Anda di halaman 1dari 45

Buku Ajar

Epidemiologi

untuk
Kesehatan gigi

Bambang Priyono.

Bagian
Kedókteran Gigi Pencegahan dan
Késehatan Gigi Masyarakat

Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta

Universitas Gadjah Mada


Kata pengantar

Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi akhir-akhir ini mengisyaratkan bahwa


single factorial causation of disease sudah tidak relevan lagi dalam menelusuri
kejadian suatu penyakit maupun penyakit-penyakit yang dapat mengenai gigi dan
mulut.
Disamping itu, dewasa ini banyak tenaga kesehatan gigi yang menduduki posisi-
posisi kunci dalam pengambilan keputusan baik di bidang kesehatan maupun
kesehatan gigi, maka dirasakan perlunya bagi tenaga kesebatan gigi untuk dibekali
ilinu epidemioIogi, dalam rangka mendapatkan data-data yang fresh dan akurat serta
dapat menggunakan data tersebut untuk menelusuri kejadian penyakit.
Buku ajar Epidemiologi ini disusun untuk memberi wawasan dasar dalam
memahami ilmu epidemiologi secara lebih lengkap dan penerapan ilmu .ini dibidang
kesehatan maupun kesehatan gigi.

Penyusun.

Universitas Gadjah Mada


EPIDEMIOLOGI

Seorang tenaga kesehatan gigi melapor kepacla kepala dinas kesehatan setempat
bahwa ditemukan dalam peneitiannya 12 kasus penderita kanker rahang di daerah
sekitar tempat prakteknya selama 4 tahun terakhir.
Apa yang harus ditakukan oleh kepala dinas atas laporan tersebut, dalam rangka
menanggulangi masalah yang terjadi?

Di sinllah peranan ilmu epidemiologi dalam rangka memperoleh informasi yang tepat
untuk mengambil keputusan yang kritis terhadap banyak hal.

Batasan Epidemiologi

Definisi epidemiologi yang paling akhir di kemukakan oleh Last (1988) Adalah ilmu
tentang destribusi dan determinan-determinan dan keadaan atau kejadian yang
berhubungan dengan kesehatan di dalam populasi tertentu, serta penerapannya untuk
mengendalikan masalah masalah kesehatan.

Batasan-batasan lain dalam perkenibangan ilmu ini pernah dikemukakan:

Ilmu tentang fenomena masa penyakit infeksi (Frost, 1927), mempunyai pengertian
ilmu tentang EPIDEMT

Ilmu tentang apa yang terjadi pada rakyat: (Omran, 1974)


Epi = pada
Demos = rakyat
Logos = Ilmu
Dari batasan ini tampak bahwa penerapan ilmu ini sangat luas karena dapat mengenai
tidak hanya masalah kesehatan.

Ilmu tentang penyebaran dan penentu frekuensi penyakit pada manusia (Mc Mahon &
Pugh, 1970)
1. Mendiskripslkan penyebaran penyakit pada populasi
2. Menelusuri faktor-faktor yang berpenganth pada penyebaran penyakit.

Universitas Gadjah Mada


Ilmu atau sekumpulan pengetahuan tentang penyakit pada masyarakat dan metodologi
untuk mendiagnosa penyakit sebagai fenomena pada masyarakat.

Konsep Dasar

Konsep-konsep Epidemiologi di dasarkan pada temuan-temuan ahli seperti berikut:


• Hippocrates 400 SM melakukan penyelidikan tentang terjadinya penyakit yang
dihubungan dengan:
Perubahan musim, angin, keadaan air, jenis tanah, panas dan dingin.
Kemudian di keluarkan konsep lingkungan dan inang (host).

• Pertengahan Abad 17, John Graunt melakukan penerapan prinsip-prinsip


perbitimgan kuantitatif terhadap terjadinya fenomena masa/penyakit. Pada
tahun 1662 melakukan pencatatan dan perhitungan terhadap angka kematian
di London. Beliau terkenal sebagai bapak Statistik daripada Epidemiolog.

• William Farr (1839) melakukan pengkajian terhadap data, shg dapat


menerangkan adanya hubungan antara peristiwa kehidupan detigan keadaan
kesehatan masyarakat.

• Temuan spektakuler dari John Snow 1850. yaitu wabah penyakit kolera di
Inggris pada masyarakat yang menggunakan fasilitas air minum dan 2
perusahan air (Southwark dan Lambeth). Penelitian ini mempengaruhi
kebijakan pemerintah pada saat itu tentang sanitasi.

• James Lind menemukan scurvy pada pelaut dapat disembuhkan dengan


memberi mereka buah-buahan.

• William Fletcher 1905, di Kuala lumpur menemukan bahwa besar yang tidak
dikupas kulit arinya dapat mencegah penyakit beri-beri

• Abad 20
Farmingham menemukan faktor-faktor resiko terjadinya penyakit jantung.
Penyakit kardiovaskuler (Epistein, 1965)
Kanker (Lilienfeld, 1967)

Universitas Gadjah Mada


Epidemiologi modern

Diawali pada saat Doll, Hill dkk 1955 secara mendalam memlakukan riset mengenai
hubungan antara mengisap rokok dengan kanker paru. Kemudian aihi lain dalam
penelitian epidemiologi yaitu ditemukannya penyakit Legioner dan acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS)

Keberhasilan epidemiologi.

Pemberantasan Smallpox (cacar).


Tahun 1790 secaratidak sengaja diketahui cacar sapi (cowpox) dapat meniinbulkan
kekebalan seseorang terhadap cacar. Tapi 200 thn kemudian baru WHO
menganjurkannya untuk digunakan secara luas yang akhirnya dapat menghilangkan
sementara (beberapa tahun) penyakit ini dari muka bumi (WHO).

Keracunan metil merkuri


Tahun 1950 di Jepang sebuah perusahaan industri melakukan pembuangan limbah
campuran merkuri ke teluk kecil di Minamata. Beberapa tahun kemudian beberapa
orang sekitar teluk mengalami pusing2 dan lain2. Diketemukannya Ikan yg tercemar
merkuri kemudian di makan manusia adalah keberhasilan epidemiologi (1960) Juga di
daerah lain di Jepang (WHO. 1990)

Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik yang kemudian melalui riset
epidemiologi diketemukan berhubungan dengan kemiskinan. Penyakit ini merupakan
kelanjutkan dan infeksi saluran pernapasan atas oleh streptokokus yang dapat
mengenai jantung. Karena sanitasi yang sudah baik dan pengobatan adekuat dinegara
modern penyakit sdh hilang/turun.

Defisiensi yodium dan kretinisme sudah dlketahui 400 tahun yang lalu. Tapi baru
tahun 1915 baru diketahui mudah pemberantasannya dgn yodisasi. Efek positif Yod
untuk profilaktis dan terapetik bersekala luas baru diperkenalkan tahun 1924.

Tekanan darah tinggi banyak pada negara2 maju / berkembang. Lebih dari 20% org
berusia 35-64 menderita hipertensi. Pengetahuan epidemiologis penyakit ini penting

Universitas Gadjah Mada


untuk menentukan batas yang disebut tensi tinggi guna merecanakan pengobatan dan
pencegahan.

Penyebab kanker paru yang akhir-akhir im ditemukan melalui penelitian epidemiologi


bahwa selain merokok, debu asbestos juga merupakan penyebab, diketemukan
terutama di negara industri.

AIDS yang ditemukan pada tahun 1981 di Amerika, tahun 1992 menjadi ancaman bagi
kesehatan umat manusia pada saat ditemukan 484 kasus yang mayoritas orang
Amenika. Kasus ini memiliki dampak yang Iebth luas dibelakang kasus AIDS yang
dilaporkan yaitu:
adanya orang yang ter-kena AIDS-related condition yang tidak dilaporkan. Dilaporkan
bahwa lima puluh persen dan orang yang terkena HIV (Human immunodeficienci Virus)
akan menjadi AIDS 10 tahun kemudian. Diantara penderita AiDS, 50% nya akan
meninggal 18 bulan kemudian.

Kegunaan Epidemiologi

1. Mendiskripsikan fenomena Kesehatan Masyarakat.


2. Mengkaji adanya hubungan sebab-akibat.
3. Evaluasi program kesehatan dan program intervensi.

Oleh beberapa ahli secara garis besar Epideiniologi di bagi menjadi 2, yaitu:

Epidemiologi Deskriptif
Memberi gambaran tentang suatu keadaan atau penyakit pada masyarakat.

Epidemiologi Anailtik
Menerangkan penyebab penyakit, mengkaji hubungan penyakit dengan faktor-
faktor resiko (korelasi).

Sedang beberapa ahli lain tidak membagi demikian karena untuk melangkah ke
epidemiologi analitik, tentu perlu pengumpulan dan penyajian data dulu (Epidemiologi
Deskriptif).

