Taksonomi pada dasarnya merupakan usaha pengelompokan yang disusun dan diurut
berdasarkan ciri-ciri suatu bidang tertentu. Sebagai contoh, taksonomi dalam bidang ilmu
fisika menghasilkan pengelompokan benda kedalam benda cair, benda padat, dan gas.
Taksonomi dalam bidang ilmu botani mengelompokkan tumbuhan berdasakan karakteristik
tertentu, misalnya kelompok tumbuhan bersel satu dan tumbuhan bersel banyak. Taksonomi
tujuan pembelajaran adalah pengelompokan tujuan pembelajaran dalam kawasan kognitif,
afektif dan psikomotorik.
Sebagai seorang pendidik, maka guru perlu memahami berbagai taksonomi tujuan untuk
memperoleh wawasan yang lebih luas tentang tujuan pembelajaran, dan dapat memilih mana
yang sesuai dengan mata pelajaran yang diasuh dan kegiatan pembelajaran yang
dirancangnya.
Mager dalam Dick dan Carey (1990) mengemukakan bahwa dalam penyusunan Tujuan
Pembelajaran harus mengandung tiga komponen, yaitu; (1) perilaku (behavior), (2) kondisi
(condition), dan (3) derajat atau kriteria (degree). Instructional Development Institute (IDI)
menambahkan satu komponen yang perlu juga dispesifikasikan dalam merumuskan Tujuan
Pembelajaran, yaitu sasaran (audience), sehingga rumusan tujuan itu menjadi empat
komponen, yaitu: a) Audience b) Behavior, c) Conditions, d) Degree.
B = Behavior yaitu perilaku spesifik yang akan dimunculkan oleh siswa setelah selesai proses
belajarnya dalam pelajaran tersebut. Perilaku ini terdiri atas dua bagian penting, yaitu kata
kerja dan objek.
C = Condition yaitu keadaan atau dalam keadaan bagaimana siswa diharapkan
mendemonstrasikan perilaku yang dikehendaki saat ia dites.
D = Degree yaitu tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai perilaku tersebut. Tingkat
keberhasilan ditunjukkan dengan batas maksimal dari penampilan suatu perilaku yang
dianggap dapat diterima. Di bawah batas itu berarti siswa belum mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
Taksonomi tujuan pembelajaran dibagi menjadi tiga kawasan atau kelompok, yaitu kawasan
Kognitif, Afektif, dan Psikomotor. Taksonomi Bloom mengelompokkan tujuan kognitif
kedalam enam kategori. Keenam kategori ini mencakup kompetensi keterampilan intelektual
dari yang sederhana, yaitu tingkat pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis
sampai dengan yang paling kompleks yaitu tingkat evaluasi. Dengan demikinan, tujuan
kognitif berorientasi kepada kemampuan “berpikir” mencakup kemampuan intelektual yang
lebih sederhana, yaitu “mengingat”, sampai dengan kemampuan untuk memecahkan suatu
masalah (problim solving) yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan
gagasan, metode dan prosedur yang sebelumnya dipelajari untuk memecahkan masalah
tersebut. Tujuan kogitif selalu digunakan didalam proses pembelajaran.
Berikut ini dikemukakan contoh penggunaan tujuan kognitif dalam merumuskan tujuan
pembelajaran dengan menggunakan kata kerja atau kalimat yang operasional, yang dapat
anda jadikan pedoman didalam menyusun tujuan pembelajaran sesuai materi pelajaran yang
anda berikan. Untuk lebih jelasnya silahkan anda baca dan pahami serta ikuti cara
penggunaaannya sebagaimana contoh berikut ini:
Mengingat: mengingat data atau informasi dari ingatan jangka panjang Contoh: sebutkan
nama-nama anggota keluargamu!
Contoh: Padukanlah potongan-potongan gambar ini menjadi gambar sebatang pohon kelapa!
Menciptakan: meletakkan berbagai elemen ke dalam suatu bentuk yang koheren atau
fungsional, atau menyusun elemen-elemen ke dalam satu bentuk atau struktur baru Contoh:
Buatlah gambar rumah lengkap dengan halamannya dengan balok.
• Tujuan Afektif berhubungan dengan “perasaan”, “emosi”, “sistem nilai”, dan “sikap hati”
(attitude) yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Tujuan afektif
terdiri dari yang paling sederhana, “yaitu memperhatikan suatu fenomena” sampai dengan
yang kompleks yang merupakan faktor internal seseorang , seperti kepribadian dan hati
nurani. Dengan kata lain, Ranah ini memasukkan perilaku, dan perilaku kita menghubungkan
segala sesuatunya dengan emosi kita, seperti, perasaan, nilai-nilai, apresiasi, antusiasme,
motivasi, dan sikap. Krathwohl mengelompokkan tujuan afektif ke dalam 5 kelompok.
