Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“DEKLARASI DJUANDA MEMPERKOKOH BANGSA INDONESIA”


Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas PPKN kelas 8
semester genap

Disusun oleh :
Kelas 8A

Kelompok 5 (Lima)

1. Salman Ar- Rasyid


2. Shaquilla Ramadhani Fortuna A
3. Syaiban Murwadi Azhar

Guru Mata Pelajaran:

An An Supriani

SMP NEGERI 1 CIMAHI


TAHUN 2021/2022
Jalan Raden Embang Artawidjadja No. 12 , Karangmekar, Kec. Cimahi Tengah, Kota Cimahi, Jawa
Barat 40523
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa kita ucapkan karena atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya berupa nikmat iman dan kesehatan ini akhirnya kami bisa menyelesaikan
makalah bertema Deklarasi Djuanda. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan bagi Baginda
Agung Rasulullah SAW yang syafaatnya akan kita nantikan kelak.

Makalah berjudul “DEKLARASI DJUANDA MEMPERKOKOH BANGSA


INDONESIA” merupakan sedikit gambaran dan penjelasan mengenai betapa pentingnya
Deklarasi Djuanda bagi bangsa Indonesia. Makalah ini disusun agar dapat memberi pengetahuan
bagi pembaca dan terutama bagi saya sendiri. Adapun penulisan makalah bertema Deklarasi
Djuanda ini dibuat untuk memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung serta
membantu penyelesaian makalah ini. Harapannya, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca sekaligus menumbuhkan rasa cinta tanah air.

Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada ketidaksesuaian kalimat dan
kesalahan. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu perlu bagi
saya kritik dan saran yang bersifat konstruktif.

Cimahi, 14 Desember 2021

Penulis beserta anggota kelompok

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................................... iii
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian .......................................................................................................................... 4
BAB II........................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 6
A. Definisi Deklarasi Secara Umum ................................................................................................... 6
B. Filosofi Deklarasi Secara Umum ................................................................................................... 7
C. Tujuan Deklarasi Djuanda............................................................................................................. 8
D. Tokoh yang Terlibat ....................................................................................................................... 9
E. Isi Deklarasi Djuanda ................................................................................................................... 13
F. Dampak Deklarasi Djuanda ......................................................................................................... 14
G. Peta Sebelum Deklarasi Djuanda ............................................................................................ 16
H. Peta Sesudah Deklarasi Djuanda............................................................................................. 16
BAB Ⅲ ....................................................................................................................................................... 17
PENUTUP .................................................................................................................................................. 17
A. Kesimpulan .................................................................................................................................... 17
B. Saran .............................................................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 19

ii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. (pictures: www.infobiografi.com) ............................................................................................... 9


Gambar 2. (pictures: id.wikipedia.org) ....................................................................................................... 10
Gambar 3. (pictures: events.globallandscapesforum.org) ......................................................................... 12
Gambar 4..................................................................................................................................................... 16
Gambar 5..................................................................................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari beribu pulau dengan wilayah laut
yang luas serta keberagaman suku bangsa dan budaya masyarakatnya menghadapkan
Indonesia pada masalah integrasi yang berat dan rumit. Dilihat dari sejarahnya,
kedaulatan teritorial Indonesia secara utuh tidak didapatkan begitu saja pasca Indonesia
merdeka, berbagai hambatan baik dari luar negeri maupun dalam negeri mulai muncul
sebelum didapatkannya kedaulatan wilayah Indonesia secara utuh. Kemerdekaan
Indonesia yang dideklarasikan pada tanggal 17 Agustus tahun 1945 telah benar mengakui
akan adanya kedaulatan teritorial di daratan sebagai bekas wilayah jajahan Belanda,
namun di lautan, Indonesia sebagai negara kepulauan yang dipisahkan oleh laut antar
pulau, yang menyatakan bahwa lautan adalah warisan hukum laut nenek moyang
Indonesia tidak langsung mendapatkan pengakuannya. Kesadaran akan gangguan
terhadap kedaulatan wilayah laut di Indonesia mulai muncul ketika ketegangan
Indonesia-Belanda meruncing akibat permasalahan Irian Barat. Kapal-kapal perang
Belanda secara demonstratif lalu lalang di Laut Jawa untuk mengirim pasukan marinir
Belanda atau Koninklijke Marine (Angkatan Laut Kerajaan Belanda) ke Indonesia. Saat
itu Belanda berdalih mengacu pada Territoriale Zeeen en Maritieme Kringen Ordonnantie
1939, dalam peraturan zaman Hindia-Belanda tersebut, pulau-pulau di wilayah Nusantara
dipisahkan oleh laut disekelilingnya sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing
boleh dengan bebas berlayar di laut yang memisahkan pulau tersebut. Lalu lalang kapal
Belanda di wilayah perairan Republik Indonesia mencapai puncaknya dengan
dikirimkannya kapal induk Hr.Ms. Karel Doorman ke Irian Barat melalui Laut Jawa
untuk Show of Force, hal ini tentu saja menuai kemarahan pemerintah Indonesia karena
Belanda dianggap mengganggu kedaulatan wilayah laut Indonesia

