Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit periodontal diketahui sebagai salah satu masalah utama

dalam rongga mulut yang sering dialami oleh individu di berbagai negara.1

Penyakit ini menempati urutan kedua setelah masalah karies gigi sebagai

penyebab hilangnya gigi pada orang dewasa di negara-negara berkembang.

Di Indonesia, penyakit periodontal merupakan penyakit gigi dan mulut yang

paling banyak diderita masyarakat yaitu sebesar 70%.2 Penyakit periodontal

termasuk dalam jenis penyakit inflamasi kronis oleh bakteri yang menyerang

periodonsium atau jaringan penyangga gigi yang dipengaruhi oleh beberapa

faktor seperti genetik, status sosial ekonomi, kebersihan rongga mulut, gaya

hidup dan merokok.1.

Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang memperburuk status

kebersihan mulut serta dapat menyebabkan terjadinya gingivitis dan

periodontitis.2 Pada perokok seringkali ditemukan penyakit periodontal

seperti kehilangan kepadatan tulang alveolar, peningkatan kedalaman saku

gusi, serta kehilangan gigi.4 Oleh karena itu, dibutuhkan studi epidemiologi

untuk mengetahui kebutuhan perawatan periodontal secara efektif. Studi

epidemiologi yang berkembang saat ini adalah CPITN (Community

Periodontal Index Treatment Needs). Prinsip kerja studi epidemiologi CPITN

1
adalah memperkirakan kondisi jaringan periodontal dalam suatu populasi

untuk menilai kebutuhan perawatan atau menilai aktifitas penyakit

periodontal.5

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Josef dan Debby dkk

mengenai kebutuhan perawatan periodontal berdasarkan CPITN pada pasien

perokok menunjukkan status periodontal dengan skor rata-rata tertinggi 3

sehingga dibutuhkan perawatan berupa OHI, skeling dan polishing serta root

planning.2,6 Sedangkan pada pasien bukan perokok rata-rata tertinggi skor

CPITN adalah 1 dengan kebutuhan perawatan berupa OHI, skeling dan

polishing.3

Kebutuhan perawatan periodontal sangat beragam sehingga dapat

dibandingkan antara perokok dan non perokok. Oleh sebab itu, penulis akan

menguraikan perbedaan kebutuhan perawatan periodontal berdasarkan studi

epidemiologi CPITN.

B. Rumusan Masalah

Belum diketahuinya perbedaan kebutuhan perawatan periodontal pada

perokok dan non perokok.

C. Pertanyaan Penelitian

Apakah terdapat perbedaan antara kebutuhan perawatan periodontal

pada perokok dan non perokok?

D. Tujuan Penelitian

2
Dapat menjelaskan perbedaan antara kebutuhan perawatan periodontal

pada perokok dan non perokok.

E. Manfaat Penelitian

Memberikan informasi mengenai perbedaan antara kebutuhan

perawatan periodontal pada perokok dan non perokok.

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA

A. Jaringan Periodontal

Periodonsium mempunyai empat komponen yaitu, gingiva,

ligamentum periodontal, sementum, dan tulang alveolar. Fungsi utama

periodonsium adalah untuk melekatkan gigi pada jaringan tulang rahang dan

untuk mempertahankan integritas permukaan mukosa mastikatori dalam

rongga mulut.7

1. Gingiva

Gingiva adalah bagian dari mukosa oral yang mengelilingi bagian

bawah (akar) gigi dan menutupi alveolar ridge. Gingiva merupakan

jaringan periodontal penyangga gigi dengan membentuk koneksi

terhadap gigi melalui sulkus, gingiva melindungi jaringan di bawah

perlekatan gigi dari lingkungan oral.7

Secara anatomi gingiva dibagi atas gingiva tepi, cekat, dan

interdental. Gingiva tepi merupakan tepi atas dari gingiva yang

mengelilingi gigi dan berbentuk seperti kerah. Gingiva cekat merupakan

gingiva yang melekat dari dasar sulkus hingga mucogingival junction,

sedangkan interdental gingiva merupakan bagian gingiva yang mengisi

ruang interproksimal di bawah kontak gigi.8

Gingiva normal memiliki gambaran sebagai berikut antara lain,

berwarna merah muda, konsistensinya kuat dan kenyal, melekat erat

4
dengan tulang dibawahnya, memiliki tekstur seperti kulit jeruk yang

disebut dengan stippling, memiliki kedalaman sulkus 2-3 mm pada

pemeriksaan menggunakan probe periodontal, tidak adanya

pembengkakan dan tidak mudah berdarah. Gingiva yang mudah berdarah

merupakan tanda awal dari inflamasi gingival. Bertambah besarnya

gingiva akibat adanya pertambahan elemen selular, interselular, dan

vaskularisasi merupakan gambaran umum dari inflamasi gingiva.8

Gambar 1. GINGIVA SEHAT

2. Ligamen Periodontal

Akar dari gigi dihubungkan dengan soket tulang alveolar oleh

jaringan ikat padat yang disebut ligamen. Secara normal ligamen

periodontal tidak hanya menghubungkan gigi dengan tulang alveolar,

tetapi juga mendukung gigi di dalam soket dan menyerap tekanan

penyunyahan oleh gigi yang akan melindungi gigi terutama bagian akar

gigi.9

3. Sementum

5
Sementum merupakan bagian jaringan periodontal yang

mengelilingi akar melekat pada tulang alveolar dengan berikatan pada

ligamen periodontal. Sementum berwarna kuning gelap, lebih terang

daripada dentin dan lebih gelap daripada enamel. Sementum berfungsi

sebagai pengikat ujung ligamen periodontal dengan gigi sehingga gigi

tetap pada soketnya dan sebagai pelindung dentin akar.9

4. Tulang Alveolar

Tulang alveolar merupakan bagian dari maksila dan mandibular

yang membentuk dan mendukung gigi. Dinding-dinding tulang yang

mengelilingi gigi disebut tulang alveolar atau cribiform plate karena

terdiri banyak lubang untuk vaskularisasi membran periodontal.9

Gambar 2. ANATOMI JARINGAN PERIODONTAL9

B. Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit yang sangat

meluas dalam kehidupan masyarakat, sehingga mereka menganggap penyakit

ini sebagai sesuatu yang tidak terhindari. Seperti karies gigi, penyakit

6
periodontal juga lambat perkembangannya dan apabila tidak dirawat dapat

menyebabkan kehilangan gigi. Namun studi epidemiologi menunjukkan

bahwa penyakit ini dapat dicegah dengan pembersihan plak dengan sikat gigi

secara teratur, serta menyingkirkan karang gigi apabila ada.10

Penyakit periodontal merupakan penyakit yang mengenai jaringan

periodontal seperti gingiva, sementum, ligamen periodontal, serta tulang

alveolar. Epidemiologi penyakit periodontal menunjukkan bahwa prevalensi

dan keparahan penyakit periodontal dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,

faktor lokal rongga mulut, dan faktor sistemik. Keadaan ini terdiri dari

sekumpulan penyakit dengan tanda-tanda, penyebab, perjalanan, penyakit,

serta respon terhadap terapi yang hampir sama. Secara umum penyakit

periodontal ini terdiri dari dua kategori, yaitu penyakit-penyakit gingiva dan

periodontal.10

Penyebab utama penyakit periodontal adalah bakteri. Namun bakteri

saja tidak cukup untuk menimbulkan gejala penyakit. Di samping komposisi

bakteri periodontal tersebut, juga ada peran kompetensi respon inang.

