Anda di halaman 1dari 20

AGRESI MILITER BELANDA I & II DAN

KONFERENSI MEJA BUNDAR

MAKALAH

DISUSUN OLEH :

1. SHOPY HUSEINI
2. YOLA SOOFIYAH
3. NURDILLA ELCAHYANI
4. AZMI AKMAL IKHSAN
5. M IQBAL SYAHPUTRA
6. FERLY ZULFAYANTO
7. FATHUR RAHMUL SHADIQI
8. TAMA RISKA

KELAS : XII.IPS 2

GURU PEMBIMBING : DASLIM, S.Pd

SMA NEGERI 1 TUALANG


2022-2023

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
makalah tentang “Agresi Militer Belanda I dan II dan Konferensi Meja Bundar”.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk
itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah
ini. Penulis juga menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya.
Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya,
penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan
usul guna penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Perawang, 02 Agustus 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL...........................................................................................
............................................................................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... `1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
AGRESI MILITER BELANDA I DAN II
A. Pengertian Agresi Militer Belanda I dan II........................................... `3
B. Agresi Militer Belanda I....................................................................... 3
C. Agresi Militer Belanda II...................................................................... 6
KONFERENSI MEJA BUNDAR
A. Latar Belakang Proses Konfrensi Meja bundar...................................... 10
B. Hasil Konferensi Meja Bundar................................................................ 11
C. Dampak KMB........................................................................................ 12
BAB IV PENUTUP............................................................................................ 14
A. Kesimpulan........................................................................................... 14
B. Saran..................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konferensi Malino yang bertujuan untuk membentuk Negara-negara federal
didaerah yang baru diserahterimakan oleh Inggris dan Australia kepada Belanda
yang diselenggarakan pada tanggal 15-26 Juli 1946. Disamping itu, di Pangkal
Pinang, Bangka diselenggarakan juga Konferensi Pangkal Pinang pada tanggal 1
Oktober 1946. Agresi Militer Belanda I, yang juga hampir pada waktu yang
bersamaan, juga terus mengirim pasukannya memasuki Indonesia. Dengan
demikian kadar permusuhan antara kedua belah pihak semakin meningkat. Dan
secara ekonomis, Belanda juga berhasil menciptakan kesulitan bagi RI. Sampai
dengan Perjanjian Renville yang resmi dimulai pada tanggal 8 Desember 1947
yang malah menimbulkan masalah baru, yaitu pembentukan pemerintahan yang
tidak sesuai dengan yang terdapat dalam perjanjian Linggarjati.
Pada bulan-bulan Oktober 1946 telah dilaksanakan perundingan-
perundingan hingga disepakati suatu gencatan senjata di Jawa dan Sumatera.
Pada bulan November 1946, di Linggajati (didekat Cirebon)dilaksanakan
persetujuan yaitu “persetujuan Linggajati”. Namun persetujuan perdamaian ini
hanya berlangsung singkat. Kedua belah pihak saling tidak mempercayai dan
mengesahkan persetujuan itu sehingga menimpulkan pertikaian-pertikaian
politik yang sengit mengenai konsesi-konsesi yang telah dibuat. Setelah selesai
perundingan di Linggajati bulan November 1946, di samping terus memperkuat
angkatan perangnya di seluruh Indonesia terutama di Jawa dan Sumatera, untuk
mengukuhkan kekuasaan mereka di wilayah Indonesia Timur, sebagai
kelanjutan “Konferensi Malino” 15–25 Juli 1946, van Mook menyelenggarakan
pertemuan lanjutan di Pangkal Pinang pada 1 Oktober 1946. Kemudian Belanda
menggelar “Konferensi Besar” di Denpasar tanggal 18–24 Desember 1946,
dimana kemudian dibentuk negara Indonesia Timur.  Tindakan Van Mook
membenarkan keragu-raguan pemerintah dan rakyat Indonesia tentang kesetiaan
Belanda dalam melaksanakan persetujuan Linggajati. Perundingan Linggarjati
bagi Belanda hanya dijadikan alat untuk mendatangkan pasukan yang lebih
banyak dari negerinya.

Dalam sebuah negara berkembang sebuah konferensi atau perundingan


sudah sangat tidak asing lagi di dengar terlebih jika negara tersebut merupakan
negara yang baru saja mencapai kemerdekaannya, untuk menstabilisasikan
keadaan banyak hal yang ditempuh suatu negara salah satunya dengan
perundingan itu sendiri, adapun perundingan-perundingan ini dilakukan
biasanya untuk mencapai suatu kemerdekaan yang mutlak bagi negara yang baru
merdeka namun jika untuk negara-negara yang telah maju atau pun berkembang

1
sebuah perundingan biasanya digunakan untuk melancarkan sebuah kesepakatan
antara beberapa pihak yang bertujuan untuk memecahkan suatu permasalahan
yang dihadapi negara-negara yang terlibat di dalamnya.