Universitas Gadjah Mada


KONSEP TERJADINYA PENYAKIT

Timbulnya penyakit pada manusia


manusia sudah lama menjadi perhatian para ahli sehingga
pada awalnya dikeniukakan teori Single causation of disease, bahwa timbulnya
penyakit disebabkan hanya oleh satu penyebab. Namun dengan berkembangnya iptek
diyakini bahwa penyebab penyakit tidak hanya oleh satu sebab, tetapi merupakan
interaksi antara beberapa penyebab (Multiple causation of disease).

sep di atas timbul model-model:


Berdasarkan konsep model

1. Segitiga epidemiologi (The Epidemiologic triangle)


Bahwa timbulnya
bulnya penyakit karena interaksi ketiga faktor yaitu:
yaitu: induk semang(host),
lingkungan dan agen.

Menurut model ini perubahan salah satu faktor akan merubah keseimbangan
siantara mereka, yang mengakibatkan bertambah atau berkurangnya penyakit. Di
bidang kesehatan gigi dikenal segi tiga epidemiologi terjadinya caries gigi: dimana
sebagai causenya streptokokus mutan, lingkungan ludah dan plak gigi, dan
sebagai induk semangnya adalah gigi.

2. Jaring-jaring
jaring sebab akibat (Web of causation)

Universitas Gadjah Mada


Model ini menyatakan bahwa penyebab penyakIt tidak olel satu sebab melainkan
oleh serangkaian proses sebab-akibat.
sebab

3. Roda (the wheel)

EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF
Perubahan frekuensi penyakit tergantung dari perubahan variabel:
1. Orang/pribadi/person
2. Tempat/place
3. Waktu/time

1. Orang/Pribadi/Person
Person
• Umur
Angka kesakitan atau kematian selalu berhubungan dengan umur:
1. Kondisi seseorang merupakan. fungsi dan proses umur:
Misal perkembangan fisiologis, imunitas dengan bertambahnya umur dll
dll.
2. Perubahan kebiasaan dan jenis makanan yang dikonsumsi.

Universitas Gadjah Mada


3. Perubahan daya tahan tubuh, misalnya karena pekeijaan. Infasi bakten
semasa muda muncul dihan tim mi clisebabkan pada waktu muda daya
tahan tubuh tinggi, kemudian menurun setelah tua.
4. Adanya alat diagnostik yang lengkap untuk golongan umur tertentu.

• Jenis kelamin
Umumnya angka kematian tinggi pada laki-laki karena mereka tidak
merasakan bila penyakitnya masih ringan, memeriksakan pada saat sudah
parah. Angka kesakitan tinggi pada wanita.

Dugaan:
1. Faktor hormonal
2. Lingkungan bergaul/kerja
mengisap rokok, minuman keras, pekerja berat.
3. Kemungkinan di AS wanita Iebih bebas mencari sarana pengobatan.

• Kelas sosial
Variabel yang menggambarkan kelas sosial adalah pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, tempat tinggal Faktor-faktor ini mempengaruhi berbagai aspek
kehidupan, misal: pemeliharaan kesehatan, dana untuk berobat, sanitasi
lingkungan, gizi dll.
Klas I : tenaga profesional
Klas II tenaga menengah
Klas III : tenaga trampil
Klas IV : tenaga setengah trampil
Klas V : tenaga tidak trampil

• Jenis pekerjaan
Hal-hal yang dicurigai:
Lingkungan kerja yang khusus misal : Pabrik gas, bahan kimia.
Situasi kerja yang penuh dengan stres dan ketegangan.
Gerak badan yang kurang.
Penularan penyakit karena bekerja pada ruangan yang sempit.

Universitas Gadjah Mada


• Penghasilan
Penghasilan seseorang berhubungan dengan pemanfaatan fasilitas
kesehatan gigi, maupun kebiasaan untuk menjaga kebersihan gigi.

• Golongan Etnik
Berkaitan Gaya hidup
Kebiasaan makan
Susunan genetik
Sickle sel anemia pada orang negro
Ewing’s sarcoma tidak pemah dilaporkan pada negro.

• Status perkawinan
Pendapat ahli mengatakan bahwa seseorang dengan status tidak kawin
memiliki pola hidup yang kurang sehat dalam mencari makan, waktu tidur
dan hubungan dengan wanita.

• Besar keluarga/struktur keluarga


Berhubungan dengan penghasilan keluarga yang kecil karena harus dibagi-
bagi.

• Paritas
Paritas rendah lebih baik ditinjau dari segi keuangan untuk keluarga
maupun kesehatan ibu dan anak.

• Faktor Genetik
Berbagai faktor genetik dapat melatarbelakangi terjadinya penyakit:
- Hemophilia, retmoblastoma, karies.
- Sickle sel memberi ketahanan pada plasmodium falciparum
- Gol darah A meningkatkan resiko terjadinya kanker lambung.
- karena masalah genetik luas Epidemiologi genetik.

2. Tempat/place
Batas tempat berdasarkan
• Alam
• Administrasi

Universitas Gadjah Mada


Pengetahuan tentang distnbusi geografis suatu penyakit bermanfaat untuk
mencari etiologi suatu penyakit.

Perbandingan pola penyakit didasarkan:


1. Batas daerah pemerintahan
2. Kota dan pedesaaan
3. Daerah berdasarkan alam (gunung, laut, padang pasir)
4. Negara atau regional

Batas alam lebih penting, karena memberi lingkungan yg khusus misal:


Pengaruh variasi geografis pada timbulnya penyakit
1. Lingkungan fisis, khemis, biologis sosial dan ekonon
2. Konstitusi genetis dan etnis yang berbeda.
3. Variasi kultural berpengaruh pd: kebiasaan, pekerjaan Praktek higierns
perorangan, pengerlian sakit/sebat.
4. Variasi administrasi : tersedianya RS, pelayanan kesehatan, program
higiene (sarntasi) dll.

Banyak penyakit yang hanya terjadi di daerah tertentu:


Demam kuning Amerika latin ada reservoir kera atau manusia.
Schistosomiasis di lembah Nil atau Jepang vektornya keong.
Gondok endemik daerah yang rendah kadar yoodnya.

3. Waktu/Time
Perubahan penyakit berdasarkan pekembangan waktu penting dalam upaya
mencari etiologi suatu penyakit
Berdasarkan panjangnya waktu dibedakan:
a) Fluktuasi jangka pendek
b) Perubahan secara sikils
c) Perubahan sekuler

a. Perubahan jangka pendek.


Perubahan angka kesakitan berlangsung beberapa jam, hari, minggu
dan bulan, artinya dalam jangka waktu tersebut terjadi peningkatan
jumlah penderita penyakit. Misal, epidemi keracunan makanan

Universitas Gadjah Mada


(beberapa jam), epidemi influenza (beberapa hari minggu), epidemi
cacar (bulanan).

b. Perubahan secara siklis


Perubahan secara siklis adalah keadaan dimana timbulnya dan
memuncaknya angka-angka kesakitan atau kematian terjadi berulang-
ulang tiap beberapa bulan, tiap tahun, atau setiap beberapa
tahun:Peristiwa semacam ini dapat terjadi baik pada penyakit infeksi
maupun pada penyakit bukan infeksi.
Perubahan angka kesakitan atau kematian secara siklis ini lebih
mudah dijelaskan bila penyakit tersebut ditularkan rnelalui vector. Ada
tidaknya keadaan yang memung-kinkan transmisi penyakit oleh vektor
yang bersangkutan, yakni apakah temperatur dan kelembaban
memungkinkan transmisi. Disamping itu perlu diperhatikan:

a) Terdapatnya tempat perkembang biakan alami vector, sedemikian


rupa sehingga dapat mencapai jumlah yang dapat. menimbulkan
penyakit (adanya kepadatan vektor yang perlu untuk transmisi).

b) Selalu adanya kerentanan atau individu-individu yang rentan.

c) Adanya kemungkinan individu yang rentan ini tertular penyakit


karena kegiatan-kegiatan berkala yang mereka lakukan.

d) Kemampuan infektif yang tetap untuk menimbulkan penyakit.

e) Adanya faktor-faktor lain yang belum diketahui. Hilangnya atau


berubahnya siklus berarti adanya perubahan dan salah satu atau
lebIh hal-hal diatas.
Pengetahuan tentang perubahan siklis pada penyakit-penyakit yang
bukan vektor borne masih kurang dibandingkan dengan vektor borne
disease yang telah kita kenal. Sebagai contoh, belum dapat diterangkan
secara pasti mengapa wabah influensa A bertendensi untuk timbul
setiap 2-3 tahun, mengapa influensa B timbul setiap 4-6 tahun,
mengapa wabah campak timbul 2-3 tahun (di Amerika Serikat). Sebagai