Indonesia memulai sejarah baru di bidang hukum laut dalam menjelaskan dan
mengumumkan status bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan pada tanggal 13
Desember 1957. Pada tahun tersebut, Perdana Menteri Ir. H. Raden Djuanda
Kartawidjaja menyusun deklarasi mengenai Wilayah Perairan Negara Republik Indonesia
(yang kemudian dikenal dengan Deklarasi Djuanda). Pada Biografi Djuanda berjudul IR.
H. Djuanda (negarawan, administrator dan teknokrat utama). Mochtar Kusumaatmadja
menjelaskan melalui Chairul Saleh yang saat itu menjabat sebagai Menteri Veteran.
Djuanda menugaskan kepada Mochtar untuk membuat peraturan yang di dalamnya
memuat isi penutupan Laut Jawa dari pelayaran kapal asing termasuk kapal perang.
Mochtar Kusumaatmadja yang awalnya enggan melaksanakan tugas tersebut karena

1
menganggap hal tersebut melanggar peraturan internasional, dengan berbagai
pertimbangan akhirnya mematuhi perintah Djuanda dengan melaporkan kejadian tersebut
kepada Letkol Laut kemudian menyusun konsepsi yang kemudian dikenal dengan
Deklarasi Djuanda. Deklarasi Djuanda adalah pernyataan kepada dunia, bahwa laut
Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia,
menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Deklarasi Djuanda merupakan suatu prestasi yang
baik guna mempertahankan kedaulatan wilayah laut Indonesia yang begitu luas. Konsep
yang tertuang dalam Deklarasi Djuanda tidak lagi menganggap laut sebagai pemisah
suatu wilayah negara. Bagian dari pada wilayah pedalaman atau Nasional yang berada di
bawah kedaulatan Indonesia, mutlak merupakan milik dan kuasa dari NKRI.

Guna mencapai kepastian dalam berhukum di Indonesia, Deklarasi Djuanda


dipertegas kembali secara pada sisi yuridis formal dengan dibuatnya Undang-Undang
Nomor 4/Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Lahirnya UU No.4/Prp/Tahun 1960
tersebut, menjadikan luas wilayah laut Indonesia yang tadinya 2.027.087 km2 (daratan)
menjadi 5.193.250 km2, suatu penambahan wilayah yang berupa perairan nasional (laut)
sebesar 3.166.163 km2. Deklarasi Djuanda yang disahkan pada tanggal 13 Desember
tahun 1957, memuat prinsip-prinsip negara kepulauan nusantara (archipelagic principles).
Deklarasi Djuanda mampu mengantarkan Indonesia pada tahap kedaulatan maritim,
dimana dimilikinya hak kedaulatan (sovereignty rights) untuk mengadakan eksploitasi,
konservasi, dan pengurusan sumber kekayaan alam hayati, dan non hayati dari perairan,
tanah, dasar laut, dan tanah dibawahnya. Disahkannya Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun
2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional (yang kemudian disingkat
menjadi Inpres), mengamanatkan pemberlakuan secara tegas atas Asas Cabotage dalam
segala lini kegiatan diatas laut Indonesia, baik eksplorasi, eksploitasi, hingga transportasi
dengan cita meningkatkan kemandirian bangsa. Keberlanjutan atas diterbitkannya Inpres
tersebut maka Asas Cabotage kembali direvitalisasi secara yuridis dalam UU No 17
Tahun 2008 tentang Pelayaran (UU Pelayaran). Berdasar hal tersebut, maka dapat
dipahami bahwa Asas Cabotage menghendaki agar setiap kegiatan transportasi laut di
Indonesia haruslah memenuhi persyaratan: (1) Milik perusahaan angkatan laut nasional
dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia; (2) Diawasi oleh awak kapal Warga
Negara Indonesia (WNI).

Pada industri hulu migas Indonesia tampak ketidaksiapan dalam menerapkan


Asas Cabotage. Hal tersebut terlihat manakala pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor
20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan Terhadap Kapal Penunjang Kegiatan Usaha
Minyak dan Gas Bumi (yang kemudian disebut dengan PP tentang Angkutan di
Perairan). Dilanjutkan dengan peraturan lebih teknisnya, yaitu Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor: 100 tahun 2016 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Izin

2
Penggunaan Kapal Asing Untuk Kegiatan Lain Yang Tidak Termasuk Kegiatan
Mengangkut Penumpang dan/atau Barang dalam Kegiatan Angkutan Laut dalam Negeri.
Pembatasan penggunaan kapal asing, yang seharusnya telah berakhir pada tahun 2011,
namun PP sebagai peraturan pelaksana menginginkan perpanjangan batas waktu
penggunaan kapal asing hingga tahun 2014, dan pemberian pengecualian Asas Cabotage
pada kegiatan hulu migas dikarenakan kapal nasional yang belum memadai.

B. Rumusan Masalah

Pada penjabaran latar belakang diatas, maka saya mencoba membuat beberapa
perumusan analisis permasalahan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan dibawah ini :

1. Apa yang melatarbelakangi lahirnya Deklarasi Djuanda 1957?

2. Apa saja tujuan, manfaat beserta keuntungan dari Deklarasi Djuanda bagi bangsa
Indonesia?

3. Bagaimana Implikasi dari berbagai perjuangan diplomasi yang dilakukan Mochtar


Kusumaatmadja terhadap kedaulatan wilayah laut Indonesia.

4. Bagaimana bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah pasca berakhirnya


ketentuan penggunaan kapal asing tahun 2011 di bidang Industri Migas Nasional?

