Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH KRITIS SYOK NEUROGENIK

Disusun Oleh :

1. Frizka Rizqi A 1511020016


2. Annisa syarafina 1511020013
3. Nur Yulianti 1511020020
4. Siti Fatimah 1511020009
5. Titik Romayanti 1511020021
6. Maulana Aji P 1511020028
7. Musrifatun Ni’mah 1511020030
8. Anis Zahria 1511020031
9. Yeni Indri L 1511020033
10. Muhammad Ibrahim 1511020041

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Syok paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan
eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan gastrointestinal
merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok hemoragik
juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan rongga
abdomen. Penyebab utama perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada organ dan
ruptur pada aneurysme aortic abdomen. Syok bisa merupakan akibat dari kehilangan
cairan tubuh lain selain dari darah dalam jumlah yang banyak. Contoh syok hipovolemik
yang terjadi akibat kehilangan cairan lain ini adalah gastroenteritis refraktrer dan luka
bakar hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal ini adalah terfokus kepada syok
hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan pelbagai kontroversi yang timbul seputar
cara penanganannya.
Kebanyakan trauma berbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun 1900an telah
memberi kesan yang angat signifikan pada perkembangan prinsip penanganan resusitasi
syok hemoragik. Ketika Perang Dunia I, W.B. Cannon merekomendasikan untuk
memperlambat pemberian resusitasi cairan sehingga penyebab utama terjadinya syok
diatasi secara pembedahan. Pemberian kristalloid dan darah digunakan secara ekstensif
ketika Perang Dunia II untuk menangani pasien dengan keadaan yang tidak stabil.
Pengalaman yang di dapat semasa perang melawan Korea dan Vietnam memperlihatkan
bahawa resusitasi cairan dan intervensi pembedahan awal merupakan langkah terpenting
untuk menyelamatkan pasien dengan trauma yang menimbulkan syok hemoragik. Ini dan
beberapa prisip lain membantu dalam perkembangan garis panduan untuk penanganan
syok hemoragik kaibat trauma. Akan tetapi, peneliti-peneliti terbaru telah mempersoalkan
garis panduan ini, dan hari ini telah timbul berbagai kontroversi tentang cara penanganan
syok hemoragik yang paling optimal.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI

Syok adalah sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik
yang ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
adekuat organ-organ vital tubuh. Seseorang dikatakan syok bila terdapat ketidakcukupan
perfusi oksigen dan zat gizi ke sel- sel tubuh. Kegagalan memperbaiki perfusi
menyebabkan kematian sel yang progressif, gangguan fungsi organ dan akhirnya
kematian penderita (Boswick John. A, 1997, hal 44).
Syok sulit didefinisikan, hal ini berhubungan dengan sindrom klinik yang dinamis yang
ditandai dengan perubahan sirkulasi volume darah yang menyebabkan ketidaksadaran
dan memyebabkan kematian (Skeet, Muriel, 1995, hal 203). Shock tidak terjadi dalam
waktu lebih lama dengan tanda klinis penurunan tekanan darah, dingin, kulit pucat,
penurunan cardiac output , ini semua tergantung dari penyebab shock itu sendiri.
Syok neurologik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif, Syok
neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh
darah secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah
pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh
darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala,
cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam.
Syok neurogenik, merupakan tipe lain dari syok distributif, yaitu akibat kehilangan atau
supresi dari tonus simpatik. Kekurangan hantaran toinus simpatik menyebabkan
penurunan perfusi jaringan dan inisiasi dari respon syok umum (Linda D. Urden, 2008).
Syok neurogenik disebabkan oleh kerusakan alur simpatik di spinal cord. Alur system
saraf simpatik keluar dari torakal vertebrae pada daerah T6. Kondisi pasien dengan syok
neurogenik : Nadi normal, tekanan darah rendah , keadaan kulit hangat, normal, lembab
Kerusakan alur simpatik dapat menyebabkan perubahan fungsi autonom normal (elaine
cole, 2009):
1. Kehilangan tonus vasomotor
Sistem saraf simpatik membantu mengontrol tonus otot pada pembuluh darah (vasomotor
tone) pada ekstremitas bawah dan viscera abdominal. Jika tonus vasomotor hilang
karena kerusakan alur simpatik, pembuluh darah akan tidak dapat berkontraksi sehingga
terjadi vasodilatasi. Hal ini akan menyebabkan penumpukan darah dan terjadi hipotensi.
2. Kehilangan inervasi simpatik
Sistem saraf simpatik membantu inervasi jantung, penyebab takikardi sebagai respon
terjadinya hemoragik, ketakutan atau nyeri. Pada syok neurogenik, sudah terjadi
kerusakan pada alur simpatik, oleh karena itu jika pasien mengalami perdarahan, tidak
akan terjadi takikardi.
Syok hipovolemik banyak mempunyai kesamaan dengan syok neurogenik. Jika pasien
mengalami hipotensi, lebih besar kemungkinan pasien mengalami syok hipovolemik
(elaine cole, 2009)