Universitas Gadjah Mada


salah satu sebab yang mungkin ialah berkurangnya penduduk yang
kebal (meningkatnya kerentanan) dengan asumsi faktor-faktor lain
tetap.
Banyak penyakit-penyakit yang belum diketahui etiologinya
menunjukkan variasi angka kesakitan secara musiman, pengamatan ini
dapat membantu dalam mencan etiologi penyakit-penyakit tersebut.
Namun akan timbul kesulitan dalam melakukan mterpretasi karena
banyak keadaan-keadaan yang berperan terhadap timbulnya penyakit
juga ikut berubah pada perubahan muslim. Misal: perubahan populasi
hewan, perubahan tumbuh-. tumbuhan yang berperan di dalam
microclimate dan suatu vektor, perubahan tempat berkembangbiakan,
perubahan dalam susunan reservior penyakit, perubahan dalam
berbagai aspek perilaku manusia seperti yang menyangkut pekerjaan,
makanan, rekreasi dan sebagainya.
Perubahan slklis dan beberapa penyakit karena gangguan gizi
secara bermusim belum dapat diterangkan secara jelas. Variasi
musiman ini diperkirakan berperan dalam perubahan produksi,
distribusi, dan konsumsi dan bahan-bahan makanan yang mengandung
bahan yang dibutuhkan yang dibutuhkan untuk pemeliharaan gizi,
maupun keadaan kesehatan individu-individu terutama dalam hubungan
dengan penyakit-penyakit infeksi dan sebagainya.

c. Perubahan Sekuler
Perubahan sekuler adalah perubahan angka kesakitan atau
kematian suatu penyakit didalam jangka waktu yang panjang, berpuluh-
puluh atau ratusan tahun. Penyelidikan mengenai kecenderungan di
negara-negara maju seperti Amerika Serikat telah dilakukan antara lain
penyakit-penyakit tb, tipus abdominalis, influensa, pneumonia, difteni,
gastritis, duodenitis, entenitis, kolitis, penyakit-penyakit jantung, kanker
paru, kanker prostat, kanker usus besar, kanker lambung, hepatitis
virus, sirosis hepatis, kolera,leukemia,serta kecelakaan-kecelakaan, dan
bahkan umur mulal menstruasi.
Kemungkinan untuk menerangkan perubahan-perubahan ini adalah
adanya program inter-vensi terhadap penyakit-penyakit tersebut.

Universitas Gadjah Mada


PENGUKURAN ANGKA KESAKITAN DAN KEMATIAN

Pengukuran angka kematian atau angka kesakitan dilakukan dengan angka mutlak,
rate dan ratio.

1. Angka mutlak misal : dari hasil pengukuran penyakit TBC disuatu daerah
ditemukan 1000 orang menderita penyakit tersebut. Bentuk lxii sangat sederhana
dan memben informasi yang sangat minimum.
2. Rate perbandingan suatu peristiwa/kasus penyakit dibagi dengan jumlah
penduduk yang mungkin terkena (population at risk) dalani waktu yang sama
dinyatakan dengan persen atau permil.
3. Ratio adalah perbandingan suatu peristiwa dengan peristiwa lain yang tidak
berhubungan. Misal perbadingan antara penderita TBC pria dan wanita.

Ukuran rate yang sering digunakan:

1. Incidence Rate

Adalah jumlah kasus/penderita baru suatu penyakit yang terjadi dalam masyarakat
pada periode tertentu dibagi populasi yang mempunyai resiko:

Jumlah kasus/pend erita baru pd waktu dan tempat tertentu


Incidence = x1000
Jumlah penduduk yang mempunyai resiko ( tahun ) pada waktu & tempat yang sama

Waktu tertentu ini dapat bulan, tahun dan seterusnya. Pada kasus yang jarang
sehingga pengamatannya berlangsung lama (bertahun-tahun), maka pembaginya
adalah jumlah penduduk pertengahan periode tersebut.

Apabila pada suatu kasus epidemi (misal penyakit menular), pembaginya adalah
jumlab penduduknya yang terancam epidemi pada waktu epidemi berlangsung
maka Incidence disebut sebagai Attack rate

Jumlah kasus/penderita baru pd saat epidemi


Attack Rate = x1000
Jumlah penduduk yang mempunyai resiko pada saat epidemi

Universitas Gadjah Mada


2. Prevalence Rate
Jumlah penduduk yang menderita kasus/penyakit pada titik waktu tertentu

Jumlah kasus/penderita pada waktu dan tempat tertentu


Prevalence = x1000
Jumlah penduduk seluruhnya

Jumlah penduduk seluruhnya ini dapat biasanya penduduk pada pertengahan


tahun. Pengetahuan ttg prevalance : penting utk perencanaan fasilitas, tenaga,
program pemberantasan ddll.
Pengukuran Prevalence rate diatas dilakukan:
pada titik waktu tertentu = POINT PREVALENCE
pada rentang waktu tertentu = PERIOD PREVALENCE
Period prevalence = terdiri atas kasus lama pada awal pengamatan ditambah
kasus baru (incidence) selama observasi.

3. Crude Death Rate (CDR)


Jumlah kematian penduduk padawaktu dan
tempat tertentu
CDR = x 1000
Jumlah penduduk rata − rata(pertengahan
tahun) pada waktu & tempat yang sama
1. Digunakan secara luas krn
a. “summary rate”
b. membutuhkan informasi minimal
2. Untuk perbandingan antara waktu, tempat, negara.
Kelemahannya tidak menunjukkan golongan umur spesifik. Untuk
pembandingan dengan rate dengan pengelompokan umur yg tertentu perlu
penyesuaian atau adjustment

4. Age Specific Death Rate


Jumlah kematian pada umur tertentu di suatu
tempat tertentu
ASDR = x 1000
Jumlah penduduk pada umuer tertentu pada
tempat dan waktu yang sama

Universitas Gadjah Mada


5. Cause (Disease) Specific Death Rate
Jumlah kematian karena sebab tertentu pada
tempat dan waktu tertentu
CSDR = x 1000
Jumlah penduduk rata − rata(pertengahan
tahun) pada waktu & tempat yang sama

6. Disease Specific Fatality Rate


Misalnya karena TB
Jumlah kematian krn TB di suatu tempat
dan waktu tertentu
TB SFR = x 1000
Jumlah kasus - kasus TB pd jangka waktu
dan tempat yang sama
Beberapa rate yang digunakan sebagai indicator kesehatan masyarakat:

7. Infant mortality rate


Tingkat kematian bayi (perinatal dan neonatal) sebagai indikator kualitas pelayanan
kesehatan perilaku kesehatan masyarakat kualitas lingkungan rumah-tangga
(Infant Mortality Rate)
Jml kematian bayi berumur kurang dari
setahun selama waktu tertentu
IMR = x1000
Jumlah bayi lahir pada waktu yang sama

8. Maternal mortality rate


Indikator keberhasilan pelayanan kebidanan mulai pelayanan prenatal, pertolongan
kelahiran, pelayanan nifas dan antar kelahiran (MMR = Maternal Mortality Rate)
Jml kematian ibu karena puerperal(nifas) selama waictu sampai 90 han pasca
melahirkan dalam waktu tertentu.

Jml kematian ibu karena puerperal (nifas)


selama waktu ter tentu
MMR = x1000
Jumlah bayi lahir hidup pd waktu yg sama

Tingkat kelahiran yang tinggi biasanya dialami oleh masyarakat agraris yang
berubah menjadi masyarakat industri (mengalami peningkatan penghasilan).

Universitas Gadjah Mada


Klasifikasi penyakit
WHO menerbitkan klasifikasi penyakit yang telah mengalami revisi sampai 10 kali lCD-
10
(International Classification of Diseases, 10th revision) yaitu mengelompokkan
diagnosis, tanda-tanda dan gejala-gejala serta penyebab penyakit menjadi 21 katagori.
Menyongsong kesehatan untuk semua tahun 2000,WHO memasukkan
rehabilisasi atas kecatatan sebagai sasaran kesehatan : ICIDH (International
Clasification of Impairment, Disabilities and Handicaps) terbit 1980, kegunaan: untuk
membakukan data tentang keterbatasan fisik maupun fungsional di masyarakat.
Gangguan defisiensi (impainnent) meliputi: Gangguan mtelektual, psikologik,
wicara, rungu, pengelihatan, defisiensi organ (pemapasan, sirkulasi, pencemaan dll),
keluinpuhan, deformitas (tulang) dlll.
Disabilitas meliputi: gangguan perilaku, komunikasi, pemenuhan kebutuhan
personal (pakaian, makan), ketrampilan tertentu dll. Handicaps menipakan
keterbatasan social ekonomi akibat gangguan fungsional dan disabilitas.
Penilaian status kesehatan umwn dapat berdasarkan pada kualitas kehidupan
yang dirasakan dan harapan hidup. QALY = Quality Adjusted Life Year. Kualitas
kehidupan diukur berdasarkan aspek-aspek kesehatan: rasa sakit, disabilitas,
kemampuan merawat diri sendiri dan keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan sosial
maupun pekerjaan yang menghasilkan upah.
Qaly dapat mencerminkan kemampuan pelayanan kesehatan baik preventif
kuratif dan rehabilitatif dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat.