Adapun salah satu konferensi yang terjadi di Indonesia ialah, Konferensi


Meja Bundar (KMB). Tepatnya pada tanggal 23 Agustus 1949, perundingan ini
diadakan di Den Haag. Tujuan dari konferensi ini antara lain untuk
memperjuangkan kedaulatan penuh atas Indonesia yang sebelumnya sangatlah
ditentang pihak Belanda, selain itu juga untuk menyelesaikan beberapa sengketa
antara kedua belah pihak. Hasil dari konferensi tersebut nyatanya sebagian besar
berpihak pada Indonesia, hal ini merupakan hal yang sangat menggembirakan,
namun dalam hal ini masih ada beberapa poin yang dirasa Indonesia sangat
bertentangan dengan tujuan awalnya, yakni merdeka secara penuh. Karena
dalam butir-butir yang dihasilkan dari konferensi tersebut, terdapat butir yang
menyatakan bahwa Belanda mengakui RIS sebagai negara yang berdaulat, hal
inilah yang dianggap mengganjal karena dalam hal ini yang diinginkan bukanlah
negara Indonsesia serikat, begitu pula dengan tidak diakuinya Irian Barat sebagai
wilayah NKRI sehingga membuat Indonesia untuk mampu memperjuangkan
kembali salah satu wilayahnya tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Jalaskan tentang Agresi Militer Belanda I ?
2. Jelaskan tentang Agresi Militer BelandaII ?
3. Jelaskan Konferensi Meja Bundar ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang Agresi Militer Belanda I.
2. Untuk mengetahui tentang tentang Agresi Militer Belanda II.
3. Untuk mengetahui tentang Konferensi Meja Bundar.

2
BAB II
PEMBAHASAN
AGRESI MILITER I DAN II AGRESI MILITER
A. Pengertian Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda II
Belanda I adalah operasi militer belanda di Jawa dan Sumatera terhadap
Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 juli 1947 sampai 5 Agustus 1947.
Operasi Militer ini merupakan bagian Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda
dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan
Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap
merupakan pelanggaran dari hasil perundingan Linggajati.
Sedangkan Agresi Militer Belanda II atau operasi Gagak adalah operasi
militet belanda kedua yang terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan
serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan
Soekarno, Muhammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya
ibukota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia di Sumatera yang dipimpin oleh Sjafrudin Prawiranegara.

B. Agresi Militer Belanda 1


1. Latar Belakang Terjadinya Agresi Militer Belanda1
Perselisihan pendapat sebagai akibat perbedaan penafsiran ketentuan-
ketentuan dalam persetujuan Linggarjati makin memuncak. Belanda tetap
mendasarkan tafsir pada pidato Ratu Wilhelmina tanggal 7 Desember 1942
bahwa Indonesia akan dijadikan anggota “commonwealth” dan akan
berbentuk federasi, sedangkan hubungan luar negerinya di urus Belanda.
Sedang Pemerintah Republik Indonesia memperjuangkan terwujudnya
Republik Indonesia yang berdaulat penuh dan diakui oleh pihak Belanda.
Belanda juga menuntut agar segera diadakan gendarmerie (pasukan
keamanan) bersama.
Di tambah dengan kesulitan ekonomi negaranya yang kian memburuk,
Belanda berusaha menyelesaikan “masalah Indonesia” dengan cepat. Pada
tanggal 27 Mei 1947 Belanda mengirimkan nota yang merupakan ultimatum
dan harus dijawab oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam waktu 14
hari. Pokok-pokok nota tersebut adalah sebagai berikut :
a. Membentuk Pemerintahan AD interim bersama, 
b. Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga devisa bersama, 
c. Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerah-
daerah yang diduduki Belanda, 
d. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama, termasuk daerah-
daerah Republik yang memerlukan bantuan Belanda yaitu gendarmerie
(pasukan keamanan) bersama, dan 5. Menyelenggarakan penilikan
bersama atas impor dan ekspor.

3
Perdana Menteri Syahrir menyatakan kesediaan untuk mengakui
kedaulatan Belanda selama masa peralihan, tetapi menolak gendarmerie
(pasukan keamanan). Jawaban ini mendatangkan reaksi keras dari kalangan
partai-partai politik dan berakibat jatuhnya kebinet Syahrir.

(Iring-iringan truk infanteri Belanda saat Operasi Produk, Aksi Polisionil Belanda
yang pertama)

Pada tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum supaya


RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km dari garis demarkasi. Pada saat
itu Belanda tetap menuntut adanya gendarmerie (pasukan keamanan)
bersama dan minta agar Republik Indonesia menghentikan permusuhan
terhadap Belanda. Nota tersebut kemudian disusul lagi dengan sebuah
ultimatum bahwa dalam waktu 32 jam Republik Indonesia harus memberi
jawaban terhadap tuntutan Belanda. Jawaban Pemerintah Republik
Indonesia yang disampaikan oleh perdana Menteri Amir Syarifuddin pada
tanggal 17 Juli 1947 melalui RRI Yogyakarta ditolak oleh Belanda.
Tujuan utama Agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah
perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam,
terutama minyak dan juga secara perlahan Belanda ingin menghancurkan
RI. Namun usaha tersebut tidak dilakukannya sekaligus, karena itu pada
tahap pertama Belanda harus mencapai sasaran sebagai berikut:
a. Politik, yaitu pengepungan ibukota RI dan penghapusan RI dari peta
(menghilangkan de facto RI); 
b. Ekonomi, yaitu merebut daerah-daerah penghasil bahan makanan
(daerah beras di Jawa Barat dan Jawa Timur) dan bahan ekspor
(perkebunan di Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera serta
pertambangan di Sumatera); 
c. Militer, yaitu penghancuran TNI.
Sebagai kedok kepada dunia internasional, Belanda menamakan agresi
militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai
urusan dalam negeri. Letnan Gubernur Jenderal Belanda, Dr. H.J. van

