Anda di halaman 1dari 3

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER

Nama : IRSYAD KHAIRAN


Mata Kuliah : Hukum Laut dan
Pelayaran Program Studi : S1 Logistik NIM : 2003813
Kelautan Waktu : menit Tanda Tangan :
Sifat : Open Book/Take Home …………………………………………………………..
Dosen Penguji : Kukuh Widiyanto, M.Sc.
Ma’ruf, M.Sc.

1. Jelaskan secara singkat pengertian dari alokasi, delimitasi, demarkasi dan administrasi
dalam konteks batas wilayah, sehingga jelas perbedaannya!
2. Jelaskan arti penting UNCLOS 1982 bagi Indonesia!
3. Kenapa harus berunding dalam penentuan batas maritim?
4. Mengapa delimitasi maritim sulit dan lama?
5. Batas maritim antarnegara untuk landas kontinen berbeda dengan batas maritim untuk
ZEE. Berikan contoh untuk kasus Indonesia dan apa implikasinya terkait pemanfaatan
sumberdaya alam laut!

Jawab

1. Jelaskan secara singkat pengertian dari alokasi, delimitasi, demarkasi dan


administrasi dalam konteks batas wilayah, sehingga jelas perbedaannya!
 Alokasi adalah cakupan dari wilayah suatu negara, termasuk dimana wilayah ini,
maka di dalam hukum Internasional telah diatur tentang bagaimana sebuah negara
memperoleh atau kehilangan wilayahnya
 Delimitasi merupakan suatu penentuan garis batas di wilayah maritim yang berbatasan
langsung dengan negara lain baik itu yang berdampingan ataupun berseberangan.
Penentuan delimitasi perbatasan maritim dipengaruhi dan berinteraksi dengan
beberapa isu seperti politik, faktor historis dan kebudayaan, isu strategis dan
keamanan.
 Demarkasi atau penegasan batas di lapangan merupakan tahapan selanjutnya setelah
garis batas ditetapkan oleh Pemerintah Negara yang saling berbatasan. Dalam konteks
ini, perbatasan sudah didefinisikan secara teknis melalui pemberian tanda/patok
perbatasan, baik perbatasan alamiah maupun buatan (artifisial).
 Administrasi adalah Di dalam ruang lingkup administrasi dan manajemen
pembangunan inilah, volume pekerjaan dalam menangani perbatasan adalah
yang paling besar, karena melibatkan multi sektor dan diperlukan perencanaan
secara terintegrasi. Hampir seluruh aspek pembangunan dari aspek politik,
ekonomi, sosial, budaya, hukum, infrastruktur, lingkungan hidup,pertahanan
dan keamanan akan ada di tahapan ini. Dari sisi bilateral, kedua negara yang
berbatasan sangat lazim untuk melakukan kerjasama di berbagai sektor
tersebut.

2. Penting karna konsep negara kepulauan yang di perjuangakan indonesia selama 25tahun
secara terus menerus berhasil memperoleh pengakuan resmi masyarakat internasional.
UNCLOS adalah hasil dari konferensi-konferensi PBB mengenai hukum laut yang
berlangsung sejak 1973 sampai 1982. Hingga kini, tak kurang dari 158 negara yang telah
menyatakan bergabung dengan konvensi, termasuk uni Eropa.
Pengakuan resmi secara insternasioal itu mewujudkan satu kesatuan wilayah sesuai dengan
deklarasi djuanda 13 Desember 1957, Kepulauan indonesia sebagai satu kesatuan politik,
ekonomi, Sosial budaya dan pertahanan keamanan tidak lagi sebatas klaim sepihak Pemerintah
Indonesia.
3. Karna wilayah maritime termasuk bagian suata negara dan merupakan hal yang sangat
penting, Perlunya berunding untuk penentuan batas maritime di karenakan untuk mengurangi
gencatan senjata anatra negara, masalah-masalah diplomasi dan menumbulkan konflik antar
negara karena bisa di anggap merebut batas wilayah
4. Mengapa delimitasi maritim sulit dan lama?
Garis batas untuk disepakati oleh kedua negara yang berdaulat. Konotasi berdaulat
ini menjadi kata kunci. Artinya, harus dilakukan dengan prsinsip mau sama mau.
Tidak boleh sepihak apalagi main paksa.

Batas kedaulatan, akibatnya kedua negara menjadi sengat berhati-hati. Apalagi ada
prinsip hukum yang’menentukan’ tentang perbatasan, yaitu sekali batas ditetapkan
maka tidak lagi dapat diganggu-gugat sekalipun langit runtuh, kata konvensi wina
1969 tentang perjanjian Internasional.

sejak UNCLOS (The United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982,
banyak zona-zona maritim baru yang lahir dan berubah. Untuk Indonesia bahkan
ditambah dengan lahirnya prinsip baru, yaitu garis pangkal lurus kepulauan. Semua
itu mengakibatkan wilayah Republik Indonesia harus diformat ulang sesuai cita-cita
Deklarasi Djuanda 1957

faktor politis, politis-yuridis, ekonomis, gabungan dari ketiganya, atau semata-mata


faktor teknis perundingan. Faktor politis misalnya sarat waktu berurusan dengan
Australia, karena terkait isu Timor Timur.

hukum internasional tentang perbatasan maritim, bahkan UNCLOS 1982,  masih


belum menyediakan norma baku untuk memandu negara membuat garis batas yang
adil dan diterima kedua pihak. Soal ini lebih banyak disandarkan pada diskresi
negara-negara yang kebetulan ‘berdaulat, kaku, dan tidak luwes’ karena ada kontrol
parlemen dan publik.

sebagai negara demokratis, Indonesia menghadapi faktor lain. Indonesia harus


memperhatikan akuntabilitas publik dan legitimasi demokratis. Faktor domestik ini
mungkin tidak ada pada negara tetangga. Juru runding Indonesia menjadi semakin
berhati-hati sebab setiap jengkal garis yang dirundingkan harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat.

5. 48 Kasus Illegal Fishing Terungkap di Jatim Selama 2021


Dirpolairud Polda Jatim Kombes Arnapi memaparkan, para pelaku ini menggunakan alat
tangkap ikan yang dilarang, berjenis trawl. Trawl adalah alat tangkap ikan yang bersifat
aktif, di mana alat tangkap ditarik oleh kapal yang bergerak mengejar gerombolan ikan.
Sehingga, ikan-ikan ini masuk ke dalam jaring. "Pengungkapan kasus ini dilakukan oleh
jajaran Subdit Patroliairud di beberapa lokasi perairan Jatim. Kami mendapat laporan
masyarakat hingga nelayan tradisional yang resah terhadap alat tangkap jaring trawl,"
kata Arnapi di Surabaya, Arnapi menambahkan, penggunaan jaring trawl dilarang di
undang-undang. Selain itu, alat ini juga merusak lingkungan."Banyak dampak
lingkungan yang ditimbulkan jaring trawl tersebut,". Tak hanya itu, Arnapi mengatakan
proses penanganan pelaku illegal fishing ini dilimpahkan ke Dinas Perikanan dan
Kelautan. Hal ini agar para pelaku mendapatkan efek jera. Dalam UU RI No 45 Tahun
2009 tentang perubahan atas UU RI No 31 Tahun 2004 tentang perikanan Pasal 85 jo
Pasal 100 B berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa
dan/atau menggunakan alat penangkap ikan yang mengganggu dan merusak
keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan
perikanan negara RI.

Anda mungkin juga menyukai