Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini
tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang “Permasalahan Perbatasan
Dengan Negara Negara Tetangga”

Dalam penyusunan makalah ini, saya banyak mendapat tantangan dan


hambatan akan tetapi tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, saya mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang
setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Kendari, 14 April 2023

Penulis,

Nur Aqifa
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I: PENDAHULUAN.....................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................2

BAB II: PEMBAHASAN.......................................................................................3

A. Perbatasan.....................................................................................................3

B. Sengketa-Sengketa Perbatasan di Indonesia.................................................7

BAB III: PENUTUP.............................................................................................10

A. Kesimpulan.................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang mana tersebar ribuan
bahkan mencapai hingga puluhan ribu pulau yang terbentang dari Timur
ke Barat sejauh 6.400km dan sekitar 2.500 km jarak antara utara dan
selatan, dari Sabang sampai Merauke. Sebagai negara kepulauan atau
negara maritime Indonesia tidak hanya berbatasan laut tetapi juga
bebatasan langsung dengan daratan beberapa negara seperti Malaysia,
Papua Nugini dan Timor Leste. Indonesia mempunyai perbatasan laut
langsung dengan sepuluh negara, yaitu Australia, Filipina, India, Malaysia,
Palau, Papua Nugini, Singapura, Thailand, Timor Leste dan Vietnam.
Sebelah Utara Indonesia berbatasan dengan Malaysia yang berupa Daratan
di Pulau Kalimantan, tepatnya Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.
Sebelah selatan daratan Indonesia berbatasan langsung dengan Timor
Leste di Nusa Tenggara Timur. Disebelah timur berbatasan darat dengan
Papua Nugini di Pulau Irian Jaya.
Sebagai konsekuensi hidup berdampingan dengan negara lain yang
berbatasan langsung dengan lautan khususnya dengan daratan Indonesia,
tentunya sedikit banyak menimbulkan konflik-konflik perbatasan akibat
belum tuntasnya penetapan secara pasti tapal batas wilayah Indonesia
dengan negara-negara yang berbatasan. Sejauh ini, hanya wilayah
perbatasan Indonesia dengan Australia dan Papua Nugini saja yang sudah
selesai. Sehingga untuk beberapa negara yang belum mendapat
penyelesaian mengenai tapal batas tidak meutup kemungkinan akan
menghadirkan persoalan-persoalan baru lagi. Sebagai contoh negara yang
sering menimbulkan masalah dengan Indonesia adalah Malaysia,
penetapan batas wilayah darat maupun laut Indonesia dengan Malaysia
masih kurang jelas. Masih lemahnya pengawasan dan perhatian dari
Pemerintah Pusat mengakibatkan beragam konflik yang tak kunjung usai.
Masalah sengketa perbatasan antar negara merupakan suatu
ancaman yang konstan bagi keamanan dan perdamaian bukan hanya secara
nasional tetapi juga meliputi keamanan dan perdamaian internasional.
Karena menyangkut kedaulatan sebuah negara yang nantinya akan
berdampak pada keamanan nasional dan internasional. Perbatasan
internasional juga merupakan factor penting dalam upaya identifikasi dan
pelestarian kedaulatan nasional. Terhadap negara-negara tetangga yang
menjalin persahabatan sekalipun perlu mengetahui secara jelas lokasi-
lokasi perbatasan wilayah mereka guna dapat menegakkan hukum dan
peraturan negara masing-masing. Selain sengketa perbatasan yang
menimbulkan ancaman bagi keamanan dan perdamaian nasional maupun
internasional, sengketa perbatasan juga menimbulkan berbagai konflik-
konflik regional. Masalah pendidikan, kesehatan, serta jalan dan sarana
serta prasarana yang kurang memadai bagi warga negara yang berdiam di
daerah perbatasan dapat melunturkan semangat nasionalisme warga.
Sehingga tidak sedikit warga negara Indonesia yang tinggal di daerah
perbatasan lebih memilih menggantungkan perekonomian, pendidikan dan
bahkan menggunakan sarana-prasaranan negara tetangga karena lebih
terjamin hingga ke pelosok negeri. Banyaknya faktor-faktor yang menjadi
kendala dalam menetapkan batasan yang pasti antar negara serta belum
ada nya peraturan serta payung hukum yang jelas dalam penetapan batas
wilayah antar negara membuat sengketa perbatasan seolah tiada kunjung
berakhir. Penetapan suatu batas negara itu adalah suatu kewajiban,
setidaknya apabila belum ada batas yang tetap/pasti, paling tidak harus
mempunyai kesepakatan batas sementara yang jelas antar kedua negara
yang berbatasan