4
Mook menyampaikan pidato radio di mana dia menyatakan, bahwa
Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Linggarjati.

2. Dampak Kronologis Terjadinya Agresi Militer Belanda 1


Konferensi pers pada malam 20 Juli di istana, di mana Gubernur
Jenderal HJ Van Mook mengumumkan pada wartawan tentang dimulainya
Aksi Polisionil Belanda pertama. Serangan di beberapa daerah, seperti di
Jawa Timur, bahkan telah dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 21 Juli
malam, sehingga dalam bukunya, J. A. Moor menulis agresi militer Belanda
I dimulai tanggal 20 Juli 1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-
daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat,
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Fokus serangan tentara Belanda di tiga
tempat, yaitu Sumatera Timur (sekarang Sumatera Utara), Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Di Sumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan
tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara, dan di
Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah di mana terdapat perkebunan
tebu dan pabrik-pabrik gula.
Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua
pasukan khusus, yaitu Korps Speciale Troepen (KST) di bawah Westerling
dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar.
Pasukan KST (pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari
Pembantaian Westerling pembantaian di Sulawesi Selatan belum pernah
beraksi lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga ke
Sumatera Barat. Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik dengan
simbol Palang Merah di badan pesawat yang membawa obat-obatan dari
Singapura, sumbangan Palang Merah Malaya ditembak jatuh oleh Belanda
dan mengakibatkan tewasnya Komodor Muda Udara Mas Agustinus
Adisucipto Agustinus Adisutjipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman
Saleh dan Perwira Muda Udara I Adisumarmo Wiryokusumo.
Serangan yang dilakukan oleh Belanda dilatarbelakangi oleh tidak
dikabulkannya tuntutan Belanda. Pasukan bersenjata Belanda dengan
bantuan angkatan udara yang kuat, menyebar ke daratan dari pangkalan
pelabuhan laut mereka di Jawa dan Sumatra. Mereka menyusup ke dalam
wilayah Republik. Dalam waktu dua minggu, Belanda sudah menguasai
kebanyakan kota besar dan kota-kota kecil utama di Jawa Barat dan Jawa
Timur, sebagian hubungan-hubungan komunikasi utama di antara kota-kota
tersebut, dan telah menduduki pelabuhan-pelabuhan perairan laut dalam
Republik lainnya, yang terletak di Jawa. Selain itu mereka berhasil
menguasai daerah-daerah penghasil minyak yang berharga di sekitar kota
Palembang serta pelabuhan-pelabuhan utama di pantai Sumatra Barat.
Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di wilayah Republik

5
Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan
dan pertambangan. Agresi terbuka Belanda pada tanggal 21 Juli 1947
menimbulkan reaksi yang hebat dari dunia.

3. Upaya Penyelesaian Agresi Militer Belanda 1


Pada tanggal 28 Juli, India melalui perdana menteri Nehru
mengumumkan bahwa India akan menyerahkan situasi Indonesia kepada
PBB. Dua hari kemudian, India dan Australia membawa pertikaian antara
Indonesia dan Belanda ke hadapan PBB. Austrlia meminta campur tangan
PBB dengan alasan bahwa saat itu sudah terjadi suatu pelanggaran
perdamaian, sedangkan alasan India adalah pemeliharaan perdamaian dan
keamanan internasional berada dalam bahaya. Australia mengusulkan suatu
resolusi yang menyerukan agar Belanda dan Indonesia segera menghentikan
pertempuran, dan meyerahkan pertikaian mereka kepada wasit pihak ketiga
seperti yang disebutkan dalam persetujuan Linggartjati.
Tanggal 1 Agustus 1947 Dewan Keamanan PBB memerintahkan
penghentian permusuhan kedua belah pihak yang dimulai pada tanggal 4
Agustus 1947. Penghentian permusuhan ini dilakukan dengan dibentuknya
Komisi Tiga Negara (KTN). Pemerintah Indonesia meminta Australia untuk
menjadi anggota komisi, sedangkan Belanda memilih Belgia. Kedua negara
sepakat memilih Amerika Serikat. Australia diwakili oleh Richard Kirby,
Belgia oleh Paul van Zealand, dan Amerika diwakili oleh Dr. Frank
Graham, untuk melaksanakan tugas tersebut Komisi Tiga Negara
mengadakan pertemuannya di Sydney pada tanggal 20 Oktober 1947. Dan
pada tanggal 8 Desember, KTN mengadakan sidang resminya yang pertama
dengan delegasi Republik dan delegasi Belanda dalam wilayah yang netral,
yaitu di geladak kapal Renville yang berlabuh di pelabuhan Batavia. KTN
berhasil mempertemukan kembali kedua belah pihak untuk menandatangani
perstujuan genjatan senjata dengan prinsip-prinsip politik yang telah
disetujui bersama dengan disaksikan KTN di atas kapal Renville pada 17
Januari 1948.

