Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DEGRADASI PEMAHAMAN RAKYAT
TENTANG IDENTITAS NASIONAL INDONESIA
“KASUS PULAU AMBALAT”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
1. LEKAT LUTHFIA PUTRI 01010581923087 (1A4)
2. MUHAMMAD JUMARDI 01010581923111 (1A4)
3. PADELITO 01010581923121 (1A5)
4. VELLYNIA DESTRIANA RIZA PRADITA
01010581923134 (1A5)
5. VIVI ALMARETHA PUTRI 01010581923099 (1A4)

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI DIII AKUNTANSI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2019
DAFTAR ISI

COVER ...........................................................................................I

DAFTAR ISI ..................................................................................II

KATA PENGANTAR ....................................................................III

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................1
B. Rumusan Masalah .............................................................1
C. Tujuan Penulisan ...............................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Identitas Nasional .......................................3
B. Faktor Penyebab Kasus Tersebut .......................................3
C. Urgensi Identitas Nasional Bagi Kelangsungan Hidup Bangsa
..4
D. Alternatif Penyelesaian Kasus Rendahnya Kesadaran Identitas
Nasional ................................................................................5

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ..............................................................................10
B. Saran ........................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses
penyusunan makalah ini dan teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Palembang, 25 Agustus 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pulau Ambalat s e c a r a h i s t o r i s A m b a l a t m a s u k d a l a m w i l a y a h
K e s u l t a n a n Bulungan yang kini menjadi salah satu kabupaten di Indonesia.
Pulau Ambalatdan sejumlah pulau kecil lain disekitarnya termasuk Sipadan
dan Ligitan masuk dalam wilayah Kesultanan Bulungan yang sejak Indonesia merdeka
menjadisalah s a t u w i l a y a h k a b u p a t e n d i K a l t i m . S e s u a i d e n g a n d o k u m e n
s e j a r a h ya n g k i n i tersimpan di Belanda, Pulau Simpadan dan Pulau Ligitan
masuk dalam wilayahKesultanan Bulungan. Indonesia adalah negara kelautan yang
memiliki bukti dan d o k u m e n s e j a k p e n i n g g a l a n p e m e r i n t a h
B e l a n d a ya n g s a n g a t k u a t m e n g e n a i Nusantara yang memuat hukum laut
dan batas garis pangkal nusantara dan batasl a u t d a s a r s a m p a i p a n t a i d a s a r s e r t a
di mana posisi perairan Indonesia berada sampai 20 mil dari
Zona Ekonomi Eksklusif.

B l o k A m b a l a t m a s u k d a l a m wilayah Indonesia tahun 1980,


berdasarkan deklarasi Juanda tahun 1957. Dalamdeklarasi yang diterima dan
ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB ini,Indonesia ditetapkan sebagai
negara kepulauan.

Sesuai prinsip negara kepulauan, Blok Ambalat seluas 6.700


k i l o m e t e r persegi, merupakan wilayah Indonesia. Tahun 1990, kandungan minyak Blo
k Ambalat diberikan kepada perusahaan minyak Italia dan konsensi Ambalat
Timur diberikan kepada Chevron.

Presiden Yudhoyono meminta Menhub menentukan patok


p e r b a t a s a n d i wilayah terluar Indonesia, yakni di Pulau Karang Unarang. Selain itu,
Departemen Perhubungan d i m i n t a s e g e r a m e m b a n g u n m e r c u s u a r d i p u l a u
y a n g d i k l a i m Malaysia, setelah sebelumnya mengklaim Sipadan-Ligitan.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dikemukakan
perumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang mendasari klaim Indonesia maupun Malaysia tehadap wilayah Ambalat?
2. Bagaimana proses penyelesaian sengketa Ambalat antara Indonesia -Malaysia
dalam perspektif Hukum Laut Internasional ?
C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui latar belakang munculnya konflik internasional?


