Dalam keadaan normal, setelah plasenta dilahirkan, pembuluh darah yang menghubungkan
plasenta dengan tubuh ibu akan “terjepit” oleh kontraksi serabut myometrium terutama yang
berada di sekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta.
Namun pada atoni uteri, mekanisme kontraksi ini tidak terjadi sehingga pembuluh darah
tersebut tidak terjepit dan terus mengeluarkan darah.
(Penatalaksanaan dilakukan dengan prinsip “HAEMOSTASIS”, salah satunya adalah: Assess and
resuscitate. Penting sekali untuk segera menilai jumlah darah yang keluar seakurat mungkin
dan menentukan derajat perubahan hemodinamik. Lebih baik overestimate jumlah darah yang
hilang dan bersikap proaktif daripada underestimate dan bersikap menunggu/pasif. Nilai
tingkat kesadaran, nadi, tekanan darah, dan bila fasilitas memungkinkan, saturasi oksigen
harus dimonitor. Saat memasang jalur infuse dengan abbocath 14G – 16G, harus segera
diambil specimen darah untuk pemeriksaan Hb, profil pembekuan darah, elektrolit , golongan
darah serta crossmatch. (RIMOT = resusitasi, infuse 2 jalur, monitoring keadaan umum,
nadi dan tekanan darah, oksigen dan pendekatan tim). Diberikan cairan kristaloid dan
koloid secara cepat sambil menunggu hasil crossmatch.
RESUSITASI
Resusitasi cairan
Ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh, sehingga seringkali dapat
menyebabkan syok. Terapi ini ditujukan pula untuk ekspansicepat dari cairan intravaskuler dan
memperbaiki perfusi jaringan.
Tatalaksana Awal
a. Tatalaksana Umum
Gambar. Tatalaksana awal perdarahan post partum di pelayanan
kesehatan primer
Panggil bantuan tim untuk tatalaksana secara simultan
Nilai sirkulasi, jalan napas, dan pernapasan pasien
Bila menemukan tanda-tanda syok, lakukan penatalaksanaan syok
Berikan oksigen
Pasang infus intravena dengan kanul berukuran besar (16 atau 18) dan
mulai pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat atau
Ringer Asetat) sesuai kondisi ibu. Pada saat memasang infus, lakukan
juga pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan.
Jika fasilitas tersedia, ambil sampel darah dan lakukan pemeriksaan :
Kadar Hb (pemeriksaan hematologi urin)
Penggolongan ABO dan tipe Rh serta sampel untuk pencocokan
silang
Profil hemostasis
o Waktu perdarahn (Bleeding time)
o Waktu pembekuan (Clotting time)
o Prothrombin time
o Activated partial thromboplastin time
o Hitung trombosit
o Fibrinogen
Lakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan pernapasan ibu
Periksa kondisi abdomen : kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka, dan
tinggi fundus uteri
Periksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan dan
laserasi (jika ada, misal : robekan serviks atau robekan vagina)
Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban
Pasang kateter folley untuk memantau volume urin dibandingkan dengan
jumlah cairan yang masuk. (CATATAN : produksi urin normal 0.5-1
ml/kgBB/jam atau sekitar 30 ml/jam)
Siapkan tranfusi darah jika kadar Hb < 8 gr/dL atau secara klinis
ditemukan keadaan anemia berat
1 unit whole blood (WB) atau packed red cells (PRC) dapat
menaikkan Hb 1 g/dl atau hematokrit sebesar 3% pada dewasa
normal.
Mulai lakukan tranfusi darah, setelah informed concent
ditandatangani untuk persetujuan tranfusi
Tentukan penyebab dari perdarahannya dan lakukan tatalaksana spesifik
sesuai penyebab.
Bila perdarahan terus berlangsung maka dilakukan kompresi bimanual,
kompresi aorta abdominalis, serta memberi misoprostol 400 mg rektal.
Misoprostol (prostaglandin E1) dapat diberikan melalui rektal, oral,
sublingual, dan buccal. Dosis pemberian secara rektal 1000 mikrogram
dan 600 mikrogram secara sublingual atau buccal. Dapat digunakan
prostaglandin E2, yaitu 20 mg secara rektal, namun dapat menyebabkan
demam, nausea, dan diare. Efek samping dari misoprostol dalah
menggigil, pyrexia, dan diare.
Bila masih tak berhasil lakukan tamponade lalu rujuk untuk dilakukan
ligase arteri uterine dan ovarika. Bila perdarahan terkontrol maka dapat
dilakukan transfusi dengan lakukan observasi ketat. Namun, bila
perdarahan masih berlangsung, lakukan transfusi dan dilanjutkan
histrektomi. Transfuse dilakuan sampai :
- Hemoglobin lebih dari sama dengan 8 g/dl
- Platelet lebih dari sama dengan 75000
- PT kurang dari sama dengan 1,5 dari rata-rata
- APTT kurang dari sama dengan 1,5 rata-rata control
- Fibrinogen lebih dari sama dengan 1 g/l
2b. Apa tanda-tanda plasenta lahir komplit
Pencegahan ulkus gaster akibat obat antiinflamasi non steroid/ tukak lambung karena
obat antiinflamasi non-steroid (AINS), dan profilaksis/ menurunkan kadar asam di
dalam lambung
kematian janin dalam kandungan, mengeluarkan konsepsi pada abortus dini
induksi persalinan (Efek yang terjadi pada pemberian misoprostol oral dosis tunggal
adalah peningkatan tonus intrauterinekontraksi miometrium.
pendarahan postpartum
1. HOW TO DIAGNOSE
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama bila timbul perdarahan banyak dalam
waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama, tanpa disadari
penderita telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi dan
pernafasan menjadi cepat, dan tekanan darah menurun.