C. Agresi Militer Belanda 2


1. Latar Belakang Terjadinya Agresi Militer Belanda 2
Perundingan-perundingan yang dilakukan di bawah pengawasan KTN
selalu menemui jalan buntu, sebab Belanda sengaja mengemukakan hal-hal
yang tidak mungkin diterima Republik Indonesia, seperti penafsiran “Garis
Van Mook” sebagai garis demarkasi antara daerah yang masuk kekuasaan
Republik dan Daerah yang menjadi kekuasaan Belanda, serta masalah
pembentukan Pemerintahan adinterim Negara Indonesia Serikat.

6
(Seorang prajurit Indonesia bersiap siaga di perbatasan Yogyakarta)

Tawaran rencana KTN yang terkenal dengan “Usul Chritchley-Dobuis”


(anggota KTN dari Australia dan Amerika) ditolak pula oleh pihak Belanda
karena tidak menguntungkan. Pemerintah Belanda memperhitungkan pula
bahwa pertikaian yang terjadi di kalangan Republik Indonesia sebagai
akibat dari perjanjian Renville, kegoncangan di kalangan TNI sehubungan
dengan adanya rekontruksi dan rasionalisasi, serta penumpasan
pemberontakan PKI Madiun yang menelan daya upaya dan kekuatan
Republik, memberikan kesempatan bagi Belanda untuk lebih menekan
Republik Indonesia.
Dalam situasi yang gawat ini, akhirnya pada tanggal 13 Desember 1948
Bung Hatta selaku pimpinan pemerintahan meminta kembali KTN untuk
menyelenggarakan perundingan dengan Belanda, bahkan dengan syarat
“kesediaan Republik Indonesia mengakui kedaulatan Belanda selama masa
peralihan”. Uluran tangan tersebut dijawab oleh Belanda pada tanggal itu
juga bahwa perundingan tidak akan diadakan lagi apabila tidak didasarkan
pada tuntutan-tuntutan yang diajukan Belanda.

2. Dampak Kronologis Terjadinya Agresi Militer Belanda 2


Pada 21.00 tanggal 18 Desember 1948 pihak Belanda menyampaikan
surat kepada Jusuf Ronodipuro, liaison officer delegasi RI di Jakarta. Isinya,
terhitung mulai pukul 00.00 tanggal 19 Desember 1948 Belanda tidak lagi
terikat dengan persetujuan Renville dan perjanjian genjatan senjat. Berita ini
tidak berhasil disampaikan ke pemerintahan RI di Yogyakarta pada malam
itu juga karena dihalangi oleh Belanda. Berita pertama tentang Belanda
memutuskan Perjanjian Genjatan Senjata Renville diterima di Yogyakarta
pada jam 5.30 berupa suatu serangan pesawat pembom Belanda (Mitchel
buatan Amerika) di atas lapangan udara terdeka. Pertahanan TNI di
Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara
dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu
senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam keadaan rusak.

7
Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjata
lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST
Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung
sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan
Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di
pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban. Sekitar pukul 9.00, seluruh 432
anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh
kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon,
1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah
pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan
mulai bergerak ke Yogyakarta. Serangan terhadap kota Yogyakarta juga
dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di
daerah-daerah lain di Jawa antara lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa
penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18 Desember malam
hari.
Menjelang tengah petang, setelah mengepung kota, Brigade Marinir
Belanda, dibantu oleh sejumlah besar pasukan Ambon dari KNIL berhasil
mencapai pusat kota ke istana Presiden. Taktik cepat yang digunakan
Belanda berhasil menangkap Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan separuh anggota
kabinet Republik. Sebelum tertangkap, kabinet sempat bersidang. Dalam
sidang itu diambil keputusan bahwa Presiden dan Wakil Presiden tidak akan
meninggalkan ibukota. Hal ini dikarenakan tidak adanya pasukan yang
mengawal mereka ke luar kota. Selain itu, apabila tetap di dalam kota,
hubungan dengan KTN masih dapat dilakukan dan dengan perantaraan
KTN, perundingan dengan Belanda dapat dibuka kembali. Keputusan yang
lain dari sidang pada tanggal 19 Desember 1948 adalah memberikan mandat
kepada Menteri Kemakmuran, Sjafruddin Prawiranegara yang ketika itu
berada di Bukittinggi untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia (PDRI) di Sumatra. Mandat juga diberikan kepada dr. Sudarsono,
A. A. Maramis, dan L. N, Palar untuk membentuk exile government di luar
negeri bila usaha Sjafruddin Prawiranegara gagal.