2. Mengetahui kenapa Ambalat menjadi rebutan?
3. Mengetahui upaya pemerintah dalam mempertahankan kedaulatan NKRI

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR IDENTITAS NASIONAL


Kata identitas berasal dari bahasa Inggris “identity” yang memiliki pengertian ciri-ciri,
tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan
orang lain. Sedangkan kata nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok-
kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan baik fisik seperti budaya,
cita-cita, dan tujuan. Himpunan-himpunan inilah yang kemudian disebut dengan istilah
identitas bangsa atau identitas nasional.
Identitas nasional merupakan ungkapan nilai-nilai budaya suatu bangsa yang bersifat
khas dan membedakannya dengan bangsa yang lain. Ciri khas yang melekat pada suatu
bangsa itulah yang dimaksud dengan identitas nasional. Proses pembentukan identitas
nasional bukan sesuatu yang sudah selesai, tetapi sesuatu yang terus berkembang dan
mengikuti perkembangan zaman.
Dengan sifat identitas nasional yang relatif, mengharuskan setiap bangsa untuk selalu kritis
terhadap identitas nasionalnya agar selalu paham akan makna jati dirinya.

Dalam identitas nasional terkandung beberapa unsur yang terlihat secara umum, diantaranya :

 Pola perilaku
Adalah gambaran pola perilaku yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari, seperti adat
istiadat, budaya dan kebiasaan, ramah tamah, hormat kepada orang tua serta gotong royong.
Gotong royong sendiri merupakan salah satu identitas nasional yang bersumber dari adat
istiadat dan budaya.

 Lambang-lambang
Adalah sesuatu yang menggambarkan tujuan dan fungsi negara seperti bendera, bahasa dan
lagu kebangsaan.

 Alat-alat perlengkapan
Adalah perangkat atau alat-alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan yang
berupa bangunan, peralatan dan teknologi. Misalnya candi, masjid, teknologi bercocok
tanam, kapal laut dan lainnya.
 Tujuan yang ingin dicapai
Tujuan yang ingin dicapai adalah tujuan yang bersifat dinamis dan tidak tetap, seperti prestasi
dalam bidang tertentu.

B. FAKTOR PENYEBAB KASUS TERSEBUT


Konflik Ambalat bermula sejak tahun 1969. Indonesia dan Malaysia menandatangani
Perjanjian Tapal Batas Landas Kontinen pada tanggal 27 Oktober 1969. Indonesia
meratifikasi perjanjian tersebut pada tanggal 7 November 1969 (Bakhtiar, 2011). Malaysia
memasukkan Ambalat ke dalam wilayahnya pada tahun 1979 secara sepihak. Klaim Malaysia
atas Ambalat waktu menuai protes negara-negara tetangga seperti Singapura, Filipina, China,
Thailand, Vietnam dan Inggris.

Indonesia kemudian mengleuarkan protes pada tahun 1980 atas pelanggaran tersebut.
Klaim Malaysia atas blok Ambalat ini dinilai sebagai keputusan politis yang tidak memiliki
dasar hukum (Gambaran Historik Sengketa di Perairan Ambalat, hal. 65). Menurut Indoensia,
garis batas yang ditentukan Malaysia melebihi ketentuan garis ZEE yang telah diatur sejauh
200 mil laut. Klaim Malaysia atas Ambalat disebabkan kandungan minyak bumi yang ada di
blok ini.

Keputusan nomor 102 tanggal 17 Desember 2002 memenangkan Malaysia dengan


bukti penguasaan dan pengendalian efektif (Gambaran Historik Sengketa di Perairan
Ambalat, hal. 62). Malaysia memang sudah mempunyai kontrol atas kedua pulau tersebut.
Ketika Malaysia dijajah Inggris, Inggris pernah melakukan penarikan pajak ke peternak
penyu di pulau itu pada tahun 1930-an. Di samping itu, terdapat mercusuar yang bertuliskan
“dibuat oleh Inggris.”