B. ETIOLOGI

Neurogenik syok disebabkan oleh beberapa faktor yang menganggu SNS. Masalah ini
terjadi akibat transmisi impuls yang terhambat dan hambatan hantaran simpatik dari pusat
vasomotor pada otak. Dan penyebab utamanya adalah SCI . Syok neurogenik keliru
disebut juga dengan syok tulang belakang. kondisi berikutnya mengacu pada hilangnya
aktivitas neurologis dibawah tingkat cedera tulang belakang, tetapi tidak melibatkan
perfusi jaringan tidak efektif (Linda D. Urden, 2008).
Tipe syok ini bisa disebabkan oleh banyak faktor yang menstimulasi parasimpatik atau
menghambat stimulasi simpatik dari otot vaskular. Trauma pada syaraf spinal atau
medulla dan kondisi yang mengganggu suplai oksigen atau gulokosa ke medulla
menyebabkan syok neorogenik akibat gangguan aktivitas simpatik. Obat penenang,
anestesi, dan stres hebat beserta nyeri juga merupakan penyebab lainnya.
Penyebabnya antara lain :
1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur
tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

C. TANDA DAN GEJALA

Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda
tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi)
kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia .
Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi
bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan
vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.

D. PATOFISIOLOGI

Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dalam
syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi
pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance). Sebagai tambahan, penurunan
dalam efektifitas sirkulasi volume plasma sering terjadi dari penurunan venous tone,
pengumpulan darah di pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan
intersisial karena peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard
primer yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan
penurunan kurva fungsi ventrikel.
Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat sekunder
terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilangnya
tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi
tanpa takikardi atau vasokonstriksi kulit.

Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan


vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus, sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi
vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau
nyeri. Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang
memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke
pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional.
Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter
prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan
ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang
menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan darah: Hb, Hmt, Leukosit, dan golongan darah


b. Kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin, dan glukosa darah
c. Analisa gas darah
d. EKG
e. Rontgen toraks
f. Kultur darah
g.
F. PENATALAKSANAAN

Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin
dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena
kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.
a. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
b. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi
yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat
dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang
darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga
dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan
oksigen dari otot-otot respirasi.
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan
kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-
500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan
urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif
(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :
a. Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan
norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
b. Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor terjadinya
hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan
darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan
per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih
besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan
darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat
menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
c. Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat dalam
badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum
pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik.
Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada
pasien syok neurogenik
d. Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output.
Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.
Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok neurogenik harus diterapi sebagai
hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral akan sangat membantu
pada kasus-kasus syok yang meragukan.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Syok sulit didefinisikan, hal ini berhubungan dengan sindrom klinik yang dinamis yang
ditandai dengan perubahan sirkulasi volume darah yang menyebabkan ketidaksadaran dan
memyebabkan kematian (Skeet, Muriel, 1995, hal 203).

Penyebab terjadinya syok neurogenik antara lain :


1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur
tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
Kompikasi yang terjadi pada syok neurogenik antara lain:

1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler
karena hipoksia.
3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan
yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.

Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin
dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena
kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Hudak & Gallo, 1994, Keperwatan Kritis: Pendekatan Holistik, edk. 6, vol. 2, trans.
Sumarwati, M. dkk., EGC, Jakarta.

Cole, Elaine. 2009. Trauma Care. UK : Wiley-Blackwell

Huether. McCance & Brashers. Rote. Understanding Patophysiology. 2008. Missouri: Mosby

Urden, linda D.dkk. 2008. Priorities in critical care nursing. Canada: Mosby Elseveir

Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of


Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 1997

Duane lynn, 2008. Types of Shock. Diakses dari www.mnhealthandmedical.com

Advance Trauma Life Support. 2001. Edisi keenam. American Collage of Surgeons.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart.
Jakarta : EGC.

Bewes, Petter. 2001. Bedah Primer : Trauma. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai