Anda di halaman 1dari 28

TUGAS

PEMANFAATAN SUMBERDAYA MINERAL DAN ENERGI

Alur Produksi Pada Minyak dan Gas

Dosen Mata Kuliah:

Harry Waristian, S.T., M.T

Disusun Oleh :
Arief Pambudi Nugraha
03021381419154
Kelas A
Kampus Palembang

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang


Migas (Minyak dan Gas Bumi) saat ini merupakan salah satu jenis sumber
daya alam yang sangat dibutuhkan oleh banyak negara, tak terkecuali Indonesia.
Terlepas dari fungsi utamanya sebagai sumber energi dalam bentuk bahan bakar,
tetapi juga menjadi sumber penghasilan negara dalam bentuk export. Kebutuhan
akan suber daya alam ini di masa mendatang tentu sudah bisa dibayangkan dimana
tentu akan semakin meningkat. Hal inilah yang telah diprediksi oleh para ahli
perminyakan tanah air sehingga mereka terus mendorong alur bisnis migas di negeri
ini dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan kita di masa mendatang.
Tingginya kebutuhan akan migas menjadikannya komuditas strategis yang
banyak menyita perhatian banyak pihak. Sayangnya, masih banyak juga pihak yang
belum memahami betul mengenai alur atau seluk beluk bisnis migas. Bisnis migas
tidak semerta-merta dilakukan begitu saja, terdapat alur tertentu yang didalamnya
disertai banyak aturan yang harus dipenuhi. Oleh sebab itu, proses explorasi hingga
pemasaram migas bisa memakan waktu yang cukup lama.
Minyak bumi atau minyak mentah dari zaman dahulu hingga sekarang ini
merupakan salah satu sumber daya alam yang cukup berharga. Sehingga negara-
negara yang memiliki cadangan minyak bumi terus berlomba-lomba
mengingkatkan jumlah produksi minyak mentah mereka, Seperti halnya dengan
Indonesia, negara kita ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya energi
dan mineral yang cukup melimpah, beberapa daerah yang dikenal sebagai penghasil
minyak bumi terbesar di indonesia seperti Balikpapan, Pekanbaru, sektor laut Jawa
dan beberapa propinsi lainnya.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1) Untuk melengkapi tugas mata kuliah Pemanfaatan Sumberdaya Mineral
dan Energi.
2) Untuk memberikan pembaca informasi mengenai teknologi alur produksi
minyak dan gas.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Alur Produksi dan Pengolahan Migas


Minyak dan Gas Bumi merupakan sumber daya alam yang sangat strategis
bagi Indonesia, bukan hanya sebagai pemasok kebutuhan bahan bakar dan bahan
baku industri, tetapi juga sumber penerimaan negara. Kebutuhan sumber daya
migas di masa mendatang tentu akan semakin meningkat seiring dengan
perkembangan perekonomian nasional. Oleh sebab itu, migas selalu menjadi
komoditas strategis yang menyita perhatian semua pihak. Namun, sayangnya masih
banyak kalangan yang belum memahami mengenai seluk beluk rantai panjang
bisnis migas. Secara umum, terdapat lima tahapan dalam kegiatan industri migas,
yaitu eksplorasi, produksi, pengolahan, transportasi, dan pemasaran. Lima kegiatan
pokok ini terbagi lagi menjadi dua kegiatan, yaitu kegiatan hulu (upstream) dan
kegiatan hilir (downstream). Kegiatan hulu migas meliputi dua kegiatan utama,
yaitu eksplorasi dan produksi. Sementara aktivitas hilir mencakup pengolahan,
transportasi, dan pemasaran.
Kegiatan hulu migas memegang peran penting karena merupakan awal dari
rantai panjang bisnis migas. Eksplorasi yang meliputi studi geologi, studi geofisika,
survei seismik, dan pengeboran eksplorasi merupakan tahap awal dari seluruh
kegiatan usaha hulu migas. Kegiatan ini bertujuan untuk mencari cadangan migas
baru. Jika hasil eksplorasi menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis untuk
dikembangkan, kegiatan itu akan berlanjut dengan aktivitas produksi. Proses
produksi adalah aktivitas mengangkat kandungan migas ke permukaan bumi.
Aliran migas akan masuk ke dalam sumur, lalu dinaikkan ke permukaan melalui
tubing (pipa salur yang dipasang tegak lurus). Pada sumur yang baru berproduksi,
proses pengangkatan ini dapat memanfaatkan tekanan alami alias tanpa alat bantu.
Namun, apabila tekanan formasi tak mampu memompa migas ke permukaan, maka
dibutuhkan metode pengangkatan buatan.
Migas yang telah diangkat akan dialirkan menuju separator (alat pemisah
minyak, gas dan air) melalui pipa salur. Separator akan memisahkan air dan minyak
(liquid),serta gas dan impurity. Air diinjeksikan kembali ke dalam sumur,
sedangkan minyak dialirkan menuju tangki pengumpul. Sementara untuk impurity
atau komponen gas yang bisa membahayakan manusia dan lingkungan hidup akan
dibakar atau diinjeksikan ke sumur. Sedangkan gas dialirkan melalui pipa untuk
kemudian dimanfaatkan atau dibakar tergantung pada jenis, volume, harga, dan
jarak ke konsumen gas. Fluida dari sumur-sumur produksi (oil wells) melalui suatu
sistim perpipaan yang dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan sistim
individual flow line atau dengan menggunakan production line di pompakan ke
gathering station.
Pada sistim individual flow line, masing-masing flow line dari sumur
produksi dihubungkan dengan header yang terdapat di gathering station, sedangkan
pada sistim production line, flow line dari setiap sumur produksi dihubungkan
dengan masing-masing header yang terdapat pada production line yang ada di jalan
utama menuju ke gathering station. Di gathering station, fluida kemudian diarahkan
ke unit separator untuk dipisahkan gasnya dari minyak dan air sebelum kemudian
masuk ke unit berikutnya yaitu gas boot. Gas yang dipisahkan dialirkan ke vapor
recovery unit untuk diproses lebih lanjut, tetapi tidak setiap lapangan dilengkapi
alat tersebut.
Setelah dari gas boot, proses selanjutnya terjadi di wash tank yang
digunakan selain untuk menampung fluida yang datang dari sumursumur minyak
setelah melalui separator dan wash tank, juga untuk memisahkan air dan minyak.
Waktu retensi atau retention time yang cukup diperlukan untuk pemisahan air dan
minyak. Setelah terjadi pemisahan, air dari wash tank dengan menggunakan water
leg akan dialirkan ke fasilitas pengolahan air (water treating plant) sebagai bahan
baku untuk keperluan air injeksi, sedangkan minyaknya mengalir ke shipping tank.
Dari shipping tank kemudian minyak dipompakan ke Hydro Carbon
Transportation (HCT) / Pusat Penampung Produksi / Pusat Penampung Minyak.
Sebelum minyak dipompakan dari shipping tank ke HCT / PPP / PPM, perlu
dianalisa kandungan dasar sedimen dan airnya atau BS&W (Basic Sediment and
Water). Standar BS&W yang ditetapkan agar minyak bisa dipompakan ke tanki
tanki di HCT/PPP/PPM adalah 1.0 %.
Gambar A.1 Proses Aliran dari Gathering Station