Setelah keputusan ICJ pada tahun 2002, konflik blok Ambalat semakin mencapai
eskalasi. Malaysia terlibat beberapa kali pelanggaran kedaulatan wilayah NKRI. Pada16
Februari 2005, Malaysia secara sepihak mengumumkan bahwa Blok ND-6 dan ND-7
merupakan konsensi perminyakan baru yang dioperasikan oleh Shell dan Petronas Carigali.
Padahal wilayah tersebut merupakan wilayah yang bertumpang tindih dengan wilayah
Ambalat dan Ambalat Timur.

Malaysia juga melakukan pengejaran terhadap kapal nelayan Indonesia. KD Sri


Melaka mengejar dan menembak KM Jaya Sakti 6005, KM Irwan dan KM Wahyu-II di Laut
Sulawesi pada tanggal 7 Januari 2005 (Gambaran Historik Sengketa di Perairan Ambalat, hal.
77). Sampai dengan tahun 2012 berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan telah terjadi
sekitar 475 kali pelanggaran yang dilakukan Malaysia baik lewat laut,darat dan udara dengan
perincian sebagai berikut : (a) Tahun 2005 ada 38 kali pelanggaran,(b) Tahun 2006 ada 62
kali pelanggaran,(c) Tahun 2007 ada 143 kali pelanggaran,(d) Tahun 2008 ada 104 kali
pelanggaran, (e) Tahun 2009 ada 25 kali pelanggaran, (f) Tahun 2010 ada 44 kali
pelanggaran,(g) Tahun 2011 ada 24 kali pelanggaran, (h) Tahun 2012 ada 35 kali
pelanggaran.
C. URGENSI IDENTITAS NASIONAL BAGI KELANGSUNGAN
HIDUP BANGSA

Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, bahwa sebuah negara dapat


diibaratkan seorang individu manusia.Salah satu tujuan Tuhan menciptakan manusia
adalah agar manusia saling mengenal.Agar individu manusia dapat mengenal atau
dikenali oleh individu manusia lainnya, manusia perlu memiliki ciri atau kata lainnya
adalah identitas.Identitas individu manusia dapat dikenali dari aspek fisik dan aspek
psikis.
Aspek fisik dapat berupa jenis kelamin, bentuk fisik, nama, asal etnis, asal daerah,
dan sebagainya. Aspek psikis dapat berupa watak baik seperti jujur, rajin, toleran,
dermawan, dan sebagainya; atau watak tidak baik, seperti pendendam, sadis, malas, suka
berbohong, dan sebagainya. Namun, secara naluriah atau umumnya manusia memiliki
kebutuhan yang sama, yakni kebutuhan yang bersifat fisik atau jasmaniah, seperti
kebutuhan makan dan minum untuk kelangsungan hidup dan kebutuhan psikis (rohaniah),
seperti kebutuhan akan penghargaan, penghormatan, pengakuan, dan lain-lain.
Apabila disimpulkan, individu manusia perlu dikenali dan mengenali orang lain
adalah untuk memenuhi dan menjaga kebutuhan hidupnya agar kehidupannya dapat
berlangsung hingga akhirnya dipanggil oleh Tuhan Yang Maha Kuasa atau meninggal
dunia. Demikianlah, pentingnya identitas diri sebagai individu manusia.
Identitas nasional itu penting bagi sebuah negara-bangsa karena:

1. Pertama, agar bangsa Indonesia dikenal oleh bangsa lain. Apabila kita sudah dikenal oleh
bangsa lain maka kita dapat melanjutkan perjuangan untuk mampu eksis sebagai bangsa
sesuai dengan fitrahnya.
2. Kedua, identitas nasional bagi sebuah negara-bangsa sangat penting bagi kelangsungan
hidup negara- bangsa tersebut. Tidak mungkin negara dapat hidup sendiri sehingga dapat
eksis. Setiap negara seperti halnya individu manusia tidak dapat hidup menyendiri. Setiap
negara memiliki keterbatasan sehingga perlu bantuan/pertolongan negara/bangsa lain.
Demikian pula bagi Indonesia, kita perlu memiliki identitas agar dikenal oleh bangsa lain
untuk saling memenuhi kebutuhan. Oleh karena itu, identitas nasional sangat penting
untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan nasional negara-bangsa Indonesia. Negara
Indonesia berhasil melepaskan diri dari kekuasaan asing, lalu menyatakan
kemerdekaannya.
3. Ketiga, identitas nasional penting bagi kewibawaan negara dan bangsa Indonesia. Dengan
saling mengenal identitas, maka akan tumbuh rasa saling hormat, saling pengertian
(mutual understanding), tidak ada stratifikasi dalam kedudukan antarnegara-bangsa.
Dalam berhubungan antarnegara tercipta hubungan yang sederajat/sejajar, karena masing-
masing mengakui bahwa setiap negara berdaulat tidak boleh melampaui kedaulatan
negara lain. Istilah ini dalam hukum internasional dikenal dengan asas “Par imparem non
habet imperium”. Artinya negara berdaulat tidak dapat melaksanakan yurisdiksi terhadap
negara berdaulat lainnya.

D. ALTERNATIF PENYELESAIAN KASUS RENDAHNYA


KESADARAN IDENTITAS NASIONAL

1. Negosiasi
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang paling tua
digunakan oleh manusia. Cara penyelesaian melalui negosiasi merupakan cara yang paling
penting. Banyak sengketa yang diselesaikan melalui cara ini tanpa publisitas atau perhatian
publik.
2. Pencarian fakta
Penyelesaian sengketa bergantung pada penguraian fakta para pihak mengenai apa
masalah yang tidak disepakati. Oleh sebab itu, pemastian kedudukan fakta yang sebenarnya
dianggap sebagai bagian penting dari prosedur penyelesaian sengketa. Dengan demikian para
pihak yang bersengketa dapat memperkecil masalah sengketanya dengan menyelesaikannya
sengketa melalui metode pencarian fakta yang menimbulkan persengketaan.
3. Jasa-jasa baik
Jasa-jasa baik merupakan cara penyelesaian sengketa melelui atau dengan bantuan
pihak ketiga. Pihak ketiga berupaya agar para pihak menyelesaikan sengketanya dengan
negosiasi yaitu mempertemukan para pihak sedemikian rupa sehingga para pihak mau duduk
bersama, dan bernegosiasi.
4. Mediasi
Mediasi adalah adanya pihak ketiga yaitu mediator. Biasanya mediator dengan
kapasitasnya sebagai pihak yang netral berupaya mendamaikan para pihak dengan
memberikan saran penyelesaian sengketa.
5. Konsiliasi
Dengan cara penyelesaian mengenai kondisi dilakukan oleh pihak yaitu lembaga atau
komisi yang tidak mengikat yang bertujuan untuk tidak menimbulkan masalah yang bisa
muncul kembali. Komisi konsiliasi bisa yang sudah terlembaga atauad hoc yang berfungsi
untuk menetapkan persyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak, namun
putusannya tidak mengikat para pihak.
6. Arbitrase
Penyelesaian sengketa melalui Arbitrase merupakan penyerahan sengketa secara
sukarela kepada pihak ketiga yang netral yang mengeluarkan putusan yang lebih mengikat
atau bersifat permanen. yaitu penyerahan kepada arbritrase suatu sengketa yang telah lahir
atau melalui pembuatan suatu klausul arbritrase dalam suatu perjanjian, sebelum sengketa
lahir, orang yang dipilih melakukan arbitrase disebut arbitrator atau arbiter.

