Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

OPERASI TRIKORA SEBAGAI UPAYA MENGEMBALIKAN IRIAN BARAT KE


WILAYAH NEGARA KESATUANvREPUBLIK INDONESIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Waktu, Berkelanjutan dan Perubahan : Anindya Fajarini S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 10 :

1. Nimas Dewina Adani Putri (202101090023)

2. Safina Fitriani (202101090025)

3. Dina Mustaqimah (202101090042)

4. Lailatul Isnaini (20201090040)

TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH. ACHMAD SIDDIQ JEMBER


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan pada
kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Operasi Trikora Sebagai Upaya Mengembalikan
Irian Barat ke Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ”
Makalah disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Waktu,
Berkelanjutan, dan Perubahan. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca. Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya
kepada Ibu Anindya Fajarini, S.Pd ,M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Waktu,
Berkelanjutan dan Perubahan.
Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Jember, 9 September 2022


Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
.............................................................................................................................................
ii
Daftar Isi
.............................................................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
.......................................................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah
.......................................................................................................................................
4
C. Tujuan
.......................................................................................................................................
4
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Proses Operasi Trikora dilakukan untuk mengembalikan Irian Barat ke
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
.......................................................................................................................................
5
B. Upaya untuk mengembalikan Irian Barat ke Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia
.......................................................................................................................................
7

iii
C. Kondisi Politik pada saat Peristiwa Irian Barat
.......................................................................................................................................
8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
.......................................................................................................................................
11
B. Saran
.......................................................................................................................................
11
DAFTAR PUSTAKA
.............................................................................................................................................
12