Keseimbangan keadaan bakteri dan inang menentukan status kesehatan

periodontal. Keseimbangan ini dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor

lingkungan dan genetika.11

1. Periodontitis

Periodontitis adalah salah satu penyakit periodontal berupa

keradangan yang mengenai jaringan pendukung gigi, disebabkan oleh

mikroorganisme spesifik dapat menyebabkan kerusakan yang progresif

7
pada ligament periodontal, tulang alveolar, disertai pembentukan poket,

resesi atau keduanya. Periodontitis berdasarkan gambaran klinis dibagi

berdasarkan periodontitis kronis, agresif, dan akibat penyakit sistemik.

Periodontitis kronis merupakan penyakit yang secara progresif berjalan

lambat. Penyakit ini disebabkan oleh faktor lokal dan sistemik. Walaupun

periodontitis kronis dapat terjadi pada anak-anak dan remaja sebagai

respon terhadap akumulasi plak dan kalkulus secara kronis.12,13

Gambar 3. PERIODONTITIS KRONIS12

Periodontitis agresif dikenal juga sebagai early-onset

periodontitis. Periodontitis agresif diklasifikasikan sebagai lokal dan

generalis. Biasanya mempengaruhi individu sehat berusia di bawah 30

tahun. Periodontitis agresif berbeda dari periodontitis kronis pada usia

serangan, kecepatan progresi penyakit, sifat, dan komposis mikroflora

subgingiva yang menyertai, perubahan dalam respon imun host, serta

agregasi familial penderita.13

8
Gambar 4. PERIODONTITIS AGRESIF13

2. Etiologi penyakit periodontal

Penyebab penyakit periodontal multifaktorial dengan kesetaraan

dan keterkaitan erat antara faktor lokal, pekerjaan, lingkungan, merokok,

jenis kelamin, stress, dan psikososial. Selain itu tingkat pendidikan dan

social ekonomi yang rendah dapat mengakibatkan kurangnya kesadaran

akan pentingnya kebersihan rongga mulut, sehingga hal ini menjadi

kendala dalam usaha peningkatan kesehatan gigi dan mulut.14

a. Faktor utama

• Plak

Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat

pada permukaan gigi, terdiri dari mikroorganisme yang

berkembang biak dalam suatu matriks interseluler jika sesorang

melalaikan kebersihan gigi dan mulutnya. Secara klinis adanya

penyakit periodontal juga dihubungkan dengan adanya

penimbunan plak yang jauh lebih banyak dari mulut yang sehat.

Dengan penelitian kuantitatif ditunjukan bahwa jumlah plak

dalam kalkulus didalam mulut yang berpenyakit periodontal

9
adalah kurang dari 10 kali lebih banyak daripada didalam mulut

yang sehat.14

b. Faktor predisposisi

• Kalkulus

Kalkulus merupakan suatu massa yang mengalami

kalsifikasi yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan

gigi. Kalkulus merupakan plak terkalsifikasi. Jenis kalkulus di

kalsifikasikan sebagai supragingiva dan subgingiva berdasarkan

relasinya dengan gingival margin. Kalkulus supragingiva adalah

yang melekat pada permukaan mahkota gigi mulai dari puncak

gingival margin dapat dilihat sedangkan kalkulus subgingiva

berada dibawah gingival margin biasanya didaerah saku gusi

dan tidak terlihat waktu pemeriksaan. Kalkulus berwarna puih

kekuningan atau bahkan kecoklatan. Konsistesi kalkulus seperti

batu tanah liat dan mudah dilepaskan dari permukaan gigi

dengan skeler. Pembentukan nya dipengaruhi oleh plak dan juga

saliva.12,15

Gambar 5. PENUMPUKAN KALKULUS PADA GIGI10

10
• Genetik

Proses terjadinya periodontitis berhubungan didalam satu

keluarga. Dasar dari persamaan ini baik karena memiliki

lingkungan atau gen yang sama atau keduanya telah diteliti

dalam beberapa penelitian. Dan didapatkan kesimpulan bahwa

selain pada susunan genetic yang sama, persamaan dalam

keluarga disebabkan karena adat dan lingkungan yang sama.

Hubungan saudara kandung dalam penelitian ini, kaitanya

dengan jaringan periodontal sangat erat.14

• Usia

Dari beberapa penelitian yang dilakukan, mengenai

perbandingan perkembangan gingivitis antara orang dewasa dan

orang tua menunjukan perkembangan gingivitis lebih cepat pada

kelompok orang tua (65-80 tahun) menunjukan terjadi

penyusutan jaringan ikat, terjadi peningkatan aliran gingival

crevicular fluid (GCF) dan terjadi peningkatan gingival indeks.14

Seiring dengan pertambahan usia, gigi geligi menjadi

memanjang hal ini menunjukkan bahwa usia dipastikan

berhubungan dengan hilangnya perlekatan pada jaringan ikat.

Namun, penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada gigi geligi

yang memanjang sangat berpotensi mengalami kerusakan.

Kerusakan ini meliputi periodontitis, trauma mekanik yang

kronis yang disebabkan cara menyikat gigi, dan kerusakan dari

11
faktor iatrogenik yang disebabkan oleh restorasi yang kurang

baik atau perawatan scalling and root planing yang berulang-

ulang.14

• Jenis Kelamin

Data dari studi epidemiologi menyebutkan bahwa laki-

laki beresiko lebih tinggi mengalami penyakit periodontal.

Diseebutkan juga bahwa laki-laki lebih banyak mengalami

kehilangan perlekatan dibandingkan dengan wanita. Hal tersebut

dapat dikaitkan dengan meningkatnya kebiasaan merokok pada

laki-laki dan laki-laki lebih cenderung tidak memperhatikan oral

higiene.14

• Kebiasaan Buruk

Salah satu penyebab penyakit periodontal yang berkaitan

dengan kebiasaan buruk adalah merokok. Merokok merupakan

kebiasaan yang memiliki daya merusak cukup besar terhadap

kesehatan. Peningkatan prevalensi dengan kerusakan jaringan

periodontal berhubungan dengan kebiasaan merokok dimana

terjadi interaksi bakteri yang menghasilkan kerusakan jaringan

periodontal yang lebih agresif. Ketidakseimbangan antara

bakteri dengan respon jaringan periodontal bisa disebabkan

karena perubahan komposisi plak subgingiva yang disertai

dengan peningkatan jumlah dan virulensi dari organisme

patogen.16

12
Beberapa penelitian cross-sectional menunjukkan bahwa

pada perokok dijumpai ambang inflamasi gingiva yang lebih rendah

(sampai batas ambang plak tertentu) dibanding bukan perokok.

Perkembangan inflamasi gingiva dalam merespons akumulasi plak

pada perokok kurang begitu menonjol dibandingkan bukan perokok.