3. Upaya Penyelesaian Agresi Militer Belanda 2


Pada tanggal 20 Desember 1948 pagi, Belanda meminta agar Soekarno
memerintahkan pasukan Republik menghentikan perlawanan. Soekarno
menolak dan pada tanggal 22 Desember ia, Hatta, Sjahrir, Mr. Assaat, Mr
Abdul Gafar Pringgodigdo, H Agoes Salim, Mr Ali Sastroamodjojo, dan
Komodor Udara Suriadarma diterbangkan Belanda ke Pulau Bangka. Di
sana, Soekarno, Sjahrir, dan Salim dipisahkan dengan yang lainnya dan
diterbangkan ke Berastagi, kemudian ke Prapat dan Danau Toba.

8
Jatuhnya Yogyakarta ke tangan Belanda dan tertangkapnya pemimpin
negara yang kemudian di asingkan membuat Penglima Besar Soedirman
Berangkat ke luar kota untuk memimpin perang gerilya. Sesuai dengan
rencana, Angakatan Perang mengundurkan diri ke luar kota untuk
melakukan perang gerilya. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan
ditempuh kurang lebih 1000 km di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam
keadaan sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari beberapa desa
rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.
Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa
menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang kemudian dikenal
sebagai Perintah Siasat No 1 Salah satu pokok isinya ialah : Tugas pasukan-
pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal adalah ber wingate
(menyusup ke belakang garis musuh) dan membentuk kantong-kantong
gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang
luas.Pasukan yang tadinya dipindahkan akibat persetujuan Renville
melakukan wingate ke daerah asal mereka. Pasukan Siliwangi melakukan
long march dari Jawa Tengah ke Jawa Barat. TNI membentuk daerah-
daerah pertahanan (wehrkreise) di luar kota. Setelah berhasil melakukan
konsolidasi, TNI mulai melakukan pukulan-pukulan terhadap Belanda.
Pukulan yang pertama adalah garis-garis komunikasi pasukan Belanda.
Mereka merusak jaringan telepon, jaringan rel kereta api, dan konvoi-
konvoi Belanda di hadang dan dihancurkan.
Situasi perang mulai berbalik. TNI yang pada awalnya bertahan mulai
beralih dengan taktik menyerang. Mereka tidak lagi hanya mencegat dan
menyerang konvoi-konvoi Belanda serta menyerang pos-pos terpencil,
tetapi mereka juga menyerang kota-kota yang diduduki oleh Belanda.
Serangan terhadap kota Yogyakarta tanggal 1 Maret 1949 dibawah
pimpinan Letkol Soeharto berhasil dilakukan selama enam jam. Hal ini
membuktikan kepada dunia luar bahwa TNI dan Republik Indonesia masih
eksis.
Adanya Agresi Militer Belanda 2 ini tentunya dilihat oleh mata dunia
Internasional. Setelah pada Agresi Militer Belanda 1, Belanda mendapat
kecaman, sekarang Belanda pun dikutuk. Dunia bahkan mendukung
perjuangan Bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdakaannya.
Negara Indonesia Timur dan Negara Pasundan “Negara boneka” karya
Belanda ikut mengutuk tindakan Agresi Militer Belanda 2 tersebut. Pada
tanggal 20 hingga 23 Januari 1949, atas usulan Burma (sekarang
Mnyanmar) dan India, digelarlah Konferensi Asia di New Delhi, India.
Kenferensi itu sendiri dihadiri oleh beberapa negara di Asia, Afrika dan

9
Australia. Hasilnya berupa resolusi tentang permasalahan Indonesia yang
lalu disampaikan kepada Dewan Keamanan PBB.
PBB juga mengutuk Agresi Militer Belanda 2, sebab menurut pandanga
PBB, Belanda sudah secara terang-terangan menginjak-injak kesepakatan
dalam Perjanjian Renville yang ketika itu ditandatangani oleh Komisi Tiga
Negara (KTN), wakil dari PBB. Pada tanggal 4 Januari 1949, Dewan
Keamanan PBB mengeluarkan resolusi supaya Indonesia dan Belanda
segera menghentikan permusuhan dan kembali ke meja perundingan.

KONFERENSI MEJA BUNDAR


A. Latar Belakang Proses Konfrensi Meja Bundar

Pada tanggal 23 Agustus sampai tanggal 2 November 1949, yang


disengelarakan di Den Hag. Yang diwakili oleh Drs Moh. Hatta (sebagai ketua),
Mr.Moh Roem, Prof. Dr Soepomo dr j leimena, Mr. Ali Sastroamidjoyo , Ir Juanda,
Kolonel TB Simatupang, Mr Suyono Hadinoto, Dr Sumitro Djojohadikusumo, Mr.
Abdul Karim Pringodigdo. Sementara dari BFO (Bijeenkomst Federaal Overleg)
ialah sultan Pontianak Hamid Algadri (Halim, dan Yayah, 1986 : 236 ). Deligasi dari
Belanda diketuai Mr. van Maarseveen, sedangkan UNCI oleh Chritcjley.

