperma, ovum, dan embrio
serta dapat menyebabkan kegagalan nidasi. Selain itu, lokasi mioma uteri
merupakan penyebab penting terjadinya infertilitas.
Pada pasien ditemukan mioma dengan ukuran 91,4 mm x 72,1 mm.
Penelitian yang dilakukan oleh De Vivo A, et al (2011) yang mengevaluasi
perubahan volume mioma selama kehamilan didapati bahwa rerata volume massa

25
26

mioma meningkat selama kehamilan dimana 71,4% ukuran mioma uteri


meningkat pada trimester pertama dan kedua sedangkan 66,6% pada trimester
kedua dan ketiga. Hal ini bisa disebabkan oleh peningkatan vaskularisasi, edema,
hipertrofi dan hiperplasia jaringan fibromuskular.
Pada pasien ini dilakukan sectio cesaria dan miomektomi. Beberapa studi
menunjukkan bahwa mioma uteri meningkatkan resiko seksio sesaria. Pada studi
sistematik wanita dengan mioma uteri meningkatkan resiko seksio sesaria 3,7 kali
lipat (48,8% vs 13,3%). Hal ini disebabkan karena bisa terjadinya distosia pada
persalinan. Miomektomi pada saat sectio caesaria hanya dilakukan jika tidak
dapat dihindari dan untuk keselamatan janin.
BAB V
KESIMPULAN

Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus.
Mioma uteri sering terjadi pada wanita usia produktif. Terdapat 3 jenis mioma
uteri berdasarkan lokasi di uterus, yaitu submukosa, intramural dan subserosa.
Gejala klinis yang dikeluhkan pasien dengan mioma uteri antara lain perdarahan
uterus abnormal, penekanan dan nyeri serta infertilitas dan abortus. Penanganan
pada mioma uteri bisa dilakukan secara medikamentosa dan operatif atau
keduanya.
Mioma uteri juga bisa ditemukan pada kehamilan. Kehamilan bisa
menyebabkan perubahan ukuran dari mioma menjadi lebih besar. Sedangkan Efek
mioma terhadap kehamilan sangat tergantung pada letak dan ukuran mioma.
Adanya mioma berhubungan dengan terjadinya abortus spontan, persalinan
prematur, solusio plasenta, malpresentasi, distosia, seksio sesaria, dan perdarahan
postpartum.

27
28

DAFTAR PUSTAKA

1. Konar, Hiralal. DC Dutta’s Textbook of Gynecology : including


Contraception 6th Ed Revised. New Delhi : Jaypee Brothers Medical
Publishers. 2014
2. Laughlin, SK., Stewart, EA. Uterine Leiomyomas : Individualizing The
Approach to a Heterogeneous Condition. Obstet Gynecol. 2011; 117(2 Pt 1):
396-403
3. Villos, GA., Allaire, C., Laberge, PY., et al. The Management of Uterine
Leiomyomas. J Obstet Gynecol Can. 2015; 37(2): 157-81
4. Prawirohardjo, S. Ilmu Kandungan Ed 3. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2011
5. Cook, H., Ezzati, M., Segars, JH., McCarthy, D. The Impact of Uterine
Leiomyomas on Reproductive Outcomes. Minerva Ginecol. 2010. 62(3): 225-
236
6. Lee, HJ., Norwitz, ER., Shaw, J. Contemporary Management of Fibroids in
Pregnancy. Rev Obstet Gynecol. 2010; 3(1): 20-27
7. Maliwad, AK., Thaker, R., Shah, P. Pregnancy Outcome in Patient with
Fibroid. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2014; 3(3): 742-745
8. De Vivoa A, et al. Uterine myoma during pregnancy: a longitudinal
sonographic study. Ultrasound Obstet Gynecol. 2011 Mar; 37(3):361-5.
9. Hoffman, BL., Schorge, JO., Bradshaw, KD., et al. Williams Gynecology 3th
Edition. New York : Mc Graw Hill Education. 2016
10. Tinelli, A., Malvasi, A. Uterine Myoma, Myomectomy and Minimally
Invasive Treatments. New York : Springer International Publishing. 2015
11. American Association of Gynecologic Laparoscopists (AAGL). AAGL
Practice Report : Practice Guidelines for the Diagnosis and Management of
Submucous Leiomyomas. J Minim Invasive Gynecol. 2012; 19(2): 152-71
12. Jefferys, Amanda., Akande, Valentine. Modern Management of Fibroids.
Obstet Gynecol Reprod Med. 2016
13. American College of Obstetricians and Gynecologists. ACOG Practice
Bulletin. Alternatives to Hysterectomy in the Management of Leiomyomas.
Obstet Gynecol 2008; 112(2 Pt 1): 387-400 (Reaffirmed 2014 Dec)
29

14. Konar, Hiralal. DC Dutta’s Textbook of Obstetrics : including Perinatology


and Contraception 7th Ed Revised. New Delhi : Jaypee Brothers Medical
Publishers. 2014
15. Khaud A, Lumsden MA. Impact of fibroids on reproductive function. Best
Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaaecology 2008; 22(4): 749-
60.
16. Purohit, P., Vigneswaran, K. Fibroids and Infertility. Curr Obstet Gynecol
Rep. 2016; 5: 81-88
17. Karimov Z, Khusankhodjaeva M, Abdikulov B. Myomectomy in the
pregnant. Med Health Sci J. 2011; 9: 38-46.

Anda mungkin juga menyukai