Diketahui bahwa merokok merupakan suatu paparan lingkungan

yang dapat merngubah respons gingiva terhadap plak dental. Melalui

pengukuran probing depth, hilangnya attachment secara klinis dan

adanya kerusakan tulang alveolar dapat diketahui bahwa keadaan

menjadi lebih prevalen dan lebih berat pada perokok disbanding

control yang bukan perokok. Dari hasil analisis beberapa penelitian,

menunjukkan bahwa merokok mengakibatkan peningkatan risiko

terjadinya kerusakan jaringan periodontal. Dari sudut pandang

tersebut diketahi bahwa pada perokok memperlihatkan ambang

infeksi mikroorganisme yang lebih tinggi dan unsur yang terdapat

dalam asap tembakau dapat mengubah respons inflamasi dan respons

imun.17

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lingkungan

asap rokok adalah penyebab berbagai penyakit, pada perokok aktif

maupun pasif. Hubungan antara merokok dengan berbagai macam

penyakit seperti kanker paru, penyakit kardiovaskuler, risiko

terjadinya neoplasma larynx, esophagus dan sebagainya, telah

banyak diteliti.18 Namun demikian, ketergantungan terhadap rokok

13
tidak dapat begitu saja dihilangkan. Merokok tidak hanya

menimbulkan efek secara sistemik, tetapi juga dapat menyebabkan

timbulnya kondisi patologis di rongga mulut. Gigi dan jaringan

lunak rongga mulut, merupakan bagian yang dapat mengalami

kerusakan akibat rokok. Penyakit periodontal, karies, kehilangan

gigi, resesi gingiva, lesi prekanker, kanker mulut, serta kegagalan

implan, adalah kasus-kasus yang dapat timbul akibat kebiasaan

merokok.19,20 Penelitian terdahulu membuktikan bahwa merokok

dapat memberikan pengaruh langsung terhadap jaringan periodontal.

Perokok memiliki peluang lebih besar menderita penyakit

periodontal seperti kehilangan tulang alveolar, peningkatan

kedalaman saku gigi serta kehilangan gigi, dibandingkan dengan

yang bukan perokok.21,22 Skor plak juga terbukti lebih tinggi pada

perokok, dibanding bukan perokok.23,24 Munculnya berbagai kondisi

patologis sistemik maupun lokal dalam rongga mulut, disebabkan

karena terjadinya penurunan fungsi molekul, termasuk saliva.

Kerusakan komponen antioksidan saliva, diikuti dengan penurunan

fungsinya, ditemukan pada beberapa kelainan di rongga mulut.25

3. Perawatan penyakit periodontal

14
Dalam penanganan kasus periodontal, apabila diagnosis penyakit

sudah ditegakan dan prognosis diduga baik maka langkah berikutnya

adalah merencanakan perawatan yang akan dilakukan terhadap kasus

tersebut. Rencana perawatan yang disusun bukanlah suatu rencana yang

bersifat final. Perkembangan yang terjadi selama perawatan berjalan

yang belum terdeteksi sebelumnya, bisa menyebabkan harus

dimodifikasinya rencana perawatan yang telah disusun.26

Perawatan periodontal membutuhkan suatu perencanaan jangka

panjang. Manfaat perawatan periodontal bagi pasien adalah diukur dari

seberpa lama gigi geliginya masih dapat berfungsi optimal, dan bukan

dari seberapa banyak gigi yang diputuskan untuk dipertahankan. Semua

prosedur perawatan, baik prosedur yang termasuk bidang periodonsia

maupun posedur yang bukan bidang periodonsia disusun dalam sekuens

(urutan) sebagai mana yang dikemukakan dibawah ini.26

• Fase I : Fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara

menghilangkan beberapa faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa

melakukan tindakan bedah periodontal atau melakukan perawatan

restoratif dan prostetik. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang

dilakukan pada fase I:26

• Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.

• Scaling dan root planing

• Perawatan karies dan lesi endodontic

• Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging

15
• Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment)

• Splinting temporer pada gigi yang goyah

• Perawatan ortodontik

• Analisis diet dan evaluasinya

• Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas

• Fase II : Fase terapi bedah, Bedah periodontal, untuk mengeliminasi

poket dengan cara antara lain: kuretase gingiva, gingivektomi,

prosedur bedah flap periodontal, rekonturing tulang (bedah tulang)

dan prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue graft).26

• Fase III: Fase korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas

anatomikal seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan

disharmoni oklusi yang berkembang sebagai suatu hasil dari

penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi

dari penyakit periodontal. Berikut ini adalah bebertapa prosedur

yang dilakukun pada fase ini:26

• Penyesuaian oklusi

• Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi

yang hilang

• Splint permanen

• Alat orto cekat

• Fase IV: fase terapi pemeliharaan (maintenance), dilakukan untuk

mencegah terjadinya kekambuhan pada penyakit periodontal.

Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase ini:26

16
• Riwayat medis dan riwayat gigi pasien

• Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor

plak, ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas

gigi.

• Melekukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal

dan tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.

• Scalling dan polishing tiap 6 bulan seksli, tergantung dari evektivitas

kontrol plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus

• Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies

• Fase Emergency: perawatan kasus darurat meliputi dental atau

periapikal, periodontal, pencabutan gigi dengan prognosis tidak ada

harapan, dan pemasangan gigi tiruan sementara (bila diperlukan

karena alasan tertentu).26

Fase Emergency

Fase I : Initial

17

Fase IV : Pemeliharaan
Fase II : Bedah Fase III : Korektif
(surgical) (Restoratif)

SKEMA PERAWATAN PERIODONTAL26

C. Perokok

Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus daun atau kertas.

Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh

kemudian menghembuskan kembali keluar (Armstrong, 2000). Pendapat lain

menyatakan bahwa perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan

seseorang berupa membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan

asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya (Levy, 2004). Rokok

adalah hasil olahan tembakau terbungkus, termasuk cerutu atau bentuk

lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana Rostica

dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan

atau tanpa tambahan (Pemerintahan RI, 2013 dalam Sukendro, 2007).27

18
Unsur-unsur penting dalam rokok antara lain tar, nikotin, dan

karbonmonoksida (Bustan, 2007). Selain itu sebatang rokok mengandung

4.000 jenis senyawa kimia beracun yang berbahaya untuk tubuh dimana 43

diantaanya bersifar kariogenik (Aditama, 2013). Dengan komponen rokok

utama adalah nikotin yaitu suatu zat berbahaya penyebab kecanduan, tar yang

bersifat kariogenik, dan CO yang dapat menurunkan kandungan oksigen

dalam darah. Rokok juga dapat menimbulkan penyakit seperti jantung

koroner, stroke dan kanker.23

Erickson (Komansari dan Helmi, 2000) mengatakan bahwa merokok

berkaitan dengan massa mencari jati diri pada diri remaja. Perilaku merokok

ada 4 tahap sehingga mencapai tahap perokok, antara lain:27

1. Tahap Prepatory, seorang mendapat gambaran yang menyenangkan

dengan cara mendengar, melihat, dan membaca, sehingga menimbulkan

minat untuk merokok.

2. Tahap Innitation, tahapan dimana seseorang mulai merintis atau mencoba

untuk merokok dan apakah akan melanjutkan perilaku merokoknya.

