Anda di halaman 1dari 13

APLIKASI SLURRY DAN TRICKLE BED REACTORS DI INDUSTRI

DAN/ATAU BIDANG YANG BERKAITAN

Disusun Oleh:

Istiqomah NRP. 02211540000091


Rifki Fadhilah NRP. 02211646000028
Jatsika Firdha NRP. 02211646000036
Maya Riski Adiputra NRP. 02211646000046
Irma Nurfitriani NRP. 02211646000041

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2017
I. Reaktor Trickle Bed
I.1 Latar Belakang
Pada penelitian ini, keuntungan penggunaan Trickle Bed Reactor dapat diterapkan
untuk memurnikan C4 dengan memotong rantai olefin yang kompleks. Pada umumnya,
pemurnian C4 tidak dapat dilakukan dengan proses pemisahan secara fisik seperti distilasi
karena komponen dalam campuran mempunya volatilitas relative yang kecil . Pada skala
industry, pemotongan rantai senyawa tak jenuh C4 yang terdiri dari 1,3- butadiene (BD),
1-butene (1BE), cis 2-butene (cBE), trans 2-butene (tBE), dan isobutene (IBA) dapat
dimurnikan dengan hidrogenasi yang terjadi di Trickle Bed Reactor (TBRs) untuk
membentuk komponen jenuh yang lebih bernilai seperti n-butane (BA) dan isobutene
(IBA). Komponen butane (termasuk BA dan IBA) dengan berbagai rasio propana dikenal
sebagai Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang banyak digunakan untuk mesin
pembakaran internal sebagai energy-economy-ecology friendly fuel. Selain itu, BA dapat
diaplikasikan sebagai Solid Oxide Fuel Cell (SOFC) untuk menghasilkan listrik yang low
cost-low emission.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan pemodelan matematika
yang sesuai untuk memprediksi perilaku proses hidrogenasi TBRs di industri. Dalam hal
ini, reaksi hidrogenasi BD diusulkan secara fisik kemudian korelasi empiris diterapkan.
Setelah itu, output model matematika dibandingkan dengna model reaktor komersial
untuk mengetahui kemampuan model matematika yang diusulkan untuk memprediksi
reaktor tiga fasa pada skala industri.

I.2 Dasar Teori


Reaktor trickle bed adalah reaktor dengan packing katalis dimana fasa cair dan
gas mengalir searah kebawah yang berinteraksi dengan katalis padatan. Reaktor ini
banyak digunakan pada industri perminyakan dan aplikasinya dalam bidang proses kimia,
petroleum, industry biokimia dan pengolahan limbah. Kata “trickle” mendeskripsikan
karakteristik operasional reaktor ini dimana liquid mengalir secara bertahap melewati
katalis solid dalam bentuk film, rivulet ataupun tetesan. Biasanya, partikel padatan katalis
dipacking secara acak di dalam bed dimana fase gas dan liqid mengalir. Dalam sebagian
besar industri reactor trickle bed, partikel katalis yang digunakan biasanya berpori dan
berbentuk bermacam-macam seperti bola, silinder, ektudat, trilobe, atau multilobe seperti
pada gambar berikut:
Gambar 1. Skema bentuk partikel dari katalis padat yang digunakan (Palmisano,
Ramachandran, Balakrishnan, & Al-Dahhan, 2013).
Reaktor trickle bed memberikan performa yang lebih baik dalam pengontakan
gas-liquid-solid dengan memberikan efisiensi yang tinggi dibandingkan dengan reactor
lain seperti stirred slurry reactors yang memberikan keterbatasan pengaplikasian pada
system reaksi yang cepat membutuhkan muatan katalis yang rendah dengan tekanan
operasi rendah dan volume sedang seperti bahan kimia khusus dan kecil, ejector loop
reactors digunakan untuk reactor cepat yang mensirkulasikan slurry menggunakan
tekanan tinggi membutuhkan keterbatasan dalam mengatasi pembuatan solid, bubble
column slurry reactors dan paked bubble bed reactors memberikan pengadukan kembali
di dalam reactor yang bias menyebabkan konversi rendah dan memicu terbentuknya
produk samping. Berdasarkan type operasinya ditampilkan secara skematik dalam
gambar di bawah ini:

Gambar 2. Variasi konfigurasi dari trickle bed reactor berdasrkan type operasinya
Konfigurasi reactor trickle bed diklasifikasikan menjadi tiga tipe:
1) Reaktor trickle bed konvensional: berisikan partikel katalis berpori yang disusun
secara acak di dalam packed bed.
2) Reaktor trickle bed semi-struktur: berisikan partikel yang dipack teratur atau katalis
yang dilapiskan pada packing terstruktur.
3) Reactor trickle bed-mikro: berisikan beberapa saluran-mikro yang dipack dengan
partikel katalis.

I.3 Deskripsi Proses dan Prinsip Kerja Unit Hidrogenasi


Dalam penelitian ini reaktor yang digunakan adalah jenis reaktor trickle bed.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, TBR terdiri dari kolom reaksi yang dilengkapi
dengan partikel katalis fixed-bed, dimana fase gas dan cairan mengalir ke arah gravitasi.
Reaktor hidrogenasi dioperasikan pada tekanan 28,3 bar atmosfer dan temperatur
320/340 K pada aliran masukan reaktor. Diagram alir proses unit hidrogenasi C4
ditunjukkan pada gambar 4.

Gambar 4. Diagram alir proses unit hidrogenasi C4

C4 mentah dicampur dengan aliran recycle C4 yang terhidrogenasi. Tujuannya


adalah untuk menurunkan reaktifitas konsentrasi C4 mentah dengan mengurangi
konsentrasi komponen tak jenuh dan meningkatkan space velocity pada aliran masukan
reaktor. Selain itu, dengan pencampuran C4 mentah dan C4 terhidrogenasi dapat
membatasi kenaikan temperature saat melewati reaktor. Hydrogen make up diinjekkan
dengan campuran umpan C4 mentah dan C4 terhidrogenasi sebelum masuk reaktor.
Pencampuran hydrogen dengan umpan dimaksudkan sebagai rasio fungsi komposisi pada
komponen umpan dalam kondisi tak jenuh. Sebuah alat analisa dipasang pada aliran
umpan yang telah tercampur dengan hasil recycle untuk mengetahui komposisi umpan
yang masuk ke dalam reaktor dan untuk membantu menentukan rasio umpan/hydrogen.
Campuran umpan kemudian mengalir melalui bagian atas katalis menuju ke bawah. C4
yang terhidrogenasi dialirkan ke C4 recycle drum, dimana terjadi proses pemisahan gas-
cair. C4 hasil dari recycle drum memiliki tekana tinggi sehingga sebagian dikondensasi
menuju cooling water. Hidrokarbon yang terkondensasi dimurnikan kembali dengan
mengalirkan ke bawah vent drum lalu dialirkan kembali ke recycle drum. Lalu, C4
terhidrogenasi dari recycle drum dipompa dengan underflow control recycle pump.
Produk murni proses hidrogenasi masuk ke degassing drum untuk sebagian distabilkan.
Adanya hydrogenated C4 pump yaitu untuk mengumpankan C4 terhidrogenasi secara
langsung ke furnace dengan control aliran yang telah ditetapkan.