3
C. Tujuan Penelitian

1. Latar belakang terjadinya Deklarasi Djuanda tahun 1957


2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari Deklarasi Djuanda terhadap bangsa
Indonesia.
3. Implikasi dari berbagai perjuangan diplomasi yang dilakukan Mochtar
Kusumaatmadja terhadap kedaulatan wilayah laut Indonesia.
4. Untuk mengetahui bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah pasca
berakhirnya ketentuan penggunaan kapal asing tahun 2011 di bidang Industri Migas
Nasional.

D. Manfaat Penelitian

Atas dasar maksud, tujuan, dan alasan sebagaimana penulis telah uraikan
di atas maka penulis berharap penelitian ini akan memiliki manfaat sebagai
berikut:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi seluruh lapisan
masyarakat, dapat menambah khazanah pengetahuan mengenai Sejarah Indonesia
khususnya pada masa Orde Lama dan Orde Baru, dan perkembangan ilmu hukum
khususnya mengenai kebijakan terkait Asas Cabotage di Perindustrian Minyak Dan
Gas Bumi Nasional.
2. Secara Praktis
a. Bagi Penulis
Penulisan makalah ini membantu penulis mengasah kemampuan menulis dan
menambah wawasan baru mengenai pentingnya Deklarasi Djuanda bagi
perkembangan dan persatuan bangsa Indonesia, dan karya tulis ini diharapkan
dapat menambah pengetahuan dalam rangka menunjang pengembangan ilmu
bagi penulis sendiri pada khususnya, serta seluruh masyarakat Indonesia pada
umumnya.

4
b. Bagi Masyarakat
Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan membangun
kesadaran hukum masyarakat guna penegakan hukum dan kesejahteraan yang
diidamkan. Untuk mengungkap khazanah pengetahuan mengenai perjuangan
diplomatik Indonesia dalam mencapai kedaulatan wilayah laut Indonesia.
c. Bagi Akademik
Guna memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas 8
semester 2.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Deklarasi Secara Umum

Arti deklarasi menurut KBBI /dek·la·ra·si/ adalah pernyataan ringkas dan jelas
mengenai suatu hal. Selain itu, deklarasi dimaknai sebagai keterangan lengkap mengenai
uang, biaya perjalanan, barang yang masuk, dan lain sebagainya. Dalam KBBI dapat kita
jumpai adanya istilah Deklarasi Nasional, yaitu suatu pernyataan yang diumumkan
kepada para khalayak secara nasional .

Kata deklarasi bukan sesuatu yang asing di telinga kita, karena kita sering
mendengar istilah deklarasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu
contohnya adalah DEKLARASI DJUANDA. Deklarasi Djuanda adalah pernyataan resmi
dari bangsa Indonesia kepada dunia, bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar,
di antara dan di dalam kepulauan Indonesia, menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Hal
ini juga menjelaskan bahwa bangsa Indonesia adalah Negara kepulauan yang wilayahnya
disatukan oleh lautan dan bukan dipisahkan oleh lautan. Dengan kata lain bangsa
Indonesia memandang bahwa wilayah kedaulatannya termasuk laut-laut yang berada di
antara pulau-pulau di Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan tunggal terbesar
di dunia dengan jumlah pulau yang ada ± 17.000 pulau, maka dari itu kita semua harus
memperjuangkan kedaulatan NKRI yang meliputi wilayah lautnya .

Deklarasi Djuanda dan deklarasi lainnya berisi pernyataan tegas, baik yang
datangnya dari sekelompok orang, negara atau sejumlah negara, yang berisi kesepakatan
- kesepakatan yang mengikat para pihak di dalamnya. Kesepakatan ini kemudian
dideklarasikan ke khalayak.

6
B. Filosofi Deklarasi Secara Umum

Setelah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, kita tidak langsung


terbebas dari kolonialisme bangsa Belanda.Walaupun keadaan internasional telah
mengalami perubahan dan keadaan nasional mengalami perkembangan, tetapi ordonansi
1939 yaitu Teritoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939) No.
442 yang merupakan warisan pemerintah kolonial Belanda dalam mengatur hukum laut
territorial Indonesia masih diberlakukan bahkan setelah Indonesia telah merdeka. Dalam
peraturan zaman Hindia-Belanda tersebut, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan
oleh laut disekelilingnya hanya sejauh 3 mil dari garis pantai dan Indonesia tidak
memiliki hak untuk melarang kapal asing yang melintasi laut Indonesia kala itu. Ini
berarti kapal asing boleh dengan bebas berlayar di laut yang memisahkan pulau tersebut.

Pemikiran untuk mengubah Ordonantie 1939 baru mulai direalisasikan pada tahun
1956. Pada 17 Oktober 1956, Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo membentuk panitia
Interdepartemental (INTERDEP) yang ditugaskan untuk merancang RUU mengenai Laut
Teritorial dan Lingkungan Maritim. Setahun bekerja, panitia INTERDEP dinilai berjalan
lambat dan belum mencapai hasil yang konkret sehingga, Chairul Saleh selaku Menteri
Urusan Veteran memanggil Mochtar Kusumaatmadja, beliau meminta Mochtar
Kusumaatmadja untuk menemukan suatu cara agar laut Indonesia yang berdasarkan
ordonansi/ordonantie 1939 merupakan laut bebas, dapat dijadikan perairan pedalaman
(internal waters) Indonesia. Pada perkembangan dalam mencari dasar hukum untuk
ketentuan laut teritorialnya, bangsa Indonesia sendiri mengalami pergantian kabinet.
Kabinet Ali Sastroamidjojo bubar dan digantikan oleh Kabinet Djuanda.

Pada masa itu Perdana Menteri ke-10 Ir. H. Raden Djuanda Kartawidjaja
menugaskan kepada Mochtar Kusumaatmadja untuk membuat peraturan yang di
dalamnya memuat isi penutupan Laut Jawa dari pelayaran kapal asing termasuk kapal
perang. Setelah berbagai pertimbangan Mochtar akhirnya mematuhi perintah Djuanda.
Pada 1 Agustus 1957, Mochtar merancang dasar hukum laut dengan memberikan
gambaran mengenai Asas Archipelago. Yaitu Asas yang membahas wilayah Negara
kepulauan. Kemudian, pada 13 Desember 1957 Perdana Menteri Ir. Djuanda
mengumumkan Deklarasi Djuanda atau penggunaan Asas Archipelago dalam tata hukum
di Indonesia. Hasil Deklarasi Djuanda ini membuat perubahan wilayah laut di Indonesia
dari 3 mil menjadi 12 mil dari garis pantai.

Deklarasi Djuanda diakui oleh PBB dan Internasional setelah 25 tahun. Awalnya
Deklarasi Djuanda tidak diakui oleh PBB, hingga akhirnya saat konvensi PBB tentang
Hukum Laut Ⅲ (UNCLOS Ⅲ) disetujui adanya Negara kepulauan sekaligus mengakui
Deklarasi Djuanda di Jamaika, tanggal 10 Desember 1982. UNCLOS adalah singkatan
dari United Nations Convention on The Law of The Sea (konvensi PBB tentang hukum
laut). UNCLOS sendiri merupakan panduan hukum internasional tentang masalah

7
kelautan, jika terjadi sengketa laut antar negara maka UNICLOS menjadi acuan
penyelesaian masalah tersebut.

Setelah diselenggarakan konvensi UNCLOS Ⅲ selama 9 tahun (1973-1982),


maka diperoleh lah hasil yang mampu diterima oleh negara-negara di dunia. Hasil dari
UNCLOS Ⅲ adalah sebagai berikut:
· Laut teritorial sejauh 12 mil
· Zona ekonomi eksklusif sejauh 200 mil
· Landas kontinen yang bisa mencapai hingga 350 mil dari garis pangkal
· Zona laut bebas
Sejak saat itu, dunia internasional mengakui Indonesia sebagai Negara Kepulauan. Berkat
pandangan visioner dalam Deklarasi Djuanda, bangsa Indonesia akhirnya memiliki
tambahan wilayah seluas 2.000.000 km², termasuk sumber daya alam yang
dikandungnya. Kemudian, Indonesia mengadaptasi konvensi Hukum Laut PBB menjadi
undang-undang no 17/1985, pada 13 Desember 1985. Deklarasi Djuanda ini selanjutnya
diresmikan menjadi Perppu No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia.

C. Tujuan Deklarasi Djuanda

Tujuan dari Deklarasi Djuanda adalah menegaskan kedaulatan Indonesia atas


wilayah laut di sekitar pulau-pulaunya. Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia
merupakan Archipelago State yang dengan prinsip-prinsipnya memiliki hak atas laut-laut
yang ada di sekitarnya. Serta mencegah terjadinya konflik akibat adanya laut
internasional di antara wilayah-wilayahnya. Konsepsi ini tentu mendapat pertentangan
dari dunia internasional. Pada dasarnya negara-negara lain belum ada yang menggunakan
konsep Archipelago State dikarenakan wilayah negaranya yang tidak terpisah dengan laut
yang amat panjang. Hal ini yang menyebabkan pengakuan Deklarasi Djuanda dan segala
bentuk isinya harus menunggu 25 tahun tepatnya pada tahun 1982.

Djuanda tentunya berkaca pada betapa mudahnya Indonesia pasca deklarasi


kemerdekaan tahun 1945 diblokade oleh Belanda melalui laut. Bisa saja terjadi kondisi-
kondisi yang serupa, tentunya sangat merugikan bagi Indonesia hal ini juga bisa
mengganggu kedaulatan NKRI, jika laut terus menerus diblokade dan dikuasai oleh
Hukum Laut yang dibuat oleh Belanda, kerugian yang dialami Negara Indonesia tentu
akan sangat banyak. Maka dari itu Kabinet Djuanda beserta pihak-pihak lain mengubah
hukum tersebut dengan cara dibuatnya Deklarasi Djuanda. Tujuan dari deklarasi Djuanda
dapat dibagi menjadi tiga bagian :

8
1. Mewujudkan bentuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan
bulat
2. Menentukan batas-batas wilayah yang jelas dari Republik Indonesia, sesuai
dengan prinsip-prinsip negara kepulauan
3. Mengatur lalu lintas pelayaran yang damai, serta pada saat yang sama dapat
menjamin keutuhan dan keamanan Republik Indonesia.

D. Tokoh yang Terlibat

Tiga tokoh penting yang terlibat dalam Deklarasi Djuanda, sebagai berikut:

1. Ir. H. Raden Djoeanda Kartawidjaja

Gambar 1. (pictures: www.infobiografi.com)

Ir. R. Djuanda Kartawidjaja atau yang biasa kita kenal dengan sebutan Ir. H.
Juanda adalah tokoh yang lahir pada tanggal 14 Januari 1911 di Tasikmalaya, Jawa
Barat. Djuanda adalah anak pertama yang lahir dari pasangan Raden Kartawidjaja,
seorang Mantri Guru pada Hollandsch Inlandsch School (HSI) dan Nyai Monat.
Pendidikannya dimulai dari bangku sekolah dasar di HIS lalu dipindahkan ke sekolah
anak Eropa yaitu Europeesche Lagere School (ELS), setelah lulus pada tahun 1929,
beliau menempuh pendidikan selanjutnya di sekolah Tinggi Teknik bandung
(Technische Hoge School) atau sekarang lebih dikenal dengan Institut Teknologi
Bandung berkonsentrasi ke jurusan teknik sipil dan kemudian lulus pada tahun 1933. Ir.
Juanda merupakan salah satu orang yang memiliki karir kementerian paling sering dan

9
paling cemerlang. Sejak tahun 1946 sampai dengan 1963, beliau sudah totol 14 kali
menjabat sebagai menteri, sekali dipilih menjadi menteri muda dan Perdana Menteri. Ir.
Djuanda adalah perdana menteri ke-1o, beliau menjabat setelah perdana menteri Ali
Sastroamidjojo.

Ir. Djuanda secara jelas mengumumkan Deklarasi Djuanda yang berisikan bahwa
dengan tidak memandang luasnya, seluruh perairan disekitar, diantara, atau di daerah
yang menghubungkan pulau-pulau daratan Republik Indonesia adalah termasuk bagian
dari wilayah daratan Republik Indonesia, termasuk juga pada perairan pedalaman atau
perairan nasional di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. Beliau juga
menyatakan secara berani bahwa batas wilayah laut Indonesia bukan hanya sebatas
wilayah yang telah diatur dalam Territoriale Zee Maritiem Kringen Ordonantie
(Ordonansi Tentang Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim dari bangsa Belanda)
tahun 1939 tetapi laut disekitar, diantara dan di dalam kepulauan Indonesia adalah
termasuk wilayah negara.

Nama Ir. Djuanda juga digunakan untuk nama bandara di Surabaya (bandara
Juanda), nama beliau juga diabadikan sebagai Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, di
Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Di dalam Tahura (Taman Hutan Raya) dibangun
museum dan monumen Ir. H. Djuanda. Beliau wafat pada tanggal 7 November 1963
dan dimakamkan di TMP Kalibata Jakarta.

2. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja.

Gambar 2. (pictures: id.wikipedia.org)

Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja adalah salah satu tokoh deklarasi Djuanda
yang lahir di Jakarta pada tanggal 17 April 1929. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja,

10
S.H., LL.M. adalah seorang akademisi dan diplomat Indonesia. Beliau pernah menjabat
sebagai Menteri Kehakiman dari tahun 1974 - 1978 dan Menteri Luar Negeri dari tahun
1978 - 1988. Selain itu beliau adalah guru besar di Fakultas Hukum UNPAD,
Bandung.

Beliau memperoleh gelar sarjana S1 di Fakultas Hukum UI lalu kembali


menempuh pendidikan di Universitas Yale, Amerika Serikat pada tahun 1955. Setelah
itu beliau kembali, melanjutkan studi program doktor (S3) yang berkonsentrasi pada
ilmu hukum internasional UNPAD dan lulus pada tahun 1962. Dari awal menjadi
mahasiswa dan setelah menjadi dosen Fakultas Hukum UNPAD, beliau banyak
berkontribusi dalam diskusi penetapan batas laut teritorial, batas darat serta batas landas
kontinen Indonesia. Dalam setiap diskusinya, pria yang memulai karier diplomasinya
sejak usia 29 tahun ini dikenal sebagai pribadi pemecah suasana.

Beliau begitu piawai dalam memecah suasana yang serius menjadi suasana yang
lebih santai dan dalam perundingan internasional yang membahas tentang batas darat
dan batas teritorial. Di tahun 1958-1961 Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja menjadi
wakil Indonesia pada sidang PBB tentang hukum laut di Jenewa, Colombo dan Tokyo.
Beliau memberikan banyak konsep wawasan nusantara yang berfokus pada penetapan
batas laut teritorial. Terkenal sangat ahli dalam hukum internasional dan berperan aktif
dalam menetapkan dasar-dasar kurikulum pendidikan internasional, sederet prestasi ini
membawa beliau menjadi Menteri Luar Negeri dan menjadi anggota International Law
Commission di bawah naungan PBB untuk mengumumkan berbagai konsep hukum
baru Internasional. Beberapa karya tulisnya juga telah menginspirasi lahirnya Undang-
Undang Landas Kontinen Indonesia tahun 1970. Bersama-sama dengan Ir. Djuanda
Kartawidjaja, beliau memperjuangkan diplomasi Negara Kepulauan yang berkat
kegigihannya kemudian disahkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB, United Nation
Convention on Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Dedikasinya yang besar ini membuat
beliau menjadi salah satu tokoh Indonesia yang dihormati di berbagai forum
internasional.

11
3. Prof. Dr. Hasjim Djalal.

Gambar 3. (pictures: events.globallandscapesforum.org)

Profesor Dr Hasjim Djalal lahir pada tanggal 25 Februari 1934, di Sumatera Barat,
memperoleh gelar BA dari Akademi Layanan Luar Negeri Indonesia di Jakarta (1956), MA
(1959) dan PhD (1961), keduanya dari University of Virginia. Lulus dari Lembaga
Pertahanan Negara Indonesia (LEMHANNAS) tahun 1971. Beliau pernah menjabat
sebagai Direktur Perjanjian dan Hukum Departemen Luar Negeri RI (1976-1979) dan
Direktur Jenderal Perencanaan Kebijakan (1985-1990). Beliau juga pernah bertugas di
Kedutaan Besar Indonesia di Beograd, Guinea (Afrika), Singapura, Washington DC, dan
menjadi Duta Besar/Wakil Tetap Indonesia untuk PBB di New York (1981-1983), Kanada
(1983-1985), Jerman (1990-1993) dan Duta Besar untuk Hukum Laut dan Kelautan (1994-
2000). Beliau berpartisipasi penuh dalam Konferensi Hukum Laut PBB Ketiga (UNCLOS)
pada tahun 1973-1982 dan dalam pelaksanaannya, sesudahnya, serta dalam kegiatan
maritim lainnya, secara nasional, regional dan internasional hingga sekarang.

Pemikiran dan gagasannya tentang kelautan masih dibutuhkan bangsa ini, sehingga
beliau masih dipercaya untuk duduk sebagai Anggota Dewan Maritim Indonesia, Penasehat
Senior Menteri Kelautan dan Perikanan, Penasehat Kepala Staf TNI Angkatan Laut serta di
Kantor Menteri Percepatan Pembangunan Indonesia Timur, beliau juga adalah anggota
Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), dan dosen di universitas dan lembaga
pendidikan tinggi lainnya di Indonesia.
Beliau tidak mau berdiam diri (menganggur). Sebagai pegawai negeri, pejabat eselon I dan
II, memang sudah diwajibkan untuk pensiun pada usia 60 tahun. Tetapi sebagai manusia,
Prof. Dr Hasjim Djalal tidak mengenal masa pensiun. Sepanjang hayat masih dikandung
badan, beliau masih ingin aktif berkarya karena sudah bagian dari kebiasaan hidupnya.
“Saya masih terus berpikir dan menulis. Kalau nggak kerja, rasanya sepi,” katanya. Beliau
telah menerbitkan banyak artikel dan tiga buku tentang masalah Hukum Laut dan Daerah.
Beliau adalah penulis buku Indonesian Struggle for the Law of the Sea (1979) dan

12
Indonesia and the Law of the Sea (1995) serta Preventive Diplomacy in Southeast Asia:
Lesson Learned (2003),

Dalam usia senja, visinya masih tetap jauh menatap masa depan. Beliau gelisah atas
tingkah-polah beberapa pemimpin saat ini yang tampaknya hanya berpikir jangka pendek,
hanya memikirkan jabatan. Tidak seperti para pemimpin terdahulu, terutama para pendiri
bangsa ini, yang berjuang untuk kepentingan bangsanya, kendati pun harus mati dan
dibuang. Maka dia melihat perlunya aktualisasi Deklarasi Djoeanda yang visioner itu jauh
ke depan.

Berbagai penghargaan, pujian, dan penghargaan telah ia terima atas berbagai jasanya
untuk negara, termasuk Bintang Mahaputera Utama, penghargaan tertinggi yang bisa
dianugerahkan oleh Republik Indonesia.

E. Isi Deklarasi Djuanda

Tanggal 13 Desember 1957, Ir. H. Djuanda Kartawidjaja selaku Perdana Menteri


Republik Indonesia kala itu mendeklarasikan Deklarasi Djuanda. Deklarasi Djuanda ini
merupakan bentuk pernyataan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan
“Archipelagic State” yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara,
sehingga laut-laut antar pulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan
kawasan bebas. Inti dari Deklarasi Djuanda adalah bahwa Indonesia berdaulat secara
mutlak atas seluruh wilayah perairan di sekitarnya.

Rincian isi Deklarasi Djuanda adalah sebagai berikut:


”Segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian
pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia, dengan tidak memandang
luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara
Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan nasional
yang berada di bawah kedaulatan mutlak daripada Negara Republik Indonesia. Lalu-lintas
yang damai di perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekadar
tidak bertentangan dengan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia.”

Jika disimpulkan, isi dari Deklarasi Djuanda dapat diringkas menjadi 3 poin penting yaitu
sebagai berikut:

13
 Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak
tersendiri.
 Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan.
 Ketentuan ordonansi 1939 tentang ordonansi dapat memecah belah keutuhan
wilayah Indonesia

Deklarasi Djuanda kemudian ditetapkan secara konstitusional melalui Peraturan


Pemerintah No. 4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Dalam peraturan tersebut, lebar
laut Indonesia yang awalnya hanya 3 mil berganti menjadi seluruh “laut wilayah Indonesia
beserta perairan pedalaman Indonesia.”

F. Dampak Deklarasi Djuanda

Deklarasi Djuanda memiliki pengaruh dan dampak yang sangat besar bagi Negara
Indonesia dan negara-negara lain. Selain itu, dengan adanya Deklarasi Djuanda, Indonesia
memiliki kedaulatan untuk mengelola dan menjaga keamanan seluruh wilayah kelautan.
Dampak dari Deklarasi Djuanda juga telah diakui oleh Dunia Internasional tepatnya pada
Konferensi Hukum Laut Internasional. Deklarasi Djuanda terus mengalami perkembangan
yang pesat.

Dampak lainnya adalah penambahan luas wilayah laut Indonesia yang meningkat 2,5 kali
lipat dari 2.027.087 km², menjadi 5.193.250 km². Bagi negara asing, Deklarasi Djuanda
membuat kapal-kapal yang biasanya mencari ikan di perairan Indonesia tidak dapat
melakukan mobilisasi secara bebas karena seluruh sumber daya laut telah menjadi milik
Indonesia. Lebih lanjut, mengenai dampak Deklarasi Djuanda secara internasional bahkan
mengubah peraturan batas laut secara internasional.

Sejarah dari Deklarasi Djuanda begitu panjang. Pada 13 Desember 1957, Dewan Menteri
memutuskan penggunaan Asas Archipelago dalam tata hukum Indonesia. Dikutip dari
Laut, Teritorial dan Perairan Indonesia: Himpunan Ordonansi, Undang-undang dan
Peraturan Lainnya (1984), deklarasi ini awalnya menuai protes dari beberapa negara.
Negara-negara yang mengirimkan surat protes yakni Amerika Serikat, Inggris, Australia,
Belanda, Perancis, dan Selandia Baru. Adapun sebagian negara yang mendukung Deklarasi
Djuanda yakni Filipina, Ekuador, dan Yugoslavia.

14
Deklarasi ini dikhawatirkan oleh sejumlah negara lain akan membatasi pergerakan akses
perairan ke daerah penangkapan ikan. Indonesia juga dikecam karena telah berpotensi
mengganggu mobilitas perairan internasional. Setelah saat itu, perjanjian telah diadakan
dengan negara Malaysia, Thailand, Australia dan Singapura mengenai batas-batas wilayah
lautnya. Amerika Serikat tetap mempertahankan posisinya menolak Deklarasi Djuanda
hingga 1982. Awalnya deklarasi Djuanda juga tidak diakui oleh PBB (Perserikatan Bangsa
Bangsa). Agar kedaulatan mutlak atas perairan negara diakui oleh dunia Internasional,
Indonesia terus mengupayakan adanya peraturan perairan baru melalui forum-forum
Internasional. Perjuangan Indonesia telah berhasil. Hingga akhirnya saat konvensi PBB
tentang Hukum Laut Ⅲ (UNCLOS Ⅲ), disetujui adanya negara kepulauan sekaligus
mengakui Deklarasi Djuanda di Jamaika, tanggal 10 Desember 1982 (United Nations
Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982) . Barulah muncul Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 untuk mempertegas aturan dari
PBB yang menyatakan Indonesia merupakan negara kepulauan.

Keberanian Djuanda dalam mengumumkan kepada dunia bahwa perairan di Indonesia


merupakan wilayah Indonesia akhirnya membuat Indonesia memiliki wilayah laut
teritorial, zona ekonomi eksekutif, dan batas landas, kontinen.

1. Zona Ekonomi Eksklusif


Zona Ekonomi Eksklusif atau disingkat menjadi ZEE merupakan perairan dari garis
pantai terluar sejauh 200 mil menuju pantai lepas. Jika ZEE dari suatu negara berbatasan
dengan ZEE negara lain, maka penetapan akan dilakukan atas perundingan kedua negara
tersebut.

2. Wilayah Laut Teritorial


Wilayah teritorial Indonesia ditetapkan 12 mil yang diukur dari garis pantai paling luar.
Jika lebarnya kurang dari 24 mil dan dikuasai oleh dua negara, maka cara penentuannya
adalah dengan menarik garis yang sama-sama jauhnya dari garis pantai yang paling luar.

3. Batas Landas Kontinen


Batas ini dilihat dari morfologi maupun geologi yang menjadi kelanjutan dari benua.
Landas kontinen merupakan laut dangkal dengan kedalaman tidak lebih dari 150 m.
Batas landas kontinen dari suatu negara adalah 200 mil dari garis dasar.

15
G. Peta Sebelum Deklarasi Djuanda

Gambar 4

Luas wilayah laut sebelum Deklarasi Djuanda: 2.027.082 km²

H. Peta Sesudah Deklarasi Djuanda

Gambar 5

Luas wilayah laut sesudah Deklarasi Djuanda: 5.193.250 km²

16
BAB Ⅲ
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan pada uraian diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan yaitu:
1. Latar belakang terjadinya Deklarasi Djuanda di tahun 1957 berawal dari
kemarahan pemerintah Indonesia karena Belanda dianggap mengganggu kedaulatan
wilayah laut Indonesia. Yang diakibatkan dari adanya peraturan warisan pemerintah
kolonial Belanda mengenai hukum laut Indonesia yaitu Territoriale Zee en
Maritieme Kringen Ordonnantie 1939 (Staatsblad 1939 No. 422) atau yang sering
disebut dengan Ordonantie 1939. Dalam peraturan zaman Hindia-Belanda tersebut,
pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut disekelilingnya sejauh 3 mil
dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas berlayar di laut yang
memisahkan pulau tersebut. Kesadaran masalah ini mulai muncul ketika
ketegangan Indonesia-Belanda meruncing akibat permasalahan Irian Barat. Kapal-
kapal perang Belanda secara demonstratif lalu lalang di Laut Jawa untuk mengirim
pasukan marinir Belanda atau Koninklijke Marine (Angkatan Laut Kerajaan
Belanda) ke Indonesia.
2. Mengetahui bagaimana pengaruh Deklarasi Djuanda terhadap bangsa Indonesia
sangat besar, dimana kita akhirnya memiliki kedaulatan penuh atas wilayah laut
Indonesia dan terbebas dari peraturan Ordonantie 1939. Selain itu wilayah laut
diantara pulau-pulau Indonesia kini sepenuhnya menjadi wilayah Indonesia, hasil
Deklarasi Djuanda ini membuat perubahan wilayah laut di Indonesia dari 3 mil
menjadi 12 mil dari garis pantai.
3. Implikasi dari berbagai perjuangan diplomasi yang dilakukan Mochtar
Kusumaatmadja terhadap kedaulatan wilayah laut Indonesia. Beliau berperan besar
dalam tata hukum laut di Indonesia dimana saat itu Perdana Menteri ke-10 Ir. H.
Raden Djuanda Kartawidjaja menugaskan kepada Mochtar Kusumaatmadja untuk
membuat peraturan yang di dalamnya memuat isi penutupan Laut Jawa dari
pelayaran kapal asing termasuk kapal perang. Mochtar merancang dasar hukum laut
dengan memberikan gambaran mengenai Asas Archipelago. Yaitu Asas yang
membahas wilayah Negara kepulauan. Kemudian, pada 13 Desember 1957 Perdana

17
Menteri Ir. Djuanda mengumumkan Deklarasi Djuanda atau penggunaan Asas
Archipelago dalam tata hukum di Indonesia.

4. Mengetahui bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah pasca berakhirnya


ketentuan penggunaan kapal asing tahun 2011 di bidang Industri Migas Nasional.
Awalnya pada industri hulu migas, tampak ketidaksiapan Indonesia dalam
menerapkan Asas Cabotage. Hal tersebut terlihat manakala pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan
Terhadap Kapal Penunjang Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi. Pembatasan
penggunaan kapal asing, yang seharusnya telah berakhir pada tahun 2011, namun
PP sebagai peraturan pelaksana menginginkan perpanjangan batas waktu
penggunaan kapal asing hingga tahun 2014, dan pemberian pengecualian Asas
Cabotage pada kegiatan hulu migas dikarenakan kapal nasional yang belum
memadai.

B. Saran

Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang kita ketahui, peran Deklarasi Djuanda begitu besar
bagi Indonesia. Jangan sampai kita melupakan para tokoh yang berjuang untuk
memberikan kedaulatan wilayah laut Indonesia, karna berkat jasa jasa mereka kita dapat
menikmati dampaknya sekarang. Jika tidak ada Deklarasi Djuanda, dapat dipastikan
keamanan dan stabilitas wilayah laut Indonesia sampai sekarang akan sulit ditangani. Akan
banyak kapal kapal asing yang dapat menjarah kekayaan bahari kita. Maka sangat penting
untuk kita selalu menjaga keamanan wilayah laut Indonesia, jangan sampai Negara lain
bisa mengambil secara ilegall di laut Indonesia. Tidak lupa, kita harus bisa menjaga
kelestarian wilayah laut Indonesia agar makhluk laut dan kita sendiri dapat merasakan
manfaatnya yang menguntungkan satu sama lain.

18
DAFTAR PUSTAKA

Website

admin. (2007, Desember 24). Pejuang Negara Kepulauan. Retrieved 3 10, 2022, from Tokoh Indonesia:
https://tokoh.id/biografi/2-direktori/pejuang-negara-kepulauan/

Admin. (2019, Maret 13). Deklarasi Djuanda | Hasil, Sejarah, Tokoh & Pengaruhnya Terhadap Indonesia.
Retrieved 3 10, 2022, from thebellebrigade.com:
https://www.thebellebrigade.com/2019/03/deklarasi-djuanda-hasil-sejarah-tokoh.html

Fatimatuzzahro. (2021, November 9). Sejarah Isi Deklarasi Djuanda: Tujuan, Tokoh, Hasil, & Dampaknya.
Retrieved Maret 10, 2022, from tirto.id: https://tirto.id/sejarah-isi-deklarasi-djuanda-tujuan-
tokoh-hasil-dampaknya-gjVP

Febriyanti, F. (2017, Desember 18). 3 Tokoh Deklarasi Djuanda yang Sangat Berperan Penting. Retrieved
Maret 10, 2022, from materiips.com: https://materiips.com/tokoh-deklarasi-
djuanda?_gl=1*46u5fj*_ga*YW1wLVhmWWhiWWdBdWsxZ180RmtHVEdPVmttSFlWdHkxbTRZ
MkpMZlFXSUdJNHZFQ1NZUS1ndFE4bklBYmNlMldLZ3E.

Nailufar, N. N. (2022, Februari 9). Deklarasi Djuanda: Isi, Tujuan, dan Dampaknya. Retrieved Maret 10,
2022, from kompas.com:
https://www.google.com/url?q=https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/18/160000969/
deklarasi-djuanda-isi-tujuan-dan-
dampaknya?page%3Dall&sa=D&source=docs&ust=1646947603133978&usg=AOvVaw23rDP4cy
hOPiECLZ5OHDQN

setiawan, s. (2022, Februari 27). Deklarasi Djuanda 1957. Retrieved Maret 11, 2022, from
gurupendidikan: https://www.gurupendidikan.co.id/deklarasi-djuanda/

19

Anda mungkin juga menyukai