3. Tahap Becoming a smoker, apabila seseorang mulai merokok sebanyak

empat batang sehari, maka dia mempunyai kecenderungan untuk menjadi

perokok.

4. Tahap Maintenance of smoking, pada tahap ini merokok sudah menjadi

salah satu pengaturan diri (self regulating). Dan merokok dilakukan

untuk memperoleh efek psikologis yang menyenangkan (Clearly,2000).

19
Produk rokok umumnya dibagi menjadi dua jenis yaitu mudah

terbakar (rokok yang dihisap) atau tidak terbakar (bentuk dari mengunyah

tembakau dan mencium tembakau). Tembakau mudah terbakar (dihisap)

yaitu rokok yang diproduksi dari pabrik, rokok yang berbentuk cerutu, pipa ,

bidis, dan kretek. Tembakau yang tidak dihisap yaitu mengunyah tembakau

dan mencium tembakau (lembap maupun kering).28

1. Klasifikasi Perokok

Menurut Schachter (1997) perokok dibagi menjadi tiga bagian yaitu:29

(a) Perokok ringan yaitu seseorang yang merokok 10 batang atau kurang

perhari.

(b) Perokok sedang yaitu seseorang yang merokok ½ sampai 1 bungkus

(20 batang) rokok perhari

(c) Perokok berat yaitu seseorang yang merokok 1 sampai 2 bungkus

rokok perhari.

Selama ini pengaruh tembakau hanya dikaitkan dengan kesehatan

umum saja sedangkan di bidang kedokteran gigi tembakau dapat

menyebabkan perubahan warna pada gigi sehingga mengganggu estetika

ataupun menyebabkan terjadinya halitosis. Perubahan dalam rongga

mulut terjadi akibat kandungan yang terdapat dalam tembakau, ataupun

karena iritasi yang terus-menerus berasal dari produk hasil pembakaran

tembakau yang menyebabkan mengeringnya mukosa mulut, suhu

intraoral yang meningkat, perubahan pH di rongga mulut, perubahan

20
respon imun, ataupun perubahan resistensi terhadap infeksi terutama

infeksi jamur dan infeksi virus.25

D. Community Periodontal Index of Treatment Need (CPITN)

CPITN (Community Index of Periodontal Treatments Needs)

merupakan indeks yang dikembangkan oleh Ainamo. Indeks ini merupakan

indikator penyakit periodontal dimana sering digunakan untuk mengetahui

gambaran tentang tingkat kondisi periodontal dan kebutuhan perawatan pada

individu pada suatu daerah tertentu. Dalam pemeriksaannya digunakan suatu

probe dengan desain khusus dengan ujung bulat berdiameter 0,5 mm dengan

area berwarna hitam sebagai skala berada pada daerah 3,5-5,5 mm yang

sering dikenal dengan nama probe WHO. CPITN memungkinkan melakukan

pemeriksaan yang cepat dalam suatu populasi untuk menentukan kebutuhan

perawatanya. Selain itu indeks ini juga sangat berguna bila digunakan untuk

survey epidemiologis.26

1. Prinsip kerja CPITN

• Adanya probe khusus (probe WHO), probe ini meiliki ujung yang

merupakan bola kecil berdiameter 0,5 mm. probe ini digunakan

untuk melihat adanya perdarahan dan mengukur kedalaman saku.

Pada sonde terdapat daerah yang diberi warna hitam. Bilamana

kedalam poket kurang dari 3,5 mm maka seluruh warna hitam masih

terlihat. Bila kedalaman poket 4-5 mm, maka hanya sebagian saja

warna hitam yang masih tampak sedangkan untuk poket kedalaman

21
6mm atau lebih maka seluruh bagian sonde yang berwarna hitam

tidak tampak lagi.30

Gambar 6. PROBE WHO30

• Penilaian atas tingkatan kondisi jaringan periodontal. Prinsip kerja

CPITN adalah penilaian berdasarkan skor status periodontal dan

selanjutnya ditentukan kebutuhan perawatan periodontal.

Kriteria menentukan kebutuhan perawatan tersebut adalah:30

TABEL 1

KEBUTUHAN PERAWATAN BERDASARKAN INDEKS SKOR CPITN

Skor Status Periodontal Kode Kebutuhan Perawatan


Periodonsium sehat (tidak ada
kelainan), Kode hitam pada probe
0 0 Tidak membutuhkan perawatan
terlihat jelas, tidak ada kalkulus
terdeteksi, tidak ada BOP
Secara langsung dilihat dengan
kaca mulut, kode hitam terlihat Edukasi dan instruksi tentang
1 jelas saat dilakukan probe. Tidak 1 perbaikan oral hygiene (DHE
ada kalkulus terdeteksi, terdapat dan OHI)
BOP setelah probing.
Edukasi dan instruksi tentang
Kode hitam pada probe masih perbaikan oral hygiene (DHE
2 terlihat jelas. Terdapat kalkulus 2 dan OHI), ditambah dengan
yang terdeteksi oleh sonde. tindakan profilaksis berupa
scalling dan polishing
3 Hanya sebagian dari kode hitam 3 Edukasi dan instruksi tentang
pada probe yang terlihat. Saku perbaikan oral hygiene (DHE
sedalam 4-5mm dan OHI), profilaksis berupa

22
scalling dan polishing, serta
prosedur root planning dan
kuretase
Edukasi dan instruksi tentang
perbaikan oral hygiene (DHE
Kode hitam pada probe tidak
dan OHI), profilaksis berupa
4 terlihat sama sekali, poket 4
scalling dan polishing, prosedur
sedalam >5mm
root planning dan kuretase,
serta bedah periodontal.

Gambar 7. PENGUKURAN SKOR 1-4 DENGAN PROBE WHO PADA CPITN30

• Penentuan sektan ditentukan oleh gigi-gigi 17-14, 13-23, 24-27, 37-

34, 33-43, 44-47. Tapi hanya skor yang tertinggi per sektan yang

dicatat. Bila di suatu sektan tidak terdapat gigi maka sektan tersebut

tidak diberi nilai atau skor. Keadaan terparah atau nilai tertinggi

yang dicatat pada suatu sektan.30

23
Gambar 8. SEKTAN RAHANG TAS DAN RAHANG BAWAH PADA

PENGUKURAN CPITN31

• Gigi indeks, untuk mencatat berbagai kondisi dari jaringan

periodontal, tidak diperiksa semua gigi, melainkan hanya beberapa

gigi saja yang disebut gigi-gigi indeks. Gigi-gigi indeks yang harus

diperiksa untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun ke atas adalah:

17 16 11 26 27
47 46 31 36 37

Gigi indeks yang digunakan untuk pasien yang berusia sampai 19

tahun adalah:

16 11 27
46 31 37

Apabila tidak ada gigi indeks dalam satu sextan, maka semua gigi

yang ada dalam sextan tersebut dapat diperiksa.30

E. Kerangka Teori

JARINGAN PERIODONTAL
24
PERPERIODONTAL
PERIODONTITIS

FAKTOR PREDISPOSISI

MEROKOK TIDAK MEROKOK

PEMERIKSAAN CPITN

KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL

BAB III

25
KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kebutuhan perawatan
Perokok periodontal

Kebutuhan perawatan
Non perokok periodontal

B. Identifikasi Variabel

1. Variabel bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah perokok dan non perokok.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah kebutuhan perawatan

periodontal.

C. Definisi Operasional

TABEL 2
DEFINISI OPERASIONAL

No. Variabel Definisi Variabel Cara Ukur Alat Skala Hasil Ukur

26
Ukur
1. Perokok Pasien yang Tanya jawab - Nominal 1 = perokok
datang dan secara lisan
menyatakan
bahwa pasien
memiliki
kebiasaan
merokok
minimal 1 batang
per hari selama
lebih dari 1
tahun.
2. Non Pasien yang Tanya jawab - Nominal 2=non
perokok datang dan secara lisan perokok
menyatakan
bahwa pasien
tidak merokok
minimal 1 batang
per hari selama
lebih dari 1
tahun.
3. Kebutuhan Perawatan Skor Probe Ordinal Kebutuhan
perawatan periodontal yang X = tidak WHO perawatan
periodontal dibutuhkan oleh ada gigi dimasuk periodontal
pasien yang dalam kan 0 = tidak
diketahui dengan sekstan secara membutuhkan
menggunakan 0 = jaringan perlahan perawatan
Community periodontal ke 1 = OHI,
Periodontal sehat / dalam DHE, scaling
Index of normal sulkus dan polishing
Treatment Needs 1 = terdapat gingiva 2 = OHI,
(CPITN) oleh perdarahan mencap DHE, scaling
Animo saat probing ai dasar dan polishing
2 = terdapat sulkus, 3 = OHI,
kalkulus kemudia DHE, scaling
supragingiva n dan
/ subgingiva dilakuka polishing,
3 = terdapat n serta root
poket observa planing
periodontal si 4 = OHI,
antara 3,5 DHE, scaling
mm – 5,5 dan polishing,
mm serta
4 = terdapat perawatan
poket periodontal
periodontal penuh (bedah
yang dalam periodontal,
> 5,5 mm dll)

D. Hipotesis Penelitian

27
Terdapat perbedaan tingkat kebutuhan periodontal pada pasien

perokok dan non perokok yang berkunjung di Klinik Periodonsia FKG

UPDM(B) pada bulan September - November 2017.

28
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan desain penelitian cross

sectional.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September - November 2017 di

Klinik Periodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Prof. Dr.

Moestopo (Beragama).

C. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria Inklusi :

1. Responden yang berkunjung sebagai pasien di Klinik Periodonsia Rumah

Sakit Gigi dan Mulut Universitas Prof.Dr.Moestopo (Beragama) yang

ditangani oleh operator.

2. Responden bersedia untuk mengikuti kegiatan ini.

Kriteria Eksklusi :

1. Responden yang sudah menandatangani informed consent tetapi tidak

bersedia mengikuti penelitian.

2. Responden yang tidak melakukan proses penelitian sampai selesai.

29
D. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi Penelitian :

Pasien yang datang untuk dilakukan perawatan di Klinik Periodonsia

Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr.

Moestopo (Beragama).

Sampel Penelitian :

Sampel penelitian adalah pasien laki-laki dan perempuan yang akan

dilakukan tindakan perawatan di Klinik Periodonsia Rumah Sakit Gigi dan

Mulut Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) pada bulan September –

November 2017. Metode pengambilan sampel adalah simple random

sampling dan jumlah sampel ditentukan menggunaka rumus Lemeshow,

sebagai berikut:

a
z 12 P(1−P)
s
n=
d2

Keterangan :

n = ukuran sampel

a
z1 = standar deviasi normal, biasanya terletak pada range 1,96
s

(dibulatkan menjadi 2), menunjukkan 95% confidence level

P = Proporsi situasi masalah yang bersangkutan dari sumber lain atau

sebelumnya

d = Derajat akurasi yang diinginkan

30
Perhitungan dengan :

Confidence level = z = 95%

Expected frequency = P = 50%

Absolutely precision required = d = 0.16

(dibulatkan menjadi 40)

Sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 40 orang.

E. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat Penelitian

 Probe WHO-E untuk menukur nilai CPITN

 Kaca mulut

 Neirbecken untuk tempat alat

 Lap putih untuk alas alat

 Sarung Tangan

 Masker

 Gelas untuk kumur

 Alat tulis untuk mencatat

 Kertas informed consent

 Lembar pengisian CPITN untuk mencatat hasil pengukuran

 Polybib untuk melindungi pasien

2. Bahan Penelitian

 Cotton pellete

31
 tissue

F. Cara Kerja

1. Responden diminta untuk mengisi surat persetujuan tindakan medik

(informed consent) untuk menjadi sampel penelitian

2. Penjelasan prosedur serta tujuan penelitian kepada responden.

3. Jaringan periodontal responden dievaluasi dengan indeks kebutuhan

perawatan periodontal komunitas (CPITN)

4. Gigi dalam rongga mulut dibagi menjadi 6 sektan.

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

5. Pengukuran skor CPITN pada gigi indeks untuk mencatat berbagai kondisi

dari jaringan periodontal. Hanya gigi-gigi indeks yang dilakukan

perhitungan. Gigi-gigi indeks yang harus diperiksa untuk orang dewasa

yang berusia 20 tahun ke atas adalah

17 16 11 26 27

47 46 31 36 37

Gigi indeks yang digunakan untuk pasien yang berusia sampai 19 tahun

adalah

16 11 27

46 31 37

32
Apabila tidak ada gigi indeks dalam satu sextan, maka semua gigi yang

ada dalam sextan tersebut dapat diperiksa.(Carranza)

6. Beri skor pada gigi indeks yang diperiksa dan catat hasil skor di lembar

pengisian CPITN sebelum pasien dilakukan scaling.

G. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat yang

ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk mengetahui

penyebaran datanya, lalu dilakukan analisis bivariat dengan uji Mann-

Whitney untuk mengetahui perbedaan antara kebutuhan perawatan

periodontal pada perokok dan non perokok.

33
H. Alur Penelitian

Penjelasan prosedur serta tujuan penelitian kepada responden

Responden mengisi informed consent

34
Pemeriksaan status periodontal dengan pengukuran skor CPITN pada
gigi indeks sebelum dilakukan perawatan periodontal

35
Catat hasil skor di lembar pengisian CPITN

Analisis data

Pembahasan

Kesimpulan

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini mengenai perbedaan kebutuhan perawatan periodontal pada

perokok dan non perokok yang dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) pada bulan September – November

2017. Sampel penelitian adalah pasien laki-laki dan perempuan yang datang ke

36
Laboratorium Periodonsia yang telah memenuhi keriteria sampel berjumlah 40

orang.

Karakteristik responden berdasarkan kategori kelompok perokok dan non

perokok menunjukkan bahwa responden terbanyak berasal dari kelompok perokok

yang berjumlah 28 orang dengan persentase 70%, sedangkan responden pada

kelompok non perokok berjumlah 12 orang dengan persentase 30% (Tabel 3).