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu esensi kemerdekaan bagi suatu bangsa adalah terbebas dari
ketertindasan (penjajahan), karena kemerdekaan memiliki nilai positif bagi
keberlangsungan kehidupan suatu negara bangsa. Sebagai bangsa yang
merdeka,berdaulat dan dilatarbelakangi oleh keanekaragaman suku,ras,budaya
dan lain-lain adalah suatu kenyataan logis yang membentuk identitas
keindonesiaan. Oleh sebabnya menggalang nilai-nilai persatuan dan kesatuan
dalam merajut keindonesiaan adalah hal yang mutlak dan sangat penting
mendapatkan perhatian serius dari setiap komponen anak bangsa , sebab bila
tidak, hasrat persatuan dan kesatuan yang digaungkan dalam “Bhineka Tunggal
Ika” yang sebagai andagium pemersatu bangsa sekaligus sebagai tiang penyangga
eksistensi kedaulatan NKRI “mungkin” akan tinggal kenangan apabila peristiwa-
peristiwa sejarah yang melatarbelakanginya tidak dipahami dengan baik, karena
keberadaan suatu Negara-bangsa yang dilatari oleh peristiwa-peristiwa sejarah
masa lalu akan memberikan corak tersendiri bagi dinamika keberlangsungan
kehidupan bangsa itu.
Indonesia merupakan Negara Kepulauan yag terdiri dari beberapa Pulau,
Suku Bangsa, dan Bahasa yang beragam. Namun itulah yang menjadikan Dasar
Negara yaitu Bhineka Tunggal Ika. Di beberapa daerah di Indonesia sejak tanggal
1945 yaitu hari dimana Indonesia menyatakan diri sebagai negara mandiri dan
tidak berada dalam Jajahan. Dengan harapan kesejahteraan yang merata dari
mulai Aceh sampai Papua. Irian Barat berbeda dengan daerah-daerah lain di
Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus
tahun 1945 yang telah berada dalam bingkai Negara Kesatuan Repubik Indonesia
(NKRI). Irian Barat selama 18 tahun masih dikuasai oleh Belanda, bahkan lebih
jauh lagi mereka berusaha untuk tetap memisahkan Irian Barat dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
1
Irian Barat merupakan sebuah provinsi terluas di Indonesia yang terletak
ditepi bagian barat pulau Irian. Nama Irian dikenal juga dengan sebutan West
New Guenea. Nama propinsi ini di ganti menjadi Papua sesuai UU No. 21 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Pada tahun 2003, disertai oleh berbagai
protes (penggabungan antara Papua Tengah dengan Papua Timur), Papua dibagi
menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia, bagian timur tetap memakai
nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi provivnsi Irian Jaya (setahun
kemudian menjadi Papua Barat).
Dalam sidang BPUPKI telah menyepakati bahwa wilayah Indonesia
adalah seluruh wilayah bekas jajahan Hindia Belanda, yang terbentang dari
Sabang sampai Marauke, dari provinsi Aceh sampai Irian Barat. Maka pada saat
Indonesia merdeka pada tahun tahun 1945, Belanda tidak mengakui kemerdekaan
Indonesia karena masih memiliki hasrat untuk menjajah. Maka Belanda
melancarkan agresi militernya (mereka menyebutnya dengan aksi polisional):
Agresi militer Belanda 1, 21 Juli 1947 karena pelanggaran perjanjian Linggarjati
dan Agresi militer Belanda II, 19 Desember 1948 karena pelanggaran perjanjian
Renville. Maka Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus
1945. Jika mereka mengakui secara tidak langsung mereka melakukan agresi ke
negara lain, dan ini membuat mereka dituntut atas tuduhan melakukan kejahatan
perang atas sebuah Negara (mirip AS yang menyerang Irak, mereka tidak datang
atas nama “Agresi” tetapi “Pembebasan”.). Hal lainnya adalah mereka harus
melakukan ganti rugi secara finansial, dan semua yang gugur dalam Aksi
Polisional ini tidak bisa dikatakan sebagai pahlawan, melainkan penjahat perang.
Hal inilah yang membuat Ratu Belanda tidak pernah meminta maaf untuk aksi
polisional. Dalam upacara kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan pengakuan
secara simbolik yang mereka anggap merdeka dengan perjanjian damai (KMB).
Notosutardjo (1984:331), Salah satu keputusan dalam Konferensi Meja
Bundar (27 Desember 1949) Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya
kecuali wilayah Irian Barat yang rencananya akan dikembalikan setahun
2
kemudian. Namun setelah pengakuan kedaulatan, Belanda tidak juga
menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia.Untuk masalah tersebut kemudian
dicapai suatu kompromi bahwa Irian Barat akan diselesaikan dengan jalan
perundingan antara Negara Indonesia dan Belanda.Setelah setahun Irian masih
tetap dikuasai oleh Belanda. Pada sidang Majelis Umum tahun 1957 Menteri Luar
Negeri Republik Indonesia menyatakan dalam pidatonya, bahwa Indonesia akan
menempuh “jalan lain” untuk menyelesaikan sengketa Irian dengan Belanda.
Dalam upaya membebaskan wilayah Irian Barat dari cengkeraman
Belanda Pemerintah RI pertama mengambil langkah diplomasi yang dilakukan
secara bilateral baik dengan pemerintah Belanda maupun dengan dunia
Internasional. Perundingan (Diplomasi) dengan pemerintah Belanda terjadi
pertama kali pada masa kabinet Natsir tahun 1950 tetapi gagal, bahkan pada tahun
1952 secara sepihak Belanda memasukkan Irian Barat dalam wilayah kerajaan
Belanda. Upaya diplomasi internasional dilakukan oleh kabinet Sastroamijoyo
yaitu dengan membawa masalah Irian Barat ke forum PBB, tetapi tidak membawa
hasil. Pada masa kabinet Burhanuddin, Belanda menanggapi bahwa masalah Irian
Barat merupakan masalah antara IndonesiaBelanda dan mengajukan usul yang
berisi tentang penempatan Irian Barat di bawah Uni Indonesia-Belanda.
Disamping. membawa masalah Irian Barat ke forum PBB Indonesia juga
melakukan pendekatan dengan negara-negara Asia Afrika dan ini membawa hasil
yang positif, antara lain: dalam Konferensi Pancanegara II di Bogor lima Negara
peserta sepakat mendukung Indonesia dalam mengembalikan Irian Barat ke dalam
wilayah Indonesia dan dalam KAA para peserta mengakui bahwa wilayah Irian
Barat merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Karena Belanda tidak pernah menunjukkan etikad baik dalam menyelesai
masalah Irian Barat maka pemerintah RI mengambil langkahlangkah sebagai
berikut : 1) Hubungan Indonesia-Belanda diubah dari united status menjadi
hubungan biasa. 2) Pada tanggal 3 Mei 1956 melakukan pembatalan hasil-hasil
KMB. 3) Pada tanggal 17 Agustus 1956 membentuk Provinsi Irian Barat yang
3
berkedudukan di Soasiu dan menunjuk Sultan Tidore, Zaenal Abidin Syah
sebagai gubernurnya. 4) Pada tanggal 18 November 1957 diadakan rapat umum
pembebasan Irian Barat. 5) Pada tanggal 5 Desember 1957 melarang semua film
yang berbahasa Belanda, kapal terbang Belanda juga dilarang mendarat dan
terbang diwilayah RI. 6) Pada tanggal 5 Desember 1958 melakukan penghentian
semua kegiatan konsuler Belanda di Indonesia. 7) Dengan Peraturan Pemerintah
No. 23 tahun 1958 dilakukan pengambilalihan modal Belanda di Indonesia. 8)
Pada tanggal 19 Februari 1958 dibentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat.
9) Pada tanggal 17 Agustus 1960 memutuskan hubungan diplomatik dengan
Belanda. 10) Menasionalisasi 700 perusahaan milik Belanda di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses Operasi Trikora dilakukan untuk mengembalikan Irian
Barat ke Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia?
2. Apakah yang dilakukan Bangsa Indonesia sebagai upaya untuk
mengembalikan Irian Barat ke Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia?
3. Bagaimana kondisi politik pada saat Peristiwa Irian Barat ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui proses Operasi Trikora dilakukan untuk mengembalikan
Irian Barat ke Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
2. Untuk mengetahui upaya mengembalikan Irian Barat ke Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia
3. Untuk mengetahui kondisi politik pada saat Peristiwa Irian Barat