7. Pengadilan internasional
Pengadilan internasional merupakan alternative penyelesaian sengketa selain cara-
cara di atas adalah melalui pengadilan. biasanya ditempuh apabila cara-cara penyelesaian
yang ada ternyata tidak berhasil. Pengadilan tersebut dapat dibagi dalam dua katagori, yaitu
pengadilan permanen (International Court of Justice) dan pengadilan ad hoc atau
pengadilan khusus.[10]

Cara kedua yaitu dengan mekanisme ASC dan Mekanisme ARF (ASEAN Regional Forum).
Penyelesaian Sengketa Blok Ambalat Antara Indonesia dengan Malaysia berdasarkan
undang-undang tersebut selanjutnya Malaysia mendeklarasikan secara sepihak Peta Malaysia
1979 pada tanggal 21 Desember 1979. Selanjutnya Pada bulan Desember 1979 Malaysia
mengeluarkan Peta Baru dengan batas terluar klaim maritim yang sangat eksesif di Laut
Sulawesi. Peta tersebut secara jelas memasukkan kawasan dasar laut sebagai bagian dari
Malaysia yang kemudian disebut Blok Ambalat oleh Indonesia. Hanya Malaysia sendiri yang
mengetahui garis pangkal dan titik pangkal untuk menentukan batas wilayahnya. Peta 1979
yang dikeluarkan pemerintah Malaysia tersebut tidak hanya mendapat protes Indonesia saja
tetapi juga dari Filipina, Singapura, Thailand, Tiongkok, Vietnam, karena dianggap sebagai
upaya atas perebutan wilayah negara lain.

Ditinjau dari hukum laut internasional, Malaysia bukanlah negara Kepulauan


Malaysia hanya sebagai negara pantai, oleh karena itu tidak dibenarkan menarik garis
pangkal demikian sebagai penentuan batas laut wilayah dan landas kontinennya. Malaysia
hanyalah negara pantai biasa menurut United Nations Convention on the Law Of the Sea
1982 yang menyatakan bahwa Malaysia hanya diperbolehkan menarik garis pangkal biasa
(normal baselines) atau garis pangkal lurus (Straight Baselines) apabila memenuhi
persyaratan-persyaratan, yaitu terdapat deretan pulau atau karang di hadapan daratan
pantainya dan harus mempunyai ikatan kedekatan dengan wilayah daratan Sabah untuk
tunduk pada rezim hukum perairan pedalaman sesuai dengan pasal 5 KHL 1958 tentang Laut
Teritorial dan Contiguous Zone dan sesuai dengan pasal 7 KHL 1982. Sehubungan dengan
Peta Malaysia 1979 yang mendapat banyak protes dari negara-negara tetangga dan dunia
internasional sesungguhnya peta tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.