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja konsep dasar perbatasan dan wilayah perbatasan Indonesia?
2. Apa saja sengketa atau permasalahan perbatasan yang pernah terjadi
antara indoneesia dengan negara tetangga?
BAB II

PEMBAHASAN
A. Perbatasan
Perbatasan, terutama perbatasan negara merupakan salah satu
aspek penting dalam geopolitik. Sejarah mencatat bahwa banyak terjadi
perang antarnegara dan atau antarbangsa disebabkan oleh permasalahan
perbatasan. Tangkilisan (2013) mengatakan bahwa istilah perbatasan
memiliki dua pengertian, yaitu boundaries dan frontiers. Dalam konteks
boundaries, perbatasan merupakan garis pemisah wilayah antarnegara.
Adapun dalam konteks frontier, perbatasan lebih merujuk pada jalur
(zones) yang membentang dan memisahkan dua wilayah negara.
Selanjutnya, Tangkilisan (2013) menjelaskan bahwa garis perbatasan
adalah bidang vertikal yang melalui permukaan tanah, lapisan bawah
tanah, dan udara serta membatasi kegiatan-kegiatan yang berlangsung di
dalamnya. Area di kanan dan kiri garis perbatasan disebut wilayah
perbatasan.
Secara morfologi, perbatasan terdiri atas (a) fisiografi, yakni unsur
fisik alamiah berupa pegunungan, sungai, perairan, atau daerah terbuka;
(b) anthropogeografi, yakni pemisah berdasarkan entitas bahasa dan etnis;
dan (c) geometri, yakni garis imajiner berupa garis bujur dan lintang
(Hanita, 2002 dalam Tangkilisan, 2013). Perbatasan negara merupakan
manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara. Perbatasan suatu
negara mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah
kedaulatan, pemanfaatan sumber kekayaan alam, dan menjaga keamanan
serta keutuhan wilayah. Perbatasan negara dalam banyak hal ditentukan
oleh proses historis, politik, dan hukum nasional serta internasional
(Moeldoko, 2014). Kawasan perbatasan menjadi wilayah yang “sexy”,
baik dalam konteks internal maupun eksternal (internasional). Beberapa
isu yang senantiasa menjadi wacana di wilayah perbatasan adalah
(a) potensi invasi ideologi dan budaya asing;
(b) potensi kejahatan lintas negara (transnational crimes);
(c) pembalakan liar (illegal logging);
(d) penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing);
(e) eksploitasi sumber daya alam secara ilegal;
(f) perdagangan manusia (human trafficking), terutama perempuan
dan anak-anak;
(g) imigran gelap (illegal immigrants); (h) penyelundupan manusia
(people smuggling);
(i) peredaran narkotika;
(j) jalan masuk para teroris serta perompak; dan (k) konflik sosial
budaya.

Secara umum, permasalahan kawasan perbatasan mencakup tiga aspek


berikut ini.

a. Aspek sosial ekonomi wilayah perbatasan merupakan daerah yang kurang


berkembang (terbelakang). Hal itu disebabkan lokasi yang relatif
terisolasi/terpencil dengan tingkat aksesibilitas yang rendah; rendahnya
tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat; rendahnya tingkat
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan (banyaknya
jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal); dan langkanya informasi
tentang pemerintah dan pembangunan yang diterima oleh masyarakat di
daerah perbatasan (blank spots).
b. Aspek pertahanan keamanan kawasan perbatasan merupakan teritorial
yang luas dengan pola penyebaran penduduk tidak merata. Hal itu
menyebabkan pengendalian oleh pemerintah sulit dilakukan. Selain itu,
pengawasan dan pembinaan teritorial sulit dilaksanakan dengan sinergis,
mantap, dan efisien.
c. Aspek sosial ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan pada umumnya
dipengaruhi oleh kegiatan sosial ekonomi di negara tetangga. Kondisi
tersebut berpotensi mengundang kerawanan, baik di bidang ekonomi
maupun politik.