Adapun Pesan Perdana Menteri Mohammad Hatta ketika akan berangkat ke


Konferensi Medja Bundar, antara lain:

“Perjuangan kemerdekaan terbagi dua: satu di luar negeri di Den Haag dan
dua di dalam negeri. Perdjuangan di luar negeri ditentukan oleh factor dan kekuatan
jang ada di dalam negeri. Artinja, perdjuangan tersebut tidak bisa menjimpang dari
keadaan dalam negeri. Sebab kalau menjimpang akan tergantung di awing-awang.
Tidak ada tanah untuk pidjakan kaki”

Selanjutnya diingatkan :

“Kekuatan Dalam negeri pada waktu ini, bukan main hebatnja. Pradjurit dan
rakjat seluruhnja melancarkan gerilja dimana-mana. Bersatu padu dalam satu
persatuan bulat menghantam lawan kemerdekaan. Selama revolusi kita jang 4 tahun
ini, belu pernah kekuatan dan persatuan sehebat sekarang ini” (Mansur,A, 2010:278)

Sesampainya pada deligasi itu ke Belanda, sambutan dari Belanda cukup baik
dengan menjukan keramahan dalam melayani para delegasi. Para deligasi di
tempatkan di hotel mewah Kurhaus Schevenigen dan mobil – mobil mengkilap yang
bika di gunakan sewaktu – waktu di butuhkan. Setiap hari angota deligasi di beri
uang saku F1. 25, yang waktu itu sebanding dengan US $10, dan berdaya beli tinggi
saat itu. Delegasi di bagi menjadi beberapa komisi-komisi militer dipimpin oleh Dr.
J. Leimena, dan angotanya Kolonel TB Simatupang (mewakili Angkatan Darat),

10
komandor S. Suryadarma (Angkatan Udara, yang menyusul belakangan), Laksamana
Subiyakto (Angkatan Laut) dan Letnan Kolonel Daan Yahya dan letnan Kolonel M.T
Haryono. Dari pihak komisi mileter Belanda Moorman (kepala staf Angkatan Laut
Nedrland) dan Fokkema Andre. Masalah yang sulit di pecahkan dalam konferensi
itu sebagai berikut :

1. Uni Indonesia – Belanda. Indonesia menginginkan agar sifatnya hanya kerja


sama yang bebas tanpa adanya organisasi permanen, sedangkan Belanda
menginginkan kerja sama yang luas dengan organisasi permanen yang luas pula.

2. Soal hutang. Indonesia hanya mengakui hutang – hutang Hindia Belanda


sampai menyerahnya Belanda kepada Jepang. Sebaliknya, Belanda berpendapat
bahwa Indonesia harus mengambil alih semua kekayaan maupun hutang Hindia
Belanda saampai saat itu, termasuk biaya perang kolonial terhadap Indonesia.

Akhirnya setelah memalui perundingan yang berlarut – larut pada tanggal 2


November 1949 tercapailah persetujuan KMB.

B. Hasil Konferensi Meja Bundar

Banyak sumber yang mengupas mengenai hasil dari konferensi meja bundar ini,.
Terlepas dari sudut pandang dari para sejarawan dan para pakar yang membahas
perundingan tersebut. Penulis disini akan membahas dari beberapa literature dan
referensi yang digunakan.

Pada tanggal 23 Agustus hingga tanggal 2 November 1949 disepakati sebagai waktu
diadakannya konferensi meja bundar. Drs. Moh. Hatta sangat mendominasi jalannya
persidangan, hasil yang pertama sangat memihak kepada belanda yaitu Ratu Belanda
sebagai pimpinan simbolis, soekarno akan menjadi presiden RIS dan Hatta sebagai
perdana menteri (1949-50). Berbagai jaminan diberikan kepada investasi-investasi
belanda di Indonesia dan disepakati bahwa akan diadakan konsultasi-konsultasi
mengenai beberapa masalah keuangan. -(M.C. Ricklefs, 2008 : 487) sehingga bisa
dikatakan banyak pihak dari kalangan Indonesia yang menganggap bahwa rencana
tersebut merugikan kedaulatan dan kebebasan bagi bangsa Indonesia.

Hasil sidang yang selanjutnya ialah bahwa Belanda tetap mempertahankan


kedaulatan atas papua sampai ada perundingan-perundingan lebih lanjut mengenai
status wilayah tersebut. dan RIS memikul tanggung jawab atas utang Hindia Timur
Belanda yang setelah terjadi banyak tawar menawar, jumlahnya ditetapkan sebesar
4,3 milyar gulden; sebagian besar dari jumlah ini sebenarnya merupakan biaya yang
dipakai oleh pihak Belanda dalam usahanya menumpas Revolusi. (M.C.

11
Ricklefs,2008 : 487). Dan pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa belanda secara
resmi meyerahkan kedaulatan atas Indonesia tetapi tidak termasuk papua.

Sangat berbeda dengan buku sejarah Indonesia modern karya M.C. Ricklef Dalam
buku Api Sejarah jilid 2 karangan Ahmad Mansur Suryanegara hanya menyebutkan
tiga hasil pokok dari keputusan KMB, yaitu:

1. Pada 27 Desember 1949 akan dilaksanakan penyerahan kedaulatan kepada


Republik Indonesia Serikat.