4
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Proses Operasi Trikora dilakukan untuk mengembalikan Irian Barat ke


Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Proses operasi Trikora yang dilakukan Bangsa Indonesia sebagai upay
mengembalikan Irian Barat ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah karena dalam Sidang BPUPKI telah menyepakati bahwa wilayah
Indonesia adalah seluruh wilayah bekas jajahan Hindia Belanda, yang terbentang
dari Sabang sampai Marauke, dari provinsi Aceh sampai Irian Barat. Maka pada
saat Indonesia merdeka pada tahun tahun 1945, Belanda tidak mengakui
kemerdekaan Indonesia karena masih memiliki hasrat untuk menjajah. Maka
Belanda melancarkan agresi militernya (mereka menyebutnya dengan aksi
polisional).
Pada tanggal 19 Desember 1961 Presiden Soekarno selaku Panglima
tertinggi ABRI menggumumkan Tri Komando Rakyat di Yogyakarta dalam
rangka perjuangan pembebasan Irian Barat. Menindaklanjuti perintah Tri
Komando Rakyat yang diperintahkan oleh Presiden Soekarno bahwa
pembentukan Komando Mandala pada tanggal 2 Januari 1962 yang bersifat
gabungan (unified command) dari unsur AD, AL, dan AU yang meliputi wilayah
Indonesia bagian Timur dengan tugas: Menyelenggarakan operasi-operasi militer
dalam perjuangan merebut wilayah Irian Barat yang diduduki Belanda,dan
sebagai tindak lanjut pembentukan Komando Mandala tersebut, maka harus
segera disusun organisasi dan personilnya.
Dilihat dari kekuatan alutsista dari Indonesia dan Belanda, Indonesia
tertinggal jauh dari Belanda. Indonesia mengambil beberapa cara diantaranya
melakukan pembelian Alutsita ke negara Uni Soviet yang nantinya akan
memperkuat kekuatan militer di tiga matra yaitu Angkatan Darat, Angkatan Laut,
dan Angkatan Udara. Namun sebelum operasi hari H untuk melakukan
5
penembakan terjadi genjatan senjata. Hal ini dibuktikan dengan keterlibatan kapal
selam darikesatuan korps hiu kencana yang berhasil melakukan operasi
penyusupan dan mendaratkan pasukan dengan keberhasilan kapal selam. Korps
hiu kencana Indonesia mampu mengendalikan alur peperangan dengan Belanda.
Dengan keberhasilan tersebut memaksa Belanda untuk mengambil jalan damai
yaitu genjatan senjata dan menyerahkan Irian Barat kembali ke Indonesia. Kapal
selam mampu memberikan dampak sikologisterhadap musuh dan sebaliknya juga
dapat memberikan semangat terhadap pasukan Indonesia. Maka tidak dapat
dipungkiri lagi kapal selam memiliki nilai strategis bagi Angkatan laut Indonesia
dalam usaha merebut Irian Barat.
Kapal perang Indonesia sedang melakukan patroli di laut Aru di dekat
wilayah perairan Irian Barat dengan kapal perang dan pesawat Angkatan Laut
Belanda. Dalam patroli ini turun pula pejabat-pejabat tinggi dari Markas Besar
Angkatan Laut (MBAL), yaitu Komodor Yos Soedarso, Deputy KSAL, Kolonel
Soedomo, Kepala Direktorat Operasi MBAL, Kolonel Moersid, Asisten II Kasad,
serta perwira-perwira staf lainnya. Para perwira tinggi dan senior ini bermaksud
meninjau lebih dekat medan laut terdepan di daerah perbatasan Trikora untuk
penyusunan rencana-rencana operasi. Pada tanggal 15 Januari 1962 ketika jam
menunjukan pukul 12:15 waktu 1 (zone time) malam hari, di angkasa terlihat dua
buah pesawat yang terbang pada ketinggian 3.000 kaki melintasi formasi patroli
ALRI. Dari bayangan yang terlihat diperkirakan bahwa pesawat-pesawat terbang
itu adalah milik Belanda jenis Neptune dan Firefly. Kedua kapal itu adalah dua
buah kapal perusak, milik Belanda, yang menyebabkan terbakar dan
tenggelamnya kapal perang Indonesia bersama-sama dengan Komodor Yos
Soedarso dan Kapten Wiratno, serta beberapa awak kapalnya. Pertempuran ini
pecah pada tanggal 15 Januari 1962 dan menenggelamkan KRI Macan Tutul serta
mengugurkan Komodor Yos Sudarso yang telah menyerukan pesan terakhirnya
yang terkenal, yaitu “Kobarkan semangat Pertempuran”.