Jones (dalam Sutisna, 2010) mengungkapkan rumusan yang berkaitan


dengan pengelolaan perbatasan. Jones membagi ruang lingkup pengelolaan
ke dalam empat bagian, yaitu alokasi (allocation), delimitasi
(delimitation), demarkasi (demarcation), dan administrasi
(administration). Jika disesuaikan dengan pendapat Jones, tiga isu utama
yang terdapat di kawasan perbatasan adalah (1) masalah penetapan garis
batas (alokasi, delimitasi, dan demarkasi), baik darat (demarkasi) maupun
laut (delimitasi); (2) masalah pengamanan kawasan perbatasan; dan (3)
masalah pengembangan kawasan perbatasan (administration), terutama
dalam mewujudkan kawasan perbatasan sebagai beranda depan yang
berorientasi pada aspek kesejahteraan (prosperity) dan keamanan
(security).

Berdasarkan data Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal


(dalam Moeldoko, 2014) diketahui bahwa terdapat 26 kabupaten yang
berbatasan langsung dengan negara tetangga. Di wilayah Provinsi Papua,
wilayah yang berbatasan dengan Papua Nugini adalah Jayapura,
Kabupaten Keerom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Boven
Digoel, dan Kabupaten Merauke. Panjang perbatasan tersebut mencakup
760 km. Secara fisik, kondisi wilayah perbatasan bergunung-gunung dan
sulit ditembus dengan sarana perhubungan biasa atau kendaraan roda
empat. Kondisi masyarakat di sepanjang wilayah perbatasan Papua
sebagian besar masih miskin dengan tingkat kesejahteraan rendah,
tertinggal, dan kurang mendapat perhatian dari pemerintah pusat serta
pemerintah daerah. Wilayah perbatasan Papua memiliki sumber daya alam
yang sangat potensial berupa hutan konversi, hutan lindung, dan taman
nasional. Selain itu, wilayah tersebut juga memiliki sumber daya air yang
cukup besar yang berasal dari sungai-sungai dan memiliki kandungan
mineral serta logam, seperti tembaga dan emas. Dalam konteks kawasan
perbatasan, Kabupaten Merauke termasuk wilayah yang cukup strategis
karena berbatasan langsung dengan dua negara, yaitu berbatasan laut
dengan Australia dan berbatasan darat dan laut dengan Papua Nugini.
Untuk menunjang program pembangunan wilayah strategis diperlukan
pemahaman karakteristik wilayah perbatasan secara komprehensif. Secara
geografis, letak Kabupaten Merauke berada antara 1370—1410 BT dan 50
00’— 90 00’ LS. Kabupaten Merauke terletak di wilayah paling timur
Nusantara dengan batas-batas sebagai berikut.

• Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Boven Digoel dan

Kabupaten Mappi.

• Sebelah timur berbatasan dengan Negara Papua New Guinea.

• Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Arafura.

• Sebelah barat berbatasan dengan Laut Arafura.

Kabupaten Merauke bersama delapan kabupaten otonom lainnya


dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12, Tahun 1969 tentang
Pembentukan Provinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten
Otonom di Provinsi Irian Barat. Saat itu, Kabupaten Merauke mencakup
lima Wilayah Kepala Pemerintahan, yaitu Kepala Pemerintahan Merauke,
Tanah Merah, Mindiptana, Agats, dan Mappi/Kepi yang terdiri atas 30
distrik dan 513 kampung/ kelurahan. Pada tahun 2002, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 26, Tahun 2002, wilayah Kabupaten Merauke
dimekarkan menjadi empat kabupaten, yaitu Kabupaten Merauke
(kabupaten induk), Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, dan
Kabupaten Asmat. Setelah pemekaran wilayah pada tahun 2002,
Kabupaten Merauke terdiri atas 5 (lima) distrik yang membawahi 160
kampung dan 8 kelurahan. Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Merauke, Nomor 5, Tahun 2002, Tanggal 14 Desember 2002,
wilayah Kabupaten Merauke dimekarkan menjadi sebelas distrik.
Berdasarkan Permendagri Nomor 66, Tahun 2011, Kabupaten Merauke,
salah satu di antara 29 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Papua,
merupakan kabupaten yang terluas, yakni 44.071 km2. Dengan luas
wilayah terbesar di Provinsi Papua, Kabupaten Merauke memiliki peran
strategis, baik dalam konteks Provinsi Papua maupun dalam konteks
sebagai wilayah perbatasan negara
B. Sengketa-Sengketa Perbatasan di Indonesia
1. Sengketa Indonesia-Malaysia atas Pulau Sipadan dan Ligitan
Indonesia pernah bersengketa dengan Malaysia berkaitan dengan
klaim dua pulau di perbatasan Kalimantan Timur. Dua pulau yang
dimaksud berada di Selat Makassar, yakni Sipadan dan Ligitan.
Sengketa atas Pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan
Malaysia terjadi sejak 1967. Hingga akhirnya pada tahun 2002,
Mahkamah Internasional memutuskan bahwa kepemilikan Pulau
Sipadan dan Ligitan jatuh pada Malaysia. Keputusan ini didasarkan
pada bukti-bukti sejarah yang diterima Mahkamah Internasional dari
Malaysia. Dokumen dari pihak Malaysia membuktikan bahwa Inggris,
yang dulu menjajah Malaysia, lebih dulu memasuki Pulau Sipadan dan
Ligitan dengan membangun mercusuar dan konservasi penyu.
Sedangkan Belanda, yang menjajah Indonesia, hanya terbukti pernah
singgah di Pulau Sipadan dan Ligitan, namun, tidak melakukan apa
pun. Selain itu, Malaysia juga terbukti telah melakukan berbagai
penguasaan efektif terhadap kedua pulau, seperti pemberlakuan aturan
perlindungan satwa burung, pungutan pajak atas pengumpulan telur
penyu, dan operasi mercusuar. Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ini
terjadi saat masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.
2. Sengketa di Pulau Sebatik
Sengketa perbatasan dengan Malaysia di Pulau Sebatik,
Kalimantan Utara, juga masih menjadi perhatian serius pemerintah.
Untuk diketahui, wilayah Pulau Sebatik di bagian utara merupakan
wilayah negara Malaysia. Sedangkan wilayah bagian selatan, masuk
teritorial Indonesia. Di pulau ini, tidak ada borderline atau garis
perbatasan yang benar-benar jelas. Perbatasan antara Indonesia dan
Malaysia di pulau Sebatik hanya berupa patok.Kondisi ini
menyebabkan, banyak warga dari dua negara yang hilir mudik
melintasi batas kedua negara setiap harinya. Pemerintah pun hingga
kini terus mengupayakan penyelesaian perihal garis lintas batas di
Pulau Sebatik agar menjadi lebih jelas dan kuat secara hukum
internasional.
3. Sengketa di perbatasan Timor Leste
Indonesia juga memiliki persoalan lintas batas dengan Timor
Leste. Di Timor Leste, terdapat distrik Oecusse yang merupakan
enklave, yakni bagian dari suatu wilayah negara yang dikelilingi
wilayah negara lain. Letaknya yang dikelilingi wilayah Indonesia,
tepatnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur, membuat warga Oecusse
yang ingin menuju Timor Leste atau negara induknya harus melewati
wilayah Indonesia. Penyelesaian masalah ini juga masih dilakukan
pemerintah hingga sekarang.
4. Sengketa di Perairan Natuna
Berada di kawasan dengan sumber daya alam melimpah dan
berbatasan langsung dengan laut bebas membuat perairan Natuna
menjadi incaran banyak negara tetangga. Klaim atas wilayah perairan
Natuna pernah dilakukan oleh China dan Malaysia. Terbaru, akhir
tahun 2021, China menuntut Indonesia Untuk menghentikan kegiatan
pengeboran minyak dan gas alam di perairan Natuna karena diklaim
miliknya. Padahal, ujung selatan Laut China Selatan adalah zona
ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di bawah Konvensi PBB tentang
Hukum Laut (UNCLOS). Indonesia menamai wilayah tersebut dengan
Laut Natuna Utara sejak 2017. Berdasarkan konvensi tersebut,
Indonesia memiliki hak berdaulat untuk mengeksplorasi dan
mengeksploitasi sumber daya alam di ZEE dan landas kontinennya.
UNCLOS Pasal 73 juga memberikan kewenangan kepada Indonesia
untuk menegakkan hukum dan peraturan nasionalnya terhadap kapal
asing yang menangkap ikan secara ilegal di ZEE Indonesia tanpa
persetujuan Indonesia. China yang keberatan bersikeras bahwa
perairan tersebut berada dalam klaim teritorialnya yang luas di Laut
China Selatan yang ditandai dengan sembilan garis putus-putus atau
nine dash line. Pemerintah Indonesia sendiri telah mencoba terus
meningkatkan keberadaan kapal nelayan penangkap ikan lokal di
Natuna Utara. Kehadiran warga sipil di Natuna Utara, dalam hal ini
nelayan lokal, akan menguatkan klaim Indonesia atas kepemilikan
perairan yang rawan sengketa itu.
5. Sengketa di Blok Ambalat
Sengketa perbatasan berkepanjangan antara Indonesia-Malaysia
juga terjadi di Blok Ambalat. Ambalat adalah blok laut seluas 15.235
kilometer persegi yang terletak di Selat Makassar di dekat
perpanjangan perbatasan darat antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan
Timur, Indonesia. Tak hanya soal kepemilikan wilayah, sengketa atas
Blok Ambalat juga terjadi karena potensi sumber daya alam yang besar
di perairan tersebut, sama seperti Natuna. Blok Ambalat mengandung
potensi minyak dan gas yang jika dimanfaatkan secara maksimal dapat
bertahan hingga waktu yang lama. Malaysia pun telah mengajukan
klaim atas Blok Ambalat dengan memasukkan sengketa perbatasan ini
ke pengadilan arbitrase internasional. Namun, dalam salah satu pasal
UNCLOS dikatakan bahwa kepemilikan wilayah Indonesia berkonsep
negara kepualau (archipelago state), di mana garis pangkal penentuan
wilayah harus ditarik dari wilayah kepulauan terluar. Sementara
Malaysia yang merupakan negara pantai biasa (coastal state) hanya
boleh memakai garis pangkal biasa atau garis pangkal lurus untuk
menentukan batas wilayahnya. Dengan begitu, berdasarkan hukum
internasional, Blok Ambalat jelas milik Indonesia.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Masalah perbatasan bukanlah sesuatu yang baru, sengketa-sengketa
perbatasan sudah bermunculan sejak lama. Salah satu kendala dalam masalah
perbatasan adalah belum ditentukannya secara pasti mengenai garis batas
yang
merupakan tapal batas negara, proses negosiasi yang merupakan proses dalam
penentuan batas suatu negara biasanya memerlukan waktu yang panjang dan
lama. Padahal masalah batas negara menentukan batas yurisdiksi suatu negara
dalam penegakkan hukum suatu negara untukmencegah terjadinya kejahatan-
kejahatan lintas negara akibat lemahnya pengawasan di daerah perbatasan
ditambah dengan ketimpangan ekonomi dan social budaya di daerah
perbatasan. Oleh karena itulah pemerintah perlu menyediakan payung
hukum yang pasti dan jelas mengenai daerah perbatasan, melakukan
koordinasi dalam melakukan pengawasan dan pengembangan wilayah
perbatasan dengan pemerintah daerah dan instansi-instansi terkait lainnya.
Pengembangan daerah perbatasan disertai dengan perbaikan sarana dan
prasana di daerah perbatasan sehingga tidak ada lagi ketimpangan masalah
penidikan, ekonomi, social dan budaya.
DAFTAR PUSTAKA

Hasyim, A. W. (2017M). Pengelolaan Wilayah Perbatasan. Malang: UB Press.

Marwasta, D. (2016). PENDAMPINGAN PENGELOLAAN WILAYAH


PERBATASAN. Indonesian Journal of Community Engagement, 2-4.

Muhamad, S. V. (2012). INDONESIA-MALAYSIA TERRITORIAL


BOUNDARY IN KALIMANTAN: ITS PROBLEMS AND SOLUTIONS.
Kajian Vol 17 No.4, 8.

Raharjo, S. N. (2013, Desember 11). Pusat Riset Politik. Retrieved from


politik.brin.go.id:
https://politik.brin.go.id/kolom/politik-internasional/konflik-komunal-di-
perbatasan-indonesia-timor-leste-dan-upaya-penyelesaiannya/

Septarina, M. (2014). SENGKETA-SENGKETA PERBATASAN DI WILAYAH


DARAT INDONESIA. Al’ Adl, Volume VI Nomor 11, 8.
MAKALAH WAWASAN KEMARITIMAN
“ Permasalahan Perbatasan Bangsa Dengan Negara Negara Tetangga”

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4
1. IRMA AULIA (C1D122065)
2. MIRDA ARMAYANTY. A (C1D122074)
3. NUR FAUZYAH KARIM (C1D122083)
4. WA ODE YUNIAR (C1D122094)
5. AGISTA ATRIANI PURBA ( C1D122103)
6. DESY MARISCHA (C1D122113)

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
2022/2023

Anda mungkin juga menyukai