Anda di halaman 1dari 36

......

Sejarah Perundingan yang sudah-sudah menunjukkan

bahwa pokok kesulitan terletak pada permasalahan kedaulatan,

yaitu kedaulatan Belanda berdasarkan sejarah.

Tetapi pada tanggal 17 Agustus 1945, hari Proklamasi,

sudah tercetus revolusi di Indonesia.

Setelah itu, perjuangan bangsa Indonesia mengalir dalam satu saluran tertentu,

karena waktu itu bangsa Indonesia sudah menyatakan diri

sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat.

Setelah hari ini jugalah bangsa Indonesia bertindak ke luar atas nama negaranya

yang diwujudkan dalam RI

Kutipan Pidato Hatta dalam Konferensi Meja Bundar

DISUSUN UNTUK MEMNUHI TUGAS SEMESTER 2

SEJARAH KELAS XI SEMESTER 2

No. 1 – 11
ii
DAFTAR ISI

Cover ............................................................................................................................................................ i

Peta Konsep ................................................................................................................................................. ii

Daftar Isi ..................................................................................................................................................... iii

Nama Anggota Kelompok ............................................................................................................................ iii

Menganalisis Tantangan Awal dan perkembangan Kemerdekaan .................................................................. 1

A. Kondisi Awal Indonesia Merdeka ........................................................................................................ 1


B. Kedatangan Sekutu dan Belanda ......................................................................................................... 2
Mengevaluasi Perjuangan Bangsa : Antara Perang dan Damai ....................................................................... 6

A. Perjanjian Linggarjati ........................................................................................................................... 6


B. Agresi Miiter Belanda I ...................................................................................................................... 11
C. KTN .................................................................................................................................................... 12
D. Perjanjian Renville ............................................................................................................................. 13
E. Agresi Militer Belanda II..................................................................................................................... 15
F. Peranan PDRI Sebagai Penjaga Eksistensi RI...................................................................................... 17
G. Serangan Umum 1 Maret 1949 ......................................................................................................... 18
H. Perjanjian Roem Royen ..................................................................................................................... 21
I. Peristiwa Yogya Kembali ................................................................................................................... 22
J. KMB .................................................................................................................................................. 23
K. TerbentuknyaRepublik Indonesia Serikat ......................................................................................... 26
L. Pengakuan Kedaulatan...................................................................................................................... 28
M. Kembali Ke Negara Kesatuan ........................................................................................................... 31

Nama Anggota Kelompok


A. Kondisi Awal Indonesia Merdeka ........................................................................................Agil Bastira
B. Kedatangan Sekutu dan Belanda .........................................................................................Agil Bastira
A. Perjanjian Linggarjati ............................................................................................................ Abi Zainur
B. Agresi Miiter Belanda I ............................................................................................................ Alif Refy
C. KTN .................................................................................................................................. Analisa Mega
D. Perjanjian Renville .......................................................................................................... Andi Maulana
E. Agresi Militer Belanda II................................................................................................ Ahmad Bangkit
F. Peranan PDRI Sebagai Penjaga Eksistensi RI...............................................................Ahmadan Naufal
H. Serangan Umum 1 Maret 1949 ............................................................................................ Abi Zainur
I. Perjanjian Roem Royen.................................................................................................... Ahmad Faisal
J. Peristiwa Yogya Kembali............................................................................................... Agung Laksono
K. KMB ........................................................................................................................ Andana Kurniawan
L. Terbentuknya Republik Indonesia Serikat .............................................................. Andana Kurniawan
M. Pengakuan Kedaulatan .................................................................................................... Anwar Soleh
N. Kembali Ke Negara Kesatuan ................................................................................. Andana Kurniawan

Editor : Abi Zainur Muzakki

iii
MENGANALISIS PERKEMBANGAN Dan
TANTANGAN AWAL KEMERDEKAAN

KONDISI AWAL INDONESIA MERDEKA

Secara politis keadaan Indonesia pada awal kemerdekaan belum begitu mapan. Ketegangan, kekacauan,
dan berbagai insiden masih terus terjadi. Hal ini tidak lain karena masih ada kekuatan asing yang tidak rela kalau
Indonesia merdeka. Sebagai contoh rakyat Indonesia masih harus bentrok dengan sisasisa kekuatan Jepang.
Jepang beralasan bahwa ia diminta oleh Sekutu agar tetap menjaga Indonesia dalam keadaan status quo. Di
samping menghadapi kekuatan Jepang, bangsa Indonesia harus berhadapan dengan tentara Inggris atas nama
Sekutu, dan juga NICA (Belanda) yang berhasil datang kembali ke Indonesia dengan membonceng Sekutu.
Pemerintahan memang telah terbentuk, beberapa alat kelengkapan negara juga sudah tersedia, tetapi karena baru
awal kemerdekaan tentu masih banyak kekurangan. PPKI yang keanggotaannya sudah disempurnakan berhasil
mengadakan sidang untuk mengesahkan UUD dan memilih Presiden-Wakil Presiden. Bahkan untuk menjaga
keamanan negara juga telah dibentuk TNI.

Kondisi perekonomian negara masih sangat memprihatinkan, sehingga terjadi inflasi yang cukup berat.
Hal ini dipicu karena peredaran mata uang rupiah Jepang yang tak terkendali, sementara nilai tukarnya sangat
rendah. Permerintah RI sendiri tidak bisa melarang beredarnya mata uang tersebut, mengingat Indonesia sendiri
belum memiliki mata uang sendiri. Sementara kas pemerintah kosong, waktu itu berlaku tiga jenis mata uang:
De Javaesche Bank, uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang rupiah Jepang. Bahkan setelah NICA
datang ke Indonesia juga memberlakukan mata uang NICA. Kondisi perekonomian ini semakin parah karena
adanya blokade yang dilakukan Belanda (NICA). Belanda juga terus memberi tekanan dan teror terhadap
pemerintah Indonesia. Inilah yang menyebabkan Jakarta semakin kacau, sehingga pada tanggal 4 Januari 1946
Ibu Kota RI pindah ke Yogyakarta. Pada 1 Oktober 1946, Indonesia mengeluarkan uang RI yang disebut ORI,
uang NICA dinyatakan sebagai alat tukar yang tidak sah. Struktur kehidupan masyarakat mulai mengalami
perubahan, tidak ada lagi diskriminasi. Semua memiliki hak dan kewajiban yang sama. Sementara dalam hal
pendidikan, pemerintah mulai menyelenggarakan pendidikan yang diselaraskan dengan alam kemerdekaan.
Menteri Pendidikan dan Pengajaran juga sudah diangkat. Kamu tahu siapa Menteri Pendidikan dan Pengajaran
yang pertama di Indonesia?

Editor : Abi Zainur Muzakki | AGIL BASTIRA 1


KEDATANGAN BELANDA DAN SEKUTU KE INDONESIA

Bagi Sekutu dan Belanda, Indonesia dalam masa vacuum of power atau kekosongan pemerintahan.
Karena itu, logika Belanda adalah kembali berkuasa atas Indonesia seperti sebelum Indonesia direbut Jepang.
Atau dengan kata lain, Belanda ingin menjajah kembali Indonesia. Bagi Sekutu, setelah selesai PD II, maka
negara-negara bekas jajahan Jepang merupakan tanggungjawab Sekutu. Sekutu memiliki tanggungjawab
pelucutan senjata tentara Jepang, memulangkan tentara Jepang, dan melakukan normalisasi kondisi bekas
jajahan Jepang? Bayangan Belanda tentang Indonesia jauh dari kenyataan. Faktanya, rakyat Indonesia telah
memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Kondisi ini tentu bertolak belakang dengan
bayangan Belanda dan Sekutu. Karena itu, dapat diprediksi kejadian berikutnya, yakni pertentangan atau konflik
antara Indonesia dan Sekutu maupun Belanda.

Sekutu masuk ke Indonesia melalui beberapa pintu wilayah Indonesia terutama daerah yang merupakan
pusat pemerintahan pendudukan Jepang seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Setelah PD II, terjadi
perundingan Belanda dengan Inggris di London yang menghasilkan Civil Affairs Agreement. Isinya tentang
pengaturan penyerahan kembali Indonesia dari pihak Inggris kepada Belanda, khusus yang menyangkut daerah
Sumatra, sebagai daerah yang berada di bawah pengawasan SEAC (South East Asia Command). Di dalam
perundingan itu dijelaskan langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut.
1. Fase pertama, tentara Sekutu akan mengadakan operasi militer untuk memulihkan keamanan dan
ketertiban.
2. Fase kedua, setelah keadaan normal, pejabat-pejabat NICA akan mengambil alih tanggung jawab koloni
itu dari pihak Inggris yang mewakili Sekutu.

Setelah diketahui Jepang menyerah pada tanggal 15 Agustus1945, maka Belanda mendesak Inggris agar
segera mensahkan hasil perundingan tersebut. Pada tanggal 24 Agustus 1945, hasil perundingan tersebut
disahkan. Berdasarkan persetujuan Potsdam, isi Civil Affairs Agreement diperluas. Inggris bertanggung jawab
untuk seluruh Indonesia termasuk daerah yang berada di bawah pengawasan SWPAC (South West Pasific Areas
Command). Untuk melaksanakan isi Perjanjian Potsdam, maka pihak SWPAC di bawah Lord Louis
Mountbatten di Singapura segera mengatur pendaratan tentara Sekutu di Indonesia. Kemudian pada tanggal 16
September 1945, wakil Mountbatten, yakni Laksamana Muda WR Patterson dengan menumpang Kapal
Cumberland, mendarat di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Dalam rombongan Patterson ikut serta Van Der
Plass seorang Belanda yang mewakili H.J. Van Mook (Pemimpin NICA).

Setelah informasi dan persiapan dipandang cukup, maka Louis Mountbatten membentuk pasukan komando
khusus yang disebut AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indiers) di bawah pimpinan Letnan Jenderal Sir
Philip Christison. Mereka tergabung di dalam pasukan tentara Inggris yang berkebangsaan India, yang sering
disebut sebagai tentara Gurkha. Tugas tentara AFNEI sebagai berikut.

1. Menerima penyerahan kekuasaan tentara Jepang tanpa syarat.


2. Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu.
3. Melucuti dan mengumpulkan orang-orang Jepang untuk dipulangkan ke negerinya.
4. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai, menciptakan ketertiban, dan keamanan, untuk
kemudian diserahkan kepada pemerintahan sipil.
5. Mengumpulkan keterangan tentang penjahat perang untuk kemudian diadili sesuai hukum yang berlaku.

2 AGIL BASTIRA | Editor : Abi Zainur Muzakki


Pasukan Sekutu yang tergabung dalam AFNEI mendarat di Jakarta pada tanggal 29 September 1945.
Kekuatan pasukan AFNEI dibagi menjadi tiga divisi, yaitu sebagai berikut.
1. Divisi India 23 di bawah pimpinan Jenderal DC Hawthorn. Daerah tugasnya di Jawa bagian barat dan
berpusat di Jakarta.
2. Divisi India 5 di bawah komando Jenderal EC Mansergh bertugas di Jawa bagian timur dan berpusat di
Surabaya.
3. Divisi India 26 di bawah komando Jenderal HM Chambers, bertugas di Sumatra, pusatnya ada di
Medan.

A. Pergolakan Melawan Belanda dan Sekutu


1. Pertempuran Di Ambarawa

Pertempuran di Ambarawa diawali kedatangan tentara Sekutu di Semarang pada tanggal 20


Oktober 1945. Mereka datang untuk mengurus tawanan perang. Pihak Sekutu berjanji tidak akan
mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.
Ternyata Sekutu diboncengi oleh NICA. Insiden bersenjata mulai timbul di Magelang. Kejadian
itu meluas menjadi pertempuran setelah pasukan Sekutu membebaskan para interniran Belanda di
Magelang dan Ambarawa.
Setelah mengadakan konsolidasi dengan para Komandan Sektor, Kolonel Soedirman memimpin
pertempuran melawan Sekutu pada tanggal 12 Desember 1945. Dalam waktu satu setengah jam, TKR
sudah mengepung kota Ambarawa. Empat hari kemudian tentara Sekutu mundur ke Semarang.

2. Pertempuran Medan Area


Pada tanggal 9 November 1945, pasukan Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D.
Kelly mendarat di Sumatra Utara. Pendaratan pasukan Sekutu itu diboncengi oleh pasukan NICA yang
telah dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan. Pemerintahan RI Sumatera Utara
memperkenankan mereka menempati beberapa hotel di Medan, seperti Hotel de Boer, Grand Hotel,
Hotel Astoria dan lainya, karena menghormati tugas mereka. Sebagian dari mereka ditempatkan di
Binjai, Tanjung Morawa dan beberapa tempat lainnya dengan memasang tenda-tenda lapangan. Sehari
setelah mendarat, Team dari RAPWI telah mendatangi kamp-kamp tawanan di Pulu Berayan, Saentis,
Rantau Prapat, Pematang Siantar dan Berastagi untuk membantu membebaskan para tawanan dan
dikirim keMedan atas persetujuan Gubernur M. Hasan. Ternyata kelompok itu langsung dibentuk
menjadi Medan Batalion KNIL. Dengan kekuatan itu, maka tampaklah perubahan sikap dari bekas
tawanan tersebut. Mereka bersikap congkak karena merasa sebagai pemenang atas perang. Sikap ini
memancing timbulnya pelbagai insiden yang dilakukan secara spontan oleh para pemuda. Insiden
pertama terjadi di Jalan Bali, Medan pada tanggal 13 Oktober 1945. Insiden ini berawal dari ulah
seorang penghuni hotel yang merampas dan menginjak-injak lencana Merah Putih yang dipakai oleh
salah seorang yang ditemuinya. Akibatnya hotel tersebut diserang dan dirusak oleh para pemuda.
Insiden ini menjalar ke berbagai kota seperti Pematang Siantar dan Berastagi. Sementara itu,
pada tanggal 10 Oktober 1945 dibentuk TKR Sumatera Timur dengan pimpinannya Ahmad Tahir.
Selanjutnya diadakan pemanggilan terhadap bekas Giyugun dan Heiho ke Sumatera Timur. Panggilan
ini mendapat sambutan luar biasa dari mereka. Disamping TKR, di Sumatera Timur terbentuk juga
badan-badan perjuangan yang sejak 15 Oktober 1945 menjadi Pemuda Republik Indonesia Sumatera
Timur dan kemudian berganti nama menjadi Pesindo.

Editor : Abi Zainur Muzakki | AGIL BASTIRA 3


Pada tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed
Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan. Tindakan pihak Inggris itu
merupakan tantangan bagi para pemuda. Pihak Inggris bersama NICA melakukan aksi pembersihan
terhadap unsur-unsur Republik yang berada dikota Medan. Para pemuda membalas aksi-aksi tersebut,
setiap usaha pengusiran dibalas dengan pengepungan, bahkan seringkali terjadi tembak menembak.
Pada tanggal 10 Desember 1945, pasukan Inggris dan NICA berusaha menghancurkan konsentrasi
TKR di Trepes. Selanjutnya menculik seorang perwira Inggris dan menghancurkan beberapa truk.
Dengan peristiwa ini Jenderal Kelly kembali mengancam para pemuda agar menyerahkan senjata
mereka. Barang siapa yang nyata-nyata melanggar akan ditembak mati. Daerah yang ditentukan adalah
kota Medan dan Belawan. Perlawanan terus memuncak, pada bulan April 1946 tentara Inggis mulai
berusaha mendesak pemeintah RI ke luar kota Medan. Gubernur, Markas Divisi TKR, Walikota RI
pindah ke Pematang Siantar.

3. Berita Proklamasi di Sulawesi


Berita proklamasi yang dikumandangkan oleh Sukarno dan Moh. Hatta, sampai pula di
Sulawesi. Sam Ratulangi, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Sulawesi, yang berkedudukan di
Makasar mendapat tugas dari PPKI untuk menyusun Komite Nasional Indonesia. sementara itu, para
pemuda Sulawesi memperbanyak teks proklamsi untuk disebarluaskan keseluruh pelosok penjuru. Atas
inisiatif Manai Shopian dkk, dibuat plakat proklamasi di rumah A. Burhanuddin dan di kantor pewarta
Celebes, yang kemudian diganti nama dengan Soeara Indonesia.
Saat itu tentara Sekutu dengan cepat dapat menguasai Indonesia bagian Timur, termasuk
Sulawesi. Upaya Sam Ratulangi untuk menyampaikan berita proklamasi ke penjuru Sulawesi
mendapat halangan dari tentara Sekutu. Para pemuda mulai mengorganisasi diri dan merencanakan
untuk merebut gedung-gedung vital. Pada tanggal 28 Oktober 1945, kelompok pemuda yang tediri dari
bekas Kaigun Heiho dan pelajar SMP, bergerak menuju sasarannya dan mendudukinya. Akibat
peristiwa itu pasukan Australia yang telah ada, bergerak dan melucuti para pemuda. Sejak itu pusat
gerakan pemuda dipindahkan dari Ujungpandang ke Polombangkeng. Bahkan Sama Ratulangi
kemudian ditangkap oleh NICA dan diasingkan ke Serui, Papua.
Berita proklamasi di Sulawesi Tenggara diterima di Kolaka, Kendari. Mulamula berita diterima
oleh kalangan Kaigun dan Heiho yang dibawa oleh tentara Jepang. Saat itu yang bertugas memimpin
Heiho adalah Idie Heiso dan Sudamitsu Heiso. Sementara berita proklamasi baru diketahui oleh rakyat
Muna, saat Jepang menyerahkan pemerintahan Muna kepada Ode Ipa yang kemudian meninggalkan
Muna menuju Kendari. Di Buton berita proklamsi diterima rakyat dari para pelayar yang tiba dari
Jakarta dan Bangka serta dari orang-orang Jepang yang datang ke Makasar. Mula-mula berita itu
diterima di Kepulauan Tukang Besi (Wakatobi). Di Sulawesi Tengah, berita proklamasi diterima pada
tanggal 17 Agustus pada pukul 15.00 waktu setempat. Berita itu diterima Abdul Latief dari tentara
Jepang yang dikawal dari dua tentara heiho dari Sulawesi Selatan, yaitu Saleh Topetu dan Djafar.

4. Pertempuran di Surabaya
Kontak senjata yang terjadi di Surabaya antara pasukan Indonesia dan pasukan Sekutu berkaitan
dengan usaha perebutan kekuasaan dan senjata dari tangan Jepang dimulai tanggal 2 September 1945.
Salah satu tokoh dan pemimpin perjuangan rakyat Surabaya adalah Bung Tomo. Dalam
pertempuran yang tidak seimbang, Bung Tomo terus mengobarkan semangat rakyat supaya terus maju,
pantang mundur.

4 AGIL BASTIRA | Editor : Abi Zainur Muzakki


5. Bandung Lautan Api
Di Bandung pertempuran diawali oleh usaha para pemuda untuk merebut pangkalan udara Andir
dan pabrik senjata bekas Artillerie Constructie Winkel (ACW-sekarang Pindad) dan berlangsung terus
sampai kedatangan pasukan Sekutu di Bandung pada 17 Oktober 1945. Seperti halnya di kota-kota
lain, di Bandung pun pasukan Sekutu dan NICA melakukan teror terhadap rakyat, sehingga terjadi
pertempuran-pertempuran. Menjelang bulan November 1945, pasukan NICA semakin merajalela di
Bandung. NICA memanfaatkan kedatangan pasukan Sekutu untuk mengembalikan kekuasaan
kolonialnya di Indonesia. Tetapi semangat juang rakyat dan para pemuda yang tergabung dalam TKR,
laskar-laskar dan badan-badan perjuangan semakin berkobar. Pertempuran demi pertempuran terjadi.
Pada bulan Oktober di Bandung telah terbentuk Majelis Dewan Perjuangan yang dipimpin
panglima TKR, Aruji Kartawinata. Dewan perjuangan ini terdiri dari wakil-wakil TKR dan berbagai
kelaskaran. Pada tanggal 21 November 1945 Sekutu mengeluarkan ultimatum agar para pejuang
menyerahkansenjata dan mengosongkan Bandung Utara. Ternyata ultimatum itu tidak diindahkan oleh
pihak pejuang. Insiden terjadi, para pemuda melakukan penyerobotan terhadap kendaraan-kendaraan
Belanda yang berlindung di bawah Sekutu.
Peristiwa yang memperburuk keadaan terjadi pada tanggal 25 November 1945. Selain
menghadapi serangan musuh, rakyat menghadapi banjir besar meluapnya Sungai Cikapundung.
Ratusan korban terbawa hanyut dan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal.
Tanggal 23 Maret 1946, pihak Sekutu kembali mengeluarkan ultimatum. Isi ultimatum itu
adalah agar TRI mengosongkan seluruh kota Bandung dan mundur ke luar kota dengan jarak 11 km.
Untuk menghindari penderitaan rakyat dan kehancuran kota Bandung, maka Pemerintah RI menyetujui
untuk melaksanakan pengosongan kota Bandung.
Kolonel Abdul Haris Nasution sebagai Komandan Divisi III Siliwangi menginstruksikan rakyat
untuk mengungsi pada tanggal 24 Maret 1946. Malam harinya bangunan-bangunan penting mulai
dibakar dan ditinggalkan mengungsi ke Bandung Selatan oleh sekitar 200.000 warganya. Kota
Bandung yang terbakar ini juga disaksikan oleh istri Otto Iskandardinata yang Masih menunggu kabar
kepastian hilangnya sang suami. Warga mengungsi dengan membawa barang seadanya, sebagian
mengatur perjalanan ke pengungsian, sebagian menyelamatkan dokumen-dokumen kota, sebagian
membakar gedung-gedung penting.
Peristiwa tersebut dikenang hingga kini. Mars Halo Halo Bandung diciptakan, monumen pun
didirikan di lapangan Tegallega. Sineas pun tak luput menjadikan peristiwa tersebut dalam film “Toha
Pahlawan BandungSelatan”, sebuah film karya Usmar Ismail, juga film “Bandung Lautan Api” karya
Alam Rengga Surawijaya. Tak ketinggalan penulis puisi W.S. Rendra juga mengabadikan dalam Sajak
Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api.

6. Pertempuran lima hari di Semarang


Pertempuran di Semarang dipicu peristiwa yang terjadi pada Pertempuran di Semarang dipicu
peristiwa yang terjadi pada tanggal 14 Oktober 1945Pada waktu itu, kira-kira 400 orang veteran AL
Jepang yang akan dipekerjakan untuk mengubah pabrik gula Cepiring menjadi pabrik senjata
memberontak sewaktu mereka dipindahkan ke Semarang. Mereka menyerang polisi Indonesia yang
mengawal mereka14 Oktober 1945. Pertempuran mulai pecah pada dini hari tanggal 15 Oktober
1945.Para pemuda dan pejuang Indonesia bertempur melawan pasukan Kidobutai yang dibantu oleh
batalyon Jepang lain yang kebetulan sedang singgah di Semarang. Pertempuran yang paling banyak
menelan korban terjadi di Simpang Lima, berlangsung selama lima hari.

Editor : Abi Zainur Muzakki | AGIL BASTIRA 5


MENGEVALUASI PERJUANGAN BANGSA :
ANTARA PERANG DAN DAMAI

PERJANJIAN LINGGARJATI

Perjanjian Linggarjati merupakan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah Republik Indonesia
untuk memperoleh pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda dengan jalan diplomatik. Perjanjian itu
melibatkan pihak Indonesia dan Belanda, serta Inggris sebagai penengah. Tokoh-tokoh dalam perundingan itu
adalah Letnan Jenderal Sir Philip Christison dari Inggris, seorang diplomat senior serta mantan duta besar
Inggris di Uni Soviet, yang kemudian diangkat sebagai duta istimewa Inggris untuk Indonesia. Wakil dari
Belanda adalah Dr. H.J. Van Mook. Indonesia diwakili Perdana Menteri Republik Indonesia Sutan Sjahrir.
Van Mook adalah kelompok orang Belanda yang lahir di Indonesia, yaitu di Semarang. Ia juga seorang
penganjur persekutuan sejak tahun 1930-an yang termasuk dalam kelompok pendorong, yaitu gerakan orang
Belanda di tanah jajahan Hindia Belanda yang bertujuan untuk menjadikan Hindia Belanda sebagai tanah air
mereka dalam bentuk persemakmuran. Atas pandangan itu suatu saat nanti Indonesia menjadi bagian sesuai
dengan makna politik dan sosialnya sendiri. Atas dasar pemikirannya itu Van Mook berkeinginan keras untuk
kembali ke Indonesia. Sebagai seorang Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Van Mook lebih siap
menghadapi perubahan situasi daripada pemerintahan yang ada di Negeri Belanda. Namun ia mendapatkan
situasi yang jauh dari perkiraannya, proklamasi kemerdekaan Indonesia dengan segala konsekuensinya itu tidak
mungkin untuk ditarik kembali. Belanda hanya dapat menolak dan tidak mengakui negeri jajahannya sebagai
negara yang berdaulat.
Pada awal kehadirannya di Jakarta, Van Mook mendapat tekanan baik dari Sekutu maupun ancaman
perlawanan dari pihak revolusioner Indonesia. Pada awal itu Van Mook bersedia untuk melakukan perundingan,
meskipun pemerintah Belanda melarangnya untuk bertemu dengan Sukarno. Pada 14 Oktober 1945, Van Mook
bersedia bertemu dengan Sukarno dan “kelompok-kelompok Indonesia”. Ia tidak mau menyebut sebagai
Republik Indonesia, karena pemerintah Belanda belum mengakui pemerintahan Republik Indonesia. Dalam
pokok pikiran Van Mook menyatakan, bahwa NICA bersedia membangun hubungan ketatanegaraan yang baru
dan status Indonesia menjadi “negara dominion” dalam persekutuan “persemakmuran Uni-Belanda”.
Demikianlah karena tidak ada titik temu antara Indonesia dan Belanda, Cristison tetap berusaha
mempertemukan mereka. Pemerintah Belanda diwakili oleh Van Mook dan wakilnya, Charles O. Van der Plas.
Indonesia diwakili oleh Sukarno dan Moh. Hatta yang didampingi oleh H. Agus Salim dan Ahmad Subarjo.
Dalam pertemuan itu tidak ada hasil yang memuaskan bagi pihak Indonesia. pihak Belanda masih menginginkan
kebijakan politiknya yang lama. Pada minggu-minggu terakhir Oktober 1945, berbagai insiden dan konfrontasi
dengan semakin banyaknya tentara NICA yang datang ke Indonesia. Konfrontasi itu menyebabkan pihak sekutu
ingin segara mengakhiri tugasnya di Indonesia, terlebih ketika aksi-aksi kekerasan di kota besar di Indonesia,
terutama pertempuran sengit di Surabaya. Pihak sekutu ingin segera meninggalkan Indonesia, tetap tidak
mungkin melepaskan tanggungjawab internasionalnya. Untuk itulah satu-satunya jalan untuk menyelesaikan itu
dengan melakukan perundingan.

6 ABI ZAINUR | Editor : Abi Zainur Muzakki


A. Perundingan Awal Di Jakarta
Pada tanggal I Oktober 1945, telah diadakan perundingan antara Christison (Inggris) dengan pihak
Republik Indonesia Dalam perundingan ini Christison mengakui secara de facto terhadap Republik
Indonesia Hal ini pula yang memperlancar gerak masuk Sekutu ke wilayah Indonesia. Kemudian,
pihak pemerintah RI pada tanggal 1 November 1945 mengeluarkan maklumat politik. Isinya bahwa
pernerintah RI menginginkan pengakuan terhadap negara dan pernerintah RI, baik oleh Inggris
maupun Belanda sebagaimana yang dibuat sebelum PD II. Pemerintah RI juga berjanji akan
mengembalikan sernua milik asing atau memberi ganti rugi atas milik yang telah dikuasai oleh
pernerintah RI.
Inggris yang ingin melepaskan diri dari kesulitan pelaksanaan tugas -tugasnya di Indonesia,
mendorong agar segera diadakan perundingan antara Indonesia dan Belanda. Oleh karena itu, Inggris
mengirim Sir Archibald Clark Kerr. Di bawah pengawasan dan perantaraan Clark Kerr, pada tanggaI
10 Februari 1946 diadakan perundingan Indonesia dengan Belanda di Jakarta. Dalarn
perundingan ini Van Mook selaku wakil dari Belanda mengajukan usul-usul antara. lain sebagai
berikut.
1. Indonesia akan dijadikan negara persemakmuran berbentuk federasi,memiliki pemerintahan
sendiri tetapi di dalarn lingkungan Kerajaan Nederland (Belanda).
2. Masalah dalam negeri di urus oleh Indonesia, sedangkan urusan luar
3. negeri ditangani oleh pernerintah Belanda. 3. Sebelum dibentuk persemakmuran, akan dibentuk
pemerintahan peralihan selama sepuluh tahun.
4. Indonesia akan dimasukkan sebagai anggota PBB.
Kabinet Syahrir jatuh. Presiden Sukarno kemudian menunjuknya kembali sebagai Perdana Menteri.
Kabinet Syahrir II teribentuk pada tanggal 13 Maret 1946. Kabinet Syahrir II mengajukan usul
balasan dari usul-usul Van Mook. Usul-usul Kabinet Syahrir II antara lain sebagai berikut :
1. RI harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas wilayahHindia Belanda.
2. Federasi Indonesia Belanda akan dilaksanakan dalam masa tertentu. Mengenai urusan luar
negeri dan pertahanan diserahkan kepada suatu badan federasi yang anggotanya terdiri atas
orang-orang Indonesia Sejarah Indonesia 159 dan Belanda.
3. Tentara Belanda segera ditarik kembali dari republik.
4. Pemerintah Belanda harus-membantu pemerintah Indonesia untuk menjadi anggota PBB.
5. Selama perundingan sedang terjadi, semua aksi militer harus dihentikan.
Usulan Syahrir tersebut ternyata ditolak oleh Van Mook. Sebagi jalan keluarnya Van Mook
mengajukan usul tentang pengakuan republik Indonesia sebagai wakil Jawa untuk mengadakan kerja
sama dalam upaya pembentukan Negara federal yang bebas dalam lingkungan Kerajaan Belanda. Pada
tanggal 27 Maret 1946, Sutan Syahrir memberikan jawaban disertai konsep persetujuan yang isi
pokoknya antara lain sebagai berikut.
1. Supaya pemerintah Belanda mengakui kedaulatan de facto RI atas Jawa dan Sumatra.
2. Supaya RI dan Belanda bekerja sama membentuk RIS.
3. RIS bersama-sama dengan Nederland, Suriname, dan Curacao, menjadi peserta dalam ikatan
kenegaraan Belanda. Usulan tersebut ternyata sudah saling mendekati kompromi. Oleh karena
itu, usaha perundingan perlu ditingkatkan.

Editor : Abi Zainur Muzakki | ABI ZAINUR 7


B. Perundingan Hooge Valuwe
Perundingan dilanjutkan di negeri Belanda, di kota Hooge Veluwe bulan April 1946. Pokok
pembicaraan dalam perundingan itu adalah memutus pembicaraan yang dilakukan di Jakarta oleh Van
Mook dan Syahrir. Sebagai penengah dalam perundingan, Inggris mengirim Sir Archibald Clark Kerr. Pada
kesempatan itu Syahrir mengirim tiga orang delegasi dari Jakarta, yaitu Mr. W. Suwandi, dr. Sudarsono,
dan A.K. Pringgodigdo. Mereka berangkat bersama Kerr pada 4 April 1946. Dari Belanda hadir lima orang
yaitu Van Mook, J.H. van Royen. J.H.Logeman, Willem Drees, dan Dr. Schermerhorn. Perundingan
tersebut untuk menyelesaikan perundingan yang tidak tuntas saat di Jakarta.
Perundingan mengalami deadlock sejak hari pertama, karena masing-masing pihak sudah mempunyai
harapan yang berbeda. Delegasi Indonesia berharap ada langkah nyata dalam upaya pengakuan kedaulatan
dan kemerdekaan Indonesia. Sementara pihak Belanda menganggap pertemuan di Hooge Valuwe itu hanya
untuk sekedar pendahuluan saja.
Pada akhir pertemuan dihasilkan, draf Jakarta yang sudah disiapkan. Sebagian dapat diterima dan
sebagian lagi tidak dapat diterima. Usulan yang diterima antara lain adalah pengakuan kekuasaan RI atas
Jawa, sementara Sumatera tidak diakui. Dari draf Jakarta, tidak ada satu pun yang disetuju secara resmi,
sehingga tidak dilakukan penandatanganan. Alasan utama Belanda adalah Belanda tidak siap melakukan
pengakuan atas kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia menolak bentuk
perundingan di Hooge Valuwe sebagai perjanjian internasional dua negara. Bagi Indonesia, menerima
delegasi Republik Indonesia sebagai mitra sejajar berarti menganggap negeri bekas jajahannya sebagai
mitra sejajar yang mempunyai kedudukan yang sama di dunia internasional. Sementara itu, Belanda masih
belum mengakui Indonesia sebagai negara yang berdaulat.
Di sisi lain, kondisi Belanda yang saat itu sedang mempersiapkan pemilihan umum pertama pascaperang
tidak siap untuk mengambil keputusan yang mengikat masalah Indonesia, karena masalah Indonesia
tergantung pada peta politik yang ada di Belanda. satu diantara partai politik yang menentang keras
kebijakan perundingan adalah Partai Katholik, seperti halnya dengan kelompok PP di Indonesia. Pada awal
dimulainya perundingan Hoge Valuwe, Romme pimpinan fraksi Partai Katholik di parlemen Belanda
menulis di tajuk Harian Volkskrant dengan nada keras antinegosiasi yang berjudul De week der Schande
(Minggu Yang Penuh Aib)
Kegagalan perundingan Hooge Valuwe bagi kedua negara membawa untuk dilakukan kembali
perundingan selanjutnya. Bagi Indonesia perundingan Hooge Valuwe memperkuat posisi Indonesia didepan
Belanda. Perundingan itu juga menjadikan masalah Indonesia menjadi perhatian dunia internasional.
Perundingan itu pula yang mengantarkan pada diplomasi internasional dalam Perjanjian Linggarjati pada
kemudian hari.

C. Pelaksanaan Perundingan Linggarjati


Kegagalan dalam perundingan Hoge, pada April 1946, menjadikan pemerintah Indonesia untuk beralih
pada tindakan militer. Pemerintah Indonesia berpendapat perlu melakukan serangan umum di kedudukan
Inggris dan Belanda yang berada di Jawa dan Sumatera. Namun genjatan senjata yang dilakukan dengan
cara-cara lama dan gerilya tidak membawa perubahan yang berarti. Resiko yang dihadapi pemerintah
semakin tinggi dengan banyaknya korban yang berjatuhan. Untuk mencagah bertambahnya korban pada
bulan Agustus hingga September 1946 direncanakan untuk Sejarah Indonesia 161 menyusun konsep perang
secara defensif. Bagi Sukarno, Hatta, dan Syahrir perlawan dengan strategi perang defentif itu lebih
beresiko dibandingkan dengan cara-cara lama, karena akan memakan korban lebih banyak lagi. Menurut
mereka pengakuan kedaulatan Republik Indonesia lebih baik dilakukan dengan jalan diplomasi.

8 ABI ZAINUR | Editor : Abi Zainur Muzakki


Pada awal November 1946, perundingan diadakan di Indonesia, bertempat di Linggarjati. Pelaksanaan
sidang-sidangnya berlangsung pada tanggal 11 - 15 November 1946. Delegasi Indonesia dipimpin oleh
Sutan Syahrir, anggotanya Mr. Moh. Roem, Mr. Susanto Tirtoprojo, dan A.K. Gani. Sementara pihak
Belanda dipimpin oleh Prof. Schermerhorn dengan beberapa anggota, yakni Van Mook, F de Boor, dan van
Pool. Sebagai penengah dan pemimpin sidang adalah Lord Killearn, juga ada saksi-saksi yakni Amir
Syarifudin, dr. Leimena, dr. Sudarsono, dan Ali Budiarjo. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta
juga hadir di dalam perundingan Linggarjati itu.
Dalam perundingan itu dihasilkan kesepakatan yang terdiri dari 17 pasal. Isi pokok Perundingan Linggarjati
antara lain sebagai berikut.
1. Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan secara de facto pemerintahan RI atas wilayah Jawa,
Madura, dan Sumatera. Daerahdaerah yang diduduki Sekutu atau Belanda secara berangsur-angsur
akan dikembalikan kepada RI.
2. Akan dibentuk Negara Indonesia Serikat (NIS) yang meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda
(Indonesia) sebagai negara berdaulat.
3. Pemerintah Belanda dan RI akan membentuk Uni Indonesia-Belanda yang dipimpin oleh raja
Belanda.
4. Pembentukan NIS dan Uni Indonesia- Belanda diusahakan sudah selesai sebelum 1 Januari 1949.
5. Pemerintah RI mengakui dan akan memulihkan serta melindungi hak milik asing.
6. Pemerintah RI dan Belanda sepakat untuk mengadakan pengurangan jumlah tentara.
7. Bila terjadi perselisihan dalam melaksanakan perundingan ini, akan menyerahkan masalahnya kepada
Komisi Arbitrase.
Naskah persetujuan kemudian diparaf oleh kedua delegasi di Istana Rijswijk Jakarta (sekarang
Istana Merdeka). Isi perundingan itu harus disyahkan dahulu oleh parlemen masing-masing (indonesia
oleh KNIP). Untuk meratifikasi dan mensyahkan isi Perundingan Linggarjati, kedua parlemen masih
enggan dan belum puas. Pada bulan Desember 1946, Presiden mengeluarkan Peraturan \No. 6 tentang
penambahan anggota KNIP. Hal ini dimaksudkan untuk memperbesar suara yang pro Perjanjian
Linggarjati dalam KNIP. Tanggal 28 Februari 1947 Presiden melantik 232 anggota baru KNIP.
Akhirnya isi Perundingan Linggarjati disahkan oleh KNIP pada tanggal 25 Maret 1947, yang lebih
dikenal sebagai tanggal Persetujuan Linggarjati.
Setelah Persetujuan Linggarjati disahkan, beberapa negara telah memberikan pengakuan
terhadap kekuasaan RI. Misalnya dari Inggris, Amerika Serikat, Mesir, Afganistan, Birma (Myanmar),
Saudi Arabia, India, dan Pakistan. Perjanjian Linggarjati itu mengandung prinsip-prinsip pokok yang
harus disetuju oleh kedua belah pihak melalui serangkaian perundingan lanjutan. Ketentuan dalam pasal
(2) misalnya, menentukan bahwa RI dan Belanda akan bekerjasama untuk membentuk Negara Indonesia
Serikat sebagai pengganti Hindia Belanda. Namun perundingan lanjutan terhambat karena
masingmasing pihak menuduh tentaranya melanggar ketentuan genjatan senjata. Dokumen perjanjian itu
pun akhirnya tidak membantu untuk memecahkan masalah bagi kedua belah bangsa. Bahkan
memperburuk keadaan.
Belanda kemudian mengadakan genjatan senjata di Jawa dan Sumatera pada 21 Juli 1947.
Belanda menyebut tindakan itu sebagai “actie politionel” (tindakan kepolisian). Istilah itu berarti
“pengamanan dalam negeri” atau yang dimaksud di sini adalah Indonesia. Artinya, Belanda tidak
mengakui kedaulatan Republik Indonesia, seperti yang sudah dinyatakan dalam dokumen Linggarjati.
Belanda memberi sandi pada serangan umum itu dengan “Operasi Produk” yaitu operasi yang ditujukan
untuk wilayahwilayah yang dianggap penting secara ekonomi bagi Belanda.

Editor : Abi Zainur Muzakki | ABI ZAINUR 9


Kondisi itu mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengeluarkan resolusi. Ada
dua resolusi yang disampaikan oleh PBB. Pertama, menghimbau agar RI dan Belanda segera
menghentikan perang dan membentuk Negara Indonesia Serikat, seperti yang diamanatkan dalam
perjanjian Linggarjati. Kedua, adalah usulan Amerika agar kedua belah pihak membentuk sebuah tim
untuk membantu menyelesaikan masalah itu. Usulan itu kemudian dikenal dengan istilah “Komisi Tiga
Negara”.
Komisi Tiga Negara (KTN) itu terdiri dari Australia, yang diwakili oleh Richard C Kirby yang
dipilih oleh RI. Belanda memilih Belgia yang diwakili oleh Paul van Zeeland. Amerika di wakili oleh
Frank P. Graham yang dipilih oleh Belgia dan Autralia. Hasil dari KTN itu adalah perundingan diadakan
Sejarah Indonesia 163 kembali oleh Indonesia dan Belanda. Pihak Belanda mengusulkan agar diadakan
perundingan ditempat yang netral. Atas jasa Amerika Serikat, maka digunakannya kapal yang
mengangkut tentaranya, dengan nama USS Renville didatangkan ke teluk Jakarta dari Jepang. Tentang
perjanjian Renville ini akan dibahas lebih lanjut dibagian berikutnya.

D. Konferensi Malino

Dalam situasi politik yang tidak menentu di Indonesia, Belanda melakukan tekan politik dan militer
di Indonesia. Tekanan politik dilakukan dengan menyelenggarakan Konferensi Malino, yang bertujuan
untuk membentuk negara-negara federal di daerah yang baru diserahterimakan oleh Inggris dan Australia
kepada Belanda. Disamping itu, di Pangkal Pinang, Bangka diselenggarakan konferensi untuk golongan
minoritas. Konferensi Malino diselenggarakan pada 15-26 juli 1946, sedangkan Konferensi Pangkal Pinang
pada 1 Oktober 1946. Diharapkan daerah-daerah ini akan mendukung Belanda dalam pembentukan negara
federasi. Di samping itu, Belanda juga terus mengirim pasukannya memasuki Indonesia. Dengan demikian
kadar permusuhan antara kedua belah pihak semakin meningkat. Namun usahausaha diplomasi terus
dilakukan. Sebagai contoh tanggal 14 Oktober 1946 tercapai persetujuan gencatan senjata. Usaha-usaha
perundingan pun terus diupayakan.

10 ABI ZAINUR | Editor : Abi Zainur Muzakki


AGRESI MILITER BELANDA I

A. PENGERTIAN AGRESI MILITER I


"Operatie Product (bahasa Indonesia: Operasi Produk) atau yang dikenal di Indonesia dengan nama
Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia
yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi militer ini merupakan bagian Aksi
Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan
Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil
Perundingan Linggajati.

B. LATAR BELAKANG / PENYEBAB AGRESI MILITER I


Agresi militer Belanda I diawali oleh perselisihan Indonesia dan Belanda akibat perbedaan penafsiran
terhadap ketentuan hasil Perundingan Linggarjati. Pihak Belanda cenderung menempatkan Indonesia sebagai
negara persekmakmuran dengan Belanda sebagai negara induk. Sebaliknya, pihak Indonesia tetap teguh
mempertahankan kedaulatannya, lepas dari Belanda.

C. TUJUAN BELANDA MENGADAKAN AGRESI MILITER I


Adapun tujuan Belanda mengadakan agresi militer I yaitu sebagai berikut:
1. Tujuan politik Mengepung ibu kota Republik Indonesia dan menghapus kedaulatan Republik
Indonesia.
2. Tujuan ekonomi. Merebut pusat-pusat penghasil makanan dan bahan ekspor.
3. Tujuan militer Menghancurkan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

D. SEJARAH AGRESI MILITER I


Agresi Militer Belanda I direncanakan oleh H.J. van Mook. Van Mook berencana mendirikan negara
boneka dan ingin mengenbalikan kekuasaan Belanda atas wilayah Indonesia. Untuk mencapai tujuan iitu,
pihak Belanda tidak mengakui Perundingan Linggarjati, bahkan merobek-robek kertas persetujuan itu.
Selanjutnya pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melancarkan aksi militer yang pertama dengan menyerang
daerah-daerah Republik Indonesia di Pulau Jawa dan Sumatra.
Pasukan TNI belum siap menghadang serangan yang datangna secara tiba-tiba itu. Serangan tersebut
mengakibatkan pasukan TNI terpencar-pencar. Pasukan TNI kemudian melancarkan taktik perang gerilya,
ruang gerak untuk menghadapi pasukan Belanda. Dengan taktik perang gerilya, ruang gerak pasukan Belanda
berhasil dibatasi. Gerakan pasukan Belanda hanya berada di kota besar dan jalan raya, sedangkan di luar kota,
kekuasaan berada di tangan pasukan TNI.

Agresi Militer Belanda I ternyata menimbulkan reaksi yang hebat dari dunia Internasional. Pada tanggal
30 Juli 1947. Permintaan resmi agar masalah Indonesia segera dimasukkan dalam daftar acara Dewan
Keamanan PBB. Pada tanggal 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB memerintah penghentian permusuhan
antara kedua belah pihak. Gencatan senjata mulai berlaku tanggal 4 Agustus 1947. Guna mengawasi
pelaksanaan gencatan senjata, dibentuk Komisi Konsuler yang anggotanya terdiri atas konsul jenderal yang
ada di Indonesia. Komisi Konsuler yang dikuasi oleh Konsuler Jenderal Amerika Serikat Dr. Walter Foote
dengan anggotanya Konsul Jenderal Cina, Prancis, Australia, Belgia dan Inggris.

Editor : Abi Zainur Muzakki | ALIF REFY 11


KOMISI TIGA NEGARA

Masalah Indonesia-Belanda telah dibawa dalam sidang-sidang PBB. Hal ini menunjukkan bahwa
masalah Indonesia telah menjadi perhatian bangsabangsa dunia. Kekuatan Indonesia di forum internasionalpun
semakin kuat dengan kecakapan para diplomator Indonesia yang meyakinkan negara-negara lain bahwa
kedaulatan Indonesia sudah sepantasnya dimiliki bangsa Indonesia. Tentu saja bahwa kepercayaan bukan
disebabkan oleh para diplomator saja. Perjuangan rakyat Indonesia adalah bukti bahwa kemerdekaan merupakan
kehendak seluruh rakyat Indonesia. PBB sebagai organisasi internasional berperan aktif menyelesaikan konflik
antara RI dengan Belanda. Berikut ini beberapa peran PBB dalam penyelesaian konflik Indonesia Belanda.

Atas usul Amerika Serikat DK PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang beranggotakan
Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. KTN berperan aktif dalam penyelenggaraan Perjanjian Renville
Serangan Belanda pada Agresi Militer II dilancarkan di depan mata KTN sebagai wakil DK PBB di Indonesia.
KTN membuat laporan yang disampaikan kepada DK PBB, bahwa Belanda banyak melakukan pelanggaran. Hal
ini telah menempatkan Indonesia lebih banyak didukung negara-negara lain.

12 ANALISA MEGA | Editor : Abi Zainur Muzakki


PERJANJIAN RENVILLE

A. LATAR BELAKANG SEJARAH ISI PERJANJIAN RENVILLE:


Perjanjian Renvillediambil dari nama sebutan kapal perang milik Amerika Serikat yang dipakai sebagai
tempat perundingan antara pemerintah Indonesia dengan pihak Belanda, dan KTN sebagai perantaranya.
Dalam perundingan itu, delegasi Indonesia diketuai oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin dan pihak
Belanda menempatkan seorang Indonesia yang bernama Abdulkadir Wijoyoatmojo sebagai ketua
delegasinya. Penempatan Abdulkadir Wijoyoatmojo ini merupakan siasat pihak Belanda dengan
menyatakan bahwa pertikaian yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda merupakan masalah dalam
negeri Indonesia dan bukan menjadi masalah intemasional yang perlu adanya campur tangan negara lain.

B. DELEGASI:
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana MenteriAmir Syarifuddin Harahap. DelegasiKerajaan
Belandadipimpin oleh KolonelKNILAbdulkadir Widjojoatmodjo. Delegasi Amerika Serikat dipimpin
olehFrank Porter Graham.

C. GENCATAN SENJATA
Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada17 Agustus1947sepakat untuk melakukan gencatan senjata
hingga ditandatanganinya Persetujuan Renville, tapi pertempuran terus terjadi antara tentara Belanda
dengan berbagai laskar-laskar yang tidak termasuk TNI, dan sesekali unit pasukan TNI juga terlibat baku
tembak dengan tentara Belanda, seperti yang terjadi antaraKarawangdanBekasi

D. ISI PERJANJIAN RENVILLE.


1. Belanda tetap berdaulat sampai terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS).
2. Republik Indonesia sejajar kedudukannya dalam Uni Indonesiaa Belanda.
3. Sebelum Republik Indonesia Serikat terbentuk, Belanda dapat menyerahkan kekuasaannya kepada
pemerintah federal sementara.
4. Republik Indonesia menjadi negara bagian dari Republik Indonesia Serikat.
5. Antara enam bulan sampai satu tahun akan diselenggarakan pemilihan umum untuk membentuk
Konstituante RIS.
6. Tentara Indonesia di daerah pendudukan Belanda (daerah kantong) harus dipindahkan ke daerah
Republik Indonesia.
Editor : Abi Zainur Muzakki | ANDI MAULANA 13
E. KERUGIAN PERJANJIAN RENVILL BAGI INDONESIA:
Persetujuan Renville berhasil ditandatangani oleh kedua belah pihak tanggal 17 Januari 1948,di atas
gelagak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral USS Renvill Perjanjian Renvilleini
menyebabkan kedudukan Republik Indonesia semakin tersudut dan daerahnya semakin sempit. Hal ini
merupakan inimerupakan akibat dari diakuinya garis Van Mook sebagai garis perbatasan baru hasil Agresi
Militer Belanda 1. Sementara itu, kedudukan Belanda semakin bertambah kuat dengan terbentuknya negara-
negara boneka.Setelah penandatanganan Persetujuan Renville, pihak pemerintah menghadapi tentangan
sangat berat dan mengakibatkan Kabinet Amir Syarifuchlin jatuh. Kabinet Amir Syarifuddin kemudian
digantikan oleh Kabinet Harta. Namundi bawah pemerintahan Hatta munculbanyak rongrongan dan salah
satunva dilakukan oleh bekas Perdana Menteri Amir Syarifuddin dengan organisasinya yang bernama Front
Demokrasi Rakyat. Puncak dari pergolakan itu adalah pemberontakanPKI Madiun tahun 1948, keadaan
seperti itu dimanfaatkan pihak Belanda untuk melancarkan Militer 2.

SOAL !
1. Apa penyebab Benda menginkari Perjanjian Renvill ?
2. Mengapa isi Perjanjian Renvill merugikan Indonesia ?
3. Kedudukan belanda berdasarkan hasil Perundingan Renvill !
4. Mngapa Perjanjian Renvill banyak dikecam oleh kalangan bangsa sendiri ?
5. Dampak Perundingan Renvill bagi Indonesia !
6. Mengapa Abdulkadir widjojoatmojo menjadi delegasi Belanda dalam Perjanjian Renvill ?
7. Terjadinya Perundingan Renvill menimbulkan perbedaan pendapat para tokoh bangsa Indonesia.
Jelaskan alasan tokoh menetang hasil Perundingan Renvill ?

14 ANDI MAULANA | Editor : Abi Zainur Muzakki


AGRESI MILITER BELANDA II

Dimulai ketika pihak Belanda yang tetap bersikukuh menguasai Indonesia mencari dalih untuk dapat melanggar
perjanjian yang telah disepakati. Bahkan pihak Belanda menuduh jika pihak Indonesia tidak menjalankan
isi perundinganRenville. Oleh karena itu pihak TNI dan pemerintah Indonesia sudah memperhitungkan bahwa
sewaktu-waktu Belanda akan melakukan aksi militernva untuk menghancurkan republik dengan kekuatan
senjata. Untuk menghadapi kekuatan Belanda itu, didirikan Markas Besar Komando Djawa (NIBKD) vang
dipimpin oleh Kolonel Abdul Haris Nasution dan Markas Besar Komando Sumatra (MBKS) yang dipimpin oleh
Kolonel Hidayat.

A. SERANGAN AGRESI MILITER 2


Serangan dibuka tanggal 19 Desember 1948. Dengan taktik perang kilat (blitkrieg), Belanda
melancarkan serangan di semua front di daerah Republik Indonesia. Serangan diawali dengan penerjunan
pasukan payung di Pangkalan Udara Maguwo (sekarang Adi Sucipto) dan dengan gerak cepat berhasil
menduduki kota Yogyakarta. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta memutuskan untuk tetap
tinggal di ibukota, walaupun mereka tahu bahwa dengan demikian mereka akan ditawan oleh musuh.
Alasannya, agar mereka dapat melakukan kegiatan diplomasi dengan pihak Belanda.
Di samping itu, Belanda tidak mungkin menjalankan serangan secara terus-menerus karena
presiden Panglima Tertinggi Angkatan Perang Indonesia dan wakil presiden menteri pertahanan sudah
berada di tangan mereka. Sementara itu, beberapa bulan sebelum Belanda melakukan serangan terhadap
kota Yogyakarta, Jenderal Sudirman (Panglima Besar Angkatan Perang) menderita sakit paru-paru yang
sangat parah sehingga harus dirawat di rumah sakit dan kemudian dirawat di rumah. Ia berpesan jika
Belanda menyerang kembali, maka ia akan memegang kembali pimpinan Angkatan Perang dan memimpin
prajurit-prajuritnya melakukan perlawanan gerilya.

Peranan Jenderal Sudirman dalam Agresi Militer 2

Janji itu ditepati, pada saat Belanda menyerang Yogyakarta ia bangkit dari tempat tidurnya dan
mengajak presiden untuk memimpin gerilya, tetapi ajakan tersebut ditolak. Dengan diiringi ajudan dan
pasukan pengawalnya, Jenderal Sudirman naik gunung-turun gunung, serta keluar-masuk hutan
menembus teriknya matahari dan derasnya hujan untuk memimpin perlawanan rakyat semesta. Bahkan
beliau dan para pengawalnya sempat menetap selama 99 hari sejak tanggal 31 Maret 1949 hingga 7 Juli
1949 di desa Pakis, Sobo, Kecamatan Nawangan, Pacitan, Jawa Timur.
Dari rumah markas gerilya itulah Panglima Besar Jenderal Sudirman memimpin perang gerilya,
termasuk memberi perintah serangan umum. Pada masa yang paling gelap bagi Republik Indonesia,
Jenderal Sudirman memberikan pegangan dan kekuatan batin kepada rakyat dan prajurit yang berjuang
untuk kelangsungan hidup negaranya. Sementara itu MBKD dan MBKS kembali diaktifkan di bawah
komando panglimanya masing-masing. Pemerintah militer tetap melakukan kegiatarmya. Dengan
demilcian, Republik Indonesia masih berdiri tegak.
Belanda mengira dengan jatuhnya kota Yogyakarta, kekuatan TNI akan hancur berantakan.
Dengan demikian, berarti kampanye militer mereka telah selesai, tinggal melaksanakan operasi
pembersihan yang memerlukan waktu satu dua bulan. Ternyata dugaan Belanda itu keliru sama sekali.
Pada pukulan pertama ternyata pasukan TNI tidak hancur. Pasukan Belanda dibiarkan bergerak maju
untuk menguasai daerah perkotaan. Sedangkan pasukan mundur ke daerah pedalaman untuk
merencanakan pelaksanaan Wingate Operation dan menyusun daerah perlawanan (wehrkreis).
Editor : Abi Zainur Muzakki | AHMAD BANGKIT 15
B. TITIK BALIK AGRESI MILITER 2
Dalam waktu satu bulan, pasukan TNI telah berhasil melakukan konsolidasi dan mulai
memberikan pukulan secara teratur kepada musuh. Seluruh Jawa dan Sumatra menjadi satu daerah gerilya
yang menyeluruh. Tekanan terhadap pasukan Belanda ditingkatkan. Penghadangan terhadap konvoi
perbekalan tentara Belanda berhasil dilakukan. Serangan umum yang dilaksanakan terhadap kota-kota
yang diduduki Belanda mulai dilaksanakan oleh pasukan TNI. Serangan yang paling terkenal adalah
Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta di bawah pimpinan Komandan Brigade X
Letnan Kolonel Soeharto.
Pasukan I N I berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Sementara itu, Sri Sultan
Hamengku Buwono IX menolak kerja sama dari Belanda. Sultan mendukung segala tindakan para
pemimpin gerilya. Di samping itu, perjuangan dalam rangka menegakkan kedaulatan Republik Indonesia
juga dilakukan di luar negeri. Dengan modal sumbangan pesawat rakyat Aceh, W. Supomo membentuk
armada udara komersial vang berpangkalan di Myanmar (Burma). Hasil penerbangan komersial itu
dijadikan modal untuk membiayai pemakilan Republik Indonesia di luar negeri. Selain itu, dibuka
komunikasi radio antara Wonosari, Bukittinggi, Rangoon (sekarang Yangoon), dan New Delhi.

Agresi Militer Belanda 2 ternyata menarik perhatian PBB, karena Belanda secara terang-
terangan tidak mengakui lagi Perjanjian Renville di depan Komisi Tiga Negara yang ditugaskan oleh PBB.
Pada tanggal 24 Januari 1949 Dewan keamanan PBB mengeluarkan resolusi agar Republik Indonesia dan
Belanda segera menghentikan permusuhan. Kegagalan Belanda di medan tempur dan tekanan Amerika
Serikat yang mengancam akan memutuskan bantuan ekonomi dan keuangan memaksa Belanda untuk
kembali ke meja perundingan.

SOAL !
1. Kapan pejabat Belanda Dr. Beel menyatakan tidak lagi mengakui isi perjanjian Renville ?
2. Pada tanggal berapa dan dimana Belanda melancarkan Agresi Militer II
3. Siapa yang ditugasi membuat PDRI di Bukit Tinggi ?
4. Apa kepanjangan PDRI ?
5. Selain di Bukit Tinggi dimanakah PDRI di buat bila Mr. Syarifudin Prawiranegara tidak berhasil membuat
PDRI di Bukit Tinggi ?
6. Siapa saja tokoh Indonesia yang sedang berada di India, untuk membentuk pemerintahan r disana ?
7. Dimanakah presiden Soekarno dan wakil presiden Moh. Hatta diasingkan pada waktu agresi Militer II ?
8. Siapakah tokoh militer yang menyertai jendral sudirman dalam bergerilya ?
9. Apa yang diperintahkan Jendral Sudirman saat perang Gerilya ?
Apa yang dilakukan Belanda ketika Belanda kebingungan menghadapi perang Gerilya ?

16 AHMAD BANGKIT | Editor : Abi Zainur Muzakki


Peranan PDRI sebagai Penjaga Eksistensi RI

Pada saat terjadi agresi militer Belanda II, Presiden Sukarno telah membuat mandat kepada Syafruddin
Prawiranegara yang ketika itu berada di Bukittinggi untuk membentuk pemerintah darurat. Sukarno
mengirimkan mandat serupa kepada Mr. Maramis dan Dr. Sudarsono yang sedang berada di New Delhi, India
apabila pembentukan PDRI di Sumatra mengalami kegagalan. Namun, Syafruddin berhasil mendeklarasi
berdirinya Pemerintah Darurat Republik Indonesia ini dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota pada tanggal 19
Desember 1948.
Susunan pemerintahannya antara lain sebagai berikut.
a. Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai ketua merangkap Perdana Menteri, Menteri Pertahanan
dan Menteri Penerangan.
b. Mr. T.M. Hassan sebagai wakil ketua merangkap Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan,
dan Menteri Agama.
c. Ir. S.M. Rasyid sebagai Menteri Keamanan merangkap Menteri Sosial, Pembangunan dan
Pemuda.
d. Mr. Lukman Hakim sebagai Menteri Keuangan merangkap Menteri Kehakiman.
e. Ir. Sitompul sebagai Menteri Pekerjaan Umum merangkap Menteri Kesehatan.
f. Maryono Danubroto sebagai Sekretaris PDRI.
g. Jenderal Sudirman sebagai Panglima Besar.
h. Kolonel A.H. Nasution sebagai Panglima Tentara Teritorial Jawa.
i. Kolonel Hidayat sebagai Panglima Tentara Teritorial Sumatra.
Peranan PDRI antara lain sebagai berikut. PDRI dapat berfungsi sebagai mandataris kekuasaan
pemerintah RI dan berperan sebagai pemerintah pusat. PDRI juga berperan sebagai kunci dalam mengatur arus
informasi, sehingga mata rantai komunikasi tidak terputus dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Radiogram
mengenai masih berdirinya PDRI dikirimkan kepada Ketua Konferensi Asia, Pandit Jawaharlal Nehru oleh
Radio Rimba Raya yang berada di Aceh Tengah pada tanggal 23 Januari 1948. PDRI juga berhasil menjalin
hubungan dan berbagi tugas dengan perwakilan RI di India. Dari India informasiinformasi tentang keberadaan
dan perjuangan bangsa dan negara RI dapat disebarluaskan ke berbagai penjuru. Terbukalah mata dunia
mengenai keadaan RI yang sesungguhnya.
Konflik antara Indonesia dengan Belanda masih terus berlanjut. Namun semakin terbukanya mata dunia
terkait dengan konflik itu, menempatkan posisi Indonesia semakin menguntungkan. Untuk mempercepat
penyelesaikan konflik ini maka oleh DK PBB dibentuklah UNCI (United Nations Commission for Indonesia)
atau Komisi PBB untuk Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1960, 1995. Gambar 6.17 Syafruddin
Prawiranegara. Sejarah Indonesia 173 Indonesia sebagai pengganti KTN. UNCI ini memiliki kekuasaan yang
lebih besar dibanding KTN. UNCI berhak mengambil keputusan yang mengikat atas dasar suara mayoritas.

Editor : Abi Zainur Muzakki | AHMADAN NAUFAL 17


Serangan Umum 1 Maret

Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1
Maret 1949 terhadap kota Yogyakartasecara besar-besaran yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran
tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah
sipil setempat berdasarkan instruksi dari Panglima Divisi III, Kol.Bambang Sugeng,[butuh rujukan]
untuk
membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI - berarti juga Republik Indonesia - masih ada dan cukup
kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang
berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moral pasukan Belanda serta
membuktikan pada dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan
untuk mengadakan perlawanan. Soeharto pada waktu itu sebagai komandan brigade X/Wehrkreis III turut serta
sebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta.

A. LATAR BELAKANG
Kurang lebih satu bulan setelah Agresi Militer Belanda II yang dilancarkan pada
bulan Desember 1948, TNI mulai menyusun strategi guna melakukan pukulan balik terhadap tentara
Belanda yang dimulai dengan memutuskan telepon, merusak jalankereta api, menyerang konvoi Belanda,
serta tindakan sabotase lainnya.
Belanda terpaksa memperbanyak pos-pos disepanjang jalan-jalan besar yang menghubungkan kota-
kota yang telah diduduki. Hal ini berarti kekuatan pasukan Belanda tersebar pada pos-pos kecil diseluruh
daerah republik yang kini merupakan medan gerilya. Dalam keadaaan pasukan Belanda yang sudah
terpencar-pencar, mulailah TNI melakukan serangan terhadap Belanda.
Sekitar awal Februari 1948 di perbatasan Jawa Timur, Letkol. dr. Wiliater Hutagalung - yang
sejak September 1948 diangkat menjadi Perwira Teritorial dan ditugaskan untuk membentuk jaringan
pesiapan gerilya di wilayah Divisi II dan III - bertemu dengan Panglima Besar Sudirman guna melaporkan
mengenai resolusi Dewan Keamanan PBB dan penolakan Belanda terhadap resolusi tersebut dan
melancarkan propaganda yang menyatakan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Melalui Radio
Rimba Raya, Panglima Besar Sudirman juga telah mendengar berita tersebut. Panglima
Besar Sudirman menginstruksikan untuk memikirkan langkah-langkah yang harus diambil guna
memutarbalikkan propaganda Belanda.
Hutagalung yang membentuk jaringan di wilayah Divisi II dan III, dapat selalu berhubungan
dengan Panglima Besar Sudirman, dan menjadi penghubung antara Panglima BesarSudirman dengan
Panglima Divisi II, Kolonel Gatot Subroto dan Panglima Divisi III, Kol. Bambang Sugeng. Selain itu,
sebagai dokter spesialis paru, setiap ada kesempatan, ia juga ikut merawat Panglima Besar Sudirman yang
saat itu menderita penyakit paru-paru. Setelah turun gunung pada bulan September dan Oktober 1949,
Hutagalung dan keluarganya tinggal di Paviliun rumah Panglima Besar Sudirman di (dahulu) Jl. Widoro
No. 10, Yogyakarta.

Letkol Wiliater Hutagalung yang pada waktu itu juga menjabat sebagai penasihat Gubernur Militer
III menyampaikan gagasan yang telah disetujui oleh Panglima Besar Sudirman, dan kemudian dibahas
bersama-sama yaitu:

18 ABI ZAINUR | Editor : Abi Zainur Muzakki


1. Serangan dilakukan secara serentak di seluruh wilayah Divisi III, yang melibatkan Wehrkreise I, II
dan III,
2. Mengerahkan seluruh potensi militer dan sipil di bawah Gubernur Militer III,
3. Mengadakan serangan spektakuler terhadap satu kota besar di wilayah Divisi III,
4. Harus berkoordinasi dengan Divisi II agar memperoleh efek lebih besar,
5. Serangan tersebut harus diketahui dunia internasional, untuk itu perlu mendapat dukungan dari:
 Wakil Kepala Staf Angkatan Perang guna koordinasi dengan pemancar radio yang dimiliki
oleh AURI dan Koordinator Pemerintah Pusat,
 Unit PEPOLIT (Pendidikan Politik Tentara) Kementerian Pertahanan.
Tujuan utama dari ini rencana adalah bagaimana menunjukkan eksistensi TNI dan dengan demikian
juga menunjukkan eksistensi Republik Indonesia kepada dunia internasional. Untuk menunjukkan
eksistensi TNI, maka anggota UNCI, wartawan-wartawan asing serta para pengamat militer harus
melihat perwira-perwira yang berseragam TNI.
Setelah dilakukan pembahasan yang mendalam, grand design yang diajukan
oleh Hutagalung disetujui, dan khusus mengenai "serangan spektakuler" terhadap satu kota besar,
Panglima Divisi III/GM III Kolonel Bambang Sugeng bersikukuh, bahwa yang harus diserang secara
spektakuler adalah Yogyakarta.
Tiga alasan penting yang dikemukakan Bambang Sugeng untuk memilih Yogyakarta sebagai sasaran
utama adalah:
1. Yogyakarta adalah Ibukota RI, sehingga bila dapat direbut walau hanya untuk beberapa jam, akan
berpengaruh besar terhadap perjuangan Indonesia melawan Belanda.
2. Keberadaan banyak wartawan asing di Hotel Merdeka Yogyakarta, serta masih adanya anggota
delegasi UNCI (KTN) serta pengamat militer dari PBB.
3. Langsung di bawah wilayah Divisi III/GM III sehingga tidak perlu persetujuan Panglima/GM lain
dan semua pasukan memahami dan menguasai situasi/daerah operasi.
Selain itu sejak dikeluarkan Perintah Siasat tertanggal 1 Januari 1949 dari Panglima Divisi
III/Gubernur Militer III, untuk selalu mengadakan serangan terhadap tentara Belanda, telah dilancarkan
beberapa serangan umum di wilayah Divisi III/GM III. Seluruh Divisi III dapat dikatakan
telah terlatih dalam menyerang pertahanan tentara Belanda.
Selain itu, sejak dimulainya perang gerilya, pimpinan pemerintah sipil dari mulai
Gubernur Wongsonegoro serta para Residen dan Bupati, selalu diikutsertakan dalam rapat dan
pengambilan keputusan yang penting dan kerjasama selama ini sangat baik. Oleh karena itu, dapat
dipastikan dukungan terutama untuk logistik dari seluruh rakyat.
Selanjutnya dibahas, pihak-pihak mana serta siapa saja yang perlu dilibatkan. Untuk skenario
seperti disebut di atas, akan dicari beberapa pemuda berbadan tinggi dan tegap, yang lancar
berbahasa Belanda, Inggris atau Prancis dan akan dilengkapi dengan seragam perwira TNI dari mulai
sepatu sampai topi. Mereka sudah harus siap di dalam kota, dan pada waktu penyerangan telah dimulai,
mereka harus masuk ke Hotel Merdeka guna menunjukkan diri kepada anggota-anggota UNCI serta
wartawan-wartawan asing yang berada di hotel tersebut. Kolonel Wiyono, Pejabat Kepala Bagian
PEPOLIT Kementerian Pertahanan yang juga berada di Gunung Sumbing akan ditugaskan mencari
pemuda-pemuda yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, terutama yang fasih
berbahasa Belanda dan Inggris.

Editor : Abi Zainur Muzakki | ABI ZAINUR 19


B. JALANNYA SERANGAN UMUM 1 MARET
Tanggal 1 Maret 1949, pagi hari, serangan secara besar-besaran yang serentak dilakukan di seluruh
wilayah Divisi III/GM III dimulai, dengan fokus serangan adalah Ibukota Republik, Yogyakarta, serta
koar-besaran oleh pasukan Brigade X yang diperkuat dengan satu Batalyon dari Brigade IX, sedangkan
serangan terhadap pertahanan Belanda diMagelang dan penghadangan di jalur [[Magelta-kota di sekitar
Yogyakarta, terutama Magelang, sesuai Instruksi Rahasia yang dikeluarkan oleh Panglima Divisi III/GM
III KolonelBambang Sugeng kepada Komandan Wehrkreis I, Letkol Bahrun dan Komandan Wehrkreis
II Letkol Sarbini. Pada saat yang bersamaan, serangan juga dilakukan di wilayah Divisi II/GM II, dengan
fokus penyerangan adalah kota Solo, guna mengikat tentara Belanda dalam pertempuran agar tidak dapat
mengirimkan bantuan ke Yogyakarta.
Pos komando ditempatkan di desa Muto. Pada malam hari menjelang serangan umum itu, pasukan
telah merayap mendekati kota dan dalam jumlah kecil mulai disusupkan ke dalam kota. Pagi hari sekitar
pukul 06.00, sewaktu sirene dibunyikan serangan segera dilancarkan ke segala penjuru kota. Dalam
penyerangan ini Letkol Soeharto langsung memimpin pasukan dari sektor barat sampai ke
batas Malioboro. Sektor Timur dipimpin Ventje Sumual, sektor selatan dan timur dipimpim
Mayor Sardjono, sektor utara oleh Mayor Kusno. Sedangkan untuk sektor kota sendiri ditunjuk
Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki sebagai pimpinan. TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta
selama 6 jam. Tepat pukul 12.00 siang, sebagaimana yang telah ditentukan semula,seluruh pasukkan TNI
mundur
Serangan terhadap kota Solo yang juga dilakukan secara besar-besaran, dapat
menahan Belanda di Solo sehingga tidak dapat mengirim bantuan dari Solo ke Yogyakarta, yang sedang
diserang secara besar-besaran – Yogyakarta yang dilakukan oleh Brigade IX, hanya dapat memperlambat
gerak pasukan bantuan Belanda dari Magelang keYogyakarta. Tentara Belanda dari Magelang dapat
menerobos hadangan gerilyawan Republik, dan sampai di Yogyakarta sekitar pukul 11.00.

C. KERUGIAN DI KEDUA BELAH PIHAK


Dari pihak Belanda, tercatat 6 orang tewas, dan di antaranya adalah 3 orang anggota polisi; selain
itu 14 orang mendapat luka-luka. Segera setelah pasukan Belandamelumpuhkan serangan terebut, keadaan
di dalam kota menjadi tenteram kembali. Kesibukan lalu-lintas dan pasar kembali seperti biasa, malam
harinya dan hari-hari berikutnya keadaan tetap tenteram.
Pada hari Selasa siang pukul 12.00 Jenderal Meier (Komandan teritorial merangkap komandan
pasukan di Jawa Tengah), Dr. Angent (Teritoriaal Bestuurs-Adviseur), Kolonelvan Langen (komandan
pasukan di Yogya) dan Residen Stock (Bestuurs-Adviseur untuk Yogya) telah mengunjungi kraton guna
membicarakan keadaan dengan Sri Sultan.
Dalam serangan terhadap Yogya, pihak Indonesia mencatat korban sebagai berikut: 300 prajurit
tewas, 53 anggota polisi tewas, rakyat yang tewas tidak dapat dihitung dengan pasti. Menurut majalah
Belanda De Wappen Broeder terbitan Maret 1949, korban di pihak Belanda selama bulan Maret 1949
tercatat 200 orang tewas dan luka-luka.

20 ABI ZAINUR | Editor : Abi Zainur Muzakki


Perjanjian Roem Royen

Serangan Umum 1Maret 1949 yang dilancarkan oleh para pejuang Indonesia, telah membuka mata dunia
bahwa propaganda Belanda itu tidak benar. RI dan TNI masih tetap ada. Namun Belanda tetap membandel dan
tidak mau melaksanakan resolusi DK PBB 28 Januari. Perundingan pun menjadi macet.
Melihat kenyataan itu, Amerika Serikat bersikap tegas dan terus mendesak agar Belanda mau
melaksanakan resolusi tanggal 28 Januari. Amerika Serikat berhasil mendesak Belanda, untuk mengadakan
perundingan dengan Indonesia.
Ketika terlihat titik terang bahwa RI dan Belanda bersedia maju ke meja perundingan, maka atas inisiatif
Komisi PBB untuk Indonesia pada tanggal 14 April 1949 diselenggarakan perundingan di Jakarta di bawah
pimpinan Merle Cochran, anggota Komisi dari AS. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Moh. Roem dan delegasi
Belanda dipimpin oleh H.J. Van Royen. Dalam perundingan itu, RI tetap berpendirian bahwa pengembalian
pemerintahan RI ke Yogyakarta merupakan kunci pembuka perundingan-perundingan selanjutnya. Sebaliknya
pihak Belanda menuntut agar lebih dulu dicapai persetujuan tentang perintah penghentian perang gerilya oleh
pihak RI.
Merle Cochran, wakil dari AS di UNCI mendesak agar Indonesia mau melanjutkan perundingan. Waktu
itu Amerika Serikat menekan Indonesia, kalau Indonesia menolak, Amerika tidak akan memberikan bantuan
dalam bentuk apa pun. Perundingan segera dilanjutkan pada tanggal 1 Mei 1949. Kemudian pada tanggal 7 Mei
1949 tercapai Persetujuan Roem-Royen. Isi Persetujuan Roem-Royen antara lain sebagai berikut.
a. Pihak Indonesia bersedia mengeluarkan perintah kepada pengikut RI yang bersenjata untuk
menghentikan perang gerilya. RI juga akan Ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di
Den Haag, guna mempercepat penyerahan kedaulatan kepada Negara Indonesia Serikat (NIS), tanpa
syarat.
b. Pihak Belanda menyetujui kembalinya RI ke Yogyakarta dan menjamin penghentian gerakan-
gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik. Belanda juga berjanji tidak akan
mendirikan dan mengakui negara-negara yang ada di wilayah kekuasaan RI sebelum Desember
1948, serta menyetujui RI sebagai bagian dari NIS.
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Sumatera memerintahkan Sri Sultan Hamengkubowono IX
untuk mengambil alih pemerintahan Yogyakarta dari pihak Belanda. Pihak tentara dengan penuh kecurigaan
menyambut hasil persetujuan itu, namun Panglima Jenderal Sudirman memperingatkan seluruh komando
kesatuan agar tidak memikirkan masalah-masalah perundingan.
Setelah pemerintah RI kembali ke Yogyakarta, pada tanggal 13 Juli 1949 diselenggarakan sidang
Kabinet RI yang pertama. Pada kesempatan itu, Syafruddin Prawiranegara mengembalikan mandatnya kepada
wakil presiden Sejarah Indonesia 177 Moh. Hatta. Dalam sidang kabinet juga diputuskan untuk mengangkat Sri
Sultan Hamengkobuwono IX menjadi Menteri Pertahanan merangkap Ketua Koordinator Keamanan.

Editor : Abi Zainur Muzakki | AHMAD FAISAL 21


Peristiwa Yogya Kembali

Bagaimana setelah disetujuinya Perjanjian Roem Royen? Bagaimana proses kembalinya RI dan nasib
pasukan gerilya yang dipimpin Jenderal Sudirman? Sebagai pelaksanaan dari kesepakatan itu, maka pada tanggal
29 Juni 1949, pasukan Belanda ditarik mundur ke luar Yogyakarta. Setelah itu TNI masuk ke Yogyakarta.
Peristiwa keluarnya tentara Belanda dan masuknya TNI ke Yogyakarta dikenal dengan Peristiwa Yogya
Kembali. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949.
Sejak awal 1949, ada tiga kelompok pimpinan RI yang ditunggu untuk kembali ke Yogyakarta.
kelompok pertama adalah Kelompok Bangka. Kedua adalah kelompok PDRI dibawah pimpinan Mr. Syafruddin
Prawiranegara. Kelompok ketiga adalah angkatan perang dibawah pimpinan Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Sultan Hamangkubuwono IX bertindak sebagai wakil Republik Indonesia, karena Keraton Yogyakarta bebas
dari intervensi Belanda, mempermudah untuk mengatasi masalah-masalah yang terkait dengan kembalinya
Yogya ke Republik Indonesia. Kelompok Bangka yang terdiri dari Sukarno, Hatta, dan rombongan kembali ke
Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949, kecuali Mr. Roem yang harus menyelesaikan urusannya sebagai ketua
delegasi di UNCI, masih tetap tinggal di Jakarta.
Rombongan PDRI mendarat di Maguwo pada 10 Juli 1949. Mereka disambut oleh Sultan
Hamangkubuwono IX, Moh. Hatta, Mr.Roem, Ki Hajar Dewantara, Mr. Tadjuddin serta pembesar RI lainnya.
Pada tanggal itu pula rombongan Panglima Besar Jenderal Sudirman memasuki Desa Wonosari. Rombongan
Jenderal Sudirman disambut kedatangannya oleh Sultan Hamengkubuwono IX dibawah pimpinan Letkol
Soeharto, Panglima Yogya, dan dua orang wartawan, yaitu Rosihan Anwar dari Pedoman dan Frans Sumardjo
dari Ipphos. Saat menerima rombongan penjemput itu Panglima Besar Jenderal Sudirman berada di rumah lurah
Wonosari. Saat itu beliau sedang mengenakan pakaian gerilya dengan ikat kepala hitam. Pada esok harinya
rombongan Pangeran Besar Jenderal Sudirman dibawa kembali ke Yogyakarta. Saat itu beliau sedang menderita
sakit dengan ditandu dan diiringi oleh utusan dan pasukan beliau dibawa kembali ke Yogyakarta. Dalam kondisi
letih dan sakit beliau mengikuti upacara penyambutan resmi dengan mengenakan baju khasnya yaitu pakaian
gerilya. dengan ditandu memasuki kota Yogyakarta setelah melakukan perang gerilya
Upacara penyambutan resmi para pemimpin RI di Ibukota dilaksanakan dengan penuh khidmat pada 10
Juli. Sebagai pimpinan inspektur upacara adalah Syafruddin Prawiranegara, didampingi oleh Panglima Besar
Jenderal Sudirman dan para pimpin RI yang baru saja kembali dari pengasingan Belanda. Pada 15 Juli 1949,
untuk pertama kalinya diadakan sidang kabinet pertama yang dipimpin oleh Moh. Hatta. Pada kesempatan itu
Syafruddin Prawiranegara menyampaikan kepada Presiden Sukarno tentang tindakantindakan yang dilakukan
oleh PDRI selama delapan bulan di Sumatera Barat. Pada kesempatan itu pula Syafruddin Prawiranegara secara
resmi menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden RI Sukarno. Dengan demikian maka berakhirlah PDRI
yang selama delapan bulan memperjuangkan dan mempertahankan eksistensi RI.

22 AGUNG LAKSONO | Editor : Abi Zainur Muzakki


KMB (Konferensi Meja Bundar)

Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, dari 23
Agustus hingga 2 November 1949 antara perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor
Federaal Overleg), yang mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia. Sebelum
konferensi ini, berlangsung tiga pertemuan tingkat tinggi antara Belanda dan Indonesia, yaitu Perjanjian
Linggarjati (1947), Perjanjian Renville (1948), dan Perjanjian Roem-Royen (1949). Konferensi ini berakhir
dengan kesediaan Belanda untuk menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat.

A. LATAR BELAKANG
Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan.
Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan
beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perundingan Linggarjati
dan perjanjian Renville. Pada 28 Januari 1949, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
meloloskan resolusi yang mengecam serangan militer Belanda terhadap tentara Republik di Indonesia dan
menuntut dipulihkannya pemerintah Republik. Diserukan pula kelanjutan perundingan untuk menemukan
penyelesaian damai antara dua pihak.
Menyusul Perjanjian Roem-Royen pada 6 Juli, yang secara efektif ditetapkan oleh resolusi Dewan
Keamanan, Mohammad Roem mengatakan bahwa Republik Indonesia, yang para pemimpinnya masih
diasingkan di Bangka, bersedia ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar untuk mempercepat penyerahan
kedaulatan.
Pemerintah Indonesia, yang telah diasingkan selama enam bulan, kembali ke ibukota sementara di
Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Demi memastikan kesamaan posisi perunndingan antara delegasi Republik
dan federal, dalam paruh kedua Juli 1949 dan sejak 31 Juli–2 Agustus, Konferensi Inter-Indonesia
diselenggarakan di Yogyakarta antara semua otoritas bagian dari Republik Indonesia Serikat yang akan
dibentuk. Para partisipan setuju mengenai prinsip dan kerangka dasar untuk konstitusinya. Menyusul
diskusi pendahuluan yang disponsori oleh Komisi PBB untuk Indonesia di Jakarta, ditetapkan bahwa
Konferensi Meja Bundar akan digelar di Den Haag.

B. NEGOSIASI
Mereka menyepakati penarikan mundur tentara Belanda "dalam waktu sesingkat-singkatnya", serta
Republik Indonesia Serikat memberikan status bangsa paling disukai kepada Belanda. Selain itu, tidak
akan ada diskriminasi terhadap warga negara dan perusahaan Belanda, serta Republik bersedia mengambil
alih kesepakatan dagang yang sebelumnya dirundingkan oleh Hindia Belanda. Akan tetapi, ada perdebatan
dalam hal utang pemerintah kolonial Belanda dan status Papua Barat.

J.H. Maarseveen, Sultan Hamid II dan Mohammad Hatta menandatangani Perjanjian Meja Bundar, 2 November 1949

Editor : Abi Zainur Muzakki | ANDANA KURNIAWAN 23


Perundingan mengenai utang luar negeri pemerintah kolonial Hindia Belanda berlangsung
berkepanjangan, dengan masing-masing pihak menyampaikan perhitungan mereka dan berpendapat
mengenai apakah Indonesia Serikat mesti menanggung utang yang dibuat oleh Belanda setelah mereka
menyerah kepada Jepang pada 1942. Delegasi Indonesia terutama merasa marah karena harus membayar
biaya yang menurut mereka digunakan oleh Belanda dalam tindakan militer terhadap Indonesia. Pada
akhirnya, berkat intervensi anggota AS dalam komisi PBB untuk Indonesia, pihak Indonesia menyadari
bahwa kesediaan membayar sebagian utang Belanda adalah harga yang harus dibayar demi memperoleh
kedaulatan. Pada 24 Oktober, delegasi Indonesia setuju untuk menanggung sekitar 4,3 miliar gulden utang
pemerintah Hindia Belanda.
Permasalahan mengenai Papua Barat juga hampir menyebabkan pembicaraan menjadi buntu.
Delegasi Indonesia berpendapat bahwa Indonesia harus meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda. Di
pihak lain, Belanda menolak karena mengklaim bahwa Papua Barat tidak memiliki ikatan etnik dengan
wilayah Indonesia lainnya.[8] Meskipun opini publik Belanda yang mendukung penyerahan Papua Barat
kepada Indonesia, kabinet Belanda khawatir tidak akan dapat meratifikasi Perjanjian Meja Bundar jika
poin ini disepakati.[9] Pada akhirnya, pada awal 1 November 1949 suatu kesepakatan diperoleh, status
Papua Barat akan ditentukan melalui perundingan antara Indonesia Serikat dengan Belanda dalam waktu
satu tahun setelah penyerahan kedaulatan.

C. HASIL
Konferensi secara resmi ditutup di gedung parlemen Belanda pada 2 November 1949. Kedaulatan
diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat pada 27 December 1949. Isi perjanjian konferensi adalah
sebagai berikut:

“ 1. Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia jang sepenuhnja


kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi dan tidak dapat
ditjabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang
merdeka dan berdaulat.
2. Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-
ketentuan pada Konstitusinja; rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada
Keradjaan Nederland.
3. Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja pada tanggal 30 Desember 1949 ”

— Rantjangan Piagam Penjerahan Kedaulatan.


Keterangan tambahan mengenai hasil tersebut adalah sebagai berikut:
 Serah terima kedaulatan atas wilayah Hindia Belanda dari pemerintah kolonial Belanda kepada
Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah
Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat
negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena
itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serah terima, dan bahwa
masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.
 Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan pemimpin kerajaan Belanda sebagai
kepala negara
 Pengambilalihan utang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat

24 ANDANA KURNIAWAN | Editor : Abi Zainur Muzakki


D. DAMPAK
Tanggal 27 Desember 1949, pemerintahan sementara negara dilantik. Soekarno menjadi
Presidennya, dengan Hatta sebagai Perdana Menteri, yang membentuk Kabinet Republik Indonesia
Serikat. Indonesia Serikat dibentuk seperti republik federasi berdaulat yang terdiri dari 16 negara bagian
dan merupakan persekutuan dengan Kerajaan Belanda.
Tanggal penyerahan kedaulatan oleh Belanda ini juga merupakan tanggal yang diakui oleh Belanda
sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia. Barulah sekitar enam puluh tahun kemudian, tepatnya pada 15
Agustus 2005, pemerintah Belanda secara resmi mengakui bahwa kemerdeekaan de facto Indonesia
bermula pada 17 Agustus 1945. Dalam sebuah konferensi di Jakarta, Perdana Menteri Belanda Ben Bot
mengungkapkan "penyesalan sedalam-dalamnya atas semua penderitaan" yang dialami rakyat Indonesia
selama empat tahun Revolusi Nasional, meski ia tidak secara resmi menyampaikan permohonan maaf.
Reaksi Indonesia kepada posisi Belanda umumnya positif; menteri luar negeri Indonesia Hassan Wirayuda
mengatakan bahwa, setelah pengakuan ini, "akan lebih mudah untuk maju dan memperkuat hubungan
bilateral antara dua negara".
Tekait utang Hindia-Belanda, Indonesia membayar sebanyak kira-kira 4 miliar gulden dalam kurun
waktu 1950-1956 namun kemudian memutuskan untuk tidak membayar sisanya.

SOAL !
1. Apa itu KMB (Konferensi Meja Bundar) ?
2. Dimana KMB dilaksanakan ?
3. Jelaskan Latar Belakang KMB !
4. Sebelum konferensi KMB, berlangsung tiga pertemuan tingkat tinggi antara Belanda dan Indonesia.
Sebutkan !
5. Dampak yang terjadi dari KMB

Editor : Abi Zainur Muzakki | ANDANA KURNIAWAN 25


Terbentuknya Republik Indonesia Serikat

Republik Indonesia Serikat, (RIS), adalah negara federasi yang berdiri pada tanggal 27
Desember 1949 sebagai hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar: Republik
Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda. Kesepakatan ini disaksikan juga
oleh United Nations Commission for Indonesia (UNCI) sebagai perwakilan PBB.RIS dikepalai oleh
Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta.
Awal Republik Indonesia Serikat diawali dengan adanya Agresi Militer II yang terjadi pada 19
Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta
penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini
menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin
Prawiranegara.
Akibat dari Agresi Militer tersebut, pihak internasional melakukan tekanan kepada Belanda, terutama
dari pihak Amerika Serikat yang mengancam akan menghentikan bantuannya kepada Belanda, akhirnya dengan
terpaksa Belanda bersedia untuk kembali berunding dengan RI. Pada tanggal 7 Mei 1949, Republik
Indonesia dan Belanda menyepakati Perjanjian Roem Royen.
Lalu pada 23 Agustus hingga 2 November 1949, diadakanlah Konferensi Meja Bundar, yaitu sebuah
pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda. Hasil
dari pertemuan tersebut adalah: Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat; Irian Barat akan
diselesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan.
Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949, selang empat tahun
setelah proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Pengakuan ini dilakukan
ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di Istana
Dam, Amsterdam. Belanda selama ini juga ada kekhawatiran bahwa mengakui Indonesia merdeka pada
tahun 1945 sama saja mengakui tindakan politionele acties (Aksi Polisionil) pada 1945-1949 adalah ilegal.
Republik Indonesia Serikat dibubarkan pada 17 Agustus 1950.

Republik Indonesia Serikat terdiri beberapa negara bagian, yaitu:


1. Negara Republik Indonesia (RIS)
2. Negara Indonesia Timur
3. Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta
4. Negara Jawa Timur
5. Negara Madura
6. Negara Sumatera Timur
7. Negara Sumatera Selatan

Di samping itu, ada juga wilayah yang berdiri sendiri (otonom) dan tak tergabung dalam federasi, yaitu:
1. Jawa Tengah
2. Kalimantan Barat (Daerah Istimewa)
3. Dayak Besar
4. Daerah Banjar
5. Kalimantan Tenggara
6. Kalimantan Timur (tidak temasuk bekas wilayah Kesultanan Pasir)
7. Bangka
8. Belitung
9. Riau

26 ANDANA KURNIAWAN | Editor : Abi Zainur Muzakki


Republik Indonesia Serikat memiliki konstitusi yaitu Konstitusi RIS. Piagam Konstitusi RIS
ditandatangani oleh para Pimpinan Negara/Daerah dari 16 Negara/Daerah Bagian RIS, yaitu
1. Mr. Susanto Tirtoprodjo dari Negara Republik Indonesia menurut perjanjian Renville.
2. Sultan Hamid II dari Daerah Istimewa Kalimantan Barat
3. Ide Anak Agoeng Gde Agoeng dari Negara Indonesia Timur
4. R. A. A. Tjakraningrat dari Negara Madura
5. Mohammad Hanafiah dari Daerah Banjar
6. Mohammad Jusuf Rasidi dari Bangka
7. K.A. Mohammad Jusuf dari Belitung
8. Muhran bin Haji Ali dari Dayak Besar
9. Dr. R.V. Sudjito dari Jawa Tengah
10. Raden Soedarmo dari Negara Jawa Timur
11. M. Jamani dari Kalimantan Tenggara
12. A.P. Sosronegoro dari Kalimantan Timur
13. Mr. Djumhana Wiriatmadja dari Negara Pasundan
14. Radja Mohammad dari Riau
15. Abdul Malik dari Negara Sumatera Selatan
16. Radja Kaliamsyah Sinaga dari Negara Sumatera Timur

SOAL !

1. Apa itu Republik Indonesia Serikat (RIS) ?


2. Jelaskan Awal terjadinya Republik Indonesia Serikat (RIS) !
3. Republik Indonesia Serikat terdiri beberapa negara bagian. Sebutkan !
4. Sebutkan , wilayah yang berdiri sendiri (otonom) dan tak tergabung dalam federasi !
5. Siapa saja yang menandatangani piagam konstitusi RIS ?

Editor : Abi Zainur Muzakki | ANDANA KURNIAWAN 27


Pengakuan Kedaulatan

Bung Hatta (kedua dari kiri) di Istana Dam, Amsterdam, dan Ratu Juliana (kedua dari kanan) pada saat penyerahan kedaulatan

Pengakuan tanggal kemerdekaan Indonesia oleh Belanda adalah peristiwa di mana Belanda akhirnya
mengakui bahwa kemerdekaan Indonesia adalah tanggal 17 Agustus 1945 sesuai dengan proklamasi
kemerdekaan Indonesia, bukan tanggal 27 Desember 1949 saat soevereiniteitsoverdracht (penyerahan
kedaulatan) ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam.
Pengakuan ini baru dilakukan pada 16 Agustus 2005, sehari sebelum peringatan 60 tahun proklamasi
kemerdekaan Indonesia, olehMenlu Belanda Bernard Rudolf Bot dalam pidato resminya di Gedung Deplu. Pada
kesempatan itu, Pemerintah Indonesia diwakili oleh Menlu Hassan Wirajuda. Keesokan harinya, Bot juga
menghadiri Upacara Kenegaraan Peringatan Hari Ulang Tahun ke-60 Kemerdekaan RI di Istana Negara, Jakarta.
Langkah Bot ini mendobrak tabu dan merupakan yang pertama kali dalam sejarah.
Pada 4 September 2008, juga untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang Perdana Menteri
Belanda, Jan Peter Balkenende, menghadiri Peringatan HUT Kemerdekaan RI. Balkenende menghadiri resepsi
diplomatik HUT Kemerdekaan RI ke-63 yang digelar oleh KBRI Belanda di Wisma Duta, Den Haag.
Kehadirannya didampingi oleh para menteri utama Kabinet Balkenende IV, antara lain Menteri Luar
Negeri Maxime Jacques Marcel Verhagen, Menteri Hukum Ernst Hirsch Ballin, Menteri Pertahanan Eimert van
Middelkoop, dan para pejabat tinggi kementerian luar negeri, parlemen, serta para mantan Duta Besar Belanda
untuk Indonesia.[1]
Selama hampir 60 tahun, Belanda tidak bersedia mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945. Belanda menganggap kemerdekaan Indonesia baru terjadi pada 27 Desember 1949, yaitu
ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam.
Di Belanda selama ini juga ada kekhawatiran bahwa mengakui Indonesia merdeka pada tahun 1945 sama saja
mengakui tindakan politionele acties (agresi militer) pada 1945-1949 adalah ilegal.
Sebelumnya, pada tahun 1995, Ratu Beatrix sempat ingin menghadiri Peringatan Hari Ulang Tahun RI
ke-50. Tapi keinginan ini ditentang PM Wim Kok. Akhirnya Beatrix terpaksa mampir di Singapura dan baru
memasuki Indonesia beberapa hari setelah peringatan proklamasi.

A. PERNYATAAN PEMERINTAHAN BELANDA DI DEN HAAG


Menlu Ben Bot menegaskan, kehadirannya pada upacara Hari Ulang Tahun RI ke-60 dapat dilihat
sebagai penerimaan politik dan moral bahwa Indonesia merdeka pada 17-8-1945. Atas nama Belanda, ia
juga meminta maaf.

28 ANWAR SOLEH | Editor : Abi Zainur Muzakki


Menlu Belanda Bernard Bot menyampaikan hal itu dalam upacara peringatan berakhirnya
pendudukan Jepang di Hindia Belanda, hari Senin 15 Agustus 2005 di kompleks Monumen Hindia, Den
Haag. Pernyataan Bot itu juga disaksikan Ratu Beatrix, yang hadir meletakkan karangan bunga.
Bot secara eksplisit mengungkapkan bahwa sikap dan langkahnya tersebut telah mendapat
dukungan kabinet. "Saya dengan dukungan kabinet akan menjelaskan kepada rakyat Indonesia bahwa di
Belanda ada kesadaran bahwa kemerdekaan Indonesia de facto telah dimulai 17-8-1945 dan bahwa kita 60
tahun setelah itu, dalam pengertian politik dan moral, telah menerima dengan lapang dada," demikian Bot.
Pengakuan secara resmi soal kemerdekaan Indonesia pada 17-8-1945 selama ini sulit diterima para
veteran, sebab mereka ketika itu setelah tanggal tersebut dikerahkan untuk melakukan Agresi Militer.
Baru kemudian pada 27 Desember 1949 penyerahan kedaulatan dari Belanda ke Indonesia secara resmi
diteken.
Menurut menteri yang lahir pada 21 November 1937 di Batavia (kini Jakarta), itu sikap menerima
tanggal kemerdekaan Indonesia pada 17-8-1945 dalam pengertian moral juga berarti bahwa dirinya ikut
mendukung ungkapan penyesalan mengenai perpisahan Indonesia-Belanda yang menyakitkan dan penuh
kekerasan. "Hampir 6.000 militer Belanda gugur dalam pertempuran, banyak yang cacat atau menjadi
korban trauma psikologis. Akibat pengerahan militer skala besar-besaran, negeri kita juga sepertinya
berdiri pada sisi sejarah yang salah. Ini sungguh kurang mengenakkan bagi pihak-pihak yang terlibat,"
tandas Bot.
Doktor hukum lulusan Harvard Law School itu melukiskan berlikunya pengakuan seputar
tanggal kemerdekaan dan hubungan Belanda-Indonesia itu seperti orang mendaki gunung. "Baru setelah
seseorang berdiri di puncak gunung, orang dapat melihat mana jalan tersederhana dan tersingkat untuk
menuju ke puncak. Hal seperti itu juga berlaku bagi mereka yang terlibat pengambilan keputusan pada
tahun 40-an. Baru belakangan terlihat bahwa perpisahan Indonesia-Belanda terlalu berlarut-larut dan
dengan diiringi banyak kekerasan militer melebihi seharusnya. Untuk itu saya atas nama pemerintah
Belanda akan menyampaikan permohonan maaf di Jakarta," tekad Bot.
"Dalam hal ini saya mengharapkan pengertian dan dukungan dari masyarakat Hindia (angkatan Hindia
Belanda), masyarakat Maluku di Belanda dan para veteran Aksi Polisionil," demikian Bot.

B. PERNYATAAN PEMERINTAHAN BELANDA DI JAKARTA

Teks Proklamasi Republik Indonesia (gambar teks diatas adalah fotokopi) yang ditandatangani oleh Soekarno danHatta

Selain itu Belanda sesalkan siksa Rakyat Indonesia pasca 17-8-1945, akhirnya mengakui Indonesia
merdeka pada 17 Agustus 1945. Belanda pun mengakui tentaranya telah melakukan penyiksaan terhadap
rakyat Indonesia melalui agresi militernya pasca proklamasi.

Editor : Abi Zainur Muzakki | ABI ZAINUR MUZAKKI 29


"Atas nama pemerintah Belanda, saya ingin menyatakan penyesalan sedalam-dalamnya atas terjadinya
semuanya ini," begitulah kata Menlu Bernard Bot dalam pidato resminya kepada pemerintah Indonesia
yang diwakili Menlu Hassan Wirajuda, di ruang Nusantara, Gedung Deplu, Jl Pejambon, Jakarta Pusat.
"Fakta adanya aksi militer merupakan kenyataan sangat pahit bagi rakyat Indonesia. Atas nama
pemerintah Belanda saya ingin menyatakan penyesalan sedalam-dalamnya atas semua penderitaan ini,"
kata Menlu Belanda Bernard Bot kepada wartawan dalam pidato kenegaraan tersebut, hari Selasa 16
Agustus 2005.
Bot tidak menyampaikan permintaan maaf secara langsung, hanya berupa bentuk penyesalan.
Ketika ditanya mengenai hal ini, Bot menjawab diplomatis. "Ini masalah sensitif bagi kedua negara.
Pernyataan ini merupakan bentuk penyesalan yang mendalam. Kami yakin pemerintah Indonesia dapat
memahami artinya," kilah Bot.
Bot mengakui, kehadiran dirinya merupakan pertama kali sejak 60 tahun lalu di mana seorang
kabinet Belanda hadir dalam perayaan kemerdekaan. "Dengan kehadiran saya ini, pemerintah Belanda
secara politik dan moral telah menerima proklamasi yaitu tanggal RI menyatakan kemerdekaannya,"
tukas pria kelahiran Batavia (Jakarta) ini.
Pasca proklamasi, lanjut Bot, agresi militer Belanda telah menghilangkan nyawa rakyat Indonesia
dalam jumlah sangat besar. Bot berharap, meski kenangan tersebut tidak pernah hilang dari ingatan rakyat
Indonesia, jangan sampai hal tersebut menjadi penghalang rekonsiliasi antara Indonesia dan Belanda.
Meski menyesali penjajahan itu, Belanda tidak secara resmi menyatakan permintaan maaf. Indonesia pun
tidak secara resmi menyatakan memaafkan Belanda atas tiga setengah abad penjajahannya.
Pidato ini dilakukan dalam rangka pesan dari pemerintah Belanda terkait peringatan Hari Ulang Tahun ke-
60 RI. Turut hadir Menlu Hassan Wirajuda, Jubir Deplu Marty Natalegawa, dan sejumlah mantan Menlu.
Dari pihak Belanda, hadir Dubes Belanda untuk Indonesia dan disaksikan para Dubes dari negara-negara
sahabat.

C. SIKAP PEMERINTAH INDONESIA


Menlu Hassan pun hanya mengatakan,"Kami menerima pernyataan penyesalan dari pemerintah
Belanda". Saat ditanya apakah dengan menerima penyesalan dari pemerintah Belanda berarti Indonesia
memaafkan kejahatan Belanda semasa penjajahan dulu, Hassan tidak membenarkan dan tidak
membantahnya. "Kita sudah dengar sendiri dari Menlu Bot. Ini adalah pernyataan yang sensitif. Di
Belanda pun untuk menyatakan penyesalan ini menjadi perdebatan sejumlah pihak. Kita harus
menghargai sikap Belanda," tutur Hassan.
Acara yang dimulai pukul 19.30 ini berakhir pada pukul 20.15 WIB. Usai menyampaikan
pidatonya, kedua Menlu ini saling memotong tumpengan nasi kuning sebagai tanda dimulainya babak
baru hubungan Indonesia dan Belanda.

30 ABI ZAINUR MUZAKKI | Editor : Abi Zainur Muzakki


Kembali Ke Negara Kesatuan

Belum lama sesudah pelantikan presiden dan berdirinya Republik Indonesia Serikat {RIS}, muncul suatu
peristiwa politik baru, yaitu mulai terdengar suara-suara dari rakyat di berbagai pelosok tanah air yang
menyatakan ketidakpuasannya denga pemerintah RIS. Sebagian besar dari seluruh rakyat menentang negara-
negara boneka dan daerah-daerah otonom yang diciptakan oleh gubernur jenderal Van Mook dan Van de Plas
sebagai pemimpin NICA {Netherland Indies Civil Administration} yang sekaligus sebagai otak dari politik
devide et impera. Alasan rakyat Indonesia yang menghendaki pembubaran negara Republik Indonesia Serikat
{RIS} dan pengembalian ke dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia {NKRI} sesuai dengan
Proklamasi 17 Agustus 1945, antara lain :
1. Konstitusi RIS yang membentuk negara federal menimbulkan perpecahan bangsa.
2. Beberapa negara bagian dan rakyat menghendaki Indonesia kembali ke bentuk negara kesatuan
3. Sebagian besar para pemimpin negara federal tidak memperjuangkan rakyat, tetapi lebih memihak
kepada Belanda
4. Rakyat Indonesia merasa tidak puas dengan hasil perundingan KMB {Konferensi Meja Bundar} yang
masih memberi peluang pada pihak Belanda atas Indonesia
5. Bentuk negara federal di Indonesia adalah bentukan kolonial Belanda yang tidak sesuai dengan cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
6. Anggota kabinet sebagian besar adalah pendukung unitarisme sehingga gerakan untuk membubarkan
negara federal dan mengembalikan bentuk negara Indonesia ke Negara Kesatuan Republik Indonesia
{NKRI}
7. Pembentukan negara-negara bagian {federal} di Indonesia tidak berdasarkan konsepsional, tetapi lebih
berdasarkan kepada usaha Belanda untuk menghancurkan negara Republik Indonesia
8. Beberapa negara boneka bentukan Belanda yang semula ditujukan untuk melemahkan persatuan dan
kesatuan Indonesia, tetapi pada perkembangannya, justru memiliki keinginan yang sama, yaitu
menegakkan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia {NKRI}
Bentuk negara Republik Indonesia Serikat {RIS} yang diterapkan di Indonesia ternyata tidak sesuai dengan
cita-cita kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam Proklamasi Kemerdekaan 17 agustus
1945. Oleh karena itu, pada bulan Januari 1950, mulai muncul gerakan untuk mengubah bentuk negara RIS
menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia {NKRI}. Gerakan itu untuk memperjuangkan kembalinya NKRI
itu disikapi positif oleh negara bagian dan satuan kenegaraan RIS, yakni ditandai dengan pernyataan sikap akan
bergaungnya RIS dengan Republik Indonesia di Yogyakarta. Akan tetapi, pemerintah RIS dan Parlemen RIS
secara konstitusional tidak memilliki wewenang untuk membubarkan negara-negara bagian {karna untuk
membubarkan negara-negara bagian perlu adanya undang-undang yang sah dan tidak bertentangan dengan
konstitusi RIS}
Pada tanggal 20 Februari 1950, pemerintah mengusulkan undang-undang {RUU} tentang tata cara
perubahan susunan kenegaraan RIS kepada DPR_RIS. Usulan Rancangan Undang-Undang {RUU} tersebut
kemudian disahkan oleh DPR_RIS menjadi Undang-Undang Darurat nomoe 11 tahun 1950 tanggal 8 Maret
1950. Undang-undang inilah yang kemudian digunakan sebagai dasar hukum penggabungan negara-negara
bagian dan satuan kenegaraan RIS.

31 ABI ZAINUR MUZAKKI | Editor : Abi Zainur Muzakki


Pada tanggal 5 April 1950, hampir seluruh negara bagian dan satuan-satuan kenegaraan otonomi telah
bergabung dengan Republik Indonesia. Penggabungan ini dipelopori oleh negara Madura dan negara Jawa Timur
yang memahami kehendak rakyatnya, kecuali bagian Indonesia Timur dan bagian Sumatra Timur. Namun
demikian, dengan pendekatan dan ajakan pemerintah RIS terhadap Negara Sumatra Timur {NST} dan Negara
Indonesia Timur {NIT} agar bergabung kembali dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia {NKRI}. Usaha
pemerintah berhasil mengajak kedua negara bagian tersebut bergabung dan mengawali penyelenggaraan
konferensi bersama.
Konferensi bersama yang pertama dilaksanakan pada tanggal 13 Mei 1950 antara pemerintah RIS, RI, dan
NIT sedangkan konferensi kedua dilaksanakan pada tanggal 19 Mei 1950 antara RIS dan RI. Hasil konferensi ini
kemudian dituangkan dalam “Piagam Persetujuan”. Setelah melaksanakan perundingan anatara pemerintah
Republik Indonesia Serikat dengan Republik Indonesia, maka pada tanggal 19 Mei 1950 keduanya mencapai
persetujuan, yakni pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia {NKRI} sesuai dengan Proklamasi 17
Agustus 1945. Bersamaan dengan itu, dibentuk pula panitia penyusunan UUD Negara Kesatuan. Akhhirnya,
panitia telah berhasil menyusun UUD, yang kemudian terkenal dengan nama Undang-Undang Dasar Sementara
1950 {UUDS 1950}
Pada tanggal 15 Agustus 1950, presiden Soekarno menandatangani Rancangan Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan. Undang-Undang Dasar Sementara {UUDS 1950} yang telah ditandatangani oleh presiden
Soekarno adalah konstitusi RIS {mengubah beberapa pasal yang tidak sesuai dengan bentuk negara kesatuan}
Setelah ditandantangani presiden Soekarno, UUDS 1950 mulai berlaku tanggal 17 Agustus 1950 dan
sekaligus menandai secara resmi pembubaran RIS dan kembali ke NKRI. Kembalinya NKRI, sebagaimana
bunyi Bab 1 Pasal 1 UUDS 1950, menyatakan bahwa RI yang merdeka dan berdaulat adalah suatu negara
hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan. Pada pasl 2 dipertegas lagi bahwa RI meliputi seluruh wilayag
Indonesia.
Pada tanggal 15 Agustus 1950, pemangku jabatan presiden Republik Indonesia Assaat menyerahkan
kekuasaan kepada presiden Soekarno. Dengan demikian,p ada tanggal 17 Agustus 1950, secara resmi RIS telah
dibubarkan dan sebagai gantinya, berdirilah NKRI, serta digantinya Konstitusi RIS dengan UUDS 1950,
Indonesia telah kembali ke Negara Kesatuan dengan melaksanakan sistem Demokrasi Liberal. Setelah negara
Indonesia berhasil berbenah diri dari segala macam bentuk gangguan keamanan dan telah berhasil kembali ke
NKRI pada tanggal 28 September 1950, Indonesia diterima menjadi anggota PBB yang ke – 60

SOAL !
1. Alasan rakyat Indonesia yang menghendaki pembubaran negara Republik Indonesia Serikat {RIS}
dan pengembalian ke dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia {NKRI} sesuai dengan
Proklamasi 17 Agustus 1945 antara lain adalah ?
2. Mengapa muncul gerakan mengubah bentuk negara RIS menjadi Negara Kesatuan Republik
Indonesia {NKRI} ?
3. Apa yang dilakukan pemerintah Pada tanggal 20 Februari 1950 ?
4. Konferensi bersama yang pertama dilaksanakan pada tanggal 13 Mei 1950 antara pemerintah RIS,
RI, dan NIT sedangkan konferensi kedua dilaksanakan pada tanggal 19 Mei 1950 antara RIS dan RI.
Hasil konferensi ini kemudian dituangkan dalam ?
5. Kembalinya NKRI, sebagaimana bunyi Bab 1 Pasal 1 UUDS 1950, menyatakan bahwa ?

32 ABI ZAINUR MUZAKKI | Editor : Abi Zainur Muzakki

Anda mungkin juga menyukai