Kelima kelompok besar kategori disajikan di bawah ini, dimulai dari yang paling sederhana
sampai dengan yang paling kompleks.
Kata kunci: jawab, bantu, setuju, pastikan, diskusikan, salam, tolong, beri nama, tampilkan,
praktekkan, sajikan, baca, baca keras-keras, laporkan, pilih, beritahu, tulis.
Penghargaan: penghargaan ataupun nilai yang diberikan seseorang kepada obyek, fenomena,
atau perilaku tertentu. Hal ini mulai dari sekedar menerima sampai dengan pernyataan
komitmen yang sungguh-sungguh. Menilai didasarkan pada internalisasi akan satu set nilai-
nilai tertentu, sementara itu, ciri-ciri dari nilai ini ditunjukkan oleh perilaku terbuka siswa dan
seringkali dapat diidentifikasikan Contoh: menghargai guru, orang tua, dan teman
Kata kunci: lengkapi, tunjukkan, bedakan, jelaskan, ikuti, bentuk, awali, undang, gabung, beri
alasan, ajukan, baca, laporkan, pilih, bagi, pelajari, kerja
Kata kunci: pilih, jelaskan, deteksi, bedakan, identifikasi, pisahkan, kaitkan, seleksi.
Penetapan: kesiapan untuk bertindak. Termasuk di dalamnya kumpulan mental, fisik dan
emosional. Ketiga kumpulan ini merupakan watak yang menentukan respon seseorang akan
situasi yang berbeda-beda (terkadang disebut cara berpikir/pemikiran) Contoh: Menunjukkan
keinginan untuk mempelajari proses baru.
CATATAN: sub-divisi dari psikomotorik ini berkaitan erat dengan “Menanggapi fenomena”,
yang merupakan sub-divisi dari ranah Afektif.
Kata kunci: mulai, tunjukkan, jelaskan, bergerak, lanjutkan, bereaksi, tampilkan, menyatakan,
sukarela.
Mekanisme: ini merupakan tahap perantara dalam mempelajari suatu ketrampilan yang sulit.
Tanggapan hasil belajar harus menjadi kebiasaan dan gerakan dapat dilakukan dengan
percaya diri dan mahir Contoh: mengukur meja dengan rol atau jengkal
Kata kunci: satukan, bangun, kalibrasi, konstruksi, bongkar, tunjukkan, kencangkan, perbaiki,
giling, panaskan, manipulasi. ukur, betulkan, gabungkan, organisasikan, buat sketsa
Tanggapan Terbuka yang kompleks: penampilan aksi motorik yang sangat terampil yang
melibatkan pola gerakan yang rumit. Penguasaan ditunjukkan dengan penampilan yang cepat,
akurat, terkoordinasi dengan baik, hanya membutuhkan energi yang minimum. Termasuk
dalam kategori ini adalah penampilan tanpa ragu-ragu, penampilan secara otomatis.
Contohnya, para pemain terkadang mengeluarkan suara untuk menunjukkan kepuasan
ataupun kata seru pada saat memukul bola tenis atau melempar bola karena mereka tahu dari
apa yang dilakukan, hasil apa yang akan didapat. Contoh: Menyatukan irama lagu dengan
gerakan
Kata kunci: satukan, bangun, kalibrasi, konstruksi, bongkar, tunjukkan, kencangkan, perbaiki,
giling, panaskan, manipulasi. ukur, betulkan, gabungkan, organisasikan, buat sketsa
CATATAN: kata kunci sama dengan mekanisme, akan tetapi memiliki kata keterangan
tambahan yang menunjukkan bahwa penampilan lebih cepat, lebih baik, lebih akurat, dsb.
Adaptasi: ketrampilan dikembangkan dengan baik dan individu dapat memodifikasi pola
pergerakan agar sesuai dengan persyaratan tertentu.
Contoh: dapat menggunakan alat permainan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.
Kata kunci: adaptasi, ubah, berubah, susun kembali, organisasikan kembali, revisi,
variasikan.
Awal permulaan: menciptakan pola pergerakan yang baru agar sesuai dengan situasi tertentu
ataupun masalah khusus. Hasil belajar menekankan kreativitas yang didasarkan atas
ketrampilan yang sangat terlatih. Contoh: menciptakan bangunan baru.
• Imitasi: mengamati dan menjadikan perilaku orang lain sebagai pola. Apa yang ditampilkan
mungkin kualitas rendah . Contoh: menjiplak hasil karya seni
• Manipulasi: mampu menunjukkan perilaku tertentu dengan mengikuti instruksi dan praktek.
Contoh: membuat hasil karya sendiri setelah mengikuti pelajaran, ataupun membaca
mengenai hal tersebut.
• Ketepatan: meningkatkan metode supaya lebih tepat. Beberapa kekeliruan tampak jelas.
Contoh: bekerja dan melakukan sesuatu kembali, sehingga menjadi “cukup baik.”
• Naturalisasi: telah memiliki tingkat performance yang tinggi sehingga menjadi alami, dalam
melakukan tidak perlu berpikir banyak. Misalkan: Dapat bemain simpai atau menari dengan
terampil.
Menurut Harrow :
Harrow (1972) menyusun tujuan psikomotor secara hierarkhis dalam lima tingkat sebagai
berikut:
1) Meniru. Tujuan pembelajaran pada tingkat ini diharapkan siswa dapat meniru suatu
perilaku yang dilihatnya.
2) Manipulasi. Tujuan pembelajaran pada tingkat ini menuntut siswa untuk melakukan suatu
perilaku tanpa bantuan visual, sebagaimana pada tingkat meniru. Tetapi diberi petunjuk
berupa tulisan atau instruksi verbal.
3) Ketepatan Gerakan. Tujuan pembelajaran pada level ini siswa mampu melakukan suatu
perilaku tanpa menggunakan contoh visual maupun petunjuk tertulis, dan melakukannya
dengan lancar, tepat, seimbang dan akurat.
4) Artikulasi. Tujuan pembelajaran pada level ini siswa mampu menunjukkan serangkaian
gerakan dengan akurat, urutan yang benar, dan kecepatan yang tepat.
5) Naturalisasi. Tujuan pembelajaran pada tingkat ini siswa mampu melakukan gerakan
tertentu secara spontan tanpa berpikir lagi cara melakukannya dan urutannya.
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan pembelajaran merupakan salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam
melaksanakan pembelajaran. Sebab segala kegiatan pembelajaran muaranya pada tercapainya
tujuan tersebut. Dilihat dari sejarahnya tujuan pembelajaran pertama kali diperkenalkan oleh
B.F. Skinner pada tahun 1950 yang diterapkannya dalam ilmu perilaku (behavioral science)
dengan maksud untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Kemudian diikuti oleh Robert
Mager yang menulis buku yang berjudul Preparing Instructional Objective pada tahun 1962.
Selanjutnya diterapkan secara meluas pada tahun 1970 di seluruh lembaga pendidikan
termasuk di Indonesia (Uno, 2008).
Agar proses pembelajaran dapat terkonsepsikan dengan baik, maka seorang guru
dituntut untuk mampu menyusun dan merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan
tegas. Kendati demikian, dalam kenyataan di lapangan saat ini, tampaknya kita masih dapat
menemukan permasalahan yang dihadapi para guru (calon guru) dalam merumuskan tujuan
pembelajaran yang hendak dilakukannya, yang berujung pada inefektivitas dan inefesiensi
pembelajaran (Sudrajat, 2009).
Oleh karena itu, melalui tulisan sederhana ini akan dikemukakan secara singkat
tentang apa dan bagaimana merumuskan tujuan pembelajaran, dalam perspektif teoritis.
Dengan harapan dapat memberikan pemahaman kepada para guru dan calon guru agar dapat
merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas, sehingga dapat melaksanakan
pembelajaran yang benar-benar terfokus pada tujuan yang telah dirumuskannya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Tujuan Pembelajaran
Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan beberapa
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager mengemukakan bahwa
tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh
siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Kemp dan David E. Kapel
menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan
dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk
menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.
Henry Ellington menyatakan bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang
diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Oemar Hamalik (2005) menyebutkan
bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan
tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran. Sementara itu, menurut Standar
Proses pada Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, tujuan pembelajaran menggambarkan
proses dan hasil belajara yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan
kompetensi dasar. Ini berarti kemampuan yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran
mencakup kemampuan yang akan dicapai siswa selama proses belajar dan hasil akhir
belajar pada suatu kompetensi dasar.
Meskipun para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam tapi
tampaknya menunjuk pada esensi yang sama, yaitu:
1. Tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku pada siswa setelah
mengikuti kegiatan pembelajaran
2. Tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik.
Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel
bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini
mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara
tertulis (written plan).
Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik
bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat)
manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu:
1. Memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada
siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri
2. Memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar
3. Membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran
4. Memudahkan guru mengadakan penilaian.
Dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses disebutkan
bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran,
menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu
pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur
prestasi belajar siswa. Sementara itu, Fitriana Elitawati (2002) menginformasikan hasil
studi tentang manfaat tujuan dalam proses belajar mengajar bahwa perlakuan yang berupa
pemberian informasi secara jelas mengenai tujuan pembelajaran khusus kepada siswa pada
awal kegiatan proses belajar-mengajar, ternyata dapat meningkatkan efektifitas belajar
siswa.
