Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A.    Latar Belakang .............................................................................................. 1

B.    Rumusan Masalah ......................................................................................... 2

BAB II. PEMBAHASAN ..................................................................................... 4

A. Lahirnya Deklarasi Djuanda ............................................................................ 7

B. Deklarasi Djuanda ....................................................................................... 9


C. Tujuan dan Manfaat Deklarasi Djuanda ....................................................... 13

D. Akhir dari Demokrasi Liberal ...................................................................... 14

BAB III. PENUTUP ........................................................................................... 15

A.    Kesimpulan .................................................................................................. 15

  DAFTAR PUSTAKA  ........................................................................................ 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara keanekaragaman pendapat, kebudayaan


kesenian, kepercayaan, memerlukan suatu perekat agar bangsa yang bersangkutan
bersatu guna memelihara keutuhan negaranya. Suatu bangsa dalam menyelenggarakan
kehidupannya tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya, kondisi sosial masyarakat,
kebudayaan dan tradisi, kepercayaan, keadaan alam dan wilayah serta pengalaman
sejarah.

Kata wawasan berasal dari bahasa Jawa, yaitu wawas (mawas) yang artinya melihat,
memandang. Jadi kata wawasan dapat di artikan sebagai cara melihat atau cara
memandang.

Kehidupan negara senantiasa dipengaruhi perkembangan lingkungan strategi sehingga


wawasan harus mampu memberi inspirasi pada suatu bangsa dalam menghadapi
berbagai hambatan dan tantangan.

Salah satu persyaratan mutlak harus dimiliki oleh sebuah negara adalah wilayah
kedaulatan, di samping rakyat dan pemerintahan yang diakui. Konsep dasar wilayah
negara kepulauan telah diletakkan melalui Deklarasi Djuanda 13 Desember
1957.Deklarasi Djuanda adalah pernyataan kepada dunia, bahwa laut Indonesia adalah
termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia, menjadi satu
kesatuan wilayah NKRI. Deklarasi itu dicetuskan pada 13 Desember 1957 oleh
Perdana Menteri Indonesia waktu itu, Djuanda Kartawidjaja.

B. Rumusan Masalah

Pada penjabaran latar belakang diatas, maka saya mencoba membuat beberapa
perumusan analisis permasalahan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan dibawah ini :
1. Pengertian Wawasan Nusantara?
2. Apa yang melatarbelakangi lahirnya Deklarasi Djuanda 1957?
3. Apa saja tujuan, manfaat beserta keuntungan dari Deklarasi Djuanda bagi bangsa
Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk memperoleh gambaran bagaimana cara pandang bangsa Indonesia terhadap


wawasan nusantara.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari Deklarasi Djuanda terhadap bangsa
Indonesia.
3. Menambah wawasan dan pengetahuan bangsa Indonesia terhadap pentingnya
Wawasan Nusantara terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Lahirnya Deklarasi Djuanda

Perairan Indonesia merupakan perairan yang memiliki banyak potensi. Potensi itu
terlihat dengan jelas melalui banyak sumber daya yang beraneka ragam dalam 
perairannya. Seiring perkembangan dalam sejarah Indoneisa, perairan Indonesia
menjadi salah satu hal yang sangat vital dalam berbagai kegiatan. Berbagai kegiatan
itu berupa kegiatan perdagangan, transportasi, mata pencaharian, hiburan, dan
sebagainya. Dari berbagai kegiatan tersebut, terciptalah potensi-potensi yang
istimewa. Potensi-potensi  ini mempengaruhi bangsa lain sehingga ada keinginan dari
mereka untuk menguasai daerah kedaulatan.

