Batas Negara Di Darat
Batas Negara Di Darat
MATA KULIAH
ASPEK LEGAL SPASIAL
OLEH :
REDHO SURYA PERDANA
NIM : 25117012
2017
BAB 01
PENDAHULUAN
Penentapan dan penegasan batas wilayah suatu negara dirasakan sangatlah penting dan
mendesak karena semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan pembangunan yang
memerlukan ruang baru bagi kegiatan tersebut. Kebutuhan akan ruang ini akan pada akhirnya
akan berpengaruh terhadap hilang atau berubahnya batas wilayah suatu negara.
Secara garis besar terdapat dua hal yang menjadi dasar penetapan perbatasan yaitu :
1. Ketentuan Tak Tertulis. Ketentuan ini berdasarkan pada pengakuan para pihak yang
berwenang di kawasan perbatasan, oleh para saksi atau berdasarkan petunjuk. Tempat
permukiman penduduk, golongan ras, perbedaan cara hidup, perbedaan bahasa dan lain
sebagainya dapat dijadikan dasar atau pedoman dalam membedakan wilayah yang satu
dengan wilayah yang lainnya. Seiring dengan perkembangan waktu, tanda- tanda alam
tersebut dapat pula berkembang menjadi tanda batas wilayah.
Melalui proses kebiasaan yang berlangsung lama, perbatasan sedemikian dapat tumbuh
menjadi perbatasan tradisional. Penetapan batas negara yang berdasarkan pada
ketentuan-ketentuan yang tidak tertulis ini, pada kenyataannya lebih banyak mengalami
kesulitan karena menyangkut juga faktor historis dan kultural yang secara politis lebih
rumit dari pada faktor teknis.
Dalam studi Hubungan Internasional, perbatasan antar negara merupakan faktor yang
mempengaruhi hubungan antar negara. Perjanjian perbatasan antar negara berbentuk treaty
yang kemudian diratifikasi dengan Undang- undang.
Dalam penyusunan dan penetapan perbatasan antar negara, peta memegang peranan
yang sangat penting sebagai alat bantu untuk menemukan dan menentukan lokasi distribusi
spesial dari kawasan perbatasan. Dalam setiap perjanjian perbatasan biasanya dilengkapi
dengan peta sebagai lampiran yang berfungsi untuk mempermudah dan memperjelas letak
lokasi dari masing-masing titik-titik batas maupun area perbatasan yang telah disepakati oleh
negara yang berbatasan (Hadiwijoyo, 2009 :52-54). Selain itu, aspek legal yang kuat sangat
memiliki peranan kuat dalam penentuan dan penegasan batas negara di darat dan laut.
Dalam laporan ini akan dijelaskan tentang definisi, jenis-jenis, dan aspek legal dari
batas negara di darat.
BAB 02
ISI MATERI
Batas menurut Hadiwijoyo dalam bukunya yang berjudul Batas Wilayah Negara
Indonesia, batas adalah tanda pemisah antara satu wilayah dengan wilayah yang lain, baik
berupa tanda alamiah maupun buatan (2009:35). Batas negara di wilayah darat meliputi segala
sesuatu yang tampak dipermukaan bumi, misalnya seperti rawa, sungai, gunung, lembah.
Mengenai batas wilayah daratan suatu Negara ditentukan dengan perjanjian antar Negara yang
wilayahnya berbatasan. Macam-macam perbatasan Negara bisa berupa: perbatasan alam,
perbatasan ilmu pasti, perbatasan buatan.
Pada umumnya tindakan sepihak atas perbatasan tidak dapat dilakukan, kecuali dalam hal-hal
tertentu, seperti yang terjadi dengan keputusan- keputusan Belanda atas kekuasaannya di Irian
sebelah Barat.
Karena wilayah kekuasaan yang dimaksud adalah dua wilayah kekuasaan negara yang berbeda
maka pengertian perbatasan ini tidak akan meliputi perbatasan yang memisahkan
wilayah-wilayah dengan subyek hukum orang atau badan hukum dan juga tidak termasuk
perbatasan yang memisahkan wilayah-wilayah. Unsur terpenting dari perbatasan adalah tempat
kedudukan dari perbatasan tersebut, yaitu harus jelas, tegas dan dapat diukur.
Keraguan-raguan terhadap letak sebenarnya dari perbatasan yang mungkin disebabkan oleh
tidak jelasnya atau tidak tegasnya perjanjian yang merumuskan perbatasan tersebut akan
mengundang berbagai masalah dan sengketa.
Perbatasan negara itu ada yang sudah jelas dan tegas, namun tidak dapat dilihat dengan nyata,
misalnya perbatasan darat yang berupa aliran sungai atau perbatasan darat itu memotong
sebuah danau. Tidak dapat dilihatnya perbatasan secara fisik, akan memudahkan munculnya
sengketa antara kedua belah pihak di dalam mempergunakan sungai atau danau tersebut. Tidak
dapat diukurnya suatu perbatasan juga akan menimbulkan permasalahan yang sama.