2. Satu-satunya organisasi kesenjataan RIS adalah APRIS. Dengan intinya adalah


TNI. KNIL dibubarkan dan diterima dalam APRIS. Dibentuk misi militer Belanda
yang bertugas melatih APRIS.

3. Irian Barat akan dibicarakan kembali setahun kemudian. (Ahmad Mansur


Suryanegara, 2010: 280)

Sedangkan menurut sumber dari internet adalah Setalah melakukan perundingan


yang cukup alot dan lama maka diputuskanlah hasil dari sidang konferensi meja
bundar diantaranya sebagai berikut

1. Belanda mengakui RIS sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat.

2. Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember


1949.

3. Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun
setelah pengakuan kedaulatan RIS.

4. Antara RIS dan kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia
Belanda yang dikepalai Raja Belanda.

5. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan


beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS

6. Tentara kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang tentara


kerajaan Hindia (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa para anggotanya
yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI

Kesimpulan dari sumber-sumber diatas bisa ditarik benang merah bahwa


sebenarnya hasil dari konferensi meja bundar sebagian besar sama berbedanya ada
sumber yang hanya mengambil pokok atau yang terpenting saja dari hasil konferensi
meja bundar tersebut dan ada sumber yang menganggap semua hasil dari konferensi
meja bundar adalah penting yang kemudian penulis tersebut menuliskan semua.

12
C. Dampak KMB

Dalam sebuah perundingan atau sebuah persetujuan yang telah ditetapkan


oleh kedua belah pihak terutama dalam hal ini adalah pihak Indonesia dengan
Belanda tentunya ada dampak-dampak yang disebabkan oleh hasil keputusan yang
telah ditetapkan dalam perundingan tersebut. Dampak ini dapat dirasakan oleh kedua
belah pihak baik secara langsung maupun tidak, terutama dampak yang dirasakan
oleh Indonesia itu sendiri. Baik dampak positif yang dirasakan oleh negara
Indonesiayang bersifat menguntungkan maupun dampak negatif yang bersifat
merugikan bagi bangsa Indonesia.

Salah satu dampak dari hasil perundingan tersebut yang menguntungkan bagi
bangsa Indonesia adalah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia dan
Lahirlah Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai akibat persetujuan KMB
(Algandri, Hamid,1991 : 68). Dengan menyerahkan kedaulatan yang diberikan
Belanda kepada Bangsa Indonesia dan terbentuknya Republik Indonesia Sementara
menunjukkan bahwa Belanda mengakui Kemerdekaan Indonesia. Bentuk negara
Indonesia sebagai dampak dari hasil perundingan tersebut menjadi Republik
Indonesia Serikta (RIS) dimana adanya negara-negara bagian ini tidak sesuai dengan
cita-cita proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Karena negara-negara bagian
hasil olahan Belanda yang dibuat-buat untuk memecah-belah bangsa Indonesia
terbukti tidak mendapatkan dukungan dari rakyat setempat karena rakyat pun
mengetahui tujuan dan maksud dari pembentukan bentuk negara ini yang tidak akan
membuat Indonesia bersatu. Hal ini yang membuat RIS tidak bertahan lama. Rakyat
setempat dulu membiarkan pembentukan negara semacam itu (RIS) karena takut
pada tentara Belanda (Algandri, Hamid, 1991 : 68).

Dampak lain yang dirasakan oleh bangsa Indonesia yang menguntungkan


bagi bangsa Indonesia adalah konflik yang terjadi antara Belanda dengan Bangsa
Indonesia dapat diakhiri dan pembangunan Indonesia segera dapat dimulai. Dengan
berakhirnya konflik yang terjadi antara Belanda dengan Indonesia membuat bangsa
Indonesia dengan leluasa dan tanpa gangguan dari pihak Belanda melakukan
pembangunan yang bertujuan untuk memakmurkan serta memajukan bangsa
Indonesia.

Selain dampak positif yang bersifat menguntungkan bagi bangsa Indonesia,


perundingan tersebut pun menimbulkan dampak negatif yang bersifat merugikan
bagi bangsa Indonesia yaitu Belanda belum mengakui Irian Barat sebagai bagian dari
Bangsa Indonesia. belanda masih menganggap Irian Barat adalah miliki mereka,
sehingga Bangsa Indonesia pada masa setelah perundingan KMB berakhir masih
berusaha memperjuangkan Irian Barat untuk memperoleh pengakuan dari Belanda
bahwa Irian Barat merupakan salah satu bagian dari Bangsa Indonesia.