Dalam wilayah kedaulatan yang dimiliki Indonesia, terutama untuk perairan,


tentu hal ini menjadi sesuatu yang penting. Kita mengetahui bahwa bangsa Indonesia
dijajah oleh Belanda dengan waktu yang tidak sebentar. Selama penjajahan tersebut,
banyak sekali pergolakan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pergerakan mulai dari
organisasi hingga pemberontakan yang melimpahkan tumpah darah rakyat Indonesia.
Pemerintah Belanda yang pada akhirnya tergantikan oleh pemerintah Jepang harus
menelan pil pahit bahwa kekuasaan berganti. Namun, tokoh-tokoh pergerakan tetap
melawan adanya imperialisme tersebut dengan cara berjuang baik secara diplomasi
maupun aksi kolektif terhadap pemerintah. Ketika rakyat merebut kemerdekaan pada
17 Agustus 1945, masih ada perlawanan terhadap para penjajah. Belanda masih ingin
merebut wilayah kedaulatan Indonesia dengan strategi-strategi yang mereka gunakan
karena masih merasa wilayah Indonesia masih dikuasai Belanda. Hal ini menuntut
rakyat Indonesia untuk melawan dalam bentuk diplomasi dan aksi secara fisik.
Perjuangan tersebut terus berlangsung hingga terjadinya perebutan wilayah Irian
Barat. Perebutan Irian Barat antara Indonesia dangan Belanda membuat hubungan
antara kedua negara tersebut menjadi renggang, bahkan putus. Oleh karena itu,
Indonesia harus mempertahankan wilayah dan kedaulatan negara demi terwujudnya
Indonesia yang bebas dari penjajah.
Indonesia mendapatkan ancaman dari dalam dan luar.[1] Ancaman dari dalam adalah
ancaman berupa pemberontakan-pemberontakan. Pemberontakan-pemberontakan
tersebut bersifat sparatis. Ancaman dari luar adalah sengketa antara Belanda dengan
Indonesia tentang Irian Jaya. Hal ini sungguh membuat prihatin Indonesia dalam
situasi dan kondisinya. Belum lagi, suasana perang dingin antara AS dan US yang
pada saat itu sedang marak mempengaruhi jalannya deklarasi tersebut. AS menolak
deklarasi, sedangkan US mendukungnya.

Dalam mempertahankan wilayah dan kedaulatan tersebut, Indoneisia harus


memiliki kekuatan wilayah yang kuat dan pengakuan dari dunia internasional tentang
Indonesia itu sendiri. Penguatan kedaulatan dapat diperkuat dari sisi hukum,
sedangkan penguatan wilayah dapat dilakukan dengan perluasan batas-batasnya.
Indonesia memiliki pulau besar dan kecil sejumlah 18000. Oleh karena itu, penting
sekali jika wilayah perairan diprioritaskan.Untuk mempertahankan hal itu wilayah
negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu
Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam
peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan
oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh
3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang
memisahkan pulau-pulau tersebut.
A. Deklarasi Djuanda

Pada awal kemerdekaan Indonesia, persoalan wilayah (teritorial) menjadi salah


satu isu strategis.Dimana masih diberlakukannya Ordonansi Hindia Belanda 1939,
yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939)
Perdebatan yang terjadi di dalam BPUPKI ketika pembahasan wilayah republik
menjadi buktinya. Akan tetapi, beragam pendapat yang muncul terbatas pada soal
wilayah daratan. Muhammad Yamin salah satu tokoh republik pada waktu itu yang
menyinggung pentingnya wilayah lautan.Melalui pernyataannya “Tanah air Indonesia
ialah terutama daerah lautan dan mempunyai pantai yang panjang. Bagi tanah yang
terbagi atas beribu-ribu pulau, maka semboyan mare liberum (laut merdeka) menurut
ajarah Hugo Grotius itu dan yang diakui oleh segala bangsa dalam segala seketika
tidak tepat dilaksanakan dengan begitu saja, karena kepulauan Indonesia tidak saja
berbatasan dengan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, tetapi juga berbatasan
dengan beberapa lautan dan beribu-ribu, selat yang luas atau yang sangat sempit. Di
bagian selat dan lautan sebelah dalam, maka dasar “laut merdeka” tidak dapat
dijalankan, dan jikalau dijalankan akan sangat merendahkan kedaulatan negara dan
merugikan kedudukan pelayaran, perdagangan laut dan melemahkan pembelaan
negara. Oleh sebab itu, maka dengan penentuan batasan negara, haruslah pula
ditentukan daerah, air lautan manakah yang masuk lautan lepas. Tidak menimbulkan
kerugian, jikalau bagian Samudea Hindia Belanda, Samudera Pasifik dan Tiongkok
Selatan diakui menjadi laut bebas, tempat aturan laut merdeka. Sekeliling pantai pulau
yang jaraknya beberapa kilometer sejak air pasang-surut dan segala selat yang
jaraknya kurang dari 12 km antara kedua garis pasang-surut, boleh ditutup untuk
segala pelayaran di bawah bendera negara luaran selainnya dengan seizin atau
perjanjian negara kita.”