Pada beberapa kasus, sebagai akibat dari tidak stabilnya pantai, maka baik perbatasan darat
maupun perbatasan laut di sekitar pantai–seperti perbatasan laut antara Bangladesh dan India–
akan sulit ditetapkan. Secara umum diperbatasan negara terdapat dua dimensi, dalam arti
bahwa yang dibatasi bukan hanya keadaan topografi di atas permukaan tetapi perbatasan itu
sendiri juga membagi tanah dan kerak bumi dibawahnya serta ruang udara diatasnya. Karena
perbatasan banyak menimbulkan persoalan-persoalan administratif antara kedua negara, maka
pada umumnya bagian perbatasan di permukaan tanah diberi lagi jalur-jalur perbatasan yang
lain (zona) pada sebelah menyebelah perbatasan yang mempunyai jarak tertentu dari
perbatasan sesungguhnya.
Zona ini disebut juga dengan Free Zone, atau Safety Zone, Demilitarry Zone, no man’s land
dan seterusnya, yang masing-masing istilah sesuai dengan tekanan fungsinya. Akan tetapi
dengan adanya zona bebas ini tidak berarti bahwa kedudukan perbatasan yang sebenarnya itu
berubah. Pengertian “no man’s land” tidak berarti bahwa tidak ada pemiliknya, tetapi berarti
bahwa kawasan tersebut harus dibebaskan dari hak-hak perdata.
Di daerah itu tidak diperbolehkan terdapat perkebunan, pertanian, rumah dan seterusnya. Lebar
zona-zona tersebut bervariasi ada yang 9 mil, 10 mil, bahkan sampai 20 mil, dan ditetapkan
berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak.
Untuk menentukan batas negara dapat dibedakan menjadi dua, yakni secara alamiah dan
artifisial (buatan).
Penetapan batas secara alamiah dilakukan dengan mengikuti kontur alam di daerah
perbatasan, seperti misalnya aliran sungai dan pegunungan.
Sedangkan penetapan secara artifisial dapat dilakukan dengan mendirikan atau
membangun pagar pemisah/patok batas negara di sepanjang titik-titik perbatasan yang
disepakati oleh negara-negara yang berbatasan.
Adapun perbatasan negara diwilayah darat dapat berupa sungai maupun pegunungan sebagai
berikut.
Pada suatu Sungai yang menjadi perbatasan internasional itu dapat dilayari, maka
kedudukan perbatasan dapat menjadi persoalan yang sulit, karena masalah kedudukan
perbatasan dan penggunaan sungai menjadi dua persoalan yang saling mempengaruhi.
Apabila kedudukan perbatasan kedua negara dianggap sebagai masalah tersendiri di
luar masalah penggunaan sungai, maka kedudukan perbatasan antara kedua negara
dapat ditetapkan di tengah-tengah sungai, sehingga pengaturan penggunaan sungai
untuk keperluan pelayaran bagi kedua belah pihak harus disesuaikan dengan adanya
pendangkalan-pendangkalan tersebut.
Hal ini disebabkan bagian sungai yang dilayari tersebut berbeda dengan kedudukan
perbatasan antara kedua negara.
Pegunungan sebagai perbatasan alam antara dua negara merupakan hal yang lazim
terjadi. Bagian dari pegunungan yang menjadi perbatasan pada umumnya adalah
bagian-bagian tertinggi pada pegunungan tersebut.
Perbatasan yang demikian sering disebut dengan Watershed yang artinya bahwa
bagian- bagian tertinggi dari pegunungan itu merupakan pemisah dari semua aliran
sungai-sungai yang mengalirkan kejurusan-jurusan yang berlawanan. Perbatasan
Kalimantan Indonesia dan Kalimantan Malaysia merupakan jenis perbatasan alam yang
disebut sebagai watershed.
Watershed merupakan perbatasan alam terbaik, sebab tidak dapat diragukan lagi
kedudukannya, bersifat abadi dan merupakan pemisah yang paling efisien. Penduduk
yang tinggal pada sebelah-menyebelah pegunungan itu hanya mampu membangun
pemukiman-pemukiman sepanjang sungai sampai pada lereng-lereng gunung dimana
keadaan tanah sudah tidak memungkinkan lagi untuk bercocok tanam, oleh karena itu
makin tinggi kedudukan watershed, pemukiman penduduk juga makin sedikit, sehingga
watershed pada umumnya juga merupakan perbatasan kelompok-kelompok etnis.
Kesulitan yang dihadapi dalam masalah pembuatan perjanjian perbatasan ialah bahwa
isi perjanjian itu harus dapat dilaksanakan secara benar di lapangan dan tidak boleh
menimbulkan keragu-raguan. Oleh sebab itu para penyusun teks perjanjian harus
menyesuaikan isi perjanjian tersebut dengan apa yang diharapkan oleh masing-masing
negara dan sesuai dengan keadaan di lapangan.
Pengalaman menunjukkan bahwa penyusunan perjanjian-perjanjian perbatasan
alamiah lebih sulit dibandingkan dengan perjanjian perbatasan buatan, karena
perbatasan buatan tidak begitu banyak memerlukan pengetahuan atau pengenalan
tentang medan dimana perbatasan itu terletak.