6
B. Upaya untuk mengembalikan Irian Barat ke Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Adapun upaya-upaya yang dilakukan Bangsa Indonesai dalam
mengembalikan Irian Barat ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
pertama melalui upaya diplomasi politik, upaya diplomasi sudah dimulai sejak
cabinet Natsir (1950) yang selanjutnya dijadikan program oleh setiap kabinet.
Meskipun selalu mengalami kegagalan Belanda masih menguasai Irian Barat
bahkan secara sepihak memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah kerajaan
Belanda. Perjuangan secara diplomsi ditempuh dengan dua tahap, yaitu:
1. secara bilateral melalui perundingan dengan Belanda.
2. Diplomasi dalam forum PBB.
Pemerintah Indonesia membawa masalah Irian Barat di dalam acara
Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa, upaya Indonesia menemui
kegagalan karena tidak pernah memperoleh tanggapan yang positif dari sebagian
besar anggota PBB. Kedua melalui upaya Ekonomi, sampai tahun 1957 upaya
melaui jalan damai belum membawa hasil, maka Bangsa Indonesia mengambil-
alih salah satunya adalah Nasionalisasi de javasche Bank menjadi Bank Indonesia
tahun 1951.
Ketiga melalui Konfrontasi, tanggal 4 Desember 1950 diadakan konferensi
Uni Indonesia Belanda. Dalam konferensi itu Indonesia mengusulkan agar
Belanda menyerahkan Irian Barat secara de jure, namun ditolak oleh
Belanda.Karena mengalami kegagalan dan tidak ada itikad baik dari Belanda
untuk menyelesaikannya, maka pemerintah Indonesia mengambil jalan
konfrontasi. Pemerintah Indonesia secara bertahap mulai mengambil langkah
yang konkrit dalam pembebasan Irian Barat. Keempat melalui pergerakanmiliter,
Perjuangan Militer merupakan perjuangan melalui jalur perang atau konfrontasi
bersenjatayang seringkali menjadi kekuatan yang paling ditonjolkan oleh suatu
negara, dengan tujuan untuk menunjukan kesungguhan Indonesia dalam
memperjuangkan apapun yang menjadi haknya, menunjukan sikap tidak kenal
7
menyerah dalam merebut Irian Barat. Persiapan pemerintah untuk menggalang
kekuatan militer adalah pada bulan Desember 1960 Indonesia mengirimkan misi
ke Uni Soviet untuk membeli senjata dan perlengkapan perang lainnya. Tindakan
Indonesia tersebut dianggap oleh Belanda sebagai upaya untuk melakukan Agresi.
Sehingga Belanda kemudian memperkuat armada dan angkatan perangnya di
Irian Barat dengan mendatangkan apal induk Karel Dorman.
C. Kondisi Politik pada saat Peristiwa Irian Barat
Dari paparan dan ulasan mengenai peristiwa Trikora dapat dikatakan
bahwa upaya pembebasan Iirian Barat tidak terlepas dari berlalunya upaya
diplomasi karena sikap inkonsensistensi Belanda. Para elit politik yang berjuang
di forum internasional telah menunjukkan ketegasan mengenai wilayah irian barat
yang merupakan bagian dari Republik Indoenisa. Masalahnya sikap Belanda
enggan menyerahkan irian barat turut didukung oleh negara lainnya. Hal
kemudian mendorong presiden Soekarno membatalkan secara sepihak hasil KMB
pembatalan ini dipicu oleh sikap Belanda yang terus mengulur waktu sehingga
Indonesia memperlihatkan sikap anti kolonialismenya.
Sikap anti kolonialisme dan anti imperialisme sebagai bagian internal
politik keamanan diwujudkan dalam Trikora untuk merebut irian barat dan
dwikora untuk menghadapi Neokolonialisme Inggris di Malaysia.1 Dalam
perkembangannya muncul sikap politik konfrontasi irian barat dan beberapa
operasi yang melibatkan peran intelijen dalam upaya pembebasan irian barat.
Terdapat beberapa aspek yang digarisbawahi dalam melihat peran dan
keterlibatan intelijen dalam politik konfrontasi Irian Barat.Pertama peran intelijen
pada tahap infiltrasi sebetulnya memiliki arti strategis karena disitulah dimulai
peran intelijen yang sesungguhnya, yakni mengumpulkan data dan informasi.
Namun dalam pertempuran laut Arafuru tampak ada Miss koordinasi dan
miskomunikasi antara intelejen dan user sehingga kebijakan operasi militer yang