Melihat kondisi geografis Indonesia yang unik, banyaknya wilayah laut


dibanding darat, menyadarkan pemerintah bahwa persoalan wilayah laut merupakan
faktor penting bagi kedaulatan negara. Mochtar Kusumaatmadja, saat itu menjadi
salah satu tim penyusun RUU Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim, bahwa tim
tersebut telah berhasil menyusun lebar laut teritorial seluas 12 mil sesuai dengan
perkembangan yang terjadi dalam hukum internasional. Kemudian Chaerul Saleh
(Menteri Veteran) mendatangi beliau dan tidak setuju dengan usulan tim penyusun.
Alasannya adalah jika aturan diterapkan maka terdapat laut bebas antara pulau-pulau
di Indonesia sehingga kapal-kapal asing bisa bebas keluar masuk. Hal tersebut jelas
dapat “mengganggu” kedaulatan Indonesia yang masih berumur muda. Saran dari
Chaerul Saleh adalah untuk menutup perairan dalam (Laut Jawa) sehingga tidak ada
kategori laut bebas didalamnya. Mochtar lantas menjawab tidak mungkin karena tidak
sesuai dengan hukum internasional saat itu dan berjanji untuk mendiskusikanya
dengan tim.

Hari Jumat 13 Desember 1957, tim RUU Laut Teritorial menghadap kepada perdana
menteri Djuanda. Beliau meminta untuk dijelaskan perihal hasil rancangan tim.
Mochtar Kusumaatmadja sebagai ahli hukum internasional (hukum laut) tampil ke
depan untuk menjelaskan. Fakta di atas memunculkan tiga aktor penting hingga
dikeluarkanya Deklarasi Djuanda, yaitu; Djuanda, Mochtar Kusumaatmadja dan
Chaerul Saleh. Satu hal yang pasti ialah deklarasi Djuanda merupakan keputusan
Djuanda karena posisi dia saat itu sebagai pengambil kebijakan.

Secara prinsip Deklarasi Djuanda menyatakan hal hal dibawah ini :

1. Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak


tersendiri
2. Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan
3. Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan
wilayah Indonesia

Prinsip-prinsip dalam Deklarasi Djuanda ini kemudian dikukuhkan dengan Undang-


undang Nomor 4 Tahun 1960, yang isinya sebagai berikut :
-Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayh, dan kesatuan ekonominya ditarik garis-
garis pngkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari kepulauan terluar.
-Termasuk dasar laut dan tanah bawahnya maupun ruang udara di atasnya dengan
segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
-Jalur laut wilayah laut territorial selebar 12 mil diukur dari garis-garis lurusnya.
-Hak lintas damai kapal asing melalui perairan nusantara (archipelagic water) dijamin
tidak merugikan kepentingan negara pantai, baik keamanan maupun ketertibannya.
B. Tujuan dan Manfaat Deklarasi Djuanda