HUBUNGAN SEBAB - AKIBAT

Hubungan antara 2 variabel/ubahan dapat:


Simetris
Asimetris
Timbal-balik (Susser, 1977)

Hubungan simetris
o tidak mengenal arah
o tidak ada urutan waktu
missal :

Universitas Gadjah Mada


• Kedua variabel
iabel merupakan tanda suatu fenomena Pusing dan pilek merupakan
tanda influenza.
• Kedua variabel
el merupakan akibat suatu fenomena
fenomena bertambah tinggi dan berat
badan karena pertumbuhan.

Hubungan asimetrik
Variabel yang satu merupakan penentu variabel
variabel yang lain, merupakan hubungan
Sebab akibat
misalnya:
• Pemberian rangsangan dengan timbulnya tanggapan.
= pemberian
ian vaksin dgn timbunya kekebalan.
• Adanya prakondisi
ndisi dengan terjadinya fenomena.
= kenaikan jml kendaraan dgn jml kecelakaan lalin.

Hubungan timbal-balik
Merupakan kelanjutan hubungan asimetris yaitu: ubahan 1 mempengaruhi
mempengaruhi ubahan 2,
selanjutnya mempengaruhi
pengaruhi ubahan 3 dan
da terakhir mempengaruhi ubahan 1 kembali

Macam-Macam Sebab

Sebab dapat berupa perlakuan, kejadian atau keadaan alamiah yang memulai atau
mempunyai andil atas serangkaian kejadian yang menimbulkan akibat.

sufflcient cause:
Sebab yg memadai/sufflcient cause
Adanya sebab
ab yang memadai untuk menimbulkan/munculnya
menimbulk akibat.
Salah satu sebab tunggal yg memadai pada terjadinya
terjadinya gangguan penglihatan
adalah rusaknya syaraf mata.
Sebab biasanya terdiri atas unsur
unsur-unsur
nsur yang bekerja sama menghasilkan
menghasil
akibat.
Misal : Kecanduan nailcotika disebabkan oleh gabungan penyebab:
• status mental lemah
• benturan psikis

Universitas Gadjah Mada


• pengaruh pergaulan
• pengalaman menikmatinya

Sebab yg perlu ada / necessary cause


Pada kasus kecanduan narkotika:
Percobaan menikmati merupakan necessary cause, tapi percobaan menikmati tidak
selalu berakibat kecanduan.

Penalaran Hubungan Sebab-Akibat


Penalaran sebab-akibat lebih sukar pada epidemiologi drpd dilaboratorium. Postulat
Robert koch (1884) pd laboratorium dapat jadi acuan:
• organisma yang diduga sebagai penyebab harus selalu ada pada setiap kasus
penyakit.
• organisme tersebut tak ditemukan padajenis penyakit lain..
• organisme dapat dibiakkan, dan setelah beberapa keturunannya tetap dapat
menyebabkan penyakit tersebut.

David Flume mengemukakan 3 syarat hubungan sebab-akibat;


1. Adanya hubungan yang erat antara penyebab & akibat
2. Sebab harus mendahului
3. Sebab dan akibat selalu ada bersama dan terus-menerus.
Ahli lain seperti Popper (1959) penalaran hubungan sebab akibat harus ditandingkan
dgn alternatif-alternatif lain.

Berdasar pada pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan:


1. Ubahan penyebab harus mendahului akibat
2. Hubungan ke dua ubahan tidak terjadi secara kebetulan dan dapat diuji sec.
statistic
3. Hubungan kedua ubahan adalah spesifik tidak di bayangi ubahan lain
4. Keeratan hubungan sebab dan akibat dinyatakan dengan koefisien korelasi
Kendall’s tau, Jules Q, Spearman rho dll.
5. Adanya penalaran yang koheren atas hubungan sebab dan akibat, serta harus
didasarkan teori-teori clan konsep-konsep yang telah diketahui atau akal sehat.

Universitas Gadjah Mada


6. Hubungan sebab-akibat sebaiknya ditunjukkan dengan percobaan sehingga dapat
diamati bahwa ubahan sebab mendahului akibat dan adanya hubungan antara
dosis perlakuan dan tanggapan yang terjadi (dose response relationship).

RIWAYAT ALAMIAR PERJALANAN PENYAKIT


(Natural history of disease)

Adalah proses yg terjadi mulai orang sehat, menderita sakit sampai terhentinya
penyakit. Ada 5 tahap
1. Tahap prepatogenesis
Pada saat ini terjadi interaksi antara pejamu/- host dgn kuman diluar tubuh. Belum
ada penyakit (sehat), krn daya tahan tubuh maslh kuat.
2. Tahap inkubasi
Bibit penyakit sudah masuk tubuh, tapi belum ada gejala.
Masa inkubasi macam2 ada beberpa jam smp tahun
Demam kuning 3-6 hari
Kanker paru ber tahun2
3. Tahap penyakit dini
Mulai munculnya gejala sakit, tapi masib ringan.
Penderita msh dapat bekerja, sering tidak datang berobat, atau hanya berobat
jalan.
Tahap ini bagi yg berpendidikan rendah sening bermasalah krn mereka berobat pd
kondisi parah.
4. Tahap penyakit lanjut
Penderita tidak dapat bekerja lagi, bila datang berobat telah memerlukan
perawatan.
5. Tahap akhir penyakit Dapat berada dalam lima keadaan:
a. Sembuh sempurna: bentuk dan fungsi tubuh kembali spt sebelum sakit.
b. Sembuh dgn cacat: penyakit berakhir, penderita sembuh tapi cacat
fisik/fungsi/mental dll.
c. Karier
Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti krn tak ada gejala, tapi dlm tubuh
penderita masih ada kuman yang setiap saat bila daya tahan turun akan
menyenang Kanier berbahaya buat dirinya maupun sekitarnya.

Universitas Gadjah Mada


d. Kronis
Perjalanan penyakit tampak berhenti, gejala tidak berubah, tdk bertambah
bertambah berat
atau ringan. Sebenarn
Sebenarnya pejamu masih sakit.
Meninggal : keadaan ini bukan tujuan setiap tindakan kedokteran.
Bila pada kasus suatu penyakit jumlah penderita pada masing-masing
masing tahap akhir
penyakit diketahui
ketahui misal jumlah penderita pada tahap sembuh sempurna, cacat, karier
maka sifat-sifat
sifat kuman dapat diketahui:
b+c+d
a. Sifat patogenesiti =
a +b+c+d
c+d
b. Sifat virulensi =
b+c+d
d
c. Sifat case fatality =
b+c+d

NATURAL HISTORY OF DISEASE

Universitas Gadjah Mada


Natural history of any disease

Universitas Gadjah Mada


EPIDEMIOLOGI ANALITIK

Untuk menguji hubungan kausal antara penyakit dgn penyebab harus dilakukan
penelilian utk menguji hipotesis penelitian atau penyeidikan yang biasa dilakukan:

1. Penelitian Observasional
Peneliti mengamati terjadinya suatu penyakit pada sekelompok penduduk yang
berhubungan dengan faktor resiko yang di curigai.
misal:
Pengamatan pada perokok sampai timbulnya kanker paru. Tunbulnya kanker hepar
pada individu yang memakan tempe (aflatoxin).
Kanker leher rahim dengan hubungan seksual

Metoda yang dilakukan daiam Peneitian Observasional, yaitu:


a. Kasus-Kontrol/Case-Control
Metoda ini mengamati variabel-variabel yang sudah terjadi (Retrospekiif). Individu2
yang menderita penyakit dibandingkan dengan yang sehat, kemudian diantara
mereka dilihat tingkat keterpaparan pada faktor reslko yang dicurigai, lain dihitung
Odds-ratio/OR nya.
Karena pengamatan penyakit (akibat) dan faktor resiko dilakukan pada saat yg
sama maka disebut Penelitian Cross - Sectionall

Memilih kasus dan kontrol


Sebagai kasus adalah mereka yg hanya menderita penyakit yang sedang diselidiki.
Konirol hendaknya memiliki sifat-sifat yg sama dengan kasus (umur, kelamin)
kecuali penyakit dan derajat keterpaparan pada faktor resiko.
Kasus dan kontrol dapat diambil dan RS sedang kontrol dapat penderita penyakit
lain di RS atau keluarga penderita, tetangga penderita di rumah.
Meneliti individu pada kelompok kasus dan kontrol mengenai pengalaman masa
lalu terpapar pada faktor resiko yg dicurigai, sejak kapan, berapa kali dll.

Universitas Gadjah Mada


Menghitung Odds-ratio
ratio atau Relative risk

Menghitung Estimated Relative Risk = Odds ratio :


axd
=
bxc

Dengan menggunakan angka-angka


angka dalam kurung, maka :
67 x 64
Estimated Relative Risk = = 2,9
43 x 34

Kesimpulannya
Orang yang terpapar faktor resiko memiliki kemungkinan menderita penyakit 2,9 X
orang yang tidak terpapar faktor resiko.

b. Penelitian kohort/Prospektif
Pada penelitian ini sejumlah orang (kohort) yang sehat dan kelompok yg terpapar
faktor penyebab dan yang tidak terpapar, kedua kelompok ini diikuti dari waktu-

Universitas Gadjah Mada


kewaktu. Biasanya merupakan studi pada kasus yang jarang. Bisa juga merupakan
kelanjutan studi retrospektif. Menggunakan RR = Relative risk
Cara menghitung:
Incidence rate pada kelompok terpapar
Resiko relatif =
Incidence rate pada kelompok tidak terpapar
Misalnya: Incidence rate pada kelompok terpapar = 150
Incidence rate pada kelompok tidak terpapar =5

150
Resiko relatif = = 30
5
Risiko atribut = Incidence rate pada kelompok terpapar - Incidence Rate
kelompok tidak terpapar (jumlah absolute)
Risiko atribut = 150 – 5 = 145

Artinya:
Kelompok terpapar faktor penyebab mempunyai kemungkinan menderita sakit
sebesar 30 kali kelompok tidak terpapar Resiko atributlAttributable risk =150-5=145

Artinya:
Misalnya 100.000 pendduk AR = 145, maksudnya, dan 100.000 pendduk yang
terpapar faktor penyebab, 145 menderita penyakit karena faktor penyebab, sedang
5 orang disebabkan faktor lain (Inciden pada kelompok terpapar 150 sedang
kelompok tidak terpapar 5).

Penelitian Kohort

Universitas Gadjah Mada


2. Penelitian Eksperimen
Pada penelitian jenis ini, peneliti memanipulasi hubungan
gan faktor resiko yang
dicurigai dengan individu sehingga timbul penyakit yang
yang diharapkan. Penelitian
eksperimen pada manusia yang terkenal adalah pada nara pidana, yaitu terjadinya
penyakit beri-beri
beri pada napi yang dib
diberi makan beras giling.
Penelitian eksperimental pada manusia jarang dilakukan, karena
menghadapi masalah yang cukup rumit berkenaan dengan informed
informed concent,
subyek penelitian harus diberi tahu dan menyetujui bahwa dia diikut
ikut sertakan
dalam penelitian. Disamping itu harus mendapat penjelasan mengenai akibat yang
dapat timbul karena perlakuan penelitian.

PENJARINGAN PENYAKIT ( SCREENING)

Penjaringan penyakit/Screening
penyakit/Screening adalah penemuan panyakit secara aktif pada orang
orang-
orang yang tanpa gejala dan nampaknya sehat. Screening tes, menurut pembatasan
yang dIberikan orang, tidaldah dimaksudkan sebagai diagnostilç orang-orang
orang orang dengan
tanda-tanda positif
itif atau mencurigakan menderita penyakit hendaknya diberi
perawatan/pengobatan setelali diagnosa dipastikan.

Secara garis
s besar urutan Iangkah-Iangkah
Iangkah adalah sebagai berikut:
1. Uji screening, diterapkan pada penduduk
duduk yang telah dipilih terlebih
terlebi dahulu.
Mereka
eka yang dengan hasil tes yang negatif disislhkan mereka ini adalah
mereka yang rupanya tidak menderita penyakit yang tengah dicari.

Universitas Gadjah Mada


2. Kepada mereka yang positif, yakni mereka yang dicurigai menderita penyakit
yang tengah dicari atau dalam keadaan akan menderita
menderita diwaktu mendatang
dilakukan tes diagnostik dan dengan ini disisihkan mereka yang tidak
rnempunyai penyakit.
3. Kepada mereka yang menderita penyakit yang tengah dicari itu dilakukan
intervensi terapeutik.

Di negara-negara
negara yang telah maju program screeni
screening
ng telah diadakan untuk beberapa
penyakit seperti kanker buah dada (dengan mammography, thermography dan
sebagainya), kanker mulut rahim (dengan pemeriksaan “Pap smear”), hipertensi
(pemeriksaan tekanan darah). Pada awal usaha pemberantasan TB di Indonesia
Indonesia,
dilaksanakan pemeriksaan dengan sinar X, petneriksaan sputum, pembuatan biakan
basil.

TB adalab contoh pemeriksaan yang digunakan di dalam program penemuan kasus.

Tiga criteria
a yang digunakan di dalam menilai screening test ialah:
1. validitas
2. reliabllitas

Validitas
Validitas dari suatu test diartikan
diartikan sebagai kemampuan dan tes tersebut untuk
memberikan indikasi/membedakan siapa yang mendenita
mendenita penyakit (yang tengah dicar
dicari)
dan siapa yang tidak.
Unsur-unsur dari validitas ialah sensitivitas dan spesilisitas. Sensitivitas ialah
kemampuan menemukan mereka yang menderita penyakit, sedangkan spesifisitas
adalah kemampuan menemukan mereka yang tidak menderita penyakit.
Dengan asumsi bahwa diagnosa yang tepat, disusun tabel 2 x 2 sebagai berikut:

a = “true positives” (= menderita penyakit dan diagnostik +)


B = “false positives” (= tak menederita penyakit tapi diagnostik -)
-

Universitas Gadjah Mada


c = “false positives” (= menderita penyakit tapi diagnostik -)
D = “true positives” (= tak menderita penyakit dan diagnostik)

Dengan menggunakan tabel di atas ini sensitivitas dan spesifitas daripada


ipada yang
digunakan dapat dihitung sebagai berikut:

Sensitivitas = a dan spesifitas = d


a+c b+d

False negative = c False positive = b


a+c b+d

missal :

150 1700
Sensitivitas = dan spesifitas= = 94%
150 + 30 100 + 1700

30 100
FalseNegatif = Falsepositive = = 6%
150 + 30 100 + 1700

Contoh hipotesis screening bertingkat


bertingkat dua. Asumsikan Prevalence dari penyakit
Diabetes mellitus = 5%. Populasi = 10.000
Mula-mula kita melakukan scr
screening dengan menggunakan pemeriksaan
ksaan urine yang
mempunyai Sensitivitas = 70%. Spesifisitas =80 %.

Pemeriksaan selanjutnya menggunakan


enggunakan gula darah, suatu pemeriksaan yang lebih
spesifik dari pemeriksaan
ksaan urine, misalnya gula darah mempunyai
ai sensitivitas 90%;
spesifisitas 90%. Pemeriksaan kedua kali ini dilakukan pada orang-orang
orang yang
ditemukan positif dari screening pertama.
pertam

Universitas Gadjah Mada


Hasil pemeriksaan ke-II
II adalah sebagai berikut:
ber

Net sensitivitas gabungan memakai


315
Kedua pemeriksaan tersebut di atas
a = = 63%
500
Net spesitivitas gabungan memakai
7600 + 1710
Kedua pemeiiksaan tersebut di atas = = 98 %
9500
Pada keadaan di mana prevalence penyakit rendah dan di mana tidak ada maksud
untuk mengadakan pemastian terhadap diagnosa, maka penggunaan tes yang
mempunyai spesifisitas yang tinggi tapi sensitivitas rendah adalah lebih tepat. Hal ini
disebabkan karena jumlah
mlah yang kecil dan true positives akan menjadi lebih kecil lagi,
dan sifat-sifat
sifat mereka akan dikaburkan oleh false positives.
Apabila tes digunakan untuk penemuan kasus agar mendapat perawatan dan
pengobatan maka tes dengan sensivitas yang tinggi lebih tepat digunakan meskipun
spesifisitas dikorbankan, ole
eh karena dengan pemeriksaan
an klinis yang selanjutnya
dikerjakan bagi kasus kasus yang ditentukan
ditentuka itu, false positives akan disingkirkan.
gkirkan.
Validitas dari sebuah tes tidak hanya dipengaruh
dipengaruhi oleh sifat-sifat tes itu sendir
sendiri, tapi
oleh berbagai factor seperti tahap atau beratnya penyakit dan adanya keadaan atau
penyakit penyakit lain, yang mengaki
mengakibatkan
batkan negative menjadi false negative atau
positive menjadi false positive.

ReliabiIitas
Sebuah tes adalah reliabel
el apabila
a tes tersebut memberikan hasill yang sama pada
penggunaan lebih dari satu kali dalam keadaan yang sama.
Reliabilitas dipengaruhi oleh:
1) Variasi
iasi yang terletak di dalam metoda itu sendiri
2) variasi intraobserver; dan
3) variasi interobserver
Vanasi ini dapat
pat diperkecil dengan:
1. Standarisasi prosedur-prosedur
prosedur
2. latihan intensif dan observer
3. pengecekan secara periodic terhadap observer; dan
4. menggunakan dua atau lebih observer yang bekerja sendiri-sendiri.

Universitas Gadjah Mada


SURVEI KESEHATAN GIGI

Pengertian:
Pengumpulan data atau informasi secara sistematis dari suatu sample yang diambil
dari populasi.

Cara pengumpulan data lainnya:


Sensus : Pengumpulan data dan seluruh populasi
Pencatatat/registrasi : pengumulan data rutin yang dilakukan badab pemerintah,
terhadap kejadian dalam masyarakat, misal; perkawinan,
kelahiran, kematian dll.
Case history : pencatatan terhadap kasus penyakit di rumah sakit/klinik.

Tujuan survei
1. Penelitian epidemiologi, yaitu mencari dan mengetahui ciri epidemiologis penyakit
mencari penyebab penyakit serta mencari faktor-faktor yang berpengaruh pada
timbulnya penyakit tersebut.
2. Perencanaan Program
3. Evaluasi Program

Macam Survei (Abramson 1984)


1. Survei deskriptif : hasilnya gambaran kondisi pengakit/kasus path masyarakat.
2. Survei analitik/eksplanatori: menganalisis terjadinya kasus atau penyakit, atau
mengeksplorasi kasus.

Bebarapa pengertian
Populasil:
Keseluruhan individu/item yang menjadi perhatian peneliti, tempat peneliti
menggeneralisasikan hash pengamatan.
Populasi terbatas biasanya ada batasan waktu
Populasi tak terbatas

Sampel:
Sebagian populasi yang langsung dlkenai tindakan/pengamatan/penguran penelitian.

Universitas Gadjah Mada


Keuntungan penggunaan sampel
1. Hemat biaya dan tenaga
2. Hemat waktu
3. Masalah/variabel yang diamati lebih banyak
4. Bila peneliuian harus dilakukan dengan merusak.

Merencanakan Survei Kesebatan Gigi


1. Menentukan TUJUAN survey
2. Menentukan POPULASI, Batas daerah dll.
Populasi : misal anak-anak, ibu hamil, orang dewasa, dll.
Batas daerah: misal Satu Kecamatan, Kabupaten dii.
3. Menentukan keterangan yg akan dikumpulkan (tergantung tujuan survei)
Dapat dibagi 3 golongan:
a) Keterangan Umum utk Identifikasi:
Misal: Nama, Umur, Jenis kelamin, Bangsa, Pekerjaan
Alamat, Nama Pemeriksa, Tgl dan tempat pemeriksan.
b) Keterangan Khusus ttg penyakit yang diselidiki.
Karies gigi dengan Indeks Karies DMF.t atau def.t
Penyakit gusi dengan Gingival Index (GI) CPITN dan lain-lain.
c) Keterangan lain yang ada hubungannya dengan penyakit yg diselidiki. Misal
Kadar fluor, Kebudayaan/kebiasaan masyarakat.
4. Menentukan cara pengambilan sampel (harus representatif)
Teknik Random
Teknik non Random
5. Menentukan cara mengumpulkan data:
a. Langsung:
Interview
Observasi/pemeriksaan langsung
b. Tak Langsung
Melalui surat
Kuesioner yg dikirim
Melalui telefon.
6. Merencanakan formulfr (harus ada hal-hal sebagai berikut:)
a. Keterangan identifikasi
Ada tempat [diagram/gambar] utk memuat keterangan keadaan gigi

Universitas Gadjah Mada


b. Keterangan mengenal gigi sulung/tetap, kondisinya dan penyebabnya. Tempat
catatan-catatan atau diagnosa Ieblh lanjut. Tempat mengadakan penjumlahan2
c. Keterangan tambahan bila perlu misalnya: pewrnaan gigi, malokiusi, keadaan
gusi dil.
d. Keterangan lain znengenai kebutuhan atau kondisi daerah, misal : kandungan
mineral airtanah, fluor dan lain-lain.
e. Istilah yang digunakan jangan membingungkan atau tidak memlliki kepastian
misal dengan baik, cukup, jelek kecuali telah didefinislkan/diberi keterangan
dng pasti
f. Semua pertanyaan/pemyataan telali didefinislkan dengan jelas dan tak
menimbulkan keraguan.
g. Susunan formulir sedemikian rupa sehingga memudahkan pengisian dan
pemeriksaan. Kode, simbul-simbol diberi keterangan dengan jelas.

Persiapan Pelaksanaan Survei Kesehatan Gigi


A. Peralatan
1. Kaca Mulut (Mouth mirror)
2. Sonde
Menurut American Dental Association (ADA) dalam Clinical testing of dental
caries preventives: pemeriksaan permukaan buccal, lingual, occiusal
menggunakan Sickle sonde SS White no. 3 & 23 pemeriksaan bag aproksomal
Rightangle sonde SS White 13&14
3. Chip Blower I Pus-pus atau kompresor udara.
4. Sterilisator
5. Portable dental chair.
6. Diagnostic lamp / penerangan lam.

B. Tenaga pembantu (paling tidak 2 orang)


• Orang l
a. Mengatur orang yg akan diperiksa
b. Mengisi identifikasi
c. Mensterilkan alat.
• Orang lI
a. Mencatat hasil pemeriksaan
b. Agar tidak terjadi kekeliruan:

Universitas Gadjah Mada


c. Istilah yg dipakai sudah dikompromikan
d. Pencatat dapatjuga melihat ke obyek yg diperiksa.

C. Bila pemeriksa Iebih dari satu orang harus dilakukan KALIBRASI (Latihan
penyesuaian antar pemeriksa) caranya:
Para pemeriksaan memeriksa 10-15 orang yang sama, hasil pemeriksaan
dicocokkan. Perbedaan yang terjadi di kompromikan. Kesesuaian antar pemeriksa
ini hasilnya dapat di analisis, sehingga dapat diperoleh tingkat kesesuaian tim itu.

Ketajaman basil pemeriksaan menurut Sogness (1940) yang memeriksa 3.407 gigi.
1. Dengan kaca mulut dan sonde menemukan 19,1% terkena karies
2. Dengan tambahan pengenngan area pemerik. 22,7% terkena karies
3. Disertai Pembersihan gigi 24,6% terkena karies
4. Disertai Rngent foto 25,8% terkena karies Q
Beliau berkesimpulan:
Karies Pit dan Fisur dapat ditemukan dengan sonde & kaca mulut.
Karies aproksimal dengan R foto gigi.
Smooth surface caries pemeriksaan harus dengan teliti.

Untuk keperluan survey cukup dengan menggunakan sonde dan kaca mulut asal
tempat dan penerangan baik dan bersih.
Knutson menganjurkan dengan tongue-spatel
Untuk perencanaan terutama tentang jumlah tenaga dan dana:

ALAT UKUR ATAU 1NDEJCS-1NDEKS UNTUK SURVE1 KESHATAN GIGI


1. INDEKS KARIES GIGI
a. Indek karies untuk gigi dewasa (DMF indeks)
Indeks karies yg paling tua dan masih digunakan di seluruh dunia.
D : jumlah gigi karies dalam mulut subyek/sample yang masth bisa di tambal.
M: jumlah gigi yg mengalami kerusakan yg berat shg harus dicabut/krn karies
F : jumlali gigi yg sudah ditambal dan tambalannya masih baik
indeks ini dapat dikemukakan dalam bentuk DMFT (teeth), artinya setiap gigi
hanya memperoleh satu skor untuk D atau M atau F mana yang paling parah.
Bentuk lain adalah DMFS (surface = permukaan gigi), misal satu gigi dapat

Universitas Gadjah Mada


menderita karies di permukaan mesial, oklusal dan bukal, maka skor D gigi
tersebut 3.
Jumlah indeks DMFT/S seorang individu diperoleh dengan menjumlahkan
masing masing komponen D, M dan F. Untuk mengukur DMFT suatu kelompok
maka DMFTIS masing-inasing individu dalam kelompok itu di jumlah lalu dibagi
jumlah individu dalain kelompok tersebut.
Misal: suatu kelompok beranggotakan 4 orang.
Orang 1 DMFT = 3, orang ke 2 DMFT = 0, orang ke 3 DMFT = 5, dan orang ke
4 DMFT = 1. Maka jumlah DMFT kelompok tersebut = 3 + 0 + 5 + 1 = 9. DMFT
rata-rata kelompok itu adalah:
9/4 (jumlah anggota kelompok) = 2,25. Angka ini menunjukkan bahwa setiap
anggota kelompok mempunyai 2,25 buah gigi kanes.
Dengan cara yang sama setiap komponen D/M/F dapat di rata-rata yang
mencerminkan kondisi masing-masing komponen pada kelompok itu.

Penggunaan indeks ini untuk perencanaan kesehatan.


Misal : diketahui suatu masyarakat yg terdiri 5.000 jiwa, dilakukan survei pada
100 sampel diperoleh DMF.t = 3 dengan nucian : D = 1,2 ; M = 0,8 ; F = 1 ;
Berapa waktu, tenaga dan dana yang dibutuhkan:

D yang harus di kerjakan = 1,2 x 5.000 = 6.000 tambalan. Bila 1 tambalan


butuh waktu 15 menit maka waktu yg dibutuhkan 15 menit x 6.000 = 90.000
menit = 1.500 jam.

