MAKALAH
DISUSUN OLEH :
1. SHOPY HUSEINI
2. YOLA SOOFIYAH
3. NURDILLA ELCAHYANI
4. AZMI AKMAL IKHSAN
5. M IQBAL SYAHPUTRA
6. FERLY ZULFAYANTO
7. FATHUR RAHMUL SHADIQI
8. TAMA RISKA
KELAS : XII.IPS 2
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
makalah tentang “Agresi Militer Belanda I dan II dan Konferensi Meja Bundar”.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk
itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah
ini. Penulis juga menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya.
Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya,
penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan
usul guna penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...........................................................................................
............................................................................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... `1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
AGRESI MILITER BELANDA I DAN II
A. Pengertian Agresi Militer Belanda I dan II........................................... `3
B. Agresi Militer Belanda I....................................................................... 3
C. Agresi Militer Belanda II...................................................................... 6
KONFERENSI MEJA BUNDAR
A. Latar Belakang Proses Konfrensi Meja bundar...................................... 10
B. Hasil Konferensi Meja Bundar................................................................ 11
C. Dampak KMB........................................................................................ 12
BAB IV PENUTUP............................................................................................ 14
A. Kesimpulan........................................................................................... 14
B. Saran..................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konferensi Malino yang bertujuan untuk membentuk Negara-negara federal
didaerah yang baru diserahterimakan oleh Inggris dan Australia kepada Belanda
yang diselenggarakan pada tanggal 15-26 Juli 1946. Disamping itu, di Pangkal
Pinang, Bangka diselenggarakan juga Konferensi Pangkal Pinang pada tanggal 1
Oktober 1946. Agresi Militer Belanda I, yang juga hampir pada waktu yang
bersamaan, juga terus mengirim pasukannya memasuki Indonesia. Dengan
demikian kadar permusuhan antara kedua belah pihak semakin meningkat. Dan
secara ekonomis, Belanda juga berhasil menciptakan kesulitan bagi RI. Sampai
dengan Perjanjian Renville yang resmi dimulai pada tanggal 8 Desember 1947
yang malah menimbulkan masalah baru, yaitu pembentukan pemerintahan yang
tidak sesuai dengan yang terdapat dalam perjanjian Linggarjati.
Pada bulan-bulan Oktober 1946 telah dilaksanakan perundingan-
perundingan hingga disepakati suatu gencatan senjata di Jawa dan Sumatera.
Pada bulan November 1946, di Linggajati (didekat Cirebon)dilaksanakan
persetujuan yaitu “persetujuan Linggajati”. Namun persetujuan perdamaian ini
hanya berlangsung singkat. Kedua belah pihak saling tidak mempercayai dan
mengesahkan persetujuan itu sehingga menimpulkan pertikaian-pertikaian
politik yang sengit mengenai konsesi-konsesi yang telah dibuat. Setelah selesai
perundingan di Linggajati bulan November 1946, di samping terus memperkuat
angkatan perangnya di seluruh Indonesia terutama di Jawa dan Sumatera, untuk
mengukuhkan kekuasaan mereka di wilayah Indonesia Timur, sebagai
kelanjutan “Konferensi Malino” 15–25 Juli 1946, van Mook menyelenggarakan
pertemuan lanjutan di Pangkal Pinang pada 1 Oktober 1946. Kemudian Belanda
menggelar “Konferensi Besar” di Denpasar tanggal 18–24 Desember 1946,
dimana kemudian dibentuk negara Indonesia Timur. Tindakan Van Mook
membenarkan keragu-raguan pemerintah dan rakyat Indonesia tentang kesetiaan
Belanda dalam melaksanakan persetujuan Linggajati. Perundingan Linggarjati
bagi Belanda hanya dijadikan alat untuk mendatangkan pasukan yang lebih
banyak dari negerinya.
1
sebuah perundingan biasanya digunakan untuk melancarkan sebuah kesepakatan
antara beberapa pihak yang bertujuan untuk memecahkan suatu permasalahan
yang dihadapi negara-negara yang terlibat di dalamnya.
B. Rumusan Masalah
1. Jalaskan tentang Agresi Militer Belanda I ?
2. Jelaskan tentang Agresi Militer BelandaII ?
3. Jelaskan Konferensi Meja Bundar ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang Agresi Militer Belanda I.
2. Untuk mengetahui tentang tentang Agresi Militer Belanda II.
3. Untuk mengetahui tentang Konferensi Meja Bundar.
2
BAB II
PEMBAHASAN
AGRESI MILITER I DAN II AGRESI MILITER
A. Pengertian Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda II
Belanda I adalah operasi militer belanda di Jawa dan Sumatera terhadap
Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 juli 1947 sampai 5 Agustus 1947.
Operasi Militer ini merupakan bagian Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda
dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan
Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap
merupakan pelanggaran dari hasil perundingan Linggajati.
Sedangkan Agresi Militer Belanda II atau operasi Gagak adalah operasi
militet belanda kedua yang terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan
serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan
Soekarno, Muhammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya
ibukota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia di Sumatera yang dipimpin oleh Sjafrudin Prawiranegara.
3
Perdana Menteri Syahrir menyatakan kesediaan untuk mengakui
kedaulatan Belanda selama masa peralihan, tetapi menolak gendarmerie
(pasukan keamanan). Jawaban ini mendatangkan reaksi keras dari kalangan
partai-partai politik dan berakibat jatuhnya kebinet Syahrir.
(Iring-iringan truk infanteri Belanda saat Operasi Produk, Aksi Polisionil Belanda
yang pertama)
4
Mook menyampaikan pidato radio di mana dia menyatakan, bahwa
Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Linggarjati.
5
Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan
dan pertambangan. Agresi terbuka Belanda pada tanggal 21 Juli 1947
menimbulkan reaksi yang hebat dari dunia.
6
(Seorang prajurit Indonesia bersiap siaga di perbatasan Yogyakarta)
7
Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjata
lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST
Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung
sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan
Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di
pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban. Sekitar pukul 9.00, seluruh 432
anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh
kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon,
1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah
pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan
mulai bergerak ke Yogyakarta. Serangan terhadap kota Yogyakarta juga
dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di
daerah-daerah lain di Jawa antara lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa
penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18 Desember malam
hari.
Menjelang tengah petang, setelah mengepung kota, Brigade Marinir
Belanda, dibantu oleh sejumlah besar pasukan Ambon dari KNIL berhasil
mencapai pusat kota ke istana Presiden. Taktik cepat yang digunakan
Belanda berhasil menangkap Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan separuh anggota
kabinet Republik. Sebelum tertangkap, kabinet sempat bersidang. Dalam
sidang itu diambil keputusan bahwa Presiden dan Wakil Presiden tidak akan
meninggalkan ibukota. Hal ini dikarenakan tidak adanya pasukan yang
mengawal mereka ke luar kota. Selain itu, apabila tetap di dalam kota,
hubungan dengan KTN masih dapat dilakukan dan dengan perantaraan
KTN, perundingan dengan Belanda dapat dibuka kembali. Keputusan yang
lain dari sidang pada tanggal 19 Desember 1948 adalah memberikan mandat
kepada Menteri Kemakmuran, Sjafruddin Prawiranegara yang ketika itu
berada di Bukittinggi untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia (PDRI) di Sumatra. Mandat juga diberikan kepada dr. Sudarsono,
A. A. Maramis, dan L. N, Palar untuk membentuk exile government di luar
negeri bila usaha Sjafruddin Prawiranegara gagal.
8
Jatuhnya Yogyakarta ke tangan Belanda dan tertangkapnya pemimpin
negara yang kemudian di asingkan membuat Penglima Besar Soedirman
Berangkat ke luar kota untuk memimpin perang gerilya. Sesuai dengan
rencana, Angakatan Perang mengundurkan diri ke luar kota untuk
melakukan perang gerilya. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan
ditempuh kurang lebih 1000 km di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam
keadaan sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari beberapa desa
rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.
Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa
menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang kemudian dikenal
sebagai Perintah Siasat No 1 Salah satu pokok isinya ialah : Tugas pasukan-
pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal adalah ber wingate
(menyusup ke belakang garis musuh) dan membentuk kantong-kantong
gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang
luas.Pasukan yang tadinya dipindahkan akibat persetujuan Renville
melakukan wingate ke daerah asal mereka. Pasukan Siliwangi melakukan
long march dari Jawa Tengah ke Jawa Barat. TNI membentuk daerah-
daerah pertahanan (wehrkreise) di luar kota. Setelah berhasil melakukan
konsolidasi, TNI mulai melakukan pukulan-pukulan terhadap Belanda.
Pukulan yang pertama adalah garis-garis komunikasi pasukan Belanda.
Mereka merusak jaringan telepon, jaringan rel kereta api, dan konvoi-
konvoi Belanda di hadang dan dihancurkan.
Situasi perang mulai berbalik. TNI yang pada awalnya bertahan mulai
beralih dengan taktik menyerang. Mereka tidak lagi hanya mencegat dan
menyerang konvoi-konvoi Belanda serta menyerang pos-pos terpencil,
tetapi mereka juga menyerang kota-kota yang diduduki oleh Belanda.
Serangan terhadap kota Yogyakarta tanggal 1 Maret 1949 dibawah
pimpinan Letkol Soeharto berhasil dilakukan selama enam jam. Hal ini
membuktikan kepada dunia luar bahwa TNI dan Republik Indonesia masih
eksis.
Adanya Agresi Militer Belanda 2 ini tentunya dilihat oleh mata dunia
Internasional. Setelah pada Agresi Militer Belanda 1, Belanda mendapat
kecaman, sekarang Belanda pun dikutuk. Dunia bahkan mendukung
perjuangan Bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdakaannya.
Negara Indonesia Timur dan Negara Pasundan “Negara boneka” karya
Belanda ikut mengutuk tindakan Agresi Militer Belanda 2 tersebut. Pada
tanggal 20 hingga 23 Januari 1949, atas usulan Burma (sekarang
Mnyanmar) dan India, digelarlah Konferensi Asia di New Delhi, India.
Kenferensi itu sendiri dihadiri oleh beberapa negara di Asia, Afrika dan
9
Australia. Hasilnya berupa resolusi tentang permasalahan Indonesia yang
lalu disampaikan kepada Dewan Keamanan PBB.
PBB juga mengutuk Agresi Militer Belanda 2, sebab menurut pandanga
PBB, Belanda sudah secara terang-terangan menginjak-injak kesepakatan
dalam Perjanjian Renville yang ketika itu ditandatangani oleh Komisi Tiga
Negara (KTN), wakil dari PBB. Pada tanggal 4 Januari 1949, Dewan
Keamanan PBB mengeluarkan resolusi supaya Indonesia dan Belanda
segera menghentikan permusuhan dan kembali ke meja perundingan.
“Perjuangan kemerdekaan terbagi dua: satu di luar negeri di Den Haag dan
dua di dalam negeri. Perdjuangan di luar negeri ditentukan oleh factor dan kekuatan
jang ada di dalam negeri. Artinja, perdjuangan tersebut tidak bisa menjimpang dari
keadaan dalam negeri. Sebab kalau menjimpang akan tergantung di awing-awang.
Tidak ada tanah untuk pidjakan kaki”
Selanjutnya diingatkan :
“Kekuatan Dalam negeri pada waktu ini, bukan main hebatnja. Pradjurit dan
rakjat seluruhnja melancarkan gerilja dimana-mana. Bersatu padu dalam satu
persatuan bulat menghantam lawan kemerdekaan. Selama revolusi kita jang 4 tahun
ini, belu pernah kekuatan dan persatuan sehebat sekarang ini” (Mansur,A, 2010:278)
Sesampainya pada deligasi itu ke Belanda, sambutan dari Belanda cukup baik
dengan menjukan keramahan dalam melayani para delegasi. Para deligasi di
tempatkan di hotel mewah Kurhaus Schevenigen dan mobil – mobil mengkilap yang
bika di gunakan sewaktu – waktu di butuhkan. Setiap hari angota deligasi di beri
uang saku F1. 25, yang waktu itu sebanding dengan US $10, dan berdaya beli tinggi
saat itu. Delegasi di bagi menjadi beberapa komisi-komisi militer dipimpin oleh Dr.
J. Leimena, dan angotanya Kolonel TB Simatupang (mewakili Angkatan Darat),
10
komandor S. Suryadarma (Angkatan Udara, yang menyusul belakangan), Laksamana
Subiyakto (Angkatan Laut) dan Letnan Kolonel Daan Yahya dan letnan Kolonel M.T
Haryono. Dari pihak komisi mileter Belanda Moorman (kepala staf Angkatan Laut
Nedrland) dan Fokkema Andre. Masalah yang sulit di pecahkan dalam konferensi
itu sebagai berikut :
Banyak sumber yang mengupas mengenai hasil dari konferensi meja bundar ini,.
Terlepas dari sudut pandang dari para sejarawan dan para pakar yang membahas
perundingan tersebut. Penulis disini akan membahas dari beberapa literature dan
referensi yang digunakan.
Pada tanggal 23 Agustus hingga tanggal 2 November 1949 disepakati sebagai waktu
diadakannya konferensi meja bundar. Drs. Moh. Hatta sangat mendominasi jalannya
persidangan, hasil yang pertama sangat memihak kepada belanda yaitu Ratu Belanda
sebagai pimpinan simbolis, soekarno akan menjadi presiden RIS dan Hatta sebagai
perdana menteri (1949-50). Berbagai jaminan diberikan kepada investasi-investasi
belanda di Indonesia dan disepakati bahwa akan diadakan konsultasi-konsultasi
mengenai beberapa masalah keuangan. -(M.C. Ricklefs, 2008 : 487) sehingga bisa
dikatakan banyak pihak dari kalangan Indonesia yang menganggap bahwa rencana
tersebut merugikan kedaulatan dan kebebasan bagi bangsa Indonesia.
11
Ricklefs,2008 : 487). Dan pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa belanda secara
resmi meyerahkan kedaulatan atas Indonesia tetapi tidak termasuk papua.
Sangat berbeda dengan buku sejarah Indonesia modern karya M.C. Ricklef Dalam
buku Api Sejarah jilid 2 karangan Ahmad Mansur Suryanegara hanya menyebutkan
tiga hasil pokok dari keputusan KMB, yaitu:
3. Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun
setelah pengakuan kedaulatan RIS.
4. Antara RIS dan kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia
Belanda yang dikepalai Raja Belanda.
12
C. Dampak KMB
Salah satu dampak dari hasil perundingan tersebut yang menguntungkan bagi
bangsa Indonesia adalah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia dan
Lahirlah Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai akibat persetujuan KMB
(Algandri, Hamid,1991 : 68). Dengan menyerahkan kedaulatan yang diberikan
Belanda kepada Bangsa Indonesia dan terbentuknya Republik Indonesia Sementara
menunjukkan bahwa Belanda mengakui Kemerdekaan Indonesia. Bentuk negara
Indonesia sebagai dampak dari hasil perundingan tersebut menjadi Republik
Indonesia Serikta (RIS) dimana adanya negara-negara bagian ini tidak sesuai dengan
cita-cita proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Karena negara-negara bagian
hasil olahan Belanda yang dibuat-buat untuk memecah-belah bangsa Indonesia
terbukti tidak mendapatkan dukungan dari rakyat setempat karena rakyat pun
mengetahui tujuan dan maksud dari pembentukan bentuk negara ini yang tidak akan
membuat Indonesia bersatu. Hal ini yang membuat RIS tidak bertahan lama. Rakyat
setempat dulu membiarkan pembentukan negara semacam itu (RIS) karena takut
pada tentara Belanda (Algandri, Hamid, 1991 : 68).
13
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer belanda di Jawa dan
Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 juli 1947
sampai 5 agustus 1947. Operasi militer ini merupakan bagian dari Aksi
Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran
Belanda atas perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia,
operasi ini dianggap merupakan pelanggaran Linggarjati. Agresi Militer Belanda
II dimulai ketika pihak belanda yang tetap bersikukuh menguasai indonesia
mencari dalih untuk dapat melanggar perjanjian yang telah disepakati. Bahkan
pihak belanda menuduh jika pihak indonesia tidak menjalankan isi perundingan
Renville. Oleh karena itu pihak TNI dan pemerintah indonesia sudah
memperhitungkan bahwa sewaktu-waktu belanda akan melakukan aksi
militernya untuk menghancurkan republik dengan kekuatan senjata.
15
B. Saran
Adapun dari penulisan makalah ini kami selaku penulis menyarankan
kepada generasi muda agar tetap mempertahankan kemerdekaan Indonesia
dengan cara ikut berpartisipasi dalam mengisi kemerdekaan Indonesia dan
mencontoh semangat para pahlawan terdahulu dalam kehidupan sehari-hari.
Seluruh warga Indonesia wajib menghargai dan menghormati jasa-jasa para
pahlawan Indonesia. Dan satu lagi jangan pernar melihat orang dari apa yang dia
berikan. Bahasan mengenai Konferensi Meja Mundar ini seharusnya bisa
membuat kita lebih tersadar akan betapa pentingnya perjuangan yang dilakukan
oleh para pahlawan kita dalam mencapai kemerdekaan dan mempertahankan
kemerdekaan. Seharusnya ini bisa menjadikan suatu refleksi bagi kita semua
bahwa tidak ada perjuangan yang sia-sia baik perjuangan fisik maupun
diplomasi semua usaha yang dilakukan mendatangkan hasil positif yakni bagi
kemerdekaan Indonesia.
16
DAFTAR PUSTAKA
Riclefs, MC. (2008). Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Sermabi Ilmu Semesta
https://literacymiliter.com/rangkuman-agresi-militer-1-dan-2/
https://dimasivantrisetyo.blogspot.co.id/2017/01/makalah-agresi-militer-belanda-1-
dan-2.html
17