Anda di halaman 1dari 2

SEDULUR PAPAT LIMA PANCER (S45P)

S45P singkatan dari Sedulur Papat Lima Pancer.


Itu adalah sistem esoterisme Jawa yg merupakan aspek tinggalan Tantrism dalam budaya
suku Jawa. Ada juga di Bali, Sunda, Batak, Kalimantan, dsb tapi dengan nama dan istilah yg
berbeda2. Hal mana dapat ditemui sebarannya di seluruh wilayah dunia, terutama wilayah
Asia, khususnya yg berakarkan pada budaya Sumerian-Indian.

Seperti misalnya dalam sistem Vajrayana Buddhism dikenal dengan sistem Panca-Dhyani
Buddha. Sedangkan dalam sistem Taoism di China dikenal sebagai sistem Lima Elemen (Wu
Hsing). Dalam tradisi2 Judaic dikenal dengan sistem Five Angels (Lima Malaikat : Gabriel,
Michael, Rafael, Uriel dan di tengah Metatron atau sering disebut sebagai 'The Lesser God').

Kalau saya sebut sebagai "Tantra", maka disitulah pertanyaan "apakah itu?" tidak dapat
dijabarkan. Berbeda dengan kategori "Sutra" (Kitab) dimana dapat dijabarkan karena bersifat
dogma yang dihafalkan, dipercaya, lalu dianalisa. Sedangkan Tantra hanya dapat dipahami
melalui laku praktek.
Melalui laku praktek, nanti secara alamiah, pengertian kita muncul dari insight2 yg timbul
sampai kemudian membentuk suatu keutuhan pemahaman. Inilah yang disebut Prinsip
Mandala. Tanpa melalui praktek anda tidak akan tahu. Dan hanya orang-orang yang sudah
melalui / menempuh proses insight tersebut yang benar-benar mengerti. Tak ada satu
bukupun yg pernah menuliskan seluk beluknya.

Prinsip Mandala pada dasarnya adalah melihat segala sesuatu sebagai fenomena bentukan.
Yaitu, kesatuan-keutuhan yang terdiri dari elemen-elemen penyusunnya yang disimbolkan
dalam arketip-arketip dasar yg paling sederhana. Arketip dasar yg paling sederhana yang
biasanya terdapat dalam setiap budaya adalah elemental fisis (air, api, bumi, angin), atau
didasarkan warna2 primal.

Kalau saya coba rumuskan secara konseptual, maka S45P salah satu aspek fungsinya adalah
sebagai metode pelatihan transformasi batin, yaitu : melalui seperangkat simbolisme untuk
memahami keutuhan (gestalt) dari fractality dalam segala sesuatu. Dengan kata lain, melalui
observasi dan pengalaman langsung dari bagian-per-bagian elementalnya, maka kita melihat
keutuhan dengan diri, sementara diri itu sendiri adalah fenomena bentukan (not truly exist --
Henoch : "and he is no more but walking with God").

Melalui observasi langsung pada 'realitas', maka kita akan bisa melihat kesemuan dari
'realitas' tersebut hingga pada akhirnya menemukan Realitas (Sejati, yang sebenarnya).
Kesemuan 'realitas' itu diobservasi melalui hukum-hukum yang berlaku pada tiap-tiap orde
'realitas'. Misal : orde atomic, orde molecular, orde cellular, orde organic, orde individual,
orde communal, orde local, orde regional, ...dsb sampai order universe. Dimana antara satu
orde dengan orde lainnya terdapat hubungan fractality.
Sedangkan garis penelaahan order seperti yg saya sebutkan di atas baru dari satu line saja,
yaitu line fisikal. Sementara terdapat fenomena lain yang non-fisikal. Maka apabila kedua
lines tersebut di'cross' maka akan menghasilkan suatu Matrix Realitas.

Karena tujuan akhirnya adalah Realitas Sejati (Asatoma Sad Gamaya -- O Lord, bring me to
the Ultimate Reality), maka ini disebut Kasunyatan, dari kata "ke+se+nyata+an". Orang tidak
dapat mengenal Tuhan bila tidak memahami bagaimana hukumNya bekerja manifest melalui

1
semesta yang diciptakanNya. Dan karena untuk menuju Highest Order itu melalui
serangkaian tahapan order yang bertingkat-tingkat dari level-level di bawahnya, maka ini bisa
disebut sebagai "tangga" (Ladder). Inilah yang dimaksud dengan Jacob's Ladder, dimana
Yakub bergumul dengan seorang "malaikat yg berpenampilan seperti manusia" di atas bukit
Zion, yang tiada lain adalah Metatron, dan disitu ia melihat anak-tangga menuju Surga.

Jadi dari pemaparan singkat ini sekiranya menjadi jelas perbedaan antara 'agama' yang
bersifatkan dogmatic dengan spiritualitas yang mana adalah berbasis pada pemahaman
realitas apa adanya. Dengan kata lain no-nonsense alias bukan isapan jempol (sekalipun
seringkali orang2 awam tidak paham mekanisme kerjanya sehingga disebut "magic"). Dan ini
bukan sekedar masalah kepercayaan (belief), tetapi kenyataan (reality). Bukankah sewaktu
Thomas Alva Edison menemukan lampu listrik juga masyarakat agamis gempar dan
menganggapnya sebagai 'sihir'?

Tetapi demikianlah mengapa patung Shiva Nataraja (The Dance of Shiva) diletakkan di
depan gedung pusat riset nuklir tercanggih di dunia CERN yang sedang memburu penelitian
"God Particle": karena para ilmuwan melihat koherensi antara apa yang dijabarkan oleh para
sage Timur dengan apa yang ditemukan oleh sains dan matematik. Realitas ini adalah Tarian
Siwa atau suatu Jala Indra (Indra Net) mengacu pada keselarasan dengan prinsip Quantum
Entanglement pada Fisika Nuklir. Hanya saja di Timur dengan bahasa intuitive, sedangkan di
Barat dengan bahasa analitis (karena akar budaya Barat pada filosofi Yunani). Seperti pernah
saya katakan sebelumnya, bahwa Realitas itu hanya satu, sehingga bagaimanapun atau dari
sudut manapun anda melihatnya pasti --bila bukan mengkhayal-- menemukan suatu
kesimpulan yang sama.

Rahayu!
Diposting 19th March 2016 oleh Danz Suchamda

Anda mungkin juga menyukai