Anda di halaman 1dari 9

BATAS WILAYAH DAN KONFLIK

DISUSUN OLEH:
NAMA: RIFDA ADINDA PUTRI
KELAS: GEOGRAFI 2A
GEOGRAFI POLITIK
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul
“Batas Wilayah dan konflik“. Dalam penulisan makalah ini kami pun mendapat banyak ilmu
yang berguna, bagi diri sendiri dan pembaca untuk kedepannya.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan tentang Batas Wilayah
dan konflik, selain itu juga dengan adanya makalah ini diharapkan bagi pembaca agar dapat
mengembangkannya lagi. Makalah yang kami buat ini, kami ambil dari beberapa sumber.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi pembaca, dan khususnya pada diri
kami sendiri serta dapat memberikan wawasan yang lebih luas bagi kita semua.
Penyusun menyadari makalah yang kami buat ini memiliki kelebihan dan kekurangan. kami
mohon untuk saran dan kritiknya demi kesempurnaan makalah yang kami buat ini
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah perbatasan antar negara adalah salah satu ancaman yang konstan
bagi perdamaian dan keamanan internasional. Hal ini karena menyangkut
masalah kedaulatan suatu negara yang seringkali sulit dinegosiasikan
(non-negotiable), bahkan menimbulkan konflik antar negara. Konflik
teritorial atau wilayah tergolong pertentangan yang sulit dipecahkan.
Perbatasan identik dengan wilayah teritorial dan kedaulatan suatu negara,
karenanya penetapan perbatasan antar negara sangat tinggi relevansi dan
urgensinya terhadap pemeliharaan integritas wilayah.
Setiap negara pada dasarnya selalu berupaya menetapkan garis batas
wilayah secara komprehensif dengan negara-negara tetangganya. Adanya
penetapan garis batas wilayah secara lengkap dapat memperkecil
kemungkinan terjadinya sengketa perbatasan. Sebaliknya, ketidakpastian
batas wilayah dapat berakibat timbulnya klaim teritorial yang tumpang
tindih yang memicu konflik. Walaupun demikian dengan adanya garis
batas wilayah yang pasti, tidak otomatis akan menghentikan konflik antar
negara
BAB II
PEMBAHASAN
Masalah perbatasan antar negara adalah salah satu ancaman yang konstan bagi
perdamaian dan keamanan internasional. Hal ini karena menyangkut masalah
kedaulatan suatu negara yang seringkali sulit dinegosiasikan (non-negotiable),
bahkan menimbulkan konflik antar negara. Konflik teritorial atau wilayah
tergolong pertentangan yang sulit dipecahkan. Perbatasan identik dengan wilayah
teritorial dan kedaulatan suatu negara, karenanya penetapan perbatasan antar
negara sangat tinggi relevansi dan urgensinya terhadap pemeliharaan integritas
wilayah. Setiap negara pada dasarnya selalu berupaya menetapkan garis batas
wilayah secara komprehensif dengan negara-negara tetangganya. Adanya
penetapan garis batas wilayah secara lengkap dapat memperkecil kemungkinan
terjadinya sengketa perbatasan. Sebaliknya, ketidakpastian batas wilayah dapat
berakibat timbulnya klaim teritorial yang tumpang tindih yang memicu konflik.
Walaupun demikian dengan adanya garis batas wilayah yang pasti, tidak otomatis
akan menghentikan konflik antar negara.

KONFLIK INDONESIA
wilayah Indonesia yang saat ini terbelit konflik sosial berkepanjangan (manifes
maupun latent) umumnya adalah daerah yang berada dijalur pelayaran
internasional, seperti, Bali, Lombok, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, Riau, Aceh, Papua dan lain-lain. Kenyataan ini patut diwaspadai
karena tak tertutup kemungkinan adanya pihak luar yang bermain di dalam
konflik yang terjadi di beberapa daerah ini. Selain itu sebab jika Indonesia gagal
mengatasinya, dan konflik yang terjadi berkembang menjadi ancaman bagi
keselamatan pelayaran internasional, maka berdasarkan keten-tuan
internasional, negara asing diperbolehkan menurunkan satuan militernya di
wilayah itu demi menjaga kepentingan dunia.
Dalam rangka pengamanan jalur-jalur strategis tersebut, sejumlah negara maju
secara bersama-sama telah membentuk satuan reaksi cepat yang disebut "Stand
By High Readness Brigade" (SHIRBRIG) berkekuatan 4000 personil yang selalu siap
digerakkan ke suatu target sebagai "muscular peace keeping force."
KONFLIK MALAYSIA DAN INDONESIA
Kesamaan yang menonjol itu seperti bahasa, agama, kebudayaan dan pekerjaan.
Persoalan Malaysia mengklaim budaya Indonesia ini salah satu faktor bahwa
Indonesia tidak menjaga dengan baik budaya-budaya sendiri yang dimana
masyarakat Indonesia jarang untuk mengekspos kebudayaan tersebut.

1. Pada tahun 2009, Malaysia mengklaim Tari Pendet yang berasal dari Bali
hal ini disebabkan oleh sebuah iklan yang mengiklankan dari pariwisata
Negara Malaysia yang menampilkan penari Pendet Bali. Kebudayaan
Indonesia dan Malaysia ini banyak kemiripan, namun dipastikan bahwa Tari
Pendet ini tarian asli dari Indonesia karena penemunya pun berasal dari
Bali.