Jika Malaysia berpendapat bahwa ‘tiap pulau berhak mempunyai laut territorial, zona
ekonomi eksklusif dan landas kontinennya sendiri’, maka hal tersebut menyalahi UNCLOS
pasal 121, hal itu dapat dibenarkan. Sedangkan menurut Konvensi hukum laut, sebuah negara
pantai (negara yang wilayah daratannya secara langsung bersentuhan dengan laut) berhak
atas zona maritim laut teritorial, ZEE, dan landas kontinen sepanjang syarat-syarat (jarak dan
geologis) memungkinkan. Dalam peta 1979 Malaysia tersebut diumumkan lebar laut
teritorialnya 12 mil laut yang diukur dengan garis dasar dengan menarik garis pangkal lurus
menurut hukum laut 1958 dengan tindakan tersebut Malaysia merugikan negara disekitarnya
karena garis pangkal dan titik pangkal untuk menentukan batas wilayahnya hanya diketahui
oleh Malaysia sendiri. berdasarkan sejarah wilayah tersebut sejak zaman penjajah Belanda.
Indonesia adalah negara Kepulauan berdasarkan Deklarasi Djuanda tahun 1957 dan deklarasi
UNCLOS 1982 antara lain di antara pulau-pulau Indonesia tidak ada laut bebas, dan sebagai
Negara Kepulauan, Indonesia boleh menarik garis pangkal (baselines) dari titiktitik terluar
pulau-pulau terluar.
Menurut UNCLOS, Pulau Borneo (yang padanya terdapat Indonesia, Malaysia dan
Brunei Darussalam) berhak atas laut teritorial, zona tambahan, ZEE dan landas kontinen. Di
sebelah timur Borneo, bisa ditentukan batas terluar laut teritorial yang berjarak 12 mil dari
garis pangkal, kemudian garis berjarak 200 mil yang merupakan batas ZEE demikian
seterusnya untuk landas kontinen. Zona-zona yang terbentuk ini adalah hak dari daratan
Borneo. Maka secara sederhana bisa dikatakan bahwa yang di bagian selatan adalah hak
Indonesia dan di utara adalah hak Malaysia. Tentu saja, dalam hal ini, perlu ditetapkan garis
batas yang membagi kawasan perairan tersebut. Garis itu melalui Pulau Sebatik, sebuah
pulau kecil di ujung timur Borneo menjadi garis yang sudah di tetapkan Indonesia dan
Malaysia, pada lokasi lintang 4° 10’ (empat derajat 10 menit) lintang utara. Garis inilah yang
akan menentukan “pembagian” kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia dan Malaysia atas
kawasan maritim di Laut Sulawesi, termasuk Blok Ambalat. Perlu diperhatikan bahwa ’adil’
tidak selalu berarti sama jarak atauequidistance. Sehingga dapat disimpulkan bahwa status
hak berdaulat atas Ambalat belum sepenuhnya jelas.