Dalam Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-


prinsip negara kepulauan (Archipelagic State), sehingga laut-laut antar pulau pun
merupakan wilayah Republik Indonesia, dan bukan kawasan bebas dan dari situlah
negara Indonesia disebut negara kepulauan.
Deklarasi itu mendapat tentangan dari beberapa negara, namun pemerintah Indonesia
meresmikan deklarasi itu menjadi UU No. 4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia.
Wilayah Negara RI yang semula luasnya 2.027.087 km2 (daratan) bertambah luas
lebih kurang menjadi 5.193.250 km2 (terdiri atas daratan dan lautan). Ini berarti
bertambah kira-kira 3.106.163 km2 atau kita-kira 145%.Manfaat dari Deklarasi
Djuanda ini berlanjut kepada bertambah besarnya perairan laut Indonesia,disamping
itu juga perairan laut indonesia yang kaya akan hasil laut menjadikan negara
Indonesia sebagai negara yang kaya akan hasil laut.Sesuai data Konferensi Hukum
Laut yang baru telah ditandatangani oleh 130 negara dalam UNCLOS III (Konferensi
Hukum Laut) di teluk Montenegro, Kingston, Jamaica, pada tanggal 6 - 10 Desember
1982, yang memutuskan beberapa ketentuan untuk wilayah kelautan di Indonesia:

- Batas laut territorial selebar 12 mil.

- Batas zona bersebelahan adalah 24 mil.

- Batas ZEE adalah 200 mil.

- Batas landas benua lebih dari 200 mil.

Dan ada beberapa tujuan dari lahirnya Deklarasi Djuanda,yaitu :

1. Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan
bulat.
2. Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan azas negara Kepulauan.
3. Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan
keselamatan NKRI.

Selama 25 tahun yang secara resmi Negara Indonesia mendapat pengakuan resmi dari
Internasional.Pengakuan resmi asas Negara Kepulauan ini merupakan hal yang
penting dalam rangka mewujudkan satu kesatuan wilayah sesuai dengan Deklarasi
Djuanda 13 Desember 1957, dan Wawasan Nusantara yang menjadi dasar perwujudan
bagi kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan keamanan. Kemudian, setelah Indonesia meratifikasi Konvensi PBB
tentang Hukum Laut III (UNCLOS III) tahun 1982 melalui UU Nomor 17 tahun
1985, PBB resmi mengakui Indonesia sebagai negara kepulauan.
C. Akhir dari Demokrasi Liberal

Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang


menganut kebebasan individu. Secara konstitusional, ini dapat diartikan sebagai hak-
hak individu dari kekuasaan pemerintah.[1] Dalam demokrasi liberal, keputusan-
keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada
sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-
pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak
individu seperti tercantum dalam konstitusi.[2]
Demokrasi liberal pertama kali dikemukakan pada Abad Pencerahan oleh penggagas
teori kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau.
Semasa Perang Dingin, istilah demokrasi liberal bertolak belakang dengan
komunisme ala Republik Rakyat. Pada zaman sekarang demokrasi konstitusional
umumnya dibanding-bandingkan dengan demokrasi langsung atau demokrasi
partisipasi.
Demokrasi liberal dipakai untuk menjelaskan sistem politik dan demokrasi barat di
Amerika Serikat, Britania Raya, Kanada. Konstitusi yang dipakai dapat berupa
republik (Amerika Serikat, India, Prancis) atau monarki konstitusional (Britania Raya,
Spanyol). Demokrasi liberal dipakai oleh negara yang menganut sistem presidensial
(Amerika Serikat), sistem parlementer (sistem Westminster: Britania Raya dan
Negara-Negara Persemakmuran) atau sistem semipresidensial (Prancis).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kurun waktu berkuasa Kabinet Djuanda tidak terlalu lama. Didalam kabinet ini juga
terdapat adanya 21 Menteri dalam susunan jabatan Kabinet Djuanda. Diketahui adanya
program kerja yang dilakukan Kabinet Djuanda antara lain Membentuk Dewan Nasional
dan melanjutkan konferensi meja bundar. Disamping itu, terdapat keberhasilan yang
dicapai Kabinet Djuanda yaitu berhasil mengeluarkan deklarasi djuanda yang berisi
tentang laut Indonesia sebagai laut teritorial dan sebagai penghubung antar pulau di
Indonesia. Penyebab jatuhnya Kabinet Djuanda adalah keluarnya Dekrit Presiden pada 5
Juli 1959.
MAKALAH

“KABINET DJUANDA”
Nama Anggota Kelompok :

1. Diva Tiara Putri


2. Fransiska Etma P
3. Figo Fernanda
4. Intan Putri P
5. Lasalina Nadia P

Anda mungkin juga menyukai