RI – MALAYSIA
Batas darat antara Indonesia dengan Papua Nugini (PNG) mengacu pada
kepada Perjanjian antara Indonesia dan Australia mengenai garis -garis batas
tertentu antara Indonesia Dan Papua Nugini Tanggal 12 Februari 1973, yang
diratifikasi dengan UU No 6 tahun 1973. Garis batas Indonesia dengan
Papua Nugini yang disepakati merupakan garis batas buatan (artificial
boundary), kecuali pada ruas Sungai Fly yang menggunakan batas alam
yang berupa titik terdalam dari sungai (thalweg). Garis batas RI-PNG
menggunakan meridian astronomis 141º 01’00”BT mulai dari utara Irian
Jaya (Papua ) ke selatan sampai ke sungai Fly mengikuti thalweg ke selatan
sampai memotong meridian 141 º 01’ 10” BT. Demarkasi batas sepanjang
perbatasan kedua negara (±820km) telah dilaksanakan bersama antara
Indonesia dengan PNG dengan menempatkan sebanyak 52 pilar dari MM 1
sampai dengan MM 14A yang merupakan batas utama Meridian Monument.
RI – TIMOR LESTE
Wilayah darat NKRI terdiri atas daratan pada semua pulau yang berada disebelah dalam
Garis Pangkal Kepulauan Indonesia Khusus di Pulau Kalimantan, Pulau Papua, Pulau Sebatik,
dan Pulau Timor berdasarkan perjanjian-perjanjian sebagai berikut :
a. Batas negara dengan Malaysia di Pulau Kalimantan (Borneo) dan Pulau Sebatik
mengacu pada perjanjian batas antara Pemerintah Inggris dengan Pemerintah Hindia
Belanda (konvensi 1891, Traktat 1915, dan 1928).
b. Batas negara dengan Papua Nugini di Pulau Papua mengacu pada perjanjian antara
Indonesia dengan Australia mengenai Garis-Garis Batas Tertentu antara Indonesia
dengan Papua Nugini tanggal 12 Februai 1973, yang diratifikasi dengan U-ndang-
Undang Nomor 6 tahun 1973.
c. Batas negara dengan Timor Leste di Pulau Timor mengacu pada perjanjian Pemerintah
Hindia Belanda dengan Portugis pada tahun 1904 dan Permanent Court Award (PCA)
1914, serta perjanjian sementara antara Indonesia dan Timor Leste pada tanggal 8 April
2005.
Terdapat berbagai jenis perjanjian untuk penentuan batas negara di darat, berikut adalah
jenis-jenisnya :
Konvensi
Konvensi berasal dari kata convention merupakan suatu aturan yang didasarkan pada
kebiasaan. Pengertian konvensi dalam kebiasaan ini timbul dan dipelihara dengan baik
dalam praktik ketatanegaraan suatu negara. Dalam pelaksanaannya, suatu konvensi
tidak diatur dalam sebuah konstitusional. Dengan kata lain, konvensi merupakan suatu
aturan yang diterima secara hukum oleh suatu negara dan dilakukan secara berulang-
ulang meskipun tidak tertulis
Traktat
Traktat adalah suatu perjanjian yang dibuat antara dua Negara atau lebih dalam bidang
keperdataan. Trutama erat kaitannya dengan perjanjian internasioanl.
Yurispondensi
Yurisprudensi atau putusan pengadilan meruapakan produk yudikatif, yang berisi
kaidah atau peraturan hukum yang mengikat pidahk-pihak yang berperkara terutama
dalam perkara perdata.
Uti Posidetis Juris
Uti possidetis (dalam bahasa Latin berarti "seperti yang Anda miliki") adalah prinsip
dalam hukum internasional yang menyatakan bahwa teritori dan properti lainnya tetap
di tangan pemiliknya pada akhir konflik, kecuali jika hal yang berbeda diatur oleh suatu
perjanjian. Apabila perjanjian tersebut tidak termasuk kondisi tentang kepemilikan
properti dan wilayah diambil selama perang, maka prinsip uti possidetis akan
berlaku.[1] Asas ini mengakar dari hukum Romawi dan berasal dari frase Latin "ita
possideatis, yang berarti "Anda dapat tetap memiliki apa yang Anda miliki". Prinsip ini
memungkinkan pihak yang berperang untuk mengklaim wilayah yang telah direbut
selama perang.
DAFTAR PUSTAKA
Riwanto Tirtosudarmon. 2002. Tentang Perbatasan dan Studi Perbatasan Sebuah Pengantar.
Jurnal Antropologi Indonesia 67. Jakarta.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara
Direktorat Kawasan Khusus Perbatasan. Bappenas. Diperoleh dari :
http://kawasan.bappenas.go.id/index.php?catid=36:sub-direktorat-kawasan-khusus-
perbatasan&id=98:perbatasan&option=com_content&view=article. Diakses pada 27
Januari 2018