Meski demikian, pada landas kontinen (dasar laut) Laut Sulawesi memang sudah terjadi
eksplorasi sumber daya laut berupa pemberian konsesi oleh Pemerintah Indonesia sejak tahun
1960an kepada perusahaan asing yang tidak pernah diprotes secara langsung oleh Malaysia
sampai dengan tahun 2002. Bagi Indonesia, batas-batas blok konsesi yang sudah ada sejak
tahun 1960an dan tidak ditolak oleh Malaysia tentu akan menjadi pegangan atau acuan utama
dalam menetapkan batas maritim di Laut Sulawesi. Sementara itu, Malaysia yang kini
menjadi pemilik sah Sipadan dan Ligitan bukan tidak mungkin akan mengambil keuntungan
dari posisi kedua pulau tersebut. Meski Malaysia bukan negara kepulauan seperti Indonesia,
secara teoritis Sipadan dan Ligitan tetap berhak atas kawasan maritim seperti dinyatakan
dalam UNCLOS, Pasal 121. Namun demikian, tetap ada kemungkinan Indonesia menolak
memberikan peran penuh terhadap kedua pulau tersebut sehingga tidak terlalu besar
pengaruhnya terhadap klaim Malaysia. Ada kemungkinan Indonesia akan berargumentasi
bahwa pulau berukuran kecil seperti Sipadan dan Ligitan semestinya tidak memberikan efek
yang tidak proporsional pada garis batas maritim antara Indonesia dan Malaysia. Dalam
negosiasi, hal seperti ini sangat penting dan tentu sudah menjadi pertimbangan tim Indonesia.
Seperti dikemukakan sebelumnya, Ambalat hanya terkait dengan dasar laut (landas kontinen)
saja, tidak ada hubungannya dengan tubuh air. Opsi garis yang dibicarakan dalam seksi ini
adalah garis batas maritim untuk dasar laut. Sementara itu, Indonesia dan Malaysia juga perlu
menyelesaikan batas maritim untuk perairannya, yang dalam hal ini termasuk dalam rejim
ZEE. Jika Malaysia dan Indonesia memilih menetapkan garis batas tunggal maka satu garis
akan membagi dasar laut sekaligus airnya. Secara praktis, garis semacam ini akan
menentukan batas kewenangan untuk eksploitasi minyak/gas di dasar laut sekaligus ikan di
perairannya. Opsi seperti ini sangat menguntungkan ditinjau dari segi kepraktisan
pengelolaan sumberdaya alam dan telah diadopsi di banyak kasus yang melibatkan delimitasi
multi zona. Batas maritim antara Indonesia dan Australia di Laut Timor, misalnya, menganut
prinsip ini. Batas landas kontinen (dasar laut) yang disepakati tahun 1971 dan 1972 antara
Indonesia dengan Australia berbeda dengan batas ZEE (tubuh air) yang ditetapkan tahun
1997 . Akibatnya, di suatu kawasan tertentu, dasar lautnya adalah kewenangan Australia
sedangkan airnya menjadi kewenangan Indonesia. Hubungannya dengan persengketaan yang
terjadi antara Indonesia dan Malaysia, kedua negara memilih untuk menggunakan
metode negotiation atau perundingan diplomatis sebagai langkah awal untuk menyelesaikan
persengketaan kedua negara negara melalui perwakilan-perwakilan resmi. Praktek diplomasi
dapat meliputi keseluruhan proses hubungan luar negeri dan formasi kebijakan. Disebutkan
bahwa diplomasi juga diartikan alat atau mekanisme kebijakan luar negeri yang dijadikan
sebagai tujuan akhir. Hal ini terlihat dari pertemuan-pertemuan yang sudah dilakukan oleh
perwakilan kedua negara. Penyelesaian kasus batas maritim dapat dilakukan dengan
negosiasi atau dengan bantuan pihak ketiga. Sejauh ini Indonesia dan Malaysia memilih
negosiasi sebagai jalan penyelesaian sengketa. Sejarah membuktikan banyak sengketa antara
Indonesia-Malaysia yang upaya penyelesaiannya ditempuh dengan cara perundingan.
Misalnya mengenai permasalahan mengenai TKI ditempuh dengan cara perundingan,
penyelesaian sengketa perebutan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan pada awalnya ditempuh
dengan cara perundingan, baik perundingan antar kepala negara, tingkat menteri
pembentukan kelompok kerja sampai pada tingkat perundingan antar wakil-wakil khusus,
pada akhirnya upaya perundingan tersebut tidak berhasil dan penyelesaian akhir sengketa
dilakukan melalui Mahkamah Internasional. Cara ini terkadang memerlukan waktu yang
sangat lama, sebagai contoh perundingan sengketa Pulau Sipadan-Ligitan memerlukan waktu
lebih dari 10 tahun. Hal ini bisa terjadi karena dalam perundingan ini mungkinkan para pihak
tetap bersikeras dengan pendapatnya dan berusaha untuk mematahkan argumentasi-
argumentasi yang diberikan pihak lawan kadang hal ini dilakukan sebagai implementasi dari
kedaulatan yang dimiliki oleh masing-masing pihak, sehingga susah untuk mencari titk temu
penyelesaian. Metode penyelesaian sengketa melalui perundingan termasuk metode
penyelesaian non-yurisdiksional.