M yang harus dikerjakan = 0,8 x 5.000 = 4.000 pencabutan. Bila 1 pencabutan


butuh 25 menit, maka waktu yang dibutuhkan = 25 menit x 4.000 = 100.000
menit atau 100.000/60 jam= 1.667 jam. Total jam kerja : 3.167 jam.

b. Indeks Karies Gigi Anak-Anak (def)


d: decay = Decay = gigi (anak) berlubang karena karies tapi masih dapat
ditambal.
e: extracted = gigi anak yg masih ada dlm mulut dgn keadaan berlubang/rusak
dan indikasi/harus dicabut.
f: filling = F = gigi anak yg sudah ditambal dan masih baik

Universitas Gadjah Mada


Penentuan indeks ini biasanya dengan pembagi jumlah individu/anak yang
diperiksa dan dikelompokkan sesuai umur.
Indeks ini menunjukkan jumlah karies yg di derita setiap orang/individu, dari
dulu shg sekarang. Life caries experience
Besar/kecilnya angka DMF/def menunjukkan hebatnya aktivitas karies pada
masyarakat yang ber- sangkutan pada golongan umur tertentu.

Kelemahan Indeks Karies Gigi


1. Indeks ini tidak menggambarkan jml lubang/ kavitas yg sesungguhnya.
Kemudian disempurnakan dengan:
DMF.t DMF.s (t = teeth ; s = surface).
2. Indeks ini tidak menunjukkan individu yang bebas karies.
Pada Indeks def: utk gigi yg masih ada tetapi harus dicabut rusak oleh
karies. Sehingga def disebut Observable Caries Experience.
3. Indek ini tidak menggambarkan jumlah individu yang bebas karies.

Kegunaan Angka DMF/def


1. Penelitian (survey penelitian)
a. Penelitian frek. karies menurut umur.
b. Membandingkan frek. karies antar kelompok umur/masyarakat
c. Melihat hubungan karies dgn variabel lain mis: kadar fluor
2. Program Planning.
Menentukan dimana suatu program akan dimulai misal:
Daerah A diteinukan angka DMF T= 2,5 dgn rincian:
D=1
M=0,5
F= 1
Daerah B angka DMF T = 2,5 dgn rincian:
D=1
M= 1,5
F=0
Kesimpulan : Daerah B kurang baik kondisinya, karena dari angka-angka
tersebut terlihat bahwa di daerah A dan B masyarakatnya sama-sama
menderita 1 karies yang masih bisa ditambal (D = 1), tapi di B lebih banyak

Universitas Gadjah Mada


gigi yang harus di cabut karena karies (M = 1,5) dan di B belum ada orang
yang menambalkan gigi atau merawatkan gigi (F=O).
3. Evaluasi Program:
Pertama dilakukan pengukuran angka DMF T di daerah yang akan
diintervensi dengan dengan program kesehatan gigi, kemudian dilakukan
intervensi program, setelah beberapa waktu berlalu misalnya 6 bulan
kemudian dilakukan pengukuran angka DMFT lagi.
Hasil pengukuran angka DMFT bila cliperoleh angka yang sama, maka
program kesehatan gigi tersebut berhasil mencegah bertambanhnya angka
DMFT, karena pada kelompok yang saina maka angka DMFT tidak
mungkin berkurang.

c. Caries severity Index


Diintroduksi oleh WHO, kemudian dimodifikasi oleh Shimono (1995),
kriteria karies dikemukakan sebagai berikut ini :
Indek Kriteria Skor
S Sound gigi sehat 0

C1 Pit dan fisur yang mengalami pewarnaan serta explorer/sonde 1


akan tersangkut di tempat tersebut tapi tidak ada perlunakan
dasar lubang (undermIned enamel) atau perlunakan dinding gigi.

C2 Sonde tersangkut pada celah/lubang gigi dengan ditandai dengan 2


perlunakan dindmg gigi/dasar email.

C3 Kelanjutan kerusakan gigi (C1) sehingga melibatkan pulpa, pada 3


kondisi ini fistula atau abses atau pulpitis hiperplastik dapat dilihat
secara klinis.

C4 Mabkota gigi sudah rusak karena karies yang tertingga hanya 4


akar gigi.

Jumlah skor karies untuk seluruh permukaan gigi


CSI (Caries severity index) =
Jumlah gigi yang karies & tambalan & gigi dicabut

Universitas Gadjah Mada


Tingginya skor CSI menunjukkan bahwa pasien tersebut memiliki gigi yang tidak
dirawat dengan kondisi karies yang parah.

2. INDEX UNTUK SURVEY PENYAKIT PERIODONTAL


Penggolongan (hanya untuk keperluan survey)
a. Hanya menderita peradangan gusi/gingival
Menunjukkan penyakit periodontalnya masih superficial (ringan)
b. Sudah terjadi pocket dgn/tanpa suatu peradangan menunjukkan penyakit
periodontalnya sudah Iebih dalam.

Peradangan Gusi:
Ada Tanda-Tanda pada gusi sekeliling 1/Lebih gigi kemerah-merahan bengkak
ulserasi dan perdarahan.

Pocket Periodontal
Terdapat Pocket periodontal/saku gusi dgn kedalaman > 3 mm. Tidak
dibedakan pocket benar/palsu.
Prevalensi penyakit periodontal dapat dinyatakan dengan:
a. % Orang dgn 1/Lebih tanda-tanda dari penyakit Periodontal Peradangan Gusi
atau pocket atau ke-dua2nya.
b. x % orang dgn 1/lebih tanda peradangan gusi di sekeliling satu!lebih gigi.
c. % orang dengan 1/lebih pocket
Indek-indek ini biasanya dinyatakan menurut umur
Peradangan gusi lebih.ringan dan adanya poket periodontal.

Manfaat:
1. Untuk memperkirakan jumlali orang yg butuh pengobatan utk penyakit periodontal.
2. Memberi gambaran hebatnya penyakit periodontal.

Indeks Utk Pengukuran Penyakit Periodontal.


a. INDEKS P.M.A.
b. Periodontal indeks Russel
c. Periodontal Disease Index RAMFJORD
d. Gingival Periodontal index (O’leary, Gibson, Shanon,dkk)

Universitas Gadjah Mada


INDEK UNTUK SURVEI KEBERSIHAN MULUT
1. Oral Hygiene Index (OHI)
(Greene & Vermilion)
Terdiri : Debris index (Dl)
Calculus Index (CI)
RUMUS
OHI : DI + CI

Pengukuran Oral Debri / Debris


a. Definisi: Lapisan bahan lunak pd permukaan gigi terdiri atas mucin, bakteri
sisa-sisa makanan. warna putih kehijauan sampai jingga.
b. Cara Pengukuran.
Dereten gigi ap rahang dibagi 3
1) Segmen di distal caninus kanan
2) Segmen di distal caninus kiri
3) Segmen diantara caninus kanan dan kiri
Setiap segmen dipilih gigi yg paling kotor
Setiap gigi dinilai permukaan bukal & lingual
Ukuran Oral Debri
Skor:
0 : Gigi bersih
1 : a. Ada debri menutupi tak lebih 1/3 permk gigi.
b.Tanpa debri, tapi ada stain tak tergantung luasnya.
2 : Ada debri lebih dari 1/3 permukaan gigi tapi tidak melebihi 2/3 permukaan
gigi dihitung dan leher gigi
3. : Debri menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi.
Jumlah skor seluruh rahang
Skor debri indeks =
Jml segmen (6)

Pengukuran kalkulus (Calculus)


a. Definisi kalkulus : Endapan pd permukaan gigi yang mengalami klasifikasi
keras, warna putih kekunigan sampai hijau kecoklatan.
b. Cara pengukuran : sama dengan debris
Tanpa kalkulus
1. Kalkulus tak lebih dari 1/3 permk gigi dr cervic gigi

Universitas Gadjah Mada


2. Ada kalkulus >1/3 tapi 2/3 permukaan gigi. Atau sub gingival kalkulus titik-
titik
titik.
3. Kalkulus
ulus >2/3 permk. gigi atau sub gingival kalkulus melingkar.
Jml seluruh skor segmen
Kalkulus Index =
Jml segmen (6)

2. Oral hygiene index Simplifield (OHIS)


Pengukuran Indeks sama dengan OHI di atas.
Rumus :
OHI.S : DI.S + CI.S

Permukaan gigi yang diperiksa :

B = buccal/Iabial atau L = lingual


(hanya satu permukaaii)
Kriteria: OHI.S
0 - 1.2 =BAIK
1.3 - 3 =sedang/cukup
3.1 - 6 =jelek

3. Personal Hygiene Performance ((PHP)


Di perkenalkan oleh Posdhadley dan Haley
Mengukur kebersihan
han mulut individu berdasarkan timbunan debris/plak pada
permukaan gigi.
Permukaan gigi yg diperiksa
ksa : bagian bukal B = bukal L = labial

Untuk melakukan pengukuran permukaan bulcal gigi di bagi 5 area:


Gambar : 1
Bila ada debris pada area yang
y bersangkutan mendapat skor 1 sedang bila tak ada
debris mendapat skor 0

Universitas Gadjah Mada


Skor PHP seseorang individu diperoleh dengan:
Jumlah skor ke 6 gigi yang diperiksa
Skor PHP =
6
4. Personal Hygiene Performance
Performance-Modified (PHPM)
(Marten dan Meskin 1972)
Kegunaan metoda ini dapat untuk gigi anak (bercampur) ada kesamaan prinsip
dengan PHP, banya pennukaan gigi yang diperilcsa adalah bukal dan lingual. Gigi
yang diperiksa adalah:
a. Gigi paling belakang
g yang tumbuh di kuadran kanan atas.
b. Gigi caninus atas kanan atau gigi yang terseleksi.
c. Gigi premolar atau molar kuadran kiri atas.
d. Gigi paling belakang yang tumbuh pada kuadran kiri bawah
e. Gigi caninus kiri bawah atau gigi yang terseleksi.
f. Gigi premolar dan molar kuadran kanan bawah.