Di bagian awal sudah disinggung bahwa fungsi dari sebuah gathering


station adalah sebagai tempat pengumpulan dan pemisahan fluida agar minyak, air,
gas, dan padatan lain yang terkandung di dalammya, dapat dipisahkan sesuai
dengan kebutuhan operasi. Untuk mendukung proses ini, gathering station
dilengkapi dengan berbagai sarana antara lain separator, gas boot, flow splitter, dan
lain-lain.

Separator

Gambar A.2 Separator


Separator dipasang di Block / Gathering Station / Stasiun Pengumpul bertujuan
untuk memisahkan kandungan gas dari liquid (terbatas untuk minyak dan air saja)
atau antara satu liquid (air) dengan liquid yang lain (minyak mentah). Bentuk
umum dari crude oil adalah campuran antara oil, water dan gas. Apabila campuran
ini ditempatkan pada suatu tabung gelas dan dibiarkan beberapa saat, maka minyak
yang lebih ringan akan mengapung diatas air, sedangkan gas akan berada ditempat
yang paling atas sekali. Pemisahan ini terjadi adalah disebabkan karena adanya
perbedaan gravity atau berat jenis dari tiap-tiap unsur tersebut.
 Specific Gravity
Semakin berat suatu benda, semakin besar kemungkinan benda tersebut
bergerak ke dasar, hal ini diakibatkan pengaruh gravitasi. Gas lebih ringan
dari minyak, minyak lebih ringan dari air; oleh karena itu air akan berada
di tempat yang paling bawah, minyak berada diantara air dan gas,
sedangkan gas berada ditempat yang paling atas. Sifat-sifat inilah yang
dimanfaatkan dalam proses pemisahan fluida.
 Pressure
Tekanan yang datang dari sumur minyak dan gas dimanfaatkan untuk
proses pemisahan. Setiap vessel seperti separator beroperasi pada tekanan
tertentu yang menggerakkan cairan di dalamnya. Adanya gerakan ini
mengakibatkan cairan saling beradu dan selanjutnya membantu proses
pemisahan.
 Temperature
Perubahan suhu mempengaruhi spesifik grafity dan tekanan dari
wellstream. Perubahan ini mempengaruhi proses pemisahan.
Pada prinsipnya cara kerja dari production separator hampir sama dengan kasus
diatas, hanya separator dilengkapi dengan beberapa internal devices yang berguna
untuk mempercepat proses pemisahan tersebut dan mengurangi ongkos serta
ukuran separator.
 Prinsip Kerja Separator
Separator dibuat berdasarkan besarnya ruangan yang akan ditempati oleh gas
ditambah dengan besarnya ruangan yang akan di tempati oleh liquid (minyak dan
air). Gabungan dari kedua ruangan ini, akan membentuk diameter dari horizontal
separator atau tinggi dari vertical separator. Apabila permukaan liquid dalam
separator melebihi tempat yang semestinya, maka ia akan mengambil sebagian dari
tempat gas, dan begitu juga sebaliknya. Apabila ini terjadi, maka pemisahan yang
dihasilkan oleh separator tidak akan menurut yang dikehendaki. Oleh karena itu,
maka separator memiliki dua alat pengontrol yaitu:
 Pengontrol tekanan (Pressure Controller)
 Pengontrol permukaan liquid (Level Controller)
Untuk mengatur tekanan didalam separator digunakan instrument yang disebut
dengan Pressure Control Loop yang terdiri dari controller dan control valve. Alat
ini pada dasarnya mengontrol atau mengatur jumlah gas yang keluar dari separator
melalui gas outlet sehinggga tekanan didalam separator tetap. Cara kerja dari
pressure control loop adalah sebagai berikut:
 Pressure yang dikehendaki dalam separator di set pada controller.
 Apabila tekanan di dalam separator naik melebihi dari “setting“ yang
dikehendaki, controller akan memberi perintah pada control valve untuk
membuka.
 Sebaliknya, apabila tekanan di dalam separator kurang dari “setting“ yang
dikehendaki, maka controller akan memberi perintah pada control valve
untuk menutup, sampai pada tekanan yang dikehendaki / setting pressure.
Untuk menjaga ketinggian cairan di dalam separator digunakan instrument yang
disebut dengan liquid level control loop yang terdiri dari float, controller dan
control valve. Pada dasarnya alat ini mengatur jumlah liquid yang keluar dari
separator melalui liquid outlet sehingga permukaan liquid tetap terjaga.
Cara kerja dari liquid level control loop hampir sama dengan pressure control
loop, perbedaannya adalah karena yang dideteksi permukaan zat cair, maka sensing
element yang dipakai pada liquid level control loop adalah float atau displacer.
Perubahan dari pada liquid level menyebabkan bergeraknya float dan gerakkan ini
menimbulkan semacam tegangan pada alat dalam controller, hal ini akan
menyebabkan controller memberi perintah pada control valve untuk membuka atau
menutup sesuai dengan keadaan level yang ada.
Penyetelan yang sempurna pada pressure control loop dan liquid level control
loop adalah kombinasi atau gabungan gerakan antara level control valve yang
menjaga ketinggian cairan dengan pressure control valve yang dapat
mempertahankan tekanan fluida dalam keadaan konstan.
Prinsip dasar dari pemrosesan minyak mentah adalah cukupnya panas, waktu
retensi dan bahan kimia bagi minyak untuk melepaskan diri dari ikatannya dengan
air dan padatan lainnya. Untuk mendukung prinsip dasar tersebut, diperlukan
bermacammacam peralatan seperti:
 Heat Exchanger
 Separator
 Gas Boot
 Wash Tank
 Shipping Tank
 Shipping Pump
Jenis peralatan yang digunakan pada Gathering Station (GS) / Block Station /
Stasiun Pengumpul umumnya banyak ditentukan oleh temperatur, tekanan, dan
fluida yang dihasilkan. Secara umum, Gathering Station berfungsi sebagai tempat
pengumpulan fluida yang dihasilkan dari sumur-sumur minyak pada sebuah atau
beberapa lapangan, kemudian fluida tersebut dipisahkan menurut kebutuhannya.
Pengaliran fluida dari sumur ke gathering station dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem:
 Individual Flow Line
Masing - masing flow line dari sumur dihubungkan dengan header yang
terdapat di gathering station/ block station / stasiun pengumpul.
 Production Line
Masing - masing flow line dari setiap sumur hanya dihubungkan ke header
yang terdapat pada production line yang ada di jalan utama menuju
gathering station / block station / station pengumpul.
Gas Boot

Gambar A.3 Gas Boot


Gas boot adalah alat yang berfungsi untuk memisahkan gas dan liquid agar gas
tidak masuk ke Free Water Knock Out (FWKO) atau wash tank. Disamping itu gas
boot juga membantu mengurangi dan menstabilkan pressure yang datang dari
separator, flow splitter atau well sebelum masuk ke wash tank. Pencegahan ikutnya
gas dan penstabilan pressure dalam wash tank perlu dilakukan agar tidak
menganggu kepada proses pemisahan air dan minyak.
Fluida memasuki gas boot di dekat puncak secara tangensial. Ini mengakibatkan
fluida mengalami putaran centrifugal yang tidak hanya mengurangi guncangan
akibat fluida yang masuk, namun juga membantu dalam melepaskan gas yang
tersisa keluar dari fluida. Gas yang telah terpisah kemudian mengalir ke Vapor
Recovery Unit (VRU) atau gas stack, sedangkan cairan secara gravitasi akan
mengalir ke wash tank.
 Peralatan Gas Boot
 Baut Fondasi
 Guy Line
 Drain Valve
 Pressure Gauge Pada Inlet dan Outlet
 Baffle
 Man-Hole
 Inlet Dan Outlet Valve
Free Water Knock Out Tank

Gambar A.4 Free Water Knock Out Tank


Free Water Knock Out (FWKO) adalah primary wash tank yang berfungsi
memisahkan air, minyak, dan pasir serta sedimen terproduksi secara gravitasi.
Fasilitas ini hanya terdapat di HO karena fluida yang dihasilkan banyak
mengandung sedimen atau pasir bercampur lumpur, sehingga harus dibangun tanki
ini agar settling time menjadi lebih lama waktunya.
 Peralatan dalam FWKO
 Water Leg
Berfungsi menaikkan dan menurunkan level air dengan menambah dan
mengurangi O-ring.
 Sample Cock
Tempat mengambil sample dan untuk mengetahui level air di tanki.
Operator memeriksa level secara berkala pada sample cock yang tersedia
pada setiap selisih satu feet mulai dari spill over level sampai mendapat
water cut 100 %, dan mencatat hasil BS&W dari setiap sample cock
tersebut.
 Sand Jet
Untuk menyemprot gundukan pasir yang mengeras di dasar tanki agar bisa
di-drain ke parit. Air yang mengandung pasir, slop oil, sludge, dan emulsion
dialirkan melalui parit ke sand trap selanjutnya ke pit.
Wash Tank

Gambar A.5 Wash Tank


Wash tank adalah tanki penampung fluida yang datang dari gas boot atau
FWKO dan berfungsi untuk memisahkan air dan minyak. Kapasitas wash tank yang
digunakan pada setiap gathering station berbeda-beda tergantung dari hasil
produksi field yang bersangkutan dan retention time dari fluida. Jika kapasitas
cukup besar, retention time di dalam wash tank menjadi semakin lama. Semakin
lama retention time akan menyebabkan proses pemisahan minyak dan air menjadi
semakin baik. Baik dan tidaknya pemisahan minyak dan air juga dipengaruhi oleh
temperatur fluida dan chemical yang diinjeksikan di incoming line. Retention time
adalah lamanya waktu fluida berada di dalam tangki sebelum pindah ke fasilitas
berikutnya. Retention time perlu diperhatikan dalam dalam mendesain wash tank,
karena ia akan mempengaruhi hasil pemisahan air dengan minyak.
Kolom air di dalam wash tank akan selalu dijaga pada ketinggian tertentu,
karena ia akan berpengaruh pada proses pemisahan air dan minyak. Untuk
menaikkan atau menurunkan permukaan interface air minyak dapat dilakukan
dengan menambah atau mengurangi spacer atau ring yang ada di water leg box.
Sedangkan untuk mengetahui permukaan interface pada sebuah wash tank, dapat
diketahui dengan menggunakan sample cock yang ada di dinding tanki.
Penggunaan chemical kadang diperlukan untuk membantu mempercepat
proses pemisahan air & minyak didalam wash tank.
 Prinsip Kerja Wash Tank
Liquid yang masuk melalui inlet line dari gas boot akan disebarkan oleh
spreader ke arah dasar tanki. Liquida yang telah tersebar naik ke atas, air yang
secara gravity lebih berat akan turun ke bawah dan minyak lebih ringan akan naik
ke atas, kemudian mengalir melewati spill over ke shipping tank. Di setiap wash
tank, kolom air panas selalu dijaga pada ketinggian tertentu, karena ia berguna
untuk mengikat partikel-partikel air yang masih terdapat dalam crude oil (emulsi)
pada saat crude oil tersebut bergerak melewati kolom air panas naik kepermukaan.
Ketinggian kolom air di dalam wash tank mempengaruhi pemisahaan air dan
minyak.
Untuk menentukan ketinggian kolom air yang baik di dalam sebuah wash
tank agar menghasilkan “water cut” yang baik biasanya perlu dengan “trial and
error” atau percobaan, hal ini dilakukan dengan cara mengubah level water leg,
yaitu dengan menambah spacer (ORing) pada water leg untuk menaikkan water
level, atau mengurangi spacer untuk menurunkan water level di dalam
Shipping Tank