Kebijakan pemerintah Indonesia sebelum terjadi konflik Ambalat memang dapat


dikategorikan masih belum optimal dan belum tepat sasaran. Secara yuridis, Indonesia
diuntungkan oleh adanya pasal 47 UNCLOS bahwa sebagai negara kepulauan, Indonesia
dapat menarik garis di pulau-pulau terluarnya sebagai patokan untuk garis batas wilayah
kedaulatannya. Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk menyelesaikan sengketa
wilayah Ambalat tersebut. Pertama, melalui perundingan bilateral, yaitu memberi
kesempatan kedua belah pihak untuk menyampaikan argumentasinya tentang wilayah yang
disengketakan dalam forum bilateral. Indonesia dan Malaysia harus secara jelas
menyampaikan mana batas wilayah yang diklaim dan apa landasan yuridisnya. Dalam hal ini,
Malaysia tampaknya akan menggunakan peta 1979 yang kontroversial itu. Sementara
Indonesia mendasarkan klaimnya pada UNCLOS 1982. Jika gagal, maka perlu dilakukan
cooling down dan selanjutnya masuk langkah kedua dengan menetapkan wilayah sengketa
sebagai status quo dalam kurun waktu tertentu. Pada tahap ini, bisa saja dilakukan eksplorasi
di Blok Ambalat sebagai sarana untuk menumbuhkan rasa saling percaya kedua belah pihak.
Pola ini pernah dijalankan Indonesia-Australia dalam mengelola Celah Timor. Langkah
selanjutnya bisa memanfaatkan organisasi regional sebagai sarana resolusi konflik, misalnya,
melalui ASEAN dengan memanfaatkan High Council seperti termaktub dalam yang pernah
digagas dalam Deklarasi Bali 1976. Malaysia akan enggan menggunakan jalur ini karena
takut dikeroyok negara-negara ASEAN lainnya. Sebab, mereka memiliki persoalan
perbatasan dengan Malaysia akibat ditetapkannya klaim unilateral Malaysia berdasarkan peta
1979, seperti Filipina, Thailand, dan Singapura. Di samping itu, kedua negara juga bisa
memanfaatkan jasa baik (good office) negara yang menjadi ketua ARF (ASEAN Regional
Forum) untuk menengahi sengketa ini. Jika langkah tersebut tidak juga berjalan masih ada
cara lain yaitu membawa kasus ke Mahkamah Internasional (MI) mungkin ada keengganan
Indonesia untuk membawa kasus tersebut ke MI karena pengalaman pahit atas lepasnya
Sipadan dan Ligitan. Tetapi, jika Indonesia mampu menunjukkan bukti yuridis dan fakta-
fakta lain yang kuat, peluang untuk memenangkan sengketa itu cukup besar. Pasal-pasal yang
ada pada UNCLOS 1982 cukup menguntungkan Indonesia, bukti sejarah bahwa wilayah itu
merupakan bagian dari Kerajaan Bulungan, dan penempatan kapal-kapal patroli TNI-AL
adalah modal bangsa Indonesia untuk memenangkan sengketa tersebut.
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Identitas nasional merupakan jati diri atau karakteristik, perasaan atau
keyakinan tentang kebangsaan yang membedakan bangsa Indonesia dengan
bangsa lain. Identitas nasional Indonesia menunjuk pada identitas-identitas yang
sifatnya nasional, bersifat buatan karena dibentuk dan disepakati dan karena
sebelumnya sudah terdapat identitas kesukubangsan dalam diri bangsa
Indonesia.Bendera negara Indonesia, bahasa negara, lambang negara, serta lagu
kebangsaan merupakan identitas nasional bagi negara bangsa Indonesia yangtelah
diatur dalam UU RI.

B. SARAN

Sebagai mahasiswa kita harus memahami dan menyadari identitas


bangsa Indonesia.Kitajuga perlu menjaga serta menerapkan identitas nasional
bangsa negera kita sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar agar tidak
lunturnya nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA
http://santipermatasari14.blogspot.com/2017/05/penyelesaian-sengketa-antara-indonesia.html

http://ruth-apriyana.blogspot.com/2013/04/tugas-makalah.html

http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t10863.pdf

http://ambalatnew.blogspot.com/2013/12/makalah-kasus-ambalat.html

https://variedzzz.wordpress.com/2011/05/10/identitas-nasional/

https://kumparan.com/fadil-alif/analisa-sengketa-wilayah-ambalat

https://nurbaititrisetianiblog.wordpress.com/2018/05/20/esensi-dan-urgensi-identitas-
nasional-sebagai-salah-satu-determinan-pembanguan-bangsa-dan-karakter/

Anda mungkin juga menyukai