Kolom gigi
igi menunjukkan gigi yang diperi
diperiksa,
ksa, sedang A, B, C, D, E adalah area
yang digambarkan pada permukaan gigi. L untuk permukaan lingual, B untuk
permukaan
ukaan bukal. Tanda + pada gambar di atas menunjukkan adanya plak,
sedang - bersih (tanpa plak). Jumlah skor perorang maksimal 60, yang diperoleh
dengan menjumlah seluruh skor (grand total).
to

Universitas Gadjah Mada


THE WHO PERIODONTAL EXAMINATION PROBE (Probe Pemeriksaan
Periodontal Dari Who).

Diciptakan ahli WHO 1978, secara detail oleh emslie 1980 KMD di produksi oleh
J.Montacorp. ( JAPAN)
Untuk : 1. Mengukur kedalaman saku gusi/pocket
2. Mendeteksi Sub gingival calculus

Alat ini didisain : tipis dan sangat ringan


1. Kedalaman Pocket ditentukan/diukur dengan menggunakan WHO probe
dengan melihat warna pada ujung Probe berjarak 3,5 mm dari ujung sampai 5,5
mm.
Kriteria :
Normal Atau
Abnormal kedalaman 3,5 mm – 5,5 mm
Gambar 2.

2. Pada ujung Probe terciapat bola kecil berdiameter 0,5mm sehingga mudah
mendeteksi adanya sub gingival colculus Bentuk tipis, ringan dan ada bolanya,
untuk mengurangi kesalahan dalam menentukan dasar pocket juga mengurangi
tendensi salah hiking.

Cara menentukan kedalaman pocket: - Normal


- Abnormal perlu perawatan Tekanan 20-25g cukup baik untuk menunjukan
keadaan patalogis tanpa menimbulkan sakit.

COMMUNITY PERIODONTAL INDEX OF TREATMENT NEED (CPITN)


Disetujui oleh FDI di Rio De Janiro (WHO) tahun 1981.
Pengukuran dengan WHO periodontal EXAMINATION PROBE.
Rahang dibagi menjadi 6 sektor
disebut: SEXTANT/S
17-14 13-23 24-27
47-44 43-33 34-37

Universitas Gadjah Mada


Syarat sextant/sekstan
1. Harus ada 2/> gigi yg tidak indikasi exo atau luksasi dengan mobilitas vertikal krn
penyakit periodontal.
2. Bila hanya ada 1 gigi pada suatu sextan, digabungkan dengan sextan sebelah.
Mis: di RA hanya ada 2 gigi dicatat sebagai 1 sextant.

SKORING
2. Penggunaan gigi – gelilgi Indek
17-16 11 26-27
36-37 31 46-47

Metode ini mengharuskan pemeriksaan pada 10 gigi indeks, tetapi yang dicatat
hanya 6 gigi/sextant yang terburuk skornya.
BiIa gigi indeks (M1/M2) hilang, dapat diganti gigi lain path sextant yg bersangkutan
yg memenuhi syarat.
Agar diperoleh hasil yang reliabel, sesudah memeriksa 10/20 subyek dengan
menggunakan lakukan cek ulang pada subyek terakhir (112) menggunakan Indek
gigi terburuk.

3. Pengalaman Indeks Gigi Terburuk


17-14 13-23 24-27
47-44 43-33 34-37

Digunakan bila indeks gigi-geligi tampak kurang memuaskan misal: path


Comperhensive-adult-high caries prevalence.pada subyek di bawah 20 tahun lebih
baik dengan Indek gigi-geligi. Dipilih dan dicatat skor gigi yg paling buruk dari
setiap sextant.

Tujuan Probing
1. Menentukan kedalaman poket.
2. Mendeteksi adaltidakuya kalkulus (supra/sub)
3. Bleeding respon

Umumnya setiap sextant dilakukan probing tidak lebih dari 4 kali (4 titik probing)

Universitas Gadjah Mada


Skor/Kode dan Kebutuhan perawatan CPITN
Kode Keterangan Kebutuhan perawatan
0: Tak ada penyakit Tak membutuhkan perawatan

1: Gingival bleeding Perlu peningkatan kebersihan mulut pribadi (a)

2: Supra/sub gingival kalkulus Perlu pembersihan tenaga professional dan (a)

3: Ada poket patologik dengan Perlu penanganan oleh tenaga profesionals


kedalaman 4-5 mm. dan (a)

4: Ada poket patologik


ogik yang Penanganan sama di atas dan disertai
kompleks dengan kedalam-
kedalam perawatan yang kompleks misal: deep scaling
an 6 mm atau lebih. & root planing dengan disertai anestesi.
si.

CPITN didisain untuk mengukur kondisi Periodontal Treatment Need (PTN) dgn praktis
dan cepat dalam survey populasi atau skrining awal pasien pd perawatan rutin. CPITN
tidak :
1. Mengukur pengalaman peny periodontal yang lalu.
2. Mencatat posisi tepi gusi (derajat resesi)
3. Tinggi tulang alveolaris

Waktu pemeriksaan CPITN tak lebih 2 menit. Contoh :

- Ada poket dalam pada segmen posterior atas kanan


- Ada poket moderat kiri atas post.
- Segmen bawah perlu peningkatan OH
- Segmen bawah kiri tak ada gigi
- Segmen anterior RA & RB perlu scaling dan peningkatan oral Hygiene.

Pelaporan CPITN
3. Jumlah dan prosentase subyek pada masing-masing
masing masing kategori dari kebutuhan
perawatan (treatment need TN).

Universitas Gadjah Mada


4. Dapat ditambahkan rata-rata sextan dengan bleeding, calculus, poket diangkat dan
poket dalam. Dapat dikelompokkan pada kelopok umur tertentu.
5. Alternative lain dapat dalam ; Jumlah dan % individu dengan :
a. 0 sextan dengan skor 0,1,2 dan seterusnya
b. 1-2 sextan dengan skor 0,1,2 dan seterusnya
c. 3-4 sextan dengan skor 0,1,2 dan seterusnya
d. 5-6 sextan dengan skor 0,1,2 dan seterusnya

Universitas Gadjah Mada


DAFTAR PUSTAKA

1. Aziul, k, 1988, Pengantar Epidemiologi. 1ed. Binarupa Aksara. Jakarta.


2. Beaglehole R., Bonita .R., dan Kjellstrom T. 1993. Basic Epidemiology World health
Organization.
3. Carranza, Jr. FA. 1984. Glickman’s Clinical Periodontology. 6th ed WB, Saunders
CO. Igaku-Shoin/Saunders. Philadepahia, London, Toronto, Mexico City,
Rio de Janeiro, Sydney, Tokyo.
4. Carranza, Jr. FA. 1984. Glickman’s Clinical Periodontology. 8th ed WB, Saunders
CO. Igaku-Shoin/Saunders. Philadepahia, London, Toronto, Mexico City,
Rio de Janeiro, Sydney, Tokyo.
5. Departemen Kesehatan RI., 1982. Perkembangan Kesehatan Gigi dan Mulut
Rencana Jangka Panjang. Jakarta.
6. Dunning, J.N., 1986, Principal of Dental Public Health. 4th ed. Harvard Co.,
Massachusset.
7. Infitro, J.S, dan Barmes, D.E., 1975. Epidemiology of Oral Disease Different in
National Problem. Int. J. Dent. 29 : 183-190.
8. Kusnanto, HJ., 1984. Epidemiologi untuk mendiagnosa kesehatan masyarakat. Jur.
Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan. Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada.
9. Mc. Mahon, B. dan Pugh, TF. 1970. Epidemiology : Principal and Method. Little
Brown Co. Boston.
10. Sutrisna B., 1986. Pengantar Metode epidemiologi 2nd ed Dian Rakyat, Jakarta.
11. Pratiknya, A.W. 1986. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan. CV. Rajawali. Jakarta

Universitas Gadjah Mada

Anda mungkin juga menyukai