Gambar A.6 Shipping Tank


Crude oil yang keluar dari spill over wash tank mengalir menuju shipping
tank. Crude oil ini harus memiliki kandungan BS&W (water cut) kurang dari 1%.
1% water cut adalah batas tertinggi standar kandungan air yang diizinkan.
Disamping berfungsi untuk menampung crude oil yang datang dari wash tank,
shipping tank juga berfungsi untuk tempat pemisahan terakhir antara air dengan
minyak sebelum crude oil dipompakan ke HCT.
Didalam shipping tank crude oil berkumpul sampai level tertentu baru
dipompakan. Ketinggian level tersebut memberikan suction head yang cukup bagi
pompa agar bisa terhindar dari kavitasi. Untuk mengetahui ketinggian level crude
oil didalam shipping tank, cukup mengamati dari level board yang penunjukannya
datang dari sebuah floating devices yang dihubungkan dengan kabel ke pointernya.
Automatic Floating Switch dipasang didinding shipping tank atau pada
sebuah tube yang diparalelkan dengan tanki berguna untuk menghidupkan dan
mematikan pompa secara otomatis, apabila switch pada panel diposisikan pada
posisi auto, dan biasanya dipasang beberapa buah (on-off) level switch, tergantung
pada jumlah shipping pump yang dipasang pada shipping tank tersebut.
Pada beberapa gathering station, kadang-kadang dipasang circulating pump
di shipping tank, ini berguna untuk mensirkulasikan liquid atau emulsi yang masih
terdapat didalam shipping tank kembali ke wash tank untuk diproses ulang.
Terdapatnya emulsi di shipping tank ini dikarenakan kurang sempurnanya proses
pemisahan air dan minyak di wash tank, sehinggga sebagian air masih ikut terbawa
ke shipping tank.
Crude oil yang sudah terkumpul di shipping tank dengan kandungan BS&W
kurang dari 1% kemudian akan dipompakan ke HCT / PPP / PPM. Untuk keperluan
ini, maka diperlukan pompa yaitu suatu alat mekanis yang berguna untuk
memindahkan liquid dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Pompa yang umum dipakai adalah jenis Positive Displacement Pump atau
Centrifugal Pump. Pemilihan antara positive displacement pump dengan centrifugal
pump yang akan digunakan pada sebuah gathering station banyak ditentukan oleh
elevasi tempat pemompaan dan jarak yang akan ditempuh.
.
2.1 Proses Pengolahan Migas

Proses Pengolahan Minyak Bumi dan Minyak Mentah dan Komposisinya


Proses pengolahan fosil hewan menjadi minyak melewati beberapa tahap yang
cukup panjang. Mula-mula, para ahli melakukan eksplorasi, yaitu kegiatan yang
bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan
mendapatkan perkiraan cadangan minyak bumi. Pada umumnya, mereka membuat
peta topografi dengan pemotretan dari udara. Setelah daerah-daerah yang akan
diselidiki ditetapkan, para ahli bumi (geologi) mencari contoh-contoh batu atau
lapisan batu yang muncul dari permukaan karang atau tebing-tebing untuk diperiksa
di laboratorium.
Selanjutnya, kegiatan dilanjutkan dengan melakukan penyelidikan
geofisika. Caranya dengan membuat gempa kecil atau getaran-getaran di bawah
tanah (kegiatan seismik). Gelombang-gelombang getaran dari ledakan ini turun ke
bawah dan memantul kembali ke permukaan bumi. Dengan cara ini, lokasi yang
mengandung minyak bumi dapat diperkirakan secara ilmiah. Pada daerah lapisan
bawah tanah yang tak berpori tersebut dikenal dengan nama antiklinal atau
cekungan. Daerah cekungan ini terdiri dari beberapa lapisan, lapisan yang paling
bawah berupa air, lapisan di atasnya berisi minyak, sedang di atas minyak bumi
tersebut terdapat rongga yang berisi gas alam. Jika cekungan mengandung minyak
bumi dalam jumlah besar, maka pengambilan dilakukan dengan jalan pengeboran.
Setelah menentukan lokasi yang diperkirakan mengandung minyak bumi,
tahapan selanjutnya adalah melakukan kegiatan eksploitasi. Eksploitasi adalah
rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan minyak bumi. Kegiatan ini
terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana
pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian
minyak. Pengeboran sumber minyak bumi menghasilkan minyak mentah yang
harus diproses lagi.Selain minyak mentah, terdapat juga air dan senyawa pengotor
lainnya. Zat-zat selain minyak mentah dipisahkan terlebih dahulu sebelum
dilakukan proses selanjutnya. Kandungan utama minyak mentah hasil pengeboran
merupakan campuran dari berbagai senyawa hidrokarbon. Adapun senyawa lain,
seperti sulfur, nitrogen, dan oksigen hanya terdapat dalam jumlah sedikit. Tabel
berikut menunjukkan persentase komposisi senyawa yang terkandung dalam
minyak mentah (crude oil).
Kelompok Unsur: Karbon 84%; Hidrogen 14%; Sulfur Antara 1% hingga
3%; Nitrogen Kurang dari 1%; Oksigen Kurang dari 1%; Logam Kurang dari
1%; Garam Kurang dari 1%. Campuran hidrokarbon dalam minyak mentah terdiri
atas berbagai senyawa hidrokarbon, misalnya senyawa alkana, aromatik, naftalena,
alkena, dan alkuna. Senyawa-senyawa ini memiliki panjang rantai dan titik didih
yang berbeda-beda. Semakin panjang rantai karbon yang dimilikinya, semakin
tinggi titik didihnya. Agar dapat digunakan untuk berbagai keperluan, komponen-
komponen minyak mentah harus dipisahkan berdasarkan titik didihnya. Metode
yang digunakan adalah distilasi bertingkat. Menurut Anda, adakah metode
pemisahan selain distilasi? Gambar berikut menunjukkan fraksi-fraksi hasil
pengolahan menggunakan metode distilasi bertingkat.

Minyak mentah (crude oil) yang diperoleh dari hasil pengeboran minyak
bumi belum dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk berbagai keperluan secara
langsung. Hal itu karena minyak bumi masih merupakan campuran dari berbagai
senyawa hidrokarbon, khususnya komponen utama hidrokarbon alifatik dari rantai
C yang sederhana/pendek sampai ke rantai C yang banyak/panjang, dan senyawa-
senyawa yang bukan hidrokarbon. Untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang
bukan hidrokarbon, maka pada minyak mentah ditambahkan asam dan basa.

Minyak mentah yang berupa cairan pada suhu dan tekanan atmosfer biasa,
memiliki titik didih persenyawan-persenyawaan hidrokarbon yang berkisar dari
suhu yang sangat rendah sampai suhu yang sangat tinggi. Dalam hal ini, titik didih
hidrokarbon (alkana) meningkat dengan bertambahnya jumlah atom C dalam
molekulnya. Dengan memperhatikan perbedaan titik didih dari komponen-
komponen minyak bumi, maka dilakukanlah pemisahan minyak mentah menjadi
sejumlah fraksi-fraksi melalui proses distilasi bertingkat. Destilasi bertingkat
adalah proses distilasi (penyulingan) dengan menggunakan tahap-tahap/fraksi-
fraksi pendinginan sesuai trayek titik didih campuran yang diinginkan, sehingga
proses pengembunan terjadi pada beberapa tahap/beberapa fraksi tadi. Cara seperti
ini disebut fraksionasi.Minyak mentah tidak dapat dipisahkan ke dalam komponen-
komponen murni (senyawa tunggal). Hal itu tidak mungkin dilakukan karena tidak
praktis, dan mengingat bahwa minyak bumi mengandung banyak senyawa
hidrokarbon maupun senyawa-senyawa yang bukan hidrokarbon. Dalam hal ini
senyawa hidrokarbon memiliki isomerisomer dengan titik didih yang berdekatan.
Oleh karena itu, pemisahan minyak mentah dilakukan dengan proses distilasi
bertingkat. Fraksi-fraksi yang diperoleh dari destilat minyak bumi ialah campuran
hidrokarbon yang mendidih pada trayek suhu tertentu.

a. Pengolahan tahap pertama (primary process)


Pengolahan tahap pertama ini berlangsung melalui proses distilasi bertingkat,
yaitu pemisahan minyak bumi ke dalam fraksi-fraksinya berdasarkan titik didih
masing-masing fraksi. Komponen yang titik didihnya lebih tinggi akan tetap berupa
cairan dan turun ke bawah, sedangkan yang titik didihnya lebih rendah akan
menguap dan naik ke bagian atas melalui sungkup-sungkup yang disebut menara
gelembung. Makin ke atas, suhu dalam menara fraksionasi itu makin rendah. Hal
itu menyebabkan komponen dengan titik didih lebih tinggi akan mengembun dan
terpisah, sedangkan komponen yang titik didihnya lebih rendah naik ke bagian yang
lebih atas lagi. Demikian seterusnya, sehingga komponen yang mencapai puncak
menara adalah komponen yang pada suhu kamar berupa gas. Perhatikan diagram
fraksionasi minyak bumi pada gambar 2 di atas.Hasil-hasil frasionasi minyak bumi
yaitu sebagai berikut.
1) Fraksi pertama
Pada fraksi ini dihasilkan gas, yang merupakan fraksi paling ringan.
Minyak bumi dengan titik didih di bawah 30 ℃, berarti pada suhu kamar
berupa gas. Gas pada kolom ini ialah gas yang tadinya terlarut dalam
minyak mentah, sedangkan gas yang tidak terlarut dipisahkan pada waktu
pengeboran. Gas yang dihasilkan pada tahap ini yaitu LNG (Liquid Natural
Gas) yang mengandung komponen utama propana (C3H8) dan
butana (C4H10), dan LPG (Liquid Petroleum Gas) yang mengandung
metana (CH4)dan etana (C2H6).
2) Fraksi kedua
Pada fraksi ini dihasilkan petroleum eter. Minyak bumi dengan titik didih
lebih kecil 90 oC, masih berupa uap, dan akan masuk ke kolom
pendinginan dengan suhu 30 oC – 90 oC. Pada trayek ini, petroleum eter
(bensin ringan) akan mencair dan keluar ke penampungan petroleum eter.
Petroleum eter merupakan campuran alkana dengan rantai C5H12 –
C6H14.
3) Fraksi Ketiga
Pada fraksi ini dihasilkan gasolin (bensin). Minyak bumi dengan titik didih
lebih kecil dari 175 oC , masih berupa uap, dan akan masuk ke kolom
pendingin dengan suhu 90 oC – 175 oC. Pada trayek ini, bensin akan
mencair dan keluar ke penampungan bensin. Bensin merupakan campuran
alkana dengan rantai C6H14–C9H20.
4) Fraksi keempat
Pada fraksi ini dihasilkan nafta. Minyak bumi dengan titik didih lebih kecil
dari 200 oC, masih berupa uap, dan akan masuk ke kolom pendingin
dengan suhu 175 oC - 200 oC. Pada trayek ini, nafta (bensin berat) akan
mencair dan keluar ke penampungan nafta. Nafta merupakan campuran
alkana dengan rantai C9H20–C12H26.
5) Fraksi kelima
Pada fraksi ini dihasilkan kerosin (minyak tanah). Minyak bumi dengan
titik didih lebih kecil dari 275 oC, masih berupa uap, dan akan masuk ke
kolom pendingin dengan suhu 175 oC - 275 oC. Pada trayek ini, kerosin
(minyak tanah) akan mencair dan keluar ke penampungan kerosin. Minyak
tanah (kerosin) merupakan campuran alkana dengan rantai C12H26–
C15H32.
6) Fraksi keenam
Pada fraksi ini dihasilkan minyak gas (minyak solar). Minyak bumi dengan
titik didih lebih kecil dari 375 oC, masih berupa uap, dan akan masuk ke
kolom pendingin dengan suhu 250 oC - 375 oC. Pada trayek ini minyak
gas (minyak solar) akan mencair dan keluar ke penampungan minyak gas
(minyak solar). Minyak solar merupakan campuran alkana dengan
rantai C15H32–C16H34.
7) Fraksi ketujuh
Pada fraksi ini dihasilkan residu. Minyak mentah dipanaskan pada suhu
tinggi, yaitu di atas 375 oC, sehingga akan terjadi penguapan.
Pada trayek ini dihasilkan residu yang tidak menguap dan residu yang
menguap. Residu yang tidak menguap berasal dari minyak yang tidak
menguap, seperti aspal dan arang minyak bumi. Adapun residu yang
menguap berasal dari minyak yang menguap, yang masuk ke kolom
pendingin dengan suhu 375 oC. Minyak pelumas (C16H34–
C20H42) digunakan untuk pelumas mesin-mesin, parafin (C21H44–
C24H50) untuk membuat lilin, dan aspal (rantai C lebih besar
dari C36H74) digunakan untuk bahan bakar dan pelapis jalan raya.

b. Pengolahan tahap kedua


Pengolahan tahap kedua merupakan pengolahan lanjutan dari hasil-hasil
unit pengolahan tahapan pertama. Pada tahap ini, pengolahan ditujukan untuk
mendapatkan dan menghasilkan berbagai jenis bahan bakar minyak (BBM) dan non
bahan bakar minyak (non BBM) dalam jumlah besar dan mutu yang lebih baik,
yang sesuai dengan permintaan konsumen atau pasar.
Pada pengolahan tahap kedua, terjadi perubahan struktur kimia yang dapat
berupa pemecahan molekul (proses cracking), penggabungan molekul (proses
polymerisasi, alkilasi), atau perubahan struktur molekul (proses reforming). Proses
pengolahan lanjutan dapat berupa proses-proses seperti di bawah ini.
1) Konversi struktur kimia
Dalam proses ini, suatu senyawa hidrokarbon diubah menjadi
senyawa hidrokarbon lain melalui proses kimia.
a) Perengkahan (cracking)
Dalam proses ini, molekul hidrokarbon besar dipecah menjadi
molekul hidrokarbon yang lebih kecil sehingga memiliki titik didih lebih
rendah dan stabil.
Caranya dapat dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:
• Perengkahan termal; yaitu proses perengkahan dengan menggunakan
suhu dan tekanan tinggi saja.
• Perengkahan katalitik; yaitu proses perengkahan dengan menggunakan
panas dan katalisator untuk mengubah distilat yang memiliki titik didih
tinggi menjadi bensin dan karosin. Proses ini juga akan menghasilkan
butana dan gas lainnya.
• Perengkahan dengan hidrogen (hydro-cracking); yaitu proses
perengkahan yang merupakan kombinasi perengkahan termal dan katalitik
dengan "menyuntikkan" hidrogen pada molekul fraksi hidrokarbon tidak
jenuh.
Dengan cara seperti ini, maka dari minyak bumi dapat dihasilkan
elpiji, nafta, karosin, avtur, dan solar. Jumlah yang diperoleh akan lebih
banyak dan mutunya lebih baik dibandingkan dengan proses perengkahan
termal atau perengkahan katalitik saja. Selain itu, jumlah residunya akan
berkurang.
b) Alkilasi
Alkilasi adalah suatu proses penggabungan dua macam hidrokarbon
isoparafin secara kimia menjadi alkilat yang memiliki nilai oktan tinggi.
Alkilat ini dapat dijadikan bensin atau avgas.
c) Polimerisasi
Polimerisasi adalah penggabungan dua molekul atau lebih untuk
membentuk molekul tunggal yang disebut polimer. Tujuan polimerisasi ini
ialah untuk menggabungkan molekul-molekul hidrokarbon dalam bentuk
gas (etilen, propena) menjadi senyawa nafta ringan.
d) Reformasi
Reformasi adalah proses yang berupa perengkahan termal ringan
dari nafta untuk mendapatkan produk yang lebih mudah menguap seperti
olefin dengan angka oktan yang lebih tinggi. Di samping itu, dapat pula
berupa konversi katalitik komponen-komponen nafta untuk menghasilkan
aromatik dengan angka oktan yang lebih tinggi.
e) Isomerisasi
Dalam proses ini, susunan dasar atom dalam molekul diubah tanpa
menambah atau mengurangi bagian asal. Hidrokarbon garis lurus diubah
menjadi hidrokarbon garis bercabang yang memiliki angka oktan lebih
tinggi. Dengan proses ini, n-butana dapat diubah menjadi isobutana yang
dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam proses alkilasi.

2) Proses ekstraksi
Melalui proses ini, dilakukan pemisahan atas dasar perbedaan daya
larut fraksifraksi minyak dalam bahan pelarut (solvent) seperti SO2,
furfural, dan sebagainya. Dengan proses ini, volume produk yang diperoleh
akan lebih banyak dan mutunya lebih baik bila dibandingkan dengan proses
distilasi saja.

3) Proses kristalisasi
Pada proses ini, fraksi-fraksi dipisahkan atas dasar perbedaan titik
cair (melting point) masing-masing. Dari solar yang mengandung banyak
parafin, melalui proses pendinginan, penekanan dan penyaringan, dapat
dihasilkan lilin dan minyak filter. Pada hampir setiap proses pengolahan,
dapat diperoleh produk-produk lain sebagai produk tambahan. Produk-
produk ini dapat dijadikan bahan dasar petrokimia yang diperlukan untuk
pembuatan bahan plastik, bahan dasar kosmetika, obat pembasmi serangga,
dan berbagai hasil petrokimia lainnya.

4) Membersihkan produk dari kontaminasi (treating)


Hasil-hasil minyak yang telah diperoleh melalui proses pengolahan
tahap pertama dan proses pengolahan lanjutan sering mengalami
kontaminasi dengan zat-zat yang merugikan seperti persenyawaan yang
korosif atau yang berbau tidak sedap. Kontaminan ini harus dibersihkan
misalnya dengan menggunakan caustic soda, tanah liat, atau proses
hidrogenasi.
Proses pengolahan minyak mentah menjadi fraksi-fraksi minyak bumi yang
bermanfaat dilakukan di kilang minyak (oil refinery). Di Indonesia terdapat
sejumlah kilang minyak, antara lain:
1. kilang minyak Cilacap, Jawa Tengah (Kapasitas 350 ribu barel/hari);
2. kilang minyak Balongan, Jawa Tengah (Kapasitas 125 ribu barel/hari);
3. kilang minyak Balikpapan, Kalimantan Timur (Kapasitas 240 ribu
barel/hari);
4. kilang minyak Dumai, Riau;
5. kilang minyak Plaju, Sumatra Selatan;
6. kilang minyak Pangkalan Brandan, Sumatra Utara; dan
7. kilang minyak Sorong, Papua. Penelitian Para Ahli

Penelitian-penelitian tentang hidroternal telah dilakukan penelitian-penelitian


tersebut menunjukan tentang bagaimana upgrading batubara dengan proses
hidrotermal, dengan treatment rektor autoclave dengan berbagai tipe pada suhu
yang berbeda-beda namun dalam range yang tidak jauh menghasilkan kualitas
batubara yang lebih baik dari sebelum di-treatment. Selain itu pula, hasil yang
didapat menggurangi kadar air dalam batubara kualitas rendah seperti lignite dan
mengurangi pula kadar sulfur yang dapat mengurangi pemanfaatan batubara atau
membuat batubara menjadi tidak efektif dan efisien.
Blazso, dkk (1985) melakukan percobaan hidrotermal dengan sistem kerja
pirolisis dengan menggunakan sampel lignit mentah (215 g; setara dengan 100 g
bahan kering) dan 400 ml air yang dipanaskan autoclave dan hidrokonversi pada
suhu 623 K (350oC) untuk 1 jam dengan tekanan mencapai 17-20 MPa
menghasilkan pemutusan rantai karbonsil, gugus karbonil yang lebih stabil, rantai
alkil yang lebih rendah dan penghapusan aril eter serta terjadinya penurunan kadar
oksigen dan sulfur pada batubara lignit. Baker, dkk (1986) meneliti batubara lignit
dan sub-butiminous yang kaya akan oksigen dan kelembaban yang tinggi namun
memiliki kalori yang rendah dilakukan proes hidrotermal dengan suhu 230oC dan
tekanan lebih dari 552 MPa sehingga menghasilkan batubara yang kering dan siap
menjadi bahan bakar dengan kualitas yang lebih tinggi dari sebelum dilakukan
proses hidrotermal. Perubahan pada batubara low rank tidak hanya terjadi pada
kimia dan karakteristik fisiknya, tetapi juga berubah dalam bentuknya menjadi
slurry. Sama halnya dengan peneliti yang lain, Ross, dkk (1990) meneliti batubara
dengan menggunakan proses hidrotermal - pada suhu tinggi 500oC menghasilkan
pengurangan kadar air pada batubara, kehilangan O2 (oksigen), meningkatkan
kualitas batubara dan sebagainya. Chaudhdri, dkk (1996) mendapatkan bahwa
demineralisasi dapat terjadi. Hal yag diuji adalah batubara dengan perlakuan
tekanan normal dan tekanan tinggi (22 MPa) di dua tingkat suhu (500-1000oC).
Mineral-mineral tersebut dapat terpisah dari batubara pada saat suhu telah berada
dititik kritis dengan presentase berkurangnya mencapai 50%. Setelah itu, Timpe,
dkk (2001) meneliti sulfur organik pada batubara tingkat rendah dan menghasilkan
pengurangan kadar sulfur berurang hingga 50% dan elemen-elemen lainnya juga
ikut berkurang dengan berkurangnya kadar air pada saat suhu mencapai titik kritis.

Penelitian Favas, dkk (2002) meneliti tiga batubara yang berasal dari Autralia,
Indonesia dan Amerika Serikat dimana pada suhu 350 oC meningkatkan porositas
batubara sehingga mengurangi kadar air dan menghilangkan bahan organik secara
signifikan. Hasil yang didapatkan adalah batubara kualitas tinggi dari pada sebelum
mengalami proses hidrotermal dengan metode low intraparticle porosity.
Sedangkan Sarkar, dkk (2004) meneliti tiga macam batubara India (Batubara A, B
dan C), dimana batubara A dan B memiliki ciri khas pada jenis-jenis kokasnya dan
Batubara C memiliki sulfur yang tinggi dan volatil yang tinggi pula dan ketetapan
lainnya menggunakan suhu yang tinggi 500oC dengan tekanan sekitar 21-22 MPa
pada autoclave yang berisi air menghasilkan batubara yang baik dimanfaatkan
menjadi kokas. Batubara manapun jika digabungkan dalam proses hidrotermalnya
akan menghasilkan kokas yang oksidasi dan konduktivitas listriknya meningkat
dibandingkan dengan sebelum melewati proses hidrotermal.

Sakaguchi, dkk (2007) meneliti batubara peringkat rendah (brown coal dan
lignit) menggunakan teknologi hidrotermal pada suhu 200o sampai 350 oC selama
30 dan 180 menit dengan menggunakan tiga perlakuan. Tiga perlakuan tersebut
adalah 1) metode konvensional yaitu menambahkan air sebelum proses; 2) metode
as-reseived yaitu tanpa menambahkan air; dan 3) metode pemisahan yaitu treatment
dengan pemisahan fisik air dengan padatannya. Hasil yang didapatkan adalah
penggunaan metode pemisahan lebih efektif dari metode yang lain. Dimana pada
suhu 350oC kadar air batubara berkurang menjadi 6%. Selain itu, hasil upgrading-
nya terlihat signifikan karena hasil yang didapatkan ada batubara bersih dan
mengalami kenaikan kualitas dari batubara mentah serta pengurangan semua
elemen stabil. Wang, dkk (2007) menggunakan perlakuan batubara 0,1 MPa
sebagai tekanan awal untuk batubara Shenhua pada suhu 250-300oC menghasilkan
batubara yang kualitas baik, meningkatkan kandungan hidrogen, mengurangi kadar
volatil dan kadar abu. Selain itu, seiring dengan peningkatan suhu, pada suhu
300oC dapat merubah struktur dan reaktivitas batubara Shenhua.

Nakajima, dkk (2010) menggunakan empat sampel batubara kualitas rendah


(dua sub-bituminous dan dua lignit) dengan perlakuan suhu 200-350oC dapat
meningkatkan kualitas batubara yang lebih tinggi dari batubara mentah dengan
memberikan toksisitas yang tinggi yang menyebabkan bahan organik lainnya
berkurang namun analisis limbah dimasa depan harus digalakkan. Mursito, dkk
(2010(1)) meneliti batubara kualitas rendah di Banten yang kandungan sulfur dan
abunya tinggi dengan treatment alkali hidrotermal pada suhu 400oC denga tekanan
maksimum 30 MPa menghasilkan kandungan abu dan sulfur yang mengalami
penurunan yang signifikan dan kualitas batubara yang tinggi dengan kadar hidrogen
yang tinggi pula. Penurunan kadar abu mencapai 80% dan kadar sulfur hingga 90%,
maka terjadilah de-ashing dan desulfurisasi. Selain itu, Mursito, dkk (2010(2))
meneliti kembali batubara peat (gambut) daerah Pontianak dengan memfokuskan
pada proses hidrotermal untuk upgrading dan dewatering dengan suhu 150-380oC
dengan tekanan maksimum 25,1 MPa. Hal ini menghasilkan pengurangan jumlah
kadar bahan organik yang berbanding lurus dengan meningkatnya suhu. Jumlah
CO2 dan CO sesuai dengan jumlah oksigen yang hilang. Prawisudha, dkk (2011)
menggunakan proses hidrotermal untuk eksperimental pada municipal solid waste
(MSW) di Jepang yang menghasilkan pengurangan kadar klorin sehingga mampu
menjadi bahan bakar padat yang lebih efektif.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Proses produksi adalah aktivitas mengangkat kandungan migas ke permukaan
bumi. Aliran migas akan masuk ke dalam sumur, lalu dinaikkan ke permukaan
melalui tubing (pipa salur yang dipasang tegak lurus). Pada sumur yang baru
berproduksi, proses pengangkatan ini dapat memanfaatkan tekanan alami alias
tanpa alat bantu. Namun, apabila tekanan formasi tak mampu memompa migas ke
permukaan, maka dibutuhkan metode pengangkatan buatan.
Migas yang telah diangkat akan dialirkan menuju separator (alat pemisah
minyak, gas dan air) melalui pipa salur. Separator akan memisahkan air dan minyak
(liquid),serta gas dan impurity. Air diinjeksikan kembali ke dalam sumur,
sedangkan minyak dialirkan menuju tangki pengumpul. Sementara untuk impurity
atau komponen gas yang bisa membahayakan manusia dan lingkungan hidup akan
dibakar atau diinjeksikan ke sumur. Sedangkan gas dialirkan melalui pipa untuk
kemudian dimanfaatkan atau dibakar tergantung pada jenis, volume, harga, dan
jarak ke konsumen gas. Fluida dari sumur-sumur produksi (oil wells) melalui suatu
sistim perpipaan yang dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan sistim
individual flow line atau dengan menggunakan production line di pompakan ke
gathering station.
Pada sistim individual flow line, masing-masing flow line dari sumur
produksi dihubungkan dengan header yang terdapat di gathering station, sedangkan
pada sistim production line, flow line dari setiap sumur produksi dihubungkan
dengan masing-masing header yang terdapat pada production line yang ada di jalan
utama menuju ke gathering station. Di gathering station, fluida kemudian diarahkan
ke unit separator untuk dipisahkan gasnya dari minyak dan air sebelum kemudian
masuk ke unit berikutnya yaitu gas boot. Gas yang dipisahkan dialirkan ke vapor
recovery unit untuk diproses lebih lanjut, tetapi tidak setiap lapangan dilengkapi
alat tersebut.
Setelah dari gas boot, proses selanjutnya terjadi di wash tank yang digunakan
selain untuk menampung fluida yang datang dari sumursumur minyak setelah
melalui separator dan wash tank, juga untuk memisahkan air dan minyak. Waktu
retensi atau retention time yang cukup diperlukan untuk pemisahan air dan minyak.
Setelah terjadi pemisahan, air dari wash tank dengan menggunakan water leg akan
dialirkan ke fasilitas pengolahan air (water treating plant) sebagai bahan baku
untuk keperluan air injeksi, sedangkan minyaknya mengalir ke shipping tank. Dari
shipping tank kemudian minyak dipompakan ke Hydro Carbon Transportation
(HCT) / Pusat Penampung Produksi / Pusat Penampung Minyak. Sebelum minyak
dipompakan dari shipping tank ke HCT / PPP / PPM, perlu dianalisa kandungan
dasar sedimen dan airnya atau BS&W (Basic Sediment and Water). Standar BS&W
yang ditetapkan agar minyak bisa dipompakan ke tanki tanki di HCT/PPP/PPM
adalah 1.0 %.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Tarek H (2007): Equations of State and PVT Analysis : Application for
Improved Reservoir Modelling, Penerbit Gulf, USA.
G.D., Hobson (1975): Modern Petroleum Technology, Penerbit Applied Science,
USA.
H.S., Bell (1959): American Petroleum Refining, Penerbit D. Van Nostrand
Company Inc, USA.
Robert, A Meyers (1986): Handbook of Petroleum Refining, Penerbit McGraw-Hill
Book Company, USA.

Anda mungkin juga menyukai