1
Widjajanto dan Wardhani, Hubungan Intelijen, 76

8
dikeluarkan berkesan terburu-buru tanpa mempertimbangkan kekuatan lawan
(Belanda).
Kedua sikap antipati Soekarno terhadap Belanda yang semakin memuncak
karena masalah Irian Barat menyebabkan dia terdorong ingin segera dilakukan
kegiatan provokasi militer. Ada kemungkinan provokasi ini dijadikan sebagai
“pesan politik” kepada Belanda bahwa Indonesia serius dalam upaya
pembebasan Irian Barat. Namun tidak terbaca jelas apakah ada kaitan antara
keterlibatan intelijen dan kemauan Soekarno. Tidak ada data yang membuktikan
apakah pemerintah Soekarno untuk segera menggelar provokasi dan mengirimkan
MTB memang berdasarkan rekomendasi dari intelijen.
Ketiga, intelijen yang terlibat dalam upaya pembebasan Irian Barat dapat
dikatakan murni intelijen militer. Hal ini karena pengerahan intelijen dilakukan
untuk menyokong digelarnya operasi militer di Irian Barat dalam bentuk serangan
fisik secara terbuka terhadap Belanda. Kerja intelijen militer ini dilakukan mulai
dari tahap persiapan, penyusupan, hingga membentuk basis-basis kekuatan di
daerah-daerah yang berhasil dikuasai.
Keempat, walaupun peran dan fungsi intelijen tidak maksimal hingga
akhirnya pertempuran Laut Arafuru yang tidak seimbang terjadi intelijen kembali
menunjukkan perannya saat Komando Mandala. Peran ini terlihat dalam tahap
ilfiltrasi dan terlihat koordinasi dan komunikasi yang baik antara intelijen TNI
AL, AU dan AD. Tindakan intelijen militer saat itu berimplikasi pada persiapan
teknis yang matang untuk operasi Jayawijaya. Kematangan persiapan ini
menyebabkan Belanda berpikir ulang bahwa kekuatan fisik Indonesia tidak bisa
dianggap sepele. Akhirnya Belanda mau menyerahkan Irian Barat lewat jalur
damai.
Jika kembali pada aspek teoritis intelijen merupakan instrumen eksklusif
negara dan sebagai garis depan pertahanan dan keamanan negara dari berbagai
bentuk dan sifat ancaman dari aktor individu, kelompok, ataupun negara baik
dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu peran dan keterlibatan dalam tahap
9
awal (memberikan informasi, data, maupun pemetaan situasi kepada presiden)
sangat krusial. Berdasarkan data tersebutlah kebijakan yang menyangkut politik
keamanan negara dikeluarkan. pada tahap berikutnya informasi dan data ini
menjadi basis perencanaan operasi operasi (intelijen) militer berikutnya.2