Memperhatikan penjelasan di atas, tampak bahwa tujuan pembelajaran merupakan
salah satu komponen penting dalam pembelajaran, yang di dalamnya dapat menentukan
mutu dan tingkat efektivitas pembelajaran.
B. Taksonomi Kompetensi Pembelajaran
Menurut oleh Kravetz (2004), bahwa kompetensi adalah sesuatu yang seseorang
tunjukkan dalam kerja setiap hari. Fokusnya adalah pada perilaku di tempat kerja, bukan
sifat-sifat kepribadian atau ketrampilan dasar yang ada di luar tempat kerja ataupun di
dalam tempat kerja. Kompetensi mencakup melakukan sesuatu, tidak hanya pengetahuan
yang pasif. Seorang karyawan mungkin pandai, tetapi jika mereka tidak meterjemahkan
kepandaiannya ke dalam perilaku di tempat kerja yang efektif maka kepandaian tidak
berguna. Jadi kompetensi tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan. Kebingungan
yang banyak terjadi dengan kompetensi adalah pengetahuan (knowledge), ketrampilan
(skills), sikap (attiudes) dan sifat-sifat pribadi lain (Syafei, 2007).
Dalam praktik pendidikan di Indonesia, pergeseran tujuan pembelajaran ini terasa
lebih mengemuka sejalan dengan munculnya gagasan penerapan Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Kendati demikian, di lapangan kegiatan merumuskan tujuan pembelajaran
seringkali dikacaukan dengan perumusan indikator pencapaian kompetensi. Sri Wardani
(2008) bahwa tujuan pembelajaran merupakan target pencapaian kolektif, karena rumusan
tujuan pembelajaran dapat dipengaruhi oleh desain kegiatan dan strategi pembelajaran
yang disusun guru untuk siswanya. Sementara rumusan indikator pencapaian kompetensi
tidak terpengaruh oleh desain ataupun strategi kegiatan pembelajaran yang disusun guru,
karena rumusannya lebih bergantung kepada karakteristik Kompetensi Dasar yang akan
dicapai siswa. Di samping terdapat perbedaan, keduanya memiliki titik persamaan yaitu
memiliki fungsi sebagai acuan arah proses dan hasil pembelajaran.
Terlepas dari kekacauan penafsiran yang terjadi di lapangan, yang pasti bahwa
untuk merumuskan tujuan pembelajaran tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tetapi
harus memenuhi beberapa kaidah atau kriteria tertentu. W. James Popham dan Eva L.
Baker (2005) menegaskan bahwa seorang guru profesional harus merumuskan tujuan
pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan apa
yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran. Selanjutnya, dia
menyarankan dua kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan pembelajaran, yaitu:
(1) preferensi nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan guru mengenai apa yang
penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa serta bagaimana cara membelajarkannya;
dan (2) analisis taksonomi perilaku; dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru
akan dapat menentukan dan menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang akan
dikembangkan, apakah seorang guru hendak menitikberatkan pada pembelajaran kognitif,
afektif ataukah psikomotor.
Berbicara tentang taksonomi perilaku siswa sebagai tujuan belajar, saat ini para
ahli pada umumnya sepakat untuk menggunakan pemikiran dari Bloom (Gulo, 2005)
sebagai tujuan pembelajaran, yang dikenal dengan sebutan taksonomi Bloom (Bloom’s
Taxonomy).
Menurut Bloom perilaku individu dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) ranah,
yaitu:
1. Ranah kognitif; ranah yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar, di
dalamnya mencakup: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension),
penerapan (application), penguraian (analysis), memadukan (synthesis), dan penilaian
(evaluation)
2. Ranah afektif; ranah yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat,
sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, di dalamnya mencakup: penerimaan
(receiving/attending), sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian
(organization), dan karakterisasi (characterization)
3. Ranah psikomotor; ranah yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang
melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis.
Ranah ini terdiri dari : kesiapan (set), peniruan (imitation), membiasakan (habitual),
menyesuaikan (adaptation) dan menciptakan (origination). Taksonomi ini merupakan
kriteria yang dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi mutu dan efektivitas
pembelajarannya.
DAFTAR PUSTAKA
Sudrajat, Ahmad, 2009, Tujuan Pembelajaran Sebagai Komponen Penting,
http://www.athmosudrajatfileswordpress-com/2009/09/tujuan-pembelajaran-sgb-
komponen-komponen-penting-dlm-pembelajaran1-doc, diambil tanggal 15 Maret 2010
Suparman, Atwi, 2001, Desain Instruksional, Jakarta:PAU-PPAI, Universitas Terbuka,
hal.78-92.
Uno, Hamzah, 2008, Perencanaan Pembelajaran, Jakarta: PT Bumi Aksara.
Syafei, H Buyung Ahmad, 2007, Kompeten dan Kompetensi,
Hamalik, Oemar, 2009, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya cetakan ketiga, hal 138-139.