I.4 Hasil
Secara kinetik, laju reaksi disajikan oleh Seth et all. (2007) telah diaplikasikan
sebagai dasar pengukuran hidrogenasi fase cair Butadiene menjadi iso Butana karena
adanya kesamaan kondisi eksperimental dengan Seth dkk. dalam penelitian ini. Neraca
mol reaktor untuk skala industri, tidak adanya kinetik yang lebih rinci untuk menentukan
model. Oleh karena itu, isomerisasi n-butena menjadi iso Butana menerapkan Hugen-
Watson pada temperatur tetap untuk mengembangkan model yang lebih sesuai untuk
menghasilkan desain reaktor yang efisien dan proses yang optimal. Sehingga digunakan
persamaan Arrhenius secara matematis :

Pada persamaan diatas digunakan temperature referensi 323,15 K. Dari persamaan


arhenius tersebut diperoleh model matematika sebagai berikut :
Salah satu masalah utama dalam pemodelan kinetik dari setiap reaksi adalah jenis
katalis yang digunakan adalah tipe egg shell berupa palladium. Palladium memainkan
peran lapisan aktifnya untuk proses adsorpsi butadiene. Pada bagian ini, skema modifikasi
dari keseluruhan reaksi dapat ditunjukkan pada gambar di bawah ini :

Abbrevations
BA n-butane IBA Isobutane
BD 1,3-butadiene LPG Liquefied petroleum gas
cBE cis2-butene NP Number of populations
CR Crossover constant SOFC Solid oxide fuel cell
DE Differential evolution tBE Trans 2-butene
F Scaling factor TBR Trickle bed reactor
HP High pressure TLE Transfer line exchanger
H2G Gas phase hydrogen 1BE 1-butene
IB Isobtane

I.5 Komentar
Dalam penelitian saat ini, teknik evolusi diferensial diterapkan untuk
mengoptimalkan kinerja reaktor trickle bed skala industri. Sebagai studi kasus,
hidrogenasi 1,3-butadiena menjadi n-butana menjadi pilihan dalam penerapan trickle bed
reactor. Dalam hal ini, reaksi yang ada telah digambarkan dengan skema skeleton.
Hasilnya membuktikan bahwa kemampuan dalam pemodelan matematika dan kinetik
memiliki kesalahan relatif total 0,1. Laju alir molar pada komponen utama dan reaksi
yang terkait diteliti dan profil temperature aliran juga dianalisa. Lalu, respon sistem
terhadap variasi temperatur inlet dipelajari dan hal itu ditunjukkan bahwa kenaikan
temperature 3,7% cukup sesuai untuk pengurangan ketinggian reaktor sebesar 36%.
Berdasarkan penelitian didapat kesimpulan yaitu kinerja TBR dievaluasi melalui hasil n-
butane. Jika ketinggian trickle bed reactor ditingkatkan maka produk yang dihasilkan
semakin meningkat.
II. Reaktor Slurry
II.1 Latar Belakang
Karena kenaikan harga minyak internasional cukup drastis, proses gas-ke-cair
Fischer-Tropsch (FT) sintesis, sintesis metanol, dan sintesis dimetil eter (DME) menjadi
semakin banya mendapat perhatian dari peneliti maupun industri. Reaktor slurry memiliki
beberapa kelebihan yaitu konstruksinya yang lebih sederhana, kinerja perpindahan panas
yang sangat baik, penambahan dan penarikan katalis dapat dilakukan secara online, dan
Kecepatan transfer massa interphase yang baik dengan input energi rendah, yang
membuatnya sangat sesuai untuk proses gas-ke-cair.
Namun, perilaku aliran multiphasenya sangat kompleks dan reaktor multiphase
memiliki beberapa efek yang luar biasa saat dilakukan scale-up. Oleh karena itu,
penelitian ekstensif masih diperlukan untuk pengembangan dan perancangan sebuah
reaktor slurry yang berkinerja tinggi.
Artikel ini memberikan ulasan terkini tentang studi terbaru reaktor slurry untuk
proses gas-ke-cair. Pengaruh kecepatan gas superficial, tekanan operasi dan suhu,
konsentrasi padatan, dimensi kolom, dan distributor gas juga dibahas. Baru-baru ini
beberapa perkembangan pemisahan cairan-padat dalam reaktor slurry juga
dirangkum. Konsep penggunaan internal untuk mengintensifkan perpindahan massa dan
memperbaiki hidrodinamika dibahas berdasarkan hasil eksperimen dan analisis
teoritis. Permodelan dan simulasi aliran gas-cair dan gas-cair-padat ditinjau ulang secara
singkat, dengan fokus pada tren baru coupling Population balance model (PBM) ke dalam
kerangka Computational fluid dynamics (CFD) untuk menggambarkan perilaku
gelembung yang kompleks dan interaksi gas-cair Interphase. Hasil pilot plant 3000
ton/tahun untuk sintesis DME, menunjukkan bahwa reaktor slurry memiliki aplikasi yang
menjanjikan dalam proses gas-ke-cair.