PENYELESAIAN SECARA GEOGRAFI POLITIK:


Tari Pendet yang pada saat itu tidak pernah dipatenkan oleh penciptanya I Wayan
Rindi karena memiliki makna spiritual yang terkandung dalam tarian tersebut.
Maka dari itu menurut I Wayan Rindi tarian ini tidak bisa dimiliki oleh manusia
ataupun bangsa tertentu. Hal ini yang menyebabkan Negara lain mengklaim,
dengan banyaknya budaya Indonesia apalagi banyaknya budaya Indonesia yang
tak di daftarkan sebagai WBT (Warisan Budaya Takbenda).

2. Malaysia pernah mengklaim warisan budaya Indonesia yaitu Batik.


pemerintah Indonesia pun mendaftarkan Batik ke UNESCO (United Nations
Educational, Scientific and Cultural Organization). Untuk mendapatkan
pengakuan sebagai warisan budaya ini butuh proses waktu panjang yang
harus ditempuh oleh pemerintah Indonesia.

PENYELESAIAN SECARA GEOGRAFI POLITIK:


Berawal pada 3 September 2008 dengan proses Nominasi Batik Indonesia ke
UNESCO yang kemudian baru diterima secara resmi oleh UNESCO pada tanggal 9
Januari 2009. Pada tanggal 2 Oktober 2009 inilah UNESCO mengukuhkan bahwa
Batik milik Indonesia dan terdaftar sebagai Representatif Budaya Tak Benda
Warisan Manusia yang dilaksanakan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Maka dari itu
tanggal 2 Oktober ini dijadikan hari Batik Nasional.

KONFLIK AUSTRALIA DAN NTT


Salah satu bentuk pelanggaran kedaulatan yang kerap dilakukan warga negara
Indonesia di wilayah kedaulatan Australia khususnya di perairan sekitar Pulau
Pasir adalah aktivitas ilegal yang dilakukan oleh nelayannelayan tradisional asal
Indonesia khususnya Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Para nelayan
tradisional asal NTT sering berlayar hingga ke wilayah perairan Australia
khususnya di sekitar Pulau Pasir (Ashmore Reef). Sebaliknya, pihak Australia
menuduh para nelayan melakukan tindakan ilegal, tindakan melanggar hukum
karena menangkap berbagai satwa atau binatang yang dilindungi oleh peraturan
perundang-undangan Australia.
Kasus pelanggaran kedaulatan negara Australia oleh nelayan tradisional Nusa
Tenggara Timur menjadi perhatian bersama untuk segera dituntaskan. Hal inilah
yang mendorong Pemerintah Indonesia dan Australia untuk duduk bersama
dalam mengatur kegiatan nelayan tadisional yang beroperasi di sekitar wilayah
perairan Australia. Pengaturan tersebut bertujuan agar dapat menjamin
kelangsungan hak-hak perikanan tradisional pada satu sisi dan dapat melindungi
kepentingan-kepentingan Australia di sisi lain.
Kesepakatan atau perjanjian bilateral antara Indonesia dan Australia untuk
menuntaskan masalah ini telah dilakukan setidaknya tiga kali. Idealnya dengan
tiga kesepakatan tersebut, permasalahan berkaitan dengan para nelayan
tradional ini sudah terselesaikan dengan aturan yang sudah disepakati itu.
Kalaupun timbul lagi, permasalahan itu mudah diselesaikan. Namun yang
terjadi nelayan-nelayan tradisional Indonesia masih sering melakukan tindakan
yang oleh Australia dianggap melanggar kedaulatannya. Di pihak lain, nelayan-
nelayan tradisional Indonesia berpikir bahwa hal itu bukan pelanggaran, apa yang
dilakukan merupakan haknya sebagai nelayan tradisional yang dilindungi.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
pada umumnya garis batas dimaksudkan untuk memisahkan beberapa hak dan
kewajiban masyarakat, anggota masyarakat ataupun negara atas suatu wilayah.
Garis batas merupakan identifikasi adanya hak dan kewajiban itu. Hak dan
kewajiban tersebut dapat timbul berdasarkan hubungan hukum kelompok sosial
masyarakat (adat) dengan wilayahnya, seperti misalnya lingkungan masyarakat
hukum adat. Di laut tidak dikenal batas berkaitan dengan hak-hak hukum adat,
meskipun hak-hak tradisional menangkap ikan itu ada. Hal tersebut disebabkan
karena selain batas konkrit tidak pernah jelas, juga tidak pernah sesuai dengan
batas yang di klaim masyarakat adat lainnya. Hak-hak tradisional diperairan
negara lain yang kemudian melibatkan hak dan kewajiban negara itu dapat
diterima sebagai hak-hak tradisional yang sah oleh negara tersebut, akan tetapi
lingkungannya diberi batas-batas serta ketentuan-ketentuan lainnya yang
membatasi hak-hak tradisional tersebut dan Indonesia harus lebih mengenalkan
budaya atau memperkenalkan kepemilikan Indonesia kepada seluruh negara.
DAFTAR PUSAKA

https://yoursay.suara.com/news/2020/12/14/174918/sengketa-internasional-
batas-wilayah-ambalat-indonesia-dan-malaysia

http://e-journal.uajy.ac.id/11129/2/1HK09135.pdf

https://kaltara.antaranews.com/berita/479924/kerawanan-konflik-antara-
indonesia-dengan-malaysia-klaim-kebudayaan

Anda mungkin juga menyukai