13
14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer belanda di Jawa dan
Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 juli 1947
sampai 5 agustus 1947. Operasi militer ini merupakan bagian dari Aksi
Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran
Belanda atas perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia,
operasi ini dianggap merupakan pelanggaran Linggarjati. Agresi Militer Belanda
II dimulai ketika pihak belanda yang tetap bersikukuh menguasai indonesia
mencari dalih untuk dapat melanggar perjanjian yang telah disepakati. Bahkan
pihak belanda menuduh jika pihak indonesia tidak menjalankan isi perundingan
Renville. Oleh karena itu pihak TNI dan pemerintah indonesia sudah
memperhitungkan bahwa sewaktu-waktu belanda akan melakukan aksi
militernya untuk menghancurkan republik dengan kekuatan senjata.

Konferensi Meja Bundar merupakan sebuah pertemuan pada tanggal 23


Agustus hingga 2 November 1949 di Den Haag yang merupakan tindak lanjut
dari perundingan Roem-rojen yang secara eksplisit hasilnya menandakan bahwa
Belanda mulai mengakui kedaulatan Indonesia. Sidang KMB ini antara lain
membahas mengenai pembentukan panitia pusat yang anggotanya dari pihak
Indonesia terdiri dari Mohammad Hatta, Moh Roem, A.K Pringgodigdo, Sultan
Hamid II, Ide Anak Agung, dan Soeparmo sementara dari pihak Belanda sendiri
anggotanya ialah Van Maarseven, D.U Stikker, Van Rojen dan Van der Vlak.Di
dalam konferensi ini juga banyak terjadi perdebatan, terutama yang menyangkut
masalah Irian Barat sebab pihak Belanda keberatan untuk menyerahkan Irian
Barat kepada Republik Indonesia Serikat. Hasil nyata dari adanya konferensi ini
ialah adanya penyerahan kedaulatan dari Belanda ke Indonesia yang secara
resmi diserahkan oleh Ratu Juliana pada tanggal 27 Desember 1949. Hasil ini
cukup memuaskan bagi pihak Indonesia meskipun di sisi lain perihal Irian Barat
masih terombang-ambing karena keputusan mengenai Irian Barat akan
diputuskan maksimal setahun dari perundingan tersebut dengan pengertian
bahwa dalam jangka setahun dari penyerahan kedaulatan, soal-soal mengenai
Irian Barat akan ditentukan dengan jalan perundingan antara RIS dan Belanda.

15
B. Saran
Adapun dari penulisan makalah ini kami selaku penulis menyarankan
kepada generasi muda agar tetap mempertahankan kemerdekaan Indonesia
dengan cara ikut berpartisipasi dalam mengisi kemerdekaan Indonesia dan
mencontoh semangat para pahlawan terdahulu dalam kehidupan sehari-hari.
Seluruh warga Indonesia wajib menghargai dan menghormati jasa-jasa para
pahlawan Indonesia. Dan satu lagi jangan pernar melihat orang dari apa yang dia
berikan. Bahasan mengenai Konferensi Meja Mundar ini seharusnya bisa
membuat kita lebih tersadar akan betapa pentingnya perjuangan yang dilakukan
oleh para pahlawan kita dalam mencapai kemerdekaan dan mempertahankan
kemerdekaan. Seharusnya ini bisa menjadikan suatu refleksi bagi kita semua
bahwa tidak ada perjuangan yang sia-sia baik perjuangan fisik maupun
diplomasi semua usaha yang dilakukan mendatangkan hasil positif yakni bagi
kemerdekaan Indonesia.

16
DAFTAR PUSTAKA

Algandri, Hamid. (1991). Suka Duka Masa Revolusi : Jakarta : UIP

Anonim. (2013) Konferensi Meja Bundar [Internet] :Tersedia hehe


http://indonesiaindonesia.com/f/101663-sejarah-konferensi-meja-bundar-kmb/ [ 12
Juli 2013].

Dekker, N. (1989). Sejarah Revolusi Nasional. Jakarta: Balai Pustaka.

Dekker, N. (1997). Sejarah Pergerakan dan Revolusi Nasional. Malang: IKIP


Malang.

Halim, A dan Yayah, L (1986). 30 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta : Citra


Lantoro.

Mansur, Ahmad Suryanegara (2010). Api Sejarah 2. Bandung: PT Salamadani


Pustaka Semesta

Riclefs, MC. (2008). Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Sermabi Ilmu Semesta

Hasan, Yunani. 2004. Sejarah Nasional Indonesia V. Palembang: FKIP


Universitas Sriwijaya.

Nasution, AH. 1976. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia. Jilid 9, Dsjarah


-AD, Bandung: Angkasa.

O. E. Engelen, dkk. 1997. Lahirnya Satu Bangsa dan Negara. Yogyakarta:


Universitas Indonesia.

Poesponegoro. Marwati Dj. 1884. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI.


Jakarta: Balai Pustaka.

Ricklefs, M. C. 2007. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press.
http://id.wikipedia.org/wiki/Agresi_Militer_Belanda_II
http://sayyidanchiam.blogspot.com/2012/10/makalah-agresi-militer-belanda-i-dan-
ii.html

https://literacymiliter.com/rangkuman-agresi-militer-1-dan-2/

https://dimasivantrisetyo.blogspot.co.id/2017/01/makalah-agresi-militer-belanda-1-
dan-2.html

17

Anda mungkin juga menyukai