II.2 Dasar Teori


Perbedaan utama antara reaktor slurry dan reaktor trickle bed adalah pada
perpindahan partikel katalis padat yang bergerak lebih dahulu meskipun masih dalam
tahap akhir. Selain itu, fasa gas terdispersi di bekas dan kontinu pada yang terakhir.
Reaktor slurry banyak diaplikasi secara luas dalam proses seperti hidrogenasi, oksidasi,
halogenasi, polimerisasi, dan fermentasi.
Ada empat jenis reaktor slurry, yaitu reaktor tangki yang diaduk secara mekanis,
loop reactor, bubble column reactor, dan three-phase fluidized bed reactor, seperti yang
digambarkan pada Gambar 3. Reaktor tangki dan bubble column reactor yang diaduk
secara mekanis yang digunakan untuk reaksi padat-cair-gas pada dasarnya sama seperti
reaksi gas-liquid, dan satu-satunya kompleksitas yang ditambahkan adalah adanya
partikel katalis yang tersuspensi dalam cairan. Keuntungan dari loop reactor yang
ditunjukkan pada Gambar 3 (B) adalah bahwa tabung sirkulasi internal membuat fluida
beredar pada kecepatan tinggi 20 m/s atau lebih tinggi, yang secara signifikan
meningkatkan perpindahan massa. Gambar 3 (D) mengilustrasikan three-phase fluidized
bed reactor dimana cairan dimasukkan ke reaktor melalui distributor di bagian bawah dan
mengoksidasi partikel katalis. Demikian pula untuk fluidized bed reactor gas-padat,
tinggi daerah terfluidasi mengembang seiring dengan kecepatan cairan yang meningkat.

Gambar 3. Slurry Reactors: (1) Stirred tank reactor; (2) Loop reactor; (3) Bubble
column reactor; (4) Three-phase fluidized bed reactor

Ada daerah cair yang jelas di bagian atas bed dan antarmuka antara wilayah ini dan
wilayah fluidizing dapat diidentifikasi dengan jelas. Jika aliran gas diperkenalkan
bersamaan dengan cairan, tinggi daerah terfluidasi akan lebih rendah. Pada kecepatan
cairan rendah, katalis padat tidak dapat difluidasi dengan hanya meningkatkan kecepatan
gas. Dalam reaktor terfluidasi tiga fasa, kehadiran gas meningkatkan pergerakan partikel
padat dan mengaburkan batas di bagian atas bed terfluidisasi.
Fasa cair bertanggung jawab untuk penghentian partikel katalis dalam tiga slurry
reactor yang ditunjukkan pada Gambar 3 (B) - (D). Karena perbedaan struktur reaktor
dan kecepatan operasi gas dan cairan, dinamika fluida di dalam reaktor berbeda. Untuk
reaktor tangki yang diaduk secara mekanis ditunjukkan pada Gambar 3 (A), maka
kekuatan mekanis yang menahan partikel tersuspensi.
Reaktor slurry memiliki keunggulan hasil ruang-waktu yang tinggi, daya
perpindahan massa rendah, laju perpindahan panas tinggi, yang sesuai untuk operasi
kontinyu atau semi kontinyu, dan memungkinkan regenerasi katalis yang berlanjut.
Keterbatasannya meliputi pencampuran yang parah, penurunan katalis yang tinggi,
kesulitan dan biaya yang tinggi untuk memisahkan katalis dari produk, dan kemungkinan
reaksi samping yang tinggi dalam fase cair karena rasio cairan/padat yang tinggi.

II.3 Deskripsi Proses


Proses gas-ke-cair memiliki karakter umum, berikut adalah hal yang harus
diperhatikan dalam mendesain reaktor:
1) Reaksi yang sangat eksotermis, dengan -Δ H r) 165-204 kJ /mol CO untuk sintesis
FT, -Δ H r) 90,3 kJ / mol CO untuk metanol sintesis, dan -Δ H r) 102,2 kJ / mol CO
untuk sintesis DME.
2) Profil suhu yang seragam juga harus dijaga, karena ketidakseragam profil suhu dan
titik panasnya akan menyebabkan penurunan selektivitas produk. Ketika kondisinya
semakin parah maka akan menyebabkan penonaktifan katalis.
3) Mengembangkan skala besar secara kritis penting dari sudut pandang ekonomi untuk
menghasilkan low-harga BBM
4) Proses dioperasikan pada suhu dan tekanan tinggi. Sesuai dengan karakteristik di atas,
reaktor harus mengandung panas reaksi yang besar, mempertahankan profil
temperature yang seragam, dan mudah diaplikasikan untuk skala dimensi besar.

II.4 Hasil
Percobaan industri dilakukan dalam tiga tahap. Satu-satunya perbedaan antara
tahap I dan II adalah bahwa dalam tahap I syngas yang melewati slurry reactor tidak
diikuti dengan recycling tail gas, sementara dalam tahap II disertai dengan recycling tail
gas. Beberapa kondisi dan Hasil dari pilot plant ditunjukkan pada gambar 4 dan Tabel 1.
dapat dilihat bahwa pada tahap I rata-rata konversi CO dan selektivitas untuk DME dalam
produk organik masing-masing dapat mencapai 63% dan 95%. Karena adanya recycling
tail gas dalam tahap II, fraksi metana yang tinggi menyebabkan penurunan konversi rata-
rata CO dan selektivitas untuk DME. pada tahap III, kenaikan suhu reaksi dan tekanan
Gambar 4. Conversion of CO and selectivity to DME in the pilot plant. The data are
from the work of Ren et al.

Table 1. Comparison of Methods for Identifying the Flow Regime Transition*

Table 2. Comparison of Pilot-Plant Results


dapat meningkatkan konversi rata-rata CO dan selektivitas untuk DME masing-masing
senilai 61% dan 92%. Hasil ini hampir sama dengan yang diperoleh di laboratorium. Hal
ini juga membuktikan bahwa airlift slurry reactor memberikan kinerja yang baik pada
perpindahan massa dan panas dalam proses sintesis DME. Selain itu, selama waktu
operasi berlangsung, katalis tidak menunjukkan deactivation. Sampai saat ini, proses yang
berbeda untuk produksi massal DME dalam reaktor slurry telah dikembangkan oleh Air
Products, 8 JFE, 7 dan Tsinghua University, 9 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Dalam contoh di atas ada tiga proses, dimana semua katalis berbasis Cu sebagai bahan
untuk sintesis metanol dan Al2O3 katalis untuk dehidrasi metanol. Reaktor yang
digunakan oleh JFE dan Air Products adalah slurry bubble columns, sedangkan reaktor
skala pilot plant di Chongqing adalah reaktor airlift slurry. Bisa dilihat dari Tabel 2 bahwa
konversi CO yang diperoleh pada reaktor slurry airlift yang dikembangkan oleh
Universitas Tsinghua jelas lebih tinggi dan memiliki kondisi operasi yang lebih ringan
dari yang lain.

II.5 Komentar
Reaktor slurry menyajikan konstruksi yang sederhana, kinerja perpindahan panas
yang sangat baik untuk penambahan dan penarikan katalis, dan kecepatan transfer dengan
input energi rendah yang membuat sangat sesuai untuk proses gas-ke cair. Namun, aliran
multiphase memiliki perilaku yang sangat kompleks dan untuk reaktor multiphase
memiliki beberapa efek peningkatan efisiensi yang luar biasa. Dalam kondisi industri,
tinggi tekanan, suhu, dan konsentrasi padat memiliki pengaruh kompleks pada perilaku
gelembung, gas holdup, kecepatan cairan, serta perilaku perpindahan massa dan
panas. Karena adanya fase cair tambahan, perpindahan massa gas-cair menyebabkan
keterbatasan dalam sistem slurry padat gas-cair-padat yang dapat menurunkan konversi
reaksi terutama pada padatan tinggi konsentrasi dan memiliki kecepatan gas superfisial.
LAMPIRAN PUSTAKA

Modeling and simulating of an industrial three phase trickle bed reactor


responsible for the hydrogenation of 1,3-butadiene; A case study
T. Tohidiana, O. Dehghania, M.R. Rahimpoura,b,1
a
Departement of Chemical Engineering, School of Chemical and Petroleum Enginering, Shiraz University,
Shiraz 71345, Iran
b
Departement of Chemical Engineering and Material Science, University of California
1
Shields Advenue, Davis CA 95616, United States

Abstract

In this research, an industrial trickle bed reactor responsible for the hydrogenation of 1,3-
butadiene into n-butane has been chosen as a case study. In this regards, a suitable reaction
network has been applied as the base kinetic structure and then it has been developed
further to a more detailed reaction scheme capable of predicting available plant data. As
the next step, attempts have been made to establish an accurate and simple to use
mathematical modeling with the ultimate goal of predicting the palant outputs. The results
ascertained the success of the proposed modeling in terms of total relative error of about
0.1. Moreover, the behavior of different parameters including temperature and molar flow
rates along the length of the reactor has been studied. Additionally, the effect of inlet
temperature on the behavior of the understudied trickle bed reactor has been seriously
investigate. Finally, the performance of the three phase catalytic reactor has been studied
under different operating conditions of the flowing feed stream.

Key words: Trickle bed reactor, 1-3-butadiene hydrogenation, Kinetic modeling,


Differential evolution
Slurry Reactors for Gas-to-Liquid Processes: A Review
Tiefeng Wang, Jinfu Wang, and Yong Jin
Beijing Key Laboratory of Green Reaction Engineering and Technology, Departement of
Chemical Engineering, Tsinghua University, Beijing 100084, China

Abstract

With the dramatic increase in the international oil price, gas-to-liquid processes of
Fischer-Tropsch (FT) synthesis, methanol synthesis, and dimethyl ether (DME) synthesis
have become increasingly important and received much attention from both academic and
industrial interests. The slurry reactor has the advantages of simple construction, excellent
heat transfer performance, online catalyst addition and withdrawal, and a reasonable
interphase mass transfer rate with low energy input, which make it very suitable for gas-
to-liquid processes. However, its multiphase flow behaviors are very complex and the
multiphase reactor has some remarkable scale-up effects; therefore, extensive studies are
still needed for the development and design of a high-performance slurry reactor. This
article gives a state-of-the-art review of the recent studies on the slurry reactor for gas-to-
liquid processes. The influences of the superficial gas velocity, operating pressure and
temperature, solid concentration, column dimensions, and gas distributor are discussed.
Some recent developments in the liquid-solid separation in a slurry reactor are also
summarized. The concept of using internals to intensify the mass transfer and improve
the hydrodynamics is discussed based on both experimental results and theoretical
analysis. Modeling and simulations of the gas-liquid and gas-liquid-solid flows are briefly
reviewed, with focus on the new trend of coupling the population balance model (PBM)
into the computational fluid dynamics (CFD) framework to describe the complex bubble
behaviors and gas-liquid interphase interactions. The results of a 3000 ton/year pilot plant
for DME synthesis are given, showing that the slurry reactor has promising applications
in gas-to-liquid processes.

Anda mungkin juga menyukai