TABEL 3
KARAKTERISTIK RESPONDEN

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase


Perokok 28 70%
Non perokok 12 30%
Total 40 100%

Distribusi data skor CPITN berdasarkan kategori kelompok perokok dan

non perokok menunjukkan bahwa skor CPITN tertinggi dalam penelitian ini

adalah 3 yang dialami oleh 21 responden dari kelompok perokok dan 3 responden

dari kelompok non perokok. Dalam penelitian ini, skor CPITN yang paling

banyak dimiliki oleh responden pada kelompok perokok adalah skor 3 yang

dialami oleh 21 orang, sedangkan skor CPITN yang paling banyak dimiliki oleh

responden dari kelompok non perokok adalah skor 2 yang dialami oleh 5 orang..

Skor 3 menunjukkan adanuya poket periodontal antara 3,5 mm – 5,5 mm dan skor

2 menunjukkan adanya kalkulus supragingiva / subgingiva (Tabel 4).

TABEL 4

37
DISTRIBUSI DATA SKOR CPITN BERDASARKAN KATEGORI
KELOMPOK PEROKOK DAN NON PEROKOK
Skor CPITN Frekuensi Total
Perokok Non perokok
0 0 1 1
1 1 3 4
2 6 5 11
3 21 3 24
4 0 0 0
Total 28 12 40

Distribusi data kebutuhan perawatan periodontal berdasarkan kategori

kelompok perokok dan non perokok menunjukkan bahwa perawatan periodontal

yang paling banyak dibutuhkan oleh responden dari kelompok perokok yaitu

kategori pelayanan III, dimana subjek penelitian membutuhkan perawatan

periodontal berupa DHE, OHI, scaling dan polishing, serta root planing.

Perawatan periodontal yang paling banyak dibutuhkan oleh responden dari

kelompok non perokok yaitu kategori pelayanan II, dimana responden

membutuhkan perawatan periodontal berupa DHE, OHI, scaling dan polishing

(Tabel 5).

TABEL 5

DISTRIBUSI DATA KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL


BERDASARKAN KATEGORI KELOMPOK PEROKOK DAN NON
PEROKOK
Tipe Kategori Pelayanan Frekuensi Total
Perokok Non perokok
Pelayanan
0 Tiidak membutuhkan 0 1 1
perawatan
I OHI, DHE 1 3 4
II OHI, DHE, scaling dan 6 5 11
polishing

38
III OHI, DHE, scaling dan 21 3 24
polishing, root planing
IV OHI, DHE, scaling dan 0 0 0
polishing, perawatan
periodontal penuh (bedah
periodontal, dll)
Total 28 12 40

Pengujian normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data

kebutuhan perawatan periodontal pada perokok dan non perokok terdistribusi

dengan normal atau tidak normal, sehingga dapat menentukan uji analisis

berikutnya. Berdasarkan hasil uji normalitas Shapiro-Wilk diperoleh data dengan

nilai p= 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai p<0,05, maka dinyatakan

bahwa data kebutuhan perawatan periodontal pada perokok dan non perokok

memiliki distribusi data yang tidak normal (Tabel 6). Oleh karena itu, selanjutnya

analisis data dilakukan menggunakan perhitungan non parametrik Mann-Whitney.

TABEL 6
UJI NORMALITAS SHAPIRO-WILK
Kebutuhan perawatan periodontal P value*
Perokok 0.000
Non Perokok 0.000
*Uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk

Analisis uji yang digunakan adalah uji Mann-Whitney, karena sampel

berasal dari kelompok yang berbeda dan memiliki distribusi data yang tidak

normal. Pada tabel 7 menunjukkan nilai median, minimum, maksimum yaitu pada

responden dari kelompok perokok sebesar 3,00 (1,00-3,00) sedangkan pada

39
responden dari kelompok non perokok didapatkan hasil sebesar 2,00 (0,00-3,00).

Dilihat dari data tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat kebutuhan

perawatan pada responden dari kelompok perokok lebih tinggi daripada

kelompok non perokok.

TABEL 7
UJI NON PARAMETRIK MANN-WHITNEY
N Median P
(minimum-maksimum)
Perokok 28 3,00 (1,00-3,00) 0.001
Non Perokok 12 2,00 (0,00-3,00) 0.001
Uji Mann-Whitney p<0,05,CI=95%

Hasil uji Mann-Whitney, diperoleh p=0.001 (p<0.05), hal ini menunjukkan

bahwa terdapat perbedaan kebutuhan perawatan periodontal yang bermakna pada

kelompok perokok dan kelompok non perokok (Tabel 7).

40
BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan perbedaan antara kebutuhan

perawatan periodontal pada perokok dan non perokok yang diukur menggunakan

Community Periodontal Index of Treatment Needs (CPITN). Sasaran penelitian

yang dipilih adalah pasien laki-laki dan perempuan yang akan dilakukan tindakan

perawatan di Klinik Periodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) pada bulan

September – November 2017 sebanyak 40 orang.

Penyakit periodontal merupakan penyakit yang mengenai jaringan

periodontal seperti gingiva, sementum, ligamen periodontal, serta tulang alveolar.

Penyebab utama penyakit periodontal adalah bakteri. Namun bakteri saja tidak

cukup untuk menimbulkan gejala penyakit. Di samping komposisi bakteri

periodontal tersebut, juga ada peran kompetensi respon inang. Keseimbangan

keadaan bakteri dan inang menentukan status kesehatan periodontal.

Keseimbangan ini dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan dan genetika. 11

Merokok merupakan faktor risiko terjadinya penyakit periodontal. Telah diketahui

bahwa di dalam asap rokok terkandung zat-zat yang bersifat toksis, karsinogen

dan adiktif psikoaktif.17 Seseorang yang merokok diketahui memiliki nilai derajat

keparahan yang lebih besar pada hasil pemeriksaan probing depth (PD),

kehilangan perlekatan, dan kehilangan tulang alveolar dibandingkan individu yang

41
tidak pernah merokok. Status periodontal perokok juga dipengaruhi oleh lamanya

merokok dan jumlah rokok yang dihisap.32

Karakteristik responden berdasarkan kategori kelompok perokok dan non

perokok menunjukkan bahwa jumlah responden dari kelompok perokok lebih

banyak dibandingkan responden pada kelompok non perokok. Hal ini sesuai

dengan data yang terdapat dalam The Tobacoo Atlas 3rd Edition, 2009 bahwa

persentase perokok pada penduduk di Indonesia cukup tinggi yaitu sebesar

46,16%. Prevalensi perokok di Indonesia sangat tinggi di berbagai lapisan

masyarakat, terutama pada laki-laki mulai dari anak-anak, remaja dan dewasa.

Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Riskesdas menunjukkan

bahwa prevalensi merokok untuk semua kelompok umur mengalami lonjakan.33

Distribusi data skor CPITN berdasarkan kategori kelompok perokok dan

non perokok menunjukkan bahwa skor CPITN yang paling banyak dimiliki oleh

responden pada kelompok perokok adalah skor 3 yang memperlihatkan adanya

poket periodontal antara 3,5-5,5 mm, sedangkan skor CPITN yang paling banyak

dimiliki oleh responden dari kelompok non perokok adalah skor 2 yang

memperlihatkan adanya perdarahan gingiva saat probing. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa status periodontal pada kelompok perokok lebih parah

dibandingkan kelompok non perokok. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Erdemir yang menunjukkan bahwa terjadinya kehilangan

perlekatan secara signifikan lebih tinggi pada kelompok perokok dibandingkan

kelompok non perokok, sedangkan skor gingival index (GI) dan bleeding on

probing (BOP) lebih tinggi pada kelompok non perokok dibandingkan kelompok

42
perokok.34 Telah diketahui bahwa merokok memberikan efek kronis terhadap

jaringan periodontal, yaitu dengan menghambat vaskularisasi jaringan sehingga

mengurangi kemerahan gingiva dan perdarahan saat probing serta menghambat

respon penyembuhan jaringan dengan mempengaruhi proses revaskularisasi.35

Status periodontal mempengaruhi perawatan periodontal yang dibutuhkan

oleh masing-masing individu. Semakin buruk status periodontal yang dimiliki

suatu individu, maka semakin banyak perawatan periodontal yang dibutuhkan.

Distribusi data kebutuhan perawatan periodontal berdasarkan kategori kelompok

perokok dan non perokok menunjukkan bahwa perawatan periodontal yang paling

banyak dibutuhkan oleh responden dari kelompok perokok yaitu kategori

pelayanan III, dimana subjek penelitian membutuhkan perawatan periodontal

berupa DHE, OHI, scaling dan polishing, serta root planing. Perawatan

periodontal yang paling banyak dibutuhkan oleh responden dari kelompok non

perokok yaitu kategori pelayanan II, dimana responden membutuhkan perawatan

periodontal berupa DHE, OHI, scaling dan polishing. Kemudian data pada hasil

penelitian ini diuji menggunakan uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan

kebutuhan perawatan periodontal pada perokok dan non perokok, yang diperoleh

p=0.001 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kebutuhan

perawatan periodontal yang bermakna pada kelompok perokok dan kelompok non

perokok.

43
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil penelitian tentang

perbedaan kebutuhan perawatan periodontal perokok dan non perokok dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kebutuhan perawatan periodontal

pada perokok dan non perokok. Dimana pada kelompok perokok paling

banyak membutuhkan perawatan periodontal tipe III berupa OHI, DHE,

scaling dan polishing serta root planing, sedangkan pada kelompok non

perokok paling banyak membutuhkan perawatan periodontal tipe II berupa

OHI, DHE, scaling dan polishing.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka dapat disarankan

kepada masyarakat untuk megurangi dan menghilangkan kebiasaan buruk

merokok serta meningkatkan kebersihan dan kesehatan rongga mulutnya.

Pada penelitian selanjutnya, diharapkan melakukan penelitian lebih lanjut

dengan jumlah responden yang lebih banyak dan melihat hubungan kebiasaan

buruk lainnya dengan status periodontal serta kebutuhan perawatan

periodontal.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Saribas E, Kaya FA, Dogru AG, et al. Determination of Periodontal Status


and Smoking Habits with CPITN Index. International Dental
Research. 2017; 7(2)

2. Suhanda DJ, Pangemanan DHC, Juliatri. Gambaran Kebutuhan Perawatan


Periodontal pada Perokok di Desa Matungkas Kecamatan Dimembe.
Jurnal e-GiGi (eG). 2015; 3(1)

3. Mawaddah N, Arbianti K, Ringga NW. Perbedaan Kebutuhan Perawatan


Periodontal (CPITN) Anak Normal dan Anak Tunarungu. Odonto
Dental Jurnal. 2017; 4(1)

4. Gautam DK, Jindal V, Gupta SC, et al. Effect of Cigarette Smoking on The
Periodontal Health Status: A Comparative, Cross Sectional Study.
Journal of Indian Society of Periodontology. 2011; 15(4)

5. Bansal M, Mittal N, Singh TB. Assessment of The Prevalence of Periodontal


Diseases and Treatment Needs: A Hospital-Based Study. Journal of
Indian Society of Periodontology. 2015; 19(2)

6. Kusuma ARP. Pengaruh Merokok Terhadap Kesehatan Gigi dan Rongga


Mulut. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Islam Sultan Agung.
Diakses 10 September 2017. Tersedia di www.jurnal.unissula.ac.id

7. Marbun, A., dkk. Teknik Mulsa Vertikal pada Budidaya Tebu (Saccharum
oficinarum L.). Jurnal Pertanian Tropik. 2016. Vol.3, No.1, 82-91

8. Carranza, F.A., Newman, M.G., Takkei, H.H. Carranza’s Clinical


Periodontology. Edisi ke-11. Philadelphia: Saunders. 2012: 12, 13,
40-41, 195-199, 389-391, 544-547

9. Suryono. Bedah Dasar Periodonsia. Deepublish Publisher. 2012; 1(3): Hal 1-5

10. Damanik Simson, Josevina Silalahi. Kebutuhan Perawatan Penyakit


Periodontal Dan Perilaku Pemeliharaan Gigi Pada Masyarakat Di
Kecamatan Pangururan Samosir. Dentika dental Journal. 2011; 16:
154-155.

11. Nurul Dewi. Infeksi Dalam Bidang Periodonsia. JKGUI. 2002; 1(1): Hal 14-
16.

45
12. Michalowicz Bryan S, Pihlstrom Bruce L. Genetic factor associated with
periodontal disease. In: John M Novak, editor. Carranza’s Clinical
Periodontolgy 10th ed. Philadelpia: W.B.Saunders Company; 2006. P
203

13. Widyastuti R. Periodontitis : Diagnosis dan Perawatannya. Jurnal Ilmiah dan


Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDM. 2009; 6 : 32-33.

14. Putri Megananda Hiranya, Eliza Herijulianti, Nenenng Nurjannah. Ilmu


Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi.
Jakarta: EGC. 2009. p. 56, 75.

15. Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Carrenza’s Clinical Periodontology
10th ed. Philadelphia : W.B Saunders Company ; 2008, p. 170-2,
174-7.

16. Novak John M, Novak Karen F. Smoking and Periodontal Disease. In: John
M Novak, editor. Carranza’s Clinical Periodontology 10th ed.
Philadelpia: W.B.Saunders Company; 2006. P 253.

17. Kasim E. Merokok Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Penyakit Periodontal. J


Kedokteran Trisakti. 2001; 19(1): Hal. 9-15.

18. Aditama TY. Proses Berhenti Merokok. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran
1995. 102: 37-9

19. Warnakulasuriya S., Dietrich T., Bornstein M., Peidró E., Preshaw P.,
Walter C., Wennström J., and Bergström J. Oral health risks of
tobacco use and effects of cessation. International Dental Journal
2010. 60:7-30.

20. Mullally, B.H. The Influence of Tobacco Smoking on the Onset of


Periodontitis in Young Persons. Tobacco Induced Diseases 2004. 2:
53-65.

21. Axelsson P., Paulander J. and Lindhe J. Relationship between smoking and
dental status in 35-59, 65-75 years old individuals. J Clin Periodontal
1998. 25 : 297305.

22. Ernster Ul., Grondy Dg., Greene Jc., Walsh M., Robertson P., Daniels Te.,
Benowitz N., Siegel D., Gerbert B., and Hauck Ww. Smokeless
tobacco used and health effects among baseball players. J Am Dent
Assoc 1990. 264 (2) : 218-224.