2
Theresia Ngilan Bupu, " Operasi Trikora Sebagai Upaya Mengembalikan Irian Barat Ke Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia", Jurnal Santiaji Pendidikan, Vol.11,no.1(Maret 2021),Hal: 15-
16.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Operasi Trikora dilakukan karena, Belanda mengingkari kesepakatan
dalam sidang BPUPKI, dan juga karena Bangsa Belanda mengklaim status Irian
Barat sebagai wilayah atau Negara kekuasaannya.
Upaya-upaya yang dilakukan Bangsa Indonesia dalam mengembalikan
Irian Barat melaui jalan damai sudah dilakukan namun tidak membawa hasil yang
positif. Sehingga pemerintah Indonesia secara bertahap mulai mengambil langkah
yang konkrit yakni: upaya diplomasi politik, ekonomi, konfrontasi dan
pergerakan militer. Usaha usaha yang telah dilakukan dalam masalah irian barat
selalu di upaya kan melalui jalur perundingan pada masa awal dengan
pertimbangan lebih aman dan damai.Namun berbagai usaha diplomasi yang
dijalankan sejak pembentukan Uni Indonesia-Belanda secara bilateral hingga
menggunakan bantuan forum internasional seperti PBB, masih tidak dapat
memberikan jalan keluar yang solutif. Tekad Indonesia untuk membebaskan Irian
Barat dan mengembalikannya ke dalam pangkuan NKRI mengantarkan sebuah
kebijakan baru dengan istilah “jalan lain” dalam bentuk konfrontasi yang bersifat
politik, sosial, ekonomi dan bahkan militer.
B. SARAN
Dari uraian yang kami sajikan di atas kemungkinan besar masih terdapat
banyak kekeliruan, Nmun dalam hal ini kami belajar untuk memperbaiki diri
dalam proses belajar. Dan apabila terdapat banyak kesalahan kami mohon maaf,
dan kami angat berharap agar Pembina mengoreksi dengan baik, agar menjadi
perbaikan yang sifatnya positif dan membangun bagi kami.

11
DAFTAR PUSTAKA

Arifin SN.(2009).sejarah Indonesia.(Yogyakarta:Bio pustaka.yogyakarta), hlm 25-28

C.S.T. Kansil&Julianto. Sedjarah Perdjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia.


Jakarta: Erlangga. 1972. hlm. 78.

Efantino F & Arifin SN. “Ganyang Malaysia”. Yogyakarta: Bio Pustaka. 2009. hlm.
30.

Frans. S. Fernandes. Hubungan Internasional dan Peranan Bangsa Indonesia Suatu


Pendekatan Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan. 1988. hlm. 156.

John Rossa.(2008).Dalih Pembunuhan Massal Gerakan 30 September dan Kudeta


Suharto.(Jakarta : Institut Sejarah Sosial Indonesia dan Hasta Mitra Jakarta),
hlm 26-41

M.C.Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. 2008. hlm.
583.

Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto. “Sejarah Nasional Indonesia


VI.” hlm. 436-437

Mohd Noor bin Abdullah. Kemasukan Sabah dan Serawak ke dalam Persekutuan
Malaysia. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajaran
Malaysia. 1979. hlm. 30.

Muhammad . Aswan.Zanynu. Soeharto dan Gerakan 30 September (G30S) Dalam


Narasi Memori Media Berita Daring Indonesia. Kendari Sulawesi
Utara:Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
2019.hlm.36-37

Rycho Korwa. 2013. ‘’Proses integrasi irian barat ke dalam NKRI.’’ Jurnal Politico 2
(1). Hlm. 3-4

Sukarno. Dibawah Bendera Revolusi. Jakarta: Pabitia Penerbit Dibawah Bendera


Revolusi. 1965. hlm. 551.

Widjajanto dan Wardhani, Hubungan Intelijen, 76

12

Anda mungkin juga menyukai