Diagnosis perdarahan pasca persalinan :
1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus [atonia uteri= (-)] dan tinggi
fundus uteri
2. Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari: Sisa plasenta atau selaput
ketuban, robekan rahim
4. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang
pecah.
5. Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu hb, dll
b. Pemeriksaan radiologi
Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan
penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium
atau radiologis dapat dilakukan. Pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat
adanyangumpalan darah dan retensi sisa plasenta.
USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan
resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum
seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas
dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya.
3. PROGNOSIS
4. PENCEGAHAN
Antenatal care (ANC) yang baik dan mencegah terjadinya anemia dalam
kehamilan merupakan hal yang paling penting. Karena pada persalinan nanti,
kehilangan darah dalam jumlah normal dapat membahayakan ibu yang menderita
anemia.10
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan
pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut
sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam
persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.5
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya
yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani
seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia
uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir.
Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV
drip 100-150 cc/jam.7
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai
uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin
merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40
menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan
antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang
dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.5
5. TATALAKSANA
Langkah-langkah rinci penatalaksanaan atonia uteri pasca persalinan:
1. Lakukan massage pundus uteri segera setelah plasenta dilahirkan : Massage dan
kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan
perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15
detik). Sambil melakukan massage sekaligus dapat dilakukan penilaian kontraksi
uterus.
2. Bersihkan kavum uteri dari selaput ketuban dan gumpalan darah : selaput ketuban
atau gumpalan darah dalam kavum uteri akan dapat menghalangi kontraksi uterus
secara baik.
3. Mulai melakukan kompresi bimanual interna. Jika uterus berkontraksi keluarkan
tangan setelah 1-2 menit. Jika uterus tetap tidak berkontraksi teruskan kompresi
bimanual interna hingga 5 menit : sebagian besar atonia uteri akan teratasi dengan
tindakan ini. Jika kompresi bimannual tidak berhasil setelah 5 menit, dilakukan
tindakan lain
4. Minta keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna : Bila penolong
hanya seorang diri, keluarga dapat meneruskan proses kompresi bimanual secara
eksternal selama anda melakukan langkah-langkah selanjutnya.
5. Berikan metil ergometrin 0,2 mg intra muskuler / intravena : metilergometrin yang
diberikan secara intramuskuler akan mulai bekerja dalam 5-7 menit dan akan
menyebabkan kontraksi uterus. Pemberian intravena bila sudah terpasang infuse
sebelumnya.
6. Berikan infuse cairan larutan ringer laktat dan oksitoksin 20 IU/1 liter : anda telah
memberikan oksitoksin pada waktu penatalaksanaan aktif kala tiga dan metil
ergometrin intramuskuler. Oksitoksin intravena akan bekerja segera untuk
menyebabkan uterus berkontraksi. Ringer laktat akan membantu memulihkan
volume cairan yang hilang selama atoni. Jika uterus wanita belum berkontraksi
selama 6 langkah pertama, sangat mungkin bahwa ia mengalami perdarahan
postpartum dan memerlukan penggantian darah yang hilang secara cepat.
7. Mulai lagi kompresi bimanual interna atau pasang tampon uterovagina : jika
atonia uteri tidak teratasi setelah 7 langkah pertama, mungkin ibu mengalami
masalah serius lainnya. Tampon utero vagina dapat dilakukan. Lalu segera
siapkan proses pembedahan.
8. Teruskan cairan intravena hingga ruang operasi siap. Lakukan laparotomi :
pertimbangkan antara tindakan mempertahankan uterus dengan ligasi arteri
uterine/hipogastrika atau histerektomi: pertimbangan antara lain paritas, kondisi
ibu, jumlah perdarahan. Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina
menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri
uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim.
Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah
rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang
absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum
2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular
ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya
vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk
itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium.
Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika
terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika
urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm
dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang
arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke
servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau
unilateral ligasi vasa ovarian.