46
23. Preber H., Kant T. and Bergstrom J. Cigarette smoking oral hygiene and
periodontal health in Swedish army conscripts. J Clin Periodontal
1980 ; 7 : 106.

24. Markkanen H., Paunio., Tuominen R., and Rajala M. Smoking and
periodontal disease in the Finnish population aged 30 years and over. J
Dent Res 1985 ; 64 : 932.

25. Revianti S. Pengaruh Radikal Bebas pada Rokok terhadap Timbulnya


Kelainan di Rongga Mulut. DENTA Jurnal Kedokteran Gigi FKG-
UHT 2007. 1(2) : 85-9.

26. Mustaqimah Dewi Nurul. Inflamasi Gingiva dan Penanggulangan Praktisnya.


Indonesian Journal. 2008; 2: 2-3

27. Wdiansyah M. Faktor-faktor penyebab perilaku remaja perokok di desa


sidorejo kabupaten penajam paser utara. eJournal Sosiologi.
2014;2(4): 12-23.

28. Addiction to nicotine.World Health Organization. th: 137-48.

29. Tagliacozzo R. Smokers sel-categorization and the reduction of cognitive


dissonance. Pergamon Press Ltd. 1979; 4: 393-99.

30. Scoop Irwin W. Oral medicine a clinical approach with basic science
correlation. 2nd edition. Saint Louis: The C.V Mosby Company;
1973: 5.

31. Scully C. Oral and maxillofacial medicine. 3rd edition. Toronto: Churchill
Livingstone Elsevier; 2013: 98-102.

32. Torrungruang K, dkk. Association between cigarette smoking and the intraoral
distribution of periodontal disease in Thai men over 50 years of age.
Journal of Investigative and Clinical Dentistry. 2012: 135-141

33. Anonim. Perilaku Merokok Masyarakat Indonesia. Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI. Tersedia di:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infod
atin-hari-tanpa-tembakau-sedunia.pdf

34. Sherwin GB, dkk. The Relationship between Smoking and Periodontal
Disease. The New York State Dental Journal. 2013: 52-57.

35. Zee KY. Smoking and Periodontal Disease. Australian Dental Journal. 2009;
54(1): 544-550

47
Lampiran 1
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK
PENELITIAN
Perkenalkan nama kami Shafira Nur Aprilia, S.KG, Sheila Diandra
Mayangsari, S.KG, Sulvi Anggraini, S.KG, Syifa Khairunnisa, S.KG, Syifa
Muthia Sari, S.KG saat ini kami sedang menjalani pendidikan profesi dokter gigi
di Univ. Prof. DR. Moestopo (Beragama), Jakarta. Kami sedang melakukan
penelitian dengan judul “Perbedaan Kebutuhan Perawatan Periodontal pada
Perokok dan Non Perokok”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
kebutuhan perawatan periodontal sebagai perencanaan pelayanan kesehatan gigi
dan mulut khususnya kesehatan periodontal, serta untuk mengetahui perbedaan
kebutuhan perawatan periodontal pada perokok dan non perokok. Manfaat
penelitian ini adalah memberikan informasi tentang perbedaan antara kebutuhan
perawatan periodontal pada perokok dan non perokok.
Penelitian akan dilakukan pada pasien yang berkunjung di RSGM Univ.
UPDM(B) khususnya di bagian periodonsia. Bagi yang bersedia meluangkan
waktu untuk menjadi subjek penelitian, akan dicatat identitas Saudara/i (nama,
jenis kelamin, umur, merokok atau tidak merokok, alamat, no.telp). kesehatan
jaringan periodontal anda akan diukur oleh tim peneliti dengan probe WHO untuk
menilai keberadaan perdarahan ketika probing, kalkulus serta mengukur
kedalaman poket.
Partisipasi saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela, tidak ada efek
samping yang akan terjadi dalam proses pengambilan data. Demikian penjelasan
dari kami, atas partisipasi dan kesediaannya, kami ucapkan terima kasih.

Tim Peneliti

48
Lampiran 2

INFORMED CONSENT

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya, yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :
Jenis Kelamin :
Usia :
Kebiasaan : Merokok / Tidak merokok
Alamat :
No.Telepon/HP :
Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan
penuh kesadaran dan tanpa paksaan, Saya menandatangani dan menyatakan
bersedia berpartisipasi sebagai subjek penelitian dalam penelitian ini yang
berjudul:
“Perbedaan Kebutuhan Perawatan Periodontal pada Perokok dan Non
Perokok”

Jakarta, ..........................
Peneliti Subjek penelitian

(...................................) (...................................)

49
Lampiran 3
LEMBAR PENCATATAN PENGUKURAN

Tgl :
Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Kebiasaan : Merokok / Tidak merokok
Telp/Hp :

17 16 11 26 27

47 46 31 36 37

Hasil : __________________ ( isi dengan 0, 1, 2, 3 atau 4)


Skor:
X = tidak ada gigi dalam sekstan
0 = gingiva sehat
1 = probe masuk kurang dari 3,5 mm dan BOP +
2 = probe masuk kurang dari 3,5 mm dan ada kalkulus supra/sub gingiva
3 = probe masuk antara 3,5 – 5,5 mm
4 = probe masuk >5,5 mm
Pemeriksa:

LAPORAN SURVEY

50
PERBEDAAN KEBUTUHAN PERAWATAN
PERIODONTAL PADA PEROKOK DAN
NON PEROKOK

Disusun oleh :

Shafira Nur Aprilia, S.KG 2017-16-111


Sheila Diandra Mayangsari, S.KG 2017-16-112
Sulvi Anggraini, S.KG 2017-16-114
Syifa Khairunnisa, S.KG 2017-16-115
Syifa Muthia Sari, S.KG 2017-16-116

Pembimbing :
Dr. Yulitri Hapsari, drg, Sp. Perio

Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)
Jakarta
2017

51
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Pertanyaan Penelitian

D. Tujuan Penelitian

E. Manfaat Penelitian

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

52
A. Jaringan Periodontal

B. Penyakit Periodontal

C. Perokok

18

D. Community Periodontal Index of Treatment Need

21

E. Kerangka Teori

25

BAB III : KERANGKA KONSEP PENELITIAN

26

A. Kerangka Konsep

26

B. Identifikasi Veriabel

26

C. Definisi Operasional

27

D. Hipotesis Penelitian

53
28

BAB IV : METODE PENELITIAN

29

A. Jenis dan Desain Penelitian

29

B. Tempat dan Waktu Penelitian

29
i
C. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

29

D. Populasi dan Sampel Penelitian

30

E. Alat dan Bahan Penelitian

31

F. Cara Kerja

32

G. Analisis Data

33

54
H. Alur Penelitian

34

BAB V : HASIL PENELITIAN

35

BAB VI : PEMBAHASAN

39

BAB VII : KESIMPULAN DAN SARAN

42

A. Kesimpulan

42

B. Saran

42

DAFTAR PUSTAKA
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................

43

LAMPIRAN
..........................................................................................................................

..........................................................................................................................

46

55

Anda mungkin juga menyukai