Tatalaksana Umum
● Selalu siapkan tindakan gawat darurat
● Manajemen Aktif Kala III
● Minta pertolongan pada petugas lain utk membantu bila dimungkinkan
● Bila syok , lakukan segera penanganan
a. Ask for HELP. Segera meminta pertolongan, atau dirujuk ke rumash sakit. Pendekata
multidisipliner dapat mengoptimalkan monitoring dan pemeberian cairan.
b. Assess and resuscitate. Segera menilai jumlah darah yang keluar seakurat mungkin dan
mementukan derajat perubahan hemodinamik . nilai tingkat kesadaran, nadi, tekanan
darah, dan bila fasilitas memungkingkan, saturasi oksigen harus dimonitor.
c. Establish etiology. Ensure availability of Blood. Sambil melakukan resusitaasi juga
dilakukan upaya menentukan etiologi PPS. Nilai kontraksi uterus, cari adanay cairan
bebas di cavum abdomen, bila adda resiko ruptur (pada kasus bekas seksio atau partus
buatan yang sulit),atau bila kondisi pasien lebih buruk dari pada jumlah darah yang
keluar. Harus dicek ulang kelengkapn plasenta dan selaput plasenta yang telah berhasil
dikeluarkan. Bila perdarahan terjadi akibat morbidly adherent placentae saat seksio
sesarea dapat diupayakan hemostatic sutures, lihasi arteri hipogastrika dan embolisasi
arteria uterine. Keadaan ini sering terjadi pada kasus plsenta previa pasca seksi sesarea.
d. Massage the uterus. Perdarah setekah plasenta lahir harus segera ditangani dengan
masase uterus dan pemberian obat-obatan uterotonika. Nila uterus tetap lembek harus
dilakukan kompresi bimanual interna dengan menggunakan kepalan tangan kanan
didalam uterus dan kepalan tangan kanan didalam uterus dan telapak tangan kiri
melakukan masase fundus uteri.
e. Oxytocin infusin/Prostaglandin. Dapat iberikan oksitosi 40 IU dalam 500 cc normal
saline dan dipasang dengan kecepatan 123 cc/jam. Hindari kelebihan cairan karena dapat
menyebabkan edema pulmoner hingga edema otak yang pada kahirnya dapat
menyebabkan kejang karena hiponatremia. Hal ini timbul karena efek antidiuretic
hormon (ADH)- like effect dari oksitosin. Ergomoetrin dapat diberikan secara IM atau
IV dengan dosis awal 0,2 mg(secara perlahan). Dosis lanjutan 0,2 mg setelah 15 menit
bila masih diperlukan.dosis maksimal adalah 1 mg atau 5 dosis perhar.ergometrin
kontraindikasi diberikan pada preeklampsia dan hipertensi. Bila perdarahan pasca salin
tidak berhasil dengan pemberian ergometrin atau oksitosis, dapat diberikan misoprostol.
f. Shift to theatre. Bila perdarahan masih tetap terjadi segera pasien dievakuasi ke ruang
operasi. Pastikan untuk mentungkirkan sisa plasenta atua selapu ketuban dan kalau perlu
dengan eksplorasi kuret. Kompresi bimanual dilakukan selama ibu dibawa ke ruang
operasi.
g. Tamponade or uterine packing.tamponade uterus dapat membantu mengurangi
perdarahan. Tindakan ini juga dapat memberi kesempatan koreksi faktor pembekuan.
Dapat dilakukan pemasangan Sengstaken Tube atau dapat dipakai Rush Urological
Hydrostatic Baloon dan Rakri SOS Baloon. Biasanya dimasukkan 300 – 400 cc cairaun
untuk mencapai tekanan yang cukup adekuat sehingga perdarahan berhenti. Atau yang
paling sederhana dan murah adalah tamponade kondom-kateter.
h. Apply compression sutura B-Lynch suture dianjurkan dengan memakai chromic catgut
no.2 atau Vicryl O (Ethicon). Cara ini dipilih bila tos dengan manual kompresi berhasi
menghentikan perdarahan. Cara ini banyak dikembangkan modifikasi disesuaikan
dnegan fasilitas dan cara mengerjakan yang lebih simple
i. Systemic Pelvic Devascularization : ligasi arteria uterine atau ligasi arteri hypogsatrica
j. Subtotal or total abdominal hysterectomy : tujuannya untuk menyelamatkan nyawa dan
diutamakn pada ibu yang sudah mempunyai anak.
--
Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu: (1)
resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2)
identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum3.
Resusitasi cairan
Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat
memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan. Perlu
dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang paling
tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan
dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi3.
Pada perdarahan post partum diberikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam
volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses
intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang
ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko
terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan perdarahan post
partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat
dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat3.
Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada
penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu
penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di ruang
intravasluler, tetapi terjadi pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan dengan
penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada hari-hari setelah perdarahan
post partum. Ginjal normal dengan mudah mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post
partum lebih dari 1.500 mL pada wanita hamil yang normal dapat ditangani cukup dengan
infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani. Kehilanagn darah yang banyak,
biasanya membutuhkan penambahan transfusi sel darah merah3.
Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 – 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan efek
yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik dibandingkan
NS, dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian
koloid, maka cairan kristaloid tetap direkomendasikan3.
Transfusi Darah
Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan diperkirakan
akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun
telah dilakukan resusitasi cepat3.
PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat indikasi.
Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 – 4 unit PRC untuk menggantikan pembawa oksigen
yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang
dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat diatasi dengan menambahkan 100
